Home / Fiksi Remaja / Tentang Kita / ~Ilham Alfahri~

Share

~Ilham Alfahri~

Seperti biasa hari ini Chika dan Pia pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang kosong keduanya mengambil duduk tepat ditengah kantin bersama dengan Glen, yah Chika memang sengaja melakukannya untuk membuat para siswa lain cemburu dan sekaligus membalas bisikan mereka kemarin. Untuk apa bersikap baik toh mereka sudah mengecap dirinya centil pada Glen tanpa tahu apa-apa kan, jadi sekalian saja.

Chika bertanya pada Pia dan Glen mengenai makanan yang akan mereka pesan, ia berniat memesankan makanan keduanya, yah sekaligus untuk menjalankan rencana kecilnya. Balas dendamnya belum selesai sampai kemarin, jika saja Pia tak menariknya untuk pergi ke perpus. Tapi tak apa balas dendam keduanya akan ia lakukan hari ini.

Lima menit kemudian Chika kembali membawa tiga mangkuk makanan dan tiga gelas minuman sesuai pesanan kedua temannya. Gadis itu menaruh makanan dan minuman tersebut ke atas meja. Setelah semua makanan ia taruh ia segera menjalankan rencananya membuat gadis itu tersenyum smirk.

Chika berjalan menuju ke bangkunya yang berada tepat disamping Pia, namun tiba-tiba kakinya tersandung oleh seorang siswi yang tiba-tiba menjulurkan kakinya, padahal niat awalnya ia berpura-pura ingin tersandung kakinya sendiri, tapi tanpa ia duga siswi tersebut malah mempermudah pekerjaannya, tentu saja Chika tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut membuat Chika sengaja berpegangan di kursi Glen dan ia memposisikan dirinya jatuh seolah berada di pelukan pria tersebut dan mencium pipi kanan Glen secara sengaja.

Kejadian tersebut sontak mendapat jeritan histeris dari penggemar Glen sendiri, mereka menganggap Chika beruntung karena sudah mencium Glen. Sedangkan para siswi yang tadi menyandung kaki Chika menjadi kesal karena rencana mereka membuat Chika terjatuh dilantai malah salah.

Chika tersenyum dihadapan Glen, begitupun pria tersebut juga membalas senyumannya, ia sama sekali tak marah dengan yang dilakukan Chika sebab ia sudah mengenal lama gadis itu. Sedangkan Pia yang tak terbiasa dengan situasi ini juga nampak terkejut, gadis itu membelalakkan matanya tak menyangka, ia tersenyum kikuk melihat keduanya.

***

Chika berjalan pulang bersama Pia menuju gerbang keduanya nampak bercanda asik, namun topik pembicaraan mereka terhenti karena mendengar teriakan heboh para siswi.

“Kyaa! Ilham hari ini juga ganteng.”

“Ilham tambah ganteng deh.”

“Kyaaaah! Ilham Gue suka samo lo.”

Aaah, apa itu? Chika geli mendengarnya, ia menggelengkan kepalanya heran. Apa mereka sebegitu terobsesinya pada cowok tampan? Astagaaa! Pia sendiri yang tak mengerti apa-apa lantas mencari tahu siapa yang mereka maksud.

“Kenapa sih? Kok heboh banget?” tanya Pia heran.

“Lo tau Ilham Alfahri kan?” Pia berpikir sejenak mengingat nama tersebut.

“Kalo namanya sih sering denger, tapi gak tau orangnya yang mana.” Chika lantas menunjuk seorang pria yang tengah dikerumuni para siswi diparkiran motor, wajahnya masih bisa terlihat sebab tubuhnya yang tinggi, pria itu nampak tak peduli dengan para siswi yang mengerubuninya, sedangkan Pia nampak terkejut melihat wajah pria tersebut.

Itu pria yang ia tabrak saat di perpustakaan waktu itu yang untungnya  Chika tak melihat wajah pria tersebut. Ia hanya melihat saat Pia jatuh bersama pria tersebut sebab dirinya langsung berlari menarik tangan gadis itu.

“Lo kenal? Kok kaget gitu?” tanya Chika heran.

“Iya, dia yang waktu itu gue tabrak loh, waktu di perpus.” Kali ini Chika yang kaget.

“Serius?” Pia mengangguk mantap, tak mungkin ia melupakan wajah pria itu.

“Lo jangan lagi berurusan sama dia, ngerti?” Pia memiringkan kepalanya sambil mengedipkan kedua matanya beberapa kali.

“Kenapa?”

“Lo gak tau dia. Dia itu cowok berdarah dingin yang gak bisa di tebak, gak ada cewek yang bisa narik perhatian dia.” Bukannya terkejut, Pia justru tersenyum mendengar penuturan tersebut.

“Ngapa lo senyam senyum? Jangan aneh aneh ya.”

“Lucu aja.”

“Gak ada yang lucu Pia! Pokoknya jangan sampe ada urusan sama dia apalagi sampe bermasalah kayak kemaren! Ngerti?” Pia menganggukkan kepalanya beberapa kali.

