“Menurut lo lebih wangi yang mana? Yang ini atau yang ini?” ucap Pia sembari memperlihatkan secara bergantian dua sabun mandi si tangannya membuat Dimas berdecak kesal.
“Terserah!”
“CK! gak ada pendirian banget,” gerutu Pia sembari mengerutkan keningnya berfikir farian apa yang akan ia beli.
“Yang stroberi wangi tapi gak terlalu suka warna pink yang ini, terlalu tua. Yang biru cantik, warnanya juga soft tapi wangnya gak terlalu ke cium.”
“Ah pusing, jadi beli yang mana ini?” Dimas berdesis geram, adiknya ini jika ia tak menjawab pertanyaannya ia akan terus menimang untuk membeli yang mana.
“Yang biasa lo pake apa?” tanya Dimas sedikit kesal.
“Emmm, biasanya beli di online shop sih, soalnya di super market ini gak ada.”
“Terus kenapa masih di cari?” geram Dimas. Kepalaya mulai panas, jika di film-film pasti sudah ada asap yang keuar dari kepalanya saking panasnya.
“Sengaja! Buat manjangin naskah.”
‘Lo pikir novel?”
“Udah lah ambil dua duanya aja biar gak ribet.”
“Ih gak boleh boros! Gue ambil yang biru aja karena gue suka warannya.” Ucap Pia melenggang pergi meninggalkan Dimas yang sudah berapi-api.
“Terus camilannya lebih enakan yang mana? Gue sih biasanya beli yag rasa barbeque, tapi ini ada varian baru rasa coklat.” Dimas megacak rambutnya frustasi, mengapa ia harus mendapat adik lucknut seperti ini?
“Kalo gue suruh ambil dua-duanya lo pasti pilih salah satunya, kalo gue pilih salah satunya lo pasti pilih yang lainnya.”
Pia nampak berfikir keras.”Tapi kan ini makanan, gak bisa asal pilih. Kalo dari informasi nilai gizi di tabel nya, yang coklat lebih tinggi kadar gulanya tapi rendah pengawet, terus yang barbeque rendah gula tapi tinggi kadar pengawetnya.”
“Harus banget ya ngeliat tabel informasi nilai gizi itu?” Pia mengangguk.
“Iyalah! Biar kita tau berapa persen AKG yang di butuhin berdasarkan kebutuhan energi kita.”
Dimas menghela nafasnya panjang, semakin ia di buat kesal maka semakin besar hasrat Pia mempermainkannya.
“Alah ribet amat hidup lo, biasanya langsung makan juga!”
“Ish, kan gue udah bilang biar naskahnya panjang, kasian otak penulisnya lagi buntu nentuin jalannya sebab ada elo.”
“Serah deh, intinya lo mau yang mana. Ambil yang biasa lo makan aja, yang barbeque.”
Pia menggeleng kuat.” Enggak ah, enek juga lama-lama makan rasa barbeque terus. Yang coklat aja deh, kan jarang ada keripik kentang rasa coklat. Gue pengen nyoba rasanya.”
Dimas kembali menghela nafas pasrah. Sudah hampir satu jam dirinya menemani Pia namun gadis itu tak henti-hentinya bertanya membuatya kesal, apa sesulit itu memilih barang yang akan di beli? Batin Dimas.
“Udah belom sih? Lama amat. Udah sejam ini. Perasaan gue nemenin Riona belanja gak selama ini.”
“Beda lah! Tiap manusia itu sifatnya beda-beda, ya kali lo nyamain gue sama kak Riona?” Dimas tertawa mendengar hal itu. Benar ucapaan Pia, dirinya itu tak bisa dibanding kan dengan sosok Riona yang seperti bidadari.
“Kenapa lo?”
“Gapapa.”
“Gue tau ya pikiran lo kalo udah ngomongin kak Riona.” Dimas hanya mengedikkan bahunya acuh.
“Cepetan!”
“Loh! Pia? Dimas?” Dimas yang mengenali suara itu lantas menghentikan langkahnya kemudian berbalik badan.
“Kak Ri?”
“Riona? Kok bisa di sini?” tanya Dimas heran.
“Kebetulan abis jogging kayak kalian juga.” Jawab Riona sembari terseyum hangat.
Sedangan Pia melirik keduanya dengan senyum smrik, ia tahu cara membalas dendam pada kakaknya yang tengah di mabuk cinta itu.
“Wah kebetulan banget ya. Emang jodoh tuh gak kemana ya?” ujar Pia membuat Riona sedikit malu sedangkan Dimas yang sudah mencium bau-bau keanehan mulai menatap Pia curiga.
“Padahal kita tadi lagi bahas Kak Ri loh.”
“Oh ya? Bahas masalah apa?”
