Seperti biasa hari ini Chika dan Pia pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong keduanya mengambil duduk tepat ditengah kantin bersama dengan Glen, yah Chika memang sengaja melakukannya untuk membuat para siswa lain cemburu dan sekaligus membalas bisikan mereka kemarin. Untuk apa bersikap baik toh mereka sudah mengecap dirinya centil pada Glen tanpa tahu apa-apa kan, jadi sekalian saja.
Chika bertanya pada Pia dan Glen mengenai makanan yang akan mereka pesan, ia berniat memesankan makanan keduanya, yah sekaligus untuk menjalankan rencana kecilnya. Balas dendamnya belum selesai sampai kemarin, jika saja Pia tak menariknya untuk pergi ke perpus. Tapi tak apa balas dendam keduanya akan ia lakukan hari ini.
Lima menit kemudian Chika kembali membawa tiga mangkuk makanan dan tiga gelas minuman sesuai pesanan kedua temannya. Gadis itu menaruh makanan dan minuman tersebut ke atas meja. Setelah semua makanan ia taruh ia segera menjalankan rencananya membuat gadis itu tersenyum smirk.
Chika berjalan menuju ke bangkunya yang berada tepat disamping Pia, namun tiba-tiba kakinya tersandung oleh seorang siswi yang tiba-tiba menjulurkan kakinya, padahal niat awalnya ia berpura-pura ingin tersandung kakinya sendiri, tapi tanpa ia duga siswi tersebut malah mempermudah pekerjaannya, tentu saja Chika tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut membuat Chika sengaja berpegangan di kursi Glen dan ia memposisikan dirinya jatuh seolah berada di pelukan pria tersebut dan mencium pipi kanan Glen secara sengaja.
Kejadian tersebut sontak mendapat jeritan histeris dari penggemar Glen sendiri, mereka menganggap Chika beruntung karena sudah mencium Glen. Sedangkan para siswi yang tadi menyandung kaki Chika menjadi kesal karena rencana mereka membuat Chika terjatuh dilantai malah salah.
Chika tersenyum dihadapan Glen, begitupun pria tersebut juga membalas senyumannya, ia sama sekali tak marah dengan yang dilakukan Chika sebab ia sudah mengenal lama gadis itu. Sedangkan Pia yang tak terbiasa dengan situasi ini juga nampak terkejut, gadis itu membelalakkan matanya tak menyangka, ia tersenyum kikuk melihat keduanya.
***
Chika berjalan pulang bersama Pia menuju gerbang keduanya nampak bercanda asik, namun topik pembicaraan mereka terhenti karena mendengar teriakan heboh para siswi.
“Kyaa! Ilham hari ini juga ganteng.”
“Ilham tambah ganteng deh.”
“Kyaaaah! Ilham Gue suka samo lo.”
Aaah, apa itu? Chika geli mendengarnya, ia menggelengkan kepalanya heran. Apa mereka sebegitu terobsesinya pada cowok tampan? Astagaaa! Pia sendiri yang tak mengerti apa-apa lantas mencari tahu siapa yang mereka maksud.
“Kenapa sih? Kok heboh banget?” tanya Pia heran.
“Lo tau Ilham Alfahri kan?” Pia berpikir sejenak mengingat nama tersebut.
“Kalo namanya sih sering denger, tapi gak tau orangnya yang mana.” Chika lantas menunjuk seorang pria yang tengah dikerumuni para siswi diparkiran motor, wajahnya masih bisa terlihat sebab tubuhnya yang tinggi, pria itu nampak tak peduli dengan para siswi yang mengerubuninya, sedangkan Pia nampak terkejut melihat wajah pria tersebut.
Itu pria yang ia tabrak saat di perpustakaan waktu itu yang untungnya Chika tak melihat wajah pria tersebut. Ia hanya melihat saat Pia jatuh bersama pria tersebut sebab dirinya langsung berlari menarik tangan gadis itu.
“Lo kenal? Kok kaget gitu?” tanya Chika heran.
“Iya, dia yang waktu itu gue tabrak loh, waktu di perpus.” Kali ini Chika yang kaget.
“Serius?” Pia mengangguk mantap, tak mungkin ia melupakan wajah pria itu.
“Lo jangan lagi berurusan sama dia, ngerti?” Pia memiringkan kepalanya sambil mengedipkan kedua matanya beberapa kali.
“Kenapa?”
“Lo gak tau dia. Dia itu cowok berdarah dingin yang gak bisa di tebak, gak ada cewek yang bisa narik perhatian dia.” Bukannya terkejut, Pia justru tersenyum mendengar penuturan tersebut.
“Ngapa lo senyam senyum? Jangan aneh aneh ya.”
“Lucu aja.”
“Gak ada yang lucu Pia! Pokoknya jangan sampe ada urusan sama dia apalagi sampe bermasalah kayak kemaren! Ngerti?” Pia menganggukkan kepalanya beberapa kali.
“Ngapain?” tanya Glen yang tiba-tia datang.
“Gapapa, pulang yok!” ucap Chika cepat membuat Glen tersenyum seraya mengangguk.
“Kalian pulang bareng?”
“Iya, kita ada janji mau ketemu sama Kakek dan Nenek.” jawab Glen sembari tersenyum.
Pia mengubah ekspresi wajahnya, ia ber “oh” ria dengan nada kecil kemudian tersenyum.
“Em, Kak Glen tinggal same Kakek dan Neneknya ya?” tanya Pia sekali lagi.
“Iya, mama sama papa tinggal diluar kota, gue gak mau pindah sekolah makanya gue tetep disini tinggal sama Kakak Nenek.” Jawab Glen, dan lagi-lagi Pia hanya ber “oh” ria.
“Kita duluan ya Pi.” ucap Chika yang diangguki oleh Pia.
“Gue duluan ya, lo hati-hati ya nunggunya kalo ada apa-apa telfon gue aja,” ucap Glen seraya pergi.
Namun sebelum itu ia mengacak pelan puncak kepala Pia, namun gadis itu diam saja. Tak seperti responnya kemarin yang merasa kesal, ia hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Pia menoleh melihat kearah parkiran, matanya memandangi Ilham yang sedari tadi nampak berusaha pergi dari kerumunan siswi tersebut. Gadis itu tersenyum menggelengkan kepalanya beberapa kali. Pia lantas melangkahkan kakinya menuju keluar sekolah dan duduk di halte bus menunggu jemputannya tiba, tapi entah mengapa saat ia mencoba menelfon sang Kakak, nomor telfon Kakaknya justru tidak aktif.
Beberapa menit yang lalu
Ilham yang sedari tadi risih dengan kerumunan siswi didepannya berusaha mencari cara agar bisa pergi dari mereka, mereka terus memaksa bebagai hal untuk dilakukan, ada yang meminta id line, nomor w******p, dan meminta berfoto. Dengan terpaksa pria itu memberinya, ya tak ada cara lain.
Namun pandangan matanya tak sengaja menangkap seorang gadis dengan kulit putih bersih dan rambut sebahunya, ia mengingat gadis itu, gadis yang menabrak nya saat di perpus hingga kejadian tak terduga itu terjadi. Jujur itu membuatnya kesal jika mengingatnya tapi Ilham merasa tak ada cara lain selain itu, ia dapat melihat gadis tersebut tersenyum sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Apa itu? Apa gadis itu sedang menertawakan dirinya?
“Ilham foto sekali aja.”
“Gue minta nomornya ya, plis.”
“Gak bisa, gue udah telat! Permisi. Gue udah janjian sama orang lain!” Mereka terkejut, lantas bertanya-tanya siapa gadis yang dimaksud.
Ilham lantas menaiki motornya mengusir cewek yang sedari tadi duduk diatas motornya, wajahnya lumayan cantik, namun pria itu tak menyukai sifatnya nampak jelas sifatnya tak begitu baik.
“Minggir sebelum kesabaran gue habis,” ucap Ilham dingin.
Ia tak bisa bersikap seperti halnya ia bersikap pada siswi yang mengerubuninya tadi, gadis didepannya ini harus diperlakukan berbeda. Namun gadis itu sepertinya tak takut dengan ancaman Ilham, ia nampak tersenyum sok imut.
“Dari tadi kamu bilangnya gitu, tapi mana? Orang nya ada?”
“Dia udah nunggu di halte.”
Gadis itu nampak mencari seseorang dihalte bis. Ia dapat melihat seorang gadis yang tengah duduk disana, namun ia tak dapat melihat wajahnya. Wajah gadis itu berubah menjadi kesal kemudia menghentakkan kakinya dan pergi dari sana diikuti dua orang dari kerumunan tadi.
“Punya dayang ternyata,” batin Ilham dalam hati.
“Permisi!” ucap Ilham sekali lagi yang kali ini mendapat jalan. Ia yakin setelah ini mereka tak akan menganggunya lagi kecuali gadis yang berada dimotornya tadi bersama kedua dayangnya. Ilham sempat membaca sekilan nama nya, Dafina Putri.
“Naik.” ucap Ilham pada Pia.
Sedangkan Pia yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya lalu mengangkat kepalanya melihat siapa orang yang berbicara padanya itu, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Ilham berada diatas motor sport, Pia segera menutupi wajahnya dengan tangannya berharap pria tersebut tak mengenali dirinya.
“Naik atau gue tinggal!” tegas Ilham sekali lagi yang masih berada diatas motornya.
Pia nampak berfikir di balik tangannya, jika tidak naik maka dirinya tak akan bisa pulang sudah tidak ada taxi yang lewat, memesan ojek online pun ia tak memiliki aplikasinya, jika ingin mendownload paket nya tidak ada, Kakaknya juga sedari tadi tak mengangkat telfon dari dirinya..
“Tapi gue gak punya helm.”
“Jam segini gak ada polisi. Gak usah banyak alesan.”
Lima belas menit kemudian motor milik Ilham berhenti dedepan sebuah rumah mewah bergaya klasik yang membuat Pia menghembuskan nafas lega mengetahui bahwa itu benar-benar rumahnya, ia turun dari motor namun gadis itu masih setia menutupi wajahnya.“Gue tau itu lo, yang waktu itu nabrak gue di perpus.” Pia nampak terkejut, ia menurunkan tangannya memandang wajah Ilham, astaga mengapa ciptaan tuhan yang satu ini sangat indah?“Soal yang waktu itu, gue minta maaf.”“Ya ya, Anggep itu gak pernah terjadi, toh cuman kecelakaan biasa. Intinya gak usah bahas itu lagi.”Setelah mengucapkan hal itu Ilham lantas pergi.Sedangkan Pia nampak tersenyum hangat, ia sedikit tak percaya bahwa orang yang tadi dibicarakan Chika adalah orang yang sama yang baru saja pergi. Pia hanya mengedikkan bahunya kemudian berbalik membuka pagar rumah dan masuk.Pia kembali ingat dengan rasa kesalnya pada sang Kakak, ia berjalan masuk menuju kekam
Pia dan Chika tengah duduk menikmati makan siang mereka dikantin sekolah, Pia nampak bergelut dengan pikirannya sendiri, ia sendiri bingung ingin bertanya sesuatu pada Chika namun tak tau bagaimana ia mengutarakannya. Sedangkan Chika yang tengah menyantap makanannya menyadari ada yang aneh dengan Pia, ia kemudian menatap Pia heran. Jika diperhatikan raut wajah gadis itu sedikit berubah.“Kenapa lo?” tanya Chika setelah meneguk makanan yang ia kunyah.Sedangkan Pia yang sedari tadi bergelut dengan pikirannya sedikit kaget.”Ah?” Ucap Pia mengangkat kepalanya menatap Chika.“Elo kenapa?”“Oh itu, gue mau nanya sesuatu sama lo,” ucap Pia kikuk.Sedangkan Chika nampak merubah ekspresi wajahnya menjadi riang, gadis itu mengangkat tanga kanannya membuat Pia heran.“KAK GLEN!” pekik Chika memanggil pria tersebut, tangannya melambai bermaksud mengajak pria tersebut duduk bersama dirinya dan
Kerumunan tersebut lantas bubar, menyisakan tiga orang gadis yang salah satunya adalah Dafina, ia mendengar bisikan para siswi tadi. Sejak awal Dafina juga sering mendengar nama Alifia Nadira, orang-orang sering memanggilnya Pia. Namun gadis itu tak terlalu menghiraukan hal tersebut karena ia yakin dirinya tak kalah cantik. Sedangkan Ilham sudah pergi sesaat setelah Pia ditarik pergi bersama Glen.“Cih cewek kayak dia bisanya apa? Paling modal cantik doang. Cantikan juga gue!” seru Fina kesal kemudian pergi disusul kedua temannya.***Glen menarik tangan Pia menuju ke perpustakaan membuat gadis itu sedikit sulit mengimbangi langkah pria tersebut, Glen sendiri tak bisa mengekspresikan dirinya saat ini seperti ada yang bergejolak dihatinya. Ada rasa yang mendorongnya untuk marah tapi ia tak tahu untuk apa dan lagi pula gadis yang tengah bersamanya ini bukan siapa-siapa nya.Keduanya sampai di depan perpustakaan namun tak ada yang berbicara kecua
“Menurut lo lebih wangi yang mana? Yang ini atau yang ini?” ucap Pia sembari memperlihatkan secara bergantian dua sabun mandi si tangannya membuat Dimas berdecak kesal.“Terserah!”“CK! gak ada pendirian banget,” gerutu Pia sembari mengerutkan keningnya berfikir farian apa yang akan ia beli.“Yang stroberi wangi tapi gak terlalu suka warna pink yang ini, terlalu tua. Yang biru cantik, warnanya juga soft tapi wangnya gak terlalu ke cium.”“Ah pusing, jadi beli yang mana ini?” Dimas berdesis geram, adiknya ini jika ia tak menjawab pertanyaannya ia akan terus menimang untuk membeli yang mana.“Yang biasa lo pake apa?” tanya Dimas sedikit kesal.“Emmm, biasanya beli di online shop sih, soalnya di super market ini gak ada.”“Terus kenapa masih di cari?” geram Dimas. Kepalaya mulai panas, jika di film-film pasti sudah ada asap yang keuar dari kep
“Boleh nebeng gak? Gue di tinggal Kakak gue.” “Makanya kalo belanja tuh jangan kelamaan,” Jawab Ilham membuat Pia sedikit terkejut, bagaimana pria itu tahu? “Lo cenayang?”Ilham hanya mengedikkan bahunya tak berniat membalas. Ia tak tahu bahwa yang ia katakan ternyata bear, padahal ia hanya menebak saja. “Ya udah naik!”perintahnya membuat Pia tersenyum senang. Sesampainya di depan rumah Pia, gadis itu turun dari motor ilham seraya tersenyum lebar. “Thank’s ya.” Ilham mengangguk kemudian beniat melajukan motornya namun Pia menghentikannya. “Kenapa?” Pia memiringka kepalanya seraya mengedipkan kedua matanya beberapa kali menatap pria di hadapannya ini. “Kalo gue suka sama lo gimana?” *** Pia berjalan santai menuju ke kantin sekolah dengan membawa tas kecil berisi sekotak bekal di tangannya. Gadis itu tak henti-hentinya tersenyum lebar, ia berharap bahwa makanan yang ia buat dengan sepenuh hati ini dapat ia berikan
Pia mengingat kejadian kemarin dan ia yakin Ilahm juga tengah mengingtnya. Masih terkeam dengan jelas dalam memori Pia saat dirinya bertenya mengenai dirinya yang jatuh cinta pada Ilham, setelah mendengar itu Ilham hanya mengedikkan kedua bahunya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ilham yang melihat senyum devil milik Pia segera mengalihkan pandangannya, ia tidak tahu hal apa yang akan di lakukan gadis itu selanjutnya. Dirinya hanya fokus pada tujuan utamanya untuk mengganjal lapar di perutnya. Pia dengan cepat menghabiskan makanannya dan menyambar kotak bekal yang terletak di atas meja membuat Chika kaget. “Mau kemana lo?” Pia memandang Chika beberapa saat lalu beralih ke arah Glen yang juga tengah menatapnya, gadis itu mengembangkan senyumya seraya mengangkat sedikit kotak bekal miliknya. “Mau ngasih ini.” “Buat siapa?” tanya Glen membuat Chika was-was. “Ilham!” *** Pernyataan singkat dari Pia membuat Gle
“Kak Glen belum pulang?” tanya Pia yang akhirnya membuka suara. “Iya!” ucap Glen sambil menganggukkan kepalanya. “Kenapa?” tanya Pia lagi. Glen tampak sedikit mendongakkan kepalanya berfikir sejenak lalu tak lama mengedikkan kedua bahunya. “Gak tau.” Pia mengernyit heran. Sedangkan Glen hanya melebarkan senyumnya seraya mengusap pelan puncak kepala gadis itu. “Gak usah dipikirin. Mau pulang bareng?” Pia nampak berfikir sejenak, ia bingung harus menerima tawaran tersebut atau tidak. Tapi jika dipikir-pikir lagi, ini sudah sore dan mustahil bahwa Dimas akan menjemputnya sebentar lagi, Ia tahu betul bahwa akhir-akhir ini Kakaknya itu sedang sangat sibuk dengan tugas kuliahnya. “Boleh!” “Tapi sebelum itu ..., lo mau buat satu perjanjian?” ucap Glen seraya mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. *** Minggu pagi ini Pia memutuskan untuk lari santai di sekitar taman komplek perumahannya sembari m
“Jadi gimana?” tanya Pia lagi, kembali membahas pertanyannya sebelumnya. Namun Ilham hanya mengedikkan bahunya kembali acuh. “Yah! Anggep aja kalo lo suka,” ucap Pia sembari berdiri dan menghampiri gadis tersebut. Ilham yang melihat tingkah Pia hanya bisa mengawasi gadis itu dari tempatnya karena ia juga sedikit penasaran meskipun ia tak dapat mendengar percakapan keduanya. Ia dapat melihat dengan jelas Pia duduk di sebelah gadis itu dan tampak mengobrol. Terlihat jelas bahwa keduanya tak terlihat canggung sama sekali, dan Ilham tahu betul itu karena sifat Pia yang humble dan tidak tahu malu jadi suasana keduanya mudah mencair. Namun entah menagpa, selang beberapa lama kemudian ketika tangan Pia menunjuknya ia menjadi terkejut sekaligus kesal, jadi satu detik sebelum gadis itu menoleh ia berdiri dan langsung berjalan menuju mobil. Namun setelah sampai di mobilnya ia dibuat lebih terkejut lagi dengan penampakan yang ada di hadapannya ketika mem