“Ngapain?” tanya Glen yang tiba-tia datang.

“Gapapa, pulang yok!” ucap Chika cepat membuat Glen tersenyum seraya mengangguk.

“Kalian pulang bareng?”

“Iya, kita ada janji mau ketemu sama Kakek dan Nenek.” jawab Glen sembari tersenyum.

Pia mengubah ekspresi wajahnya, ia ber “oh” ria dengan nada kecil kemudian tersenyum.

“Em, Kak Glen tinggal same Kakek dan Neneknya ya?” tanya Pia sekali lagi.

“Iya, mama sama papa tinggal diluar kota, gue gak mau pindah sekolah makanya gue tetep disini tinggal sama Kakak Nenek.” Jawab Glen, dan lagi-lagi Pia hanya ber “oh” ria.

“Kita duluan ya Pi.” ucap Chika yang diangguki oleh Pia.

“Gue duluan ya, lo hati-hati ya nunggunya kalo ada apa-apa telfon gue aja,” ucap Glen seraya pergi.

Namun sebelum itu ia mengacak pelan puncak kepala Pia, namun gadis itu diam saja. Tak seperti responnya kemarin yang merasa kesal, ia hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya.

Pia menoleh melihat kearah parkiran, matanya memandangi Ilham yang sedari tadi nampak berusaha pergi dari kerumunan siswi tersebut. Gadis itu tersenyum menggelengkan kepalanya beberapa kali. Pia lantas melangkahkan kakinya menuju keluar sekolah dan duduk di halte bus menunggu jemputannya tiba, tapi entah mengapa saat ia mencoba menelfon sang Kakak, nomor telfon Kakaknya justru tidak aktif.

Beberapa menit yang lalu

Ilham yang sedari tadi risih dengan kerumunan siswi didepannya berusaha mencari cara agar bisa pergi dari mereka, mereka terus memaksa bebagai hal untuk dilakukan, ada yang meminta id line, nomor w******p, dan meminta berfoto. Dengan terpaksa pria itu memberinya, ya tak ada cara lain.

Namun pandangan matanya tak sengaja menangkap seorang gadis dengan kulit putih bersih dan rambut sebahunya, ia mengingat gadis itu, gadis yang menabrak nya saat di perpus hingga kejadian tak terduga itu terjadi. Jujur itu membuatnya kesal jika mengingatnya tapi Ilham merasa tak ada cara lain selain itu, ia dapat melihat gadis tersebut tersenyum sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. Apa itu? Apa gadis itu sedang menertawakan dirinya?

“Ilham foto sekali aja.”

“Gue minta nomornya ya, plis.”

“Gak bisa, gue udah telat! Permisi. Gue udah janjian sama orang lain!” Mereka terkejut, lantas bertanya-tanya siapa gadis yang dimaksud.

Ilham lantas menaiki motornya mengusir cewek yang sedari tadi duduk diatas motornya, wajahnya lumayan cantik, namun pria itu tak menyukai sifatnya nampak jelas sifatnya tak begitu baik.

“Minggir sebelum kesabaran gue habis,” ucap Ilham dingin.

Ia tak bisa bersikap seperti halnya ia bersikap pada siswi yang mengerubuninya tadi, gadis didepannya ini harus diperlakukan berbeda. Namun gadis itu sepertinya tak takut dengan ancaman Ilham, ia nampak tersenyum sok imut.

“Dari tadi kamu bilangnya gitu, tapi mana? Orang nya ada?”

“Dia udah nunggu di halte.”

Gadis itu nampak mencari seseorang dihalte bis. Ia dapat melihat seorang gadis yang tengah duduk disana, namun ia tak dapat melihat wajahnya. Wajah gadis itu berubah menjadi kesal kemudia menghentakkan kakinya dan pergi dari sana diikuti dua orang dari kerumunan tadi.

“Punya dayang ternyata,” batin Ilham dalam hati.

“Permisi!” ucap Ilham sekali lagi yang kali ini mendapat jalan. Ia yakin setelah ini mereka tak akan menganggunya lagi kecuali gadis yang berada dimotornya tadi bersama kedua dayangnya. Ilham sempat membaca sekilan nama nya, Dafina Putri.

“Naik.” ucap Ilham pada Pia.

Sedangkan Pia yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya lalu mengangkat kepalanya melihat siapa orang yang berbicara padanya itu, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Ilham berada diatas motor sport, Pia segera menutupi wajahnya dengan tangannya berharap pria tersebut tak mengenali dirinya.

“Naik atau gue tinggal!” tegas Ilham sekali lagi yang masih berada diatas motornya.

Pia nampak berfikir di balik tangannya, jika tidak naik maka dirinya tak akan bisa pulang sudah tidak ada taxi yang lewat, memesan ojek online pun ia tak memiliki aplikasinya, jika ingin mendownload paket nya tidak ada, Kakaknya juga sedari tadi tak mengangkat telfon dari dirinya..

“Tapi gue gak punya helm.”

“Jam segini gak ada polisi. Gak usah banyak alesan.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status