“Bukan apa-apa soh, cuma Pia agak heran aja. Kok bisa Kak Ri yang cantik layaknya bidadari turu dari surga ini, mau sama kaka Pia yang sehari-harinya nganggur di rumah.”
Riona tertawa kecil mendengar hal itu, sepertinya ia tahu kemana percakapan ini mengarah. Kedua kakak beradik ini memang selalu meributkan hal-hal kecil bahkan sampai melakukan berbagai cara utuk membalas satu sama lain, seperti yang tengah di lakukan Pia saat inni, Rioa tahu betul bahwa gadis itu tengah menjalankan aksi balas dendam pada Dimas etah sebab apa.
Tapi meskipun begitu, keduanya sangat menyayangi satu sama lain, ada ikatan besar antara kedunya yang menurut Riona sangat sulit untuk putus. Jika salah satu dari mereka tersakiti pasti yang lainnya akan melakukan segala cara untuk menenangkannya dan membalas dendam pada orang yang telah menyakiti salah satunya.
“Dimas udah janji gak bakaln main game lagi kok, lagian kan dia udah bangun restoran sendiri, kamu tau itu kan Pia. Dan sekitar satu bulan lagi restorannya berjalan, jadi dia udah kerja keras kok.”
“Wah wah, ternyata Kak Ri udah di tipu sama dia ya?’ ucap Pia sembari menoleh ke arah sang Kakak.
“Di tipu?”
“Iya! Asal Kak Ri tau aja, Kak dimas itu masih main game bahkan sampe bergadang loh.”
“Beneran?’ tanya balik Riona sembari tersenyum jahil menatap calon suaminya.
“Iya, bahkan Kak Dimas sampe Lu...,” Dimas membungkam mulit Pia menggunakan tangannya membuat gadis itu meronta.
“Apaan sih? Pahit tau!” Ucap Pia mengelap mulutnya yang tadi di bekap oleh sang Kakak.
Nih, nih duit buat bayar belanjaan. Kalo udah selesai langsung bayar, gue utnggu di luar sama Riona, ada yang mau gue omongin sama dia ! Dah sana!” ucap Dimas membalikkan tubuh sang adik kemudian mendoronnya kecil membuat Pia melangkah dengan senyum lebar di wajahnya. Berhasil! Batinnya.
***
Selesai membayar belanjaannya, Pia berniat keluar menemui sang Kakak dan kekasihnya, namun ia tak sengaja menabrak seorang pria yang mengantre di belakangnya membuat barang belanjaan Pia terjatuh, untung saja pria tersebut membantu Pia membereskannya.
Selesai membersekan barang belanjaannya Pia mengalihkan pandangannya pada pria tersebut untuk mengucapkan terima kasih. Namun betapa terkejutnya dirinya saat menyadari bahwa ia mengenal pria tersebut.
“Ilham?”
“Kok ada di sini?” Ilham hanya menatap Pia tanpa ekspresi.
“Kenapa? Ini kan tempat umum?” Pia menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari meringis kecil.
“Benar juga apa yang dikatakan Ilham pda dirinya, Pia merasa sangat bodoh telah menanyakan hal itu pada pria di hadapannya ini. Sedangka Ilham kemudian membayar belanjannya.
“Ada dua ribu? Tanya seorang penjaga kasir.
Ilham menggeleng, ia tak membawa uang kecil di dompetnya membuat Tania terseyum jahil.”Saya ada mbak.” Ucap Pia menyerahkan selembar uang dua ribu tersebut.
Pemilik kasir menerimanya kemudian memberikan selembar uang lima ribu rupiah pada Ilham kemudian pria tersebut melenggang pergi. Membuat Pia sedikit mendengkus kesal, kemudian berlari keluar untuk menemui sang Kakak namun saat ia mencarai keduanya, tak ada satupun dari Kakak dan calon Kakak iparnya yang menunggu dirinya.
Pia menggeram kesal, jika sudah begini, pasti ulah Dimas. Riona tak mungkin tega meninggalkan Pia begitu saja. Pia kemudian meilirik ke arah Ilham yang tengah menyalakan mesin motornya.
“Kenapa lagi?” tanya Ilham saat Pia mengahmpirinya.
“Boleh nebeng gak? Gue di tinggal Kakak gue.”
“Makanya kalo belanja tuh jangan kelamaan,” Jawab Dimas membuat Pia sedikit terkejut, bagaimana pria itu tahu?
“Lo cenayang?”Ilham hanya mengedikkan bahunya tak berniat membalas. Ia tak tahu bahwa yang ia katakan ternyata bear, padahal ia hanya menebak saja.
“Ya udah naik!”perintahnya membuat Pia tersenyum senang.
Sesampainya di depan rumah Pia, gadis itu turun dari motor ilham seraya tersenyum lebar.
“Thank’s ya.” Ilham mengangguk kemudian beniat melajukan motornya namun Pia menghentikannya.
“Kenapa?” Pia memiringka kepalanya seraya mengedipkan kedua matanya beberapa kali menatap pria di hadapannya ini.
“Kalo gue suka sama lo gimana?”
“Boleh nebeng gak? Gue di tinggal Kakak gue.” “Makanya kalo belanja tuh jangan kelamaan,” Jawab Ilham membuat Pia sedikit terkejut, bagaimana pria itu tahu? “Lo cenayang?”Ilham hanya mengedikkan bahunya tak berniat membalas. Ia tak tahu bahwa yang ia katakan ternyata bear, padahal ia hanya menebak saja. “Ya udah naik!”perintahnya membuat Pia tersenyum senang. Sesampainya di depan rumah Pia, gadis itu turun dari motor ilham seraya tersenyum lebar. “Thank’s ya.” Ilham mengangguk kemudian beniat melajukan motornya namun Pia menghentikannya. “Kenapa?” Pia memiringka kepalanya seraya mengedipkan kedua matanya beberapa kali menatap pria di hadapannya ini. “Kalo gue suka sama lo gimana?” *** Pia berjalan santai menuju ke kantin sekolah dengan membawa tas kecil berisi sekotak bekal di tangannya. Gadis itu tak henti-hentinya tersenyum lebar, ia berharap bahwa makanan yang ia buat dengan sepenuh hati ini dapat ia berikan
Pia mengingat kejadian kemarin dan ia yakin Ilahm juga tengah mengingtnya. Masih terkeam dengan jelas dalam memori Pia saat dirinya bertenya mengenai dirinya yang jatuh cinta pada Ilham, setelah mendengar itu Ilham hanya mengedikkan kedua bahunya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ilham yang melihat senyum devil milik Pia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak tahu hal apa yang akan di lakukan gadis itu selanjutnya. Dirinya hanya fokus pada tujuan utamanya untuk mengganjal lapar di perutnya. Pia dengan cepat menghabiskan makanannya dan menyambar kotak bekal yang terletak di atas meja membuat Chika kaget. “Mau kemana lo?” Pia memandang Chika beberapa saat lalu beralih ke arah Glen yang juga tengah menatapnya, gadis itu mengembangkan senyumya seraya mengangkat sedikit kotak bekal miliknya. “Mau ngasih ini.” “Buat siapa?” tanya Glen membuat Chika was-was. “Ilham!” *** Pernyataan singkat dari Pia membuat Gle
“Kak Glen belum pulang?” tanya Pia yang akhirnya membuka suara. “Iya!” ucap Glen sambil menganggukkan kepalanya. “Kenapa?” tanya Pia lagi. Glen tampak sedikit mendongakkan kepalanya berfikir sejenak lalu tak lama mengedikkan kedua bahunya. “Gak tau.” Pia mengernyit heran. Sedangkan Glen hanya melebarkan senyumnya seraya mengusap pelan puncak kepala gadis itu. “Gak usah dipikirin. Mau pulang bareng?” Pia nampak berfikir sejenak, ia bingung harus menerima tawaran tersebut atau tidak. Tapi jika dipikir-pikir lagi, ini sudah sore dan mustahil bahwa Dimas akan menjemputnya sebentar lagi, Ia tahu betul bahwa akhir-akhir ini Kakaknya itu sedang sangat sibuk dengan tugas kuliahnya. “Boleh!” “Tapi sebelum itu ..., lo mau buat satu perjanjian?” ucap Glen seraya mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. *** Minggu pagi ini Pia memutuskan untuk lari santai di sekitar taman komplek perumahannya sembari m
“Jadi gimana?” tanya Pia lagi, kembali membahas pertanyannya sebelumnya. Namun Ilham hanya mengedikkan bahunya kembali acuh. “Yah! Anggep aja kalo lo suka,” ucap Pia sembari berdiri dan menghampiri gadis tersebut. Ilham yang melihat tingkah Pia hanya bisa mengawasi gadis itu dari tempatnya karena ia juga sedikit penasaran meskipun ia tak dapat mendengar percakapan keduanya. Ia dapat melihat dengan jelas Pia duduk di sebelah gadis itu dan tampak mengobrol. Terlihat jelas bahwa keduanya tak terlihat canggung sama sekali, dan Ilham tahu betul itu karena sifat Pia yang humble dan tidak tahu malu jadi suasana keduanya mudah mencair. Namun entah menagpa, selang beberapa lama kemudian ketika tangan Pia menunjuknya ia menjadi terkejut sekaligus kesal, jadi satu detik sebelum gadis itu menoleh ia berdiri dan langsung berjalan menuju mobil. Namun setelah sampai di mobilnya ia dibuat lebih terkejut lagi dengan penampakan yang ada di hadapannya ketika mem
“Oh iya, Kak Glen tinggal sama Kakek dan Nenek nya ya. Rumah Kakek sama Nenek nya Kak Glen jauh dari sini ya?” “Gak sih, rumahnya deket dari sini kok. Ntar kapan-kapan gue ajak ke sana deh.” Pia tersenyum seraya mengangguk. “Terus kenapa sengaja dateng cepet?” “Gue abis nginep dari rumah Chika semalem. Soalnya dia pindah rumah jadi gue bantu-bantu dikitlah, terus di suruh nginep sama mamanya. Yah rumahnya gak terlalu jauh dari sekolah sih, cuman arahnya berlawanan sama rumah Kakek dan Nenek jadi gue harus pulang dulu buat siap-siap dan kesini lagi.” Pia mengeangguk paham mendengar penjelasan panajng dari Glen. “Ya udah, karena kita udah sama-sama di sini. Jadi perjanjian yang di maksud Kak Glen kemaren gimana?” “Lo bawa kertasnya?” Pia mengangguk pelan seraya mengeluarkan kertas dari sakunya. Bersamaan dengan itu, Glen juga mengeluarkan kotak kecil berwarna coklat tua daru dalam tasnya dimana kotak tersebut merupakan kot
“Ya udah selesai,” ucapnya sembari turun dari mobil. Sedangkan Pia yang masih berusaha mencerna ucapan Ilham membuat diirnya terpau untuk beberapa saat sampai akhirnya ia mengerti membuat matanya membuat kaget. Hanya ada satu kemungkinan, Ilham marah karena menurutnya kebaikannya di salah artikan oleh Pia dan artinya ini yang terakhir kalinya dirinya membalas chat serta menjemput Pia. Pia berdesis kesal, maksud dirinya bertanya kan karena diirnya ingin tahu saja kenapa pria itu tiba-tiba berubah. Apa Ilham memang se-sensitiv itu? Pia mengacak rambutnya kesal dan segera turun dari mobil berusaha mengejar Ilham untuk menjelaskan maksud perkataannya dan meminta maaf pada pria itu. “ILHAM!” teriaknya yang mengundang penasaran siswa siswi lain. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya mengapa Pia bisa turun dari mobil Ilham, apakah keduanya berangkat bersama? Tapi jika ya, mengapa mereka tak turun bersama? Sedangkan Pia sendiri tak te
Alifia Nadira seorang gadis yang berumur lima belas tahun yang baru saja melewati masa MPLS disekolah barunya. Hari ini merupakan hari pertamanya memulai pembelajaran namun sejak awal ia sudah menarik banyak pasang mata, selain wajahnya yang cantik sifatnya yang ceria membuatnya makin populer terutama dikalangan para senior.Pia melebarkan senyumannya kala melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan jas biru dongker dan rambut yang tertata rapi menambah kesan plus pada pria tersebut.“Kak Glen!” pekik Pia girang.Galen Fikri Alamsyah, Ketua Osis yang ia kenal bersama Chika. Chika mengatakan pada dirinya bahwa Glen merupakan Kakak kelasnya saat SMP.“Loh Pia? Gak masuk kelas?” Pia menggeleng, sebenarnya ia sendiri juga tak tahu dimana kelasnya berada.“Gue gak tau kelasnya Kak,” jawab Thiya sembari menunjukkan deretan giginya.Glen terkekeh mendengar jawaan gadis tersebut.”Lo kan bisa liat papan madin
Seperti biasa hari ini Chika dan Pia pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong keduanya mengambil duduk tepat ditengah kantin bersama dengan Glen, yah Chika memang sengaja melakukannya untuk membuat para siswa lain cemburu dan sekaligus membalas bisikan mereka kemarin. Untuk apa bersikap baik toh mereka sudah mengecap dirinya centil pada Glen tanpa tahu apa-apa kan, jadi sekalian saja.Chika bertanya pada Pia dan Glen mengenai makanan yang akan mereka pesan, ia berniat memesankan makanan keduanya, yah sekaligus untuk menjalankan rencana kecilnya. Balas dendamnya belum selesai sampai kemarin, jika saja Pia tak menariknya untuk pergi ke perpus. Tapi tak apa balas dendam keduanya akan ia lakukan hari ini.Lima menit kemudian Chika kembali membawa tiga mangkuk makanan dan tiga gelas minuman sesuai pesanan kedua temannya. Gadis itu menaruh makanan dan minuman tersebut ke atas meja. Setelah semua makanan ia taruh ia segera menjalankan rencananya membuat gadis it