Share

Teman Dekat

Author: Rita Aria
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah selesai membeli buku, Shela dan Arthur kembali ke motor. Mereka tidak langsung pulang melainkan mampir terlebih dahulu ke warung bakso kesukaan mereka.

Arthur mengendarai motornya dengan santai. Bukan karena dia tidak berani bermain dengan kecepatan, namun karena dia sedang menikmati momen seperti ini. Saat-saat ketika dia bisa begitu dekat dengan Shela.

Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di warung bakso yang cukup ramai, lalu terdapat tulisan 'Gepeng' di bagian depannya.

Shela dan Arthur segera masuk dan memesan porsi bakso seperti biasa. Mereka juga memilih duduk di tempat kesukaan mereka yaitu tepat di bawah kipas angin.

"Besok weekend, ada rencana mau kemana?" tanya Arthur.

"Kosong. Kenapa? Mau ngajak jalan?" Shela tersenyum kuda sambil menatap Arthur. Dia sudah paham jika Arthur bertanya seperti itu pasti ia akan mengajaknya keluar.

Arthur mengacak puncak kepala Shela. "Bagus, deh. Aku mau ngajak kamu ke rumah. Udah lama nggak main, 'kan?"

"Em ... gimana ya?" Shela berpura-pura untuk mempertimbangkan jawaban, padahal dia sudah sangat tahu apa jawabannya. Kedua alisnya dinaik turunkan untuk menggoda sahabatnya itu.

Tingkah lakunya yang terkesan menggemaskan itu membuat Arthur terkekeh. Lalu tangannya mencubit kedua pipi Shela. "Gimana, hm??"

Shela tertawa sambil menggosok pipinya. "Ish, Iya iya besok kita pergi."

Arthur hanya tersenyum saat mengamati perempuan di depannya itu. Tidak tahu harus sampai kapan dia menyimpan perasaannya. Mungkin sampai Shela mmemikirkan untuk menerima seorang sahabat menjadi sepasang kekasih.

Tidak lama kemudian pesanan mereka akhirnya datang. Shela langsung menarik mangkoknya ke hadapannya. Aroma khas dari kuah bakso langsung membuat perutnya semakin berontak.

Dia menuangkan apa saja yg ada di atas meja, mulai dari saus, kecap, cuka, lalu yang terakhir adalah sambal. Namun ketika dia hendak menyendok sambal, Arthur sudah terlebih dulu merebutnya.

"Satu sendok aja udah cukup," ucap Arthur sambil menuangkan satu sendok sambal di mangkok Shela.

Dia sudah paham, perempuan itu sangat menyukai makanan pedas. Jika dia tidak menghentikannya mungkin Shela akan menuangkan tujuh sendok sambal. Itu tidak sehat dan pasti akan melukai perutnya.

"Kebiasaan, deh." Shela mengerutkan bibirnya, meskipun begitu matanya tidak bisa berbohong jika dia merasa senang dengan cara Arthur memperlakukannya.

"Iya, kebiasaan yang mungkin akan berlaku lama," lirih Arthur yang hanya di dengar oleh dirinya sendiri.

***

"Jadi gimana, Shel? Kamu udah bilang sama Arthur?" tanya suara yang terdengar dari ponsel Shela. Siapa lagi jika bukan Neva?

Sedari tadi Neva sudah mengebomnya dengan pesan, namun karena dia baru saja pulang akhirnya dia tidak membalasnya. Setelah sampai di kost barulah dia menghubungi Neva.

"Udah, Nev. Tapi ya gitu lah, mungkin dia masih belom pengin pacaran," jawab Shela yang tidak tahu itu adalah kenyataan atau tidak.

"Kenapa gitu, sih? Emang selera dia yang gimana?" Neva masih bertanya lagi. Sepertinya dia tidak akan menyerah begitu saja sampai dia benar-benar bisa mendapatkan Arthur.

"Em ... aku juga nggak ngerti. Dari dulu emang dia nggak pacaran."

"Ya udah lah, aku mau cari tau lebih banyak lagi, deh." Neva memutus sambungan telepon secara sepihak. Entah, mungkin dia merasa kurang puas dengan jawaban Shela.

Haruskah Shela merasa bersalah? Bukan seperti itu. Dia tidak rela jika Arthur bersama dengan Neva yang suka bergonta-ganti pasangan. Lalu dia sendiri masih tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.

**

Shela mengurut kakinya setelah sampai di tempat kost-nya. Hari itu sepertinya dia salah memakai sepatu, karena nampak pada tumit kakinya yang lecet kemerehan karena sepatu sempit yang ia gunakan.

Sebenarnya tanpa sebab dia menggunakan sepatu tersebut. Karena itu adalah hadiah dari Arthur saat dirinya ulang tahun beberapa waktu yang lalu.

Shela tak enak karena Arthur terus menanyakan sepatu pemberiannya yang tak pernah Shela gunakan untuk kuliah. Dia tersenyum menatap sepatu berwarna biru langit tersebut. Membayangkan bagaimana Arthur memilihkan sepatu dengan ukuran imut jauh dari perkiraannya.

"Shel, ada yang nyari," bisik Natalie teman satu kost-nya. Dia naik ke atas demi menyampaikan hal tersebut padanya.

"Siapa?" Shela juga ikut berbisik.

"Brian."

Shela menatap Natalie lama. Ada sebuah ingatan buruk tentang Brian yang benar-benar ingin dia lupakan.

"Suruh dia pergi, bilang kalo aku gak ada."

"Yah, telat. Dia katanya nungguin kamu sampe turun."

Shela memutar bola matanya karena jengah. Mahkluk satu itu tak akan pernah menyerah jika keinginannya tidak terpenuhi. Seperti satu ini, dia pasti akan menunggunya di ruang tamu sampai Shela mau menemuinya.

Cowok kasar itu benar-benar sudah dilupakan oleh Shela. Dia tak ingin berhubungan dengannya lagi setelah insiden beberapa bulan yang lalu.

Brian adalah mantan pacar Shela. Lelaki yang sok tampan itu pernah mengisi hari-hari Shela. Sebelum akhirnya dia terpergok oleh gadis itu sedang masuk ke hotel dengan seorang wanita tua yang mungkin bisa disebut tante.

Jika Arthurl tahu dia menemui Brian. Pasti dia tak akan tinggal diam. Karena Arthur sudah memberikan peringatan padanya untuk tidak menemui laki-laki berengsek tersebut lagi.

Shela masih mematung di tengah tangga. Dia ragu untuk menemuinya, apalagi mengobrol dengannya. Sudah tak ada yang bisa mereka bicarakan.

"Kalo kamu masih nemuin Brian, lihat aja nanti. Aku nggak bakal tinggal diem Shel." Arthur menaikkan nada bicaranya saat melihat Shela menangis terisak di depan hotel.

Dia langsung memanggil Arthur begitu mendapatkan bayangan Brian yang masuk ke dalam hotel dengan wanita lain. Hanya ada satu pikiran Shela tentang Brian. Yaitu tentang gosip mengenai dirinya yang menjadi teman tante-tante yang kesepian.

Awalnya dia tak percaya karena cinta sudah menutup mata hatinya. Namun setelah dia mencoba menyelidikinya sendiri dan menemukan kebenaran dia tak bisa menerima kenyataan tersebut.

"Aku masih gak percaya, kalo dia kayak gitu." Shela masih terisak, Arthur yang melihatnya tentu saja tidak tega. Dia menenggelamkan wajah sahabatnya itu dalam dadanya. Untuk menumpahkan semua kesedihannya.

"Udah Shel, cowok kayak gitu gak pantes kamu tangisin." Arthur mengusap lembut rambut Shela, darahnya mendidih ketika melihat Brian yang baru saja keluar dengan wanita tua itu dan masuk ke dalam mobilnya.

"Tunggu dulu, aku mau kasih dia pelajaran." Arthur hendak meninggalkan Shela untuk menghentikan mobil Brian, entah apa yang akan dilakukannya. Namun sepertinya hal buruk akan terjadi jika Shela tak lekas menahannya.

"Udah, kita pulang aja." Shela menarik lengan Arthur mengajaknya untuk pulang. Tak ada yang perlu di bicarakan lagi dengan Brian. Hubungannya sudah benar-benar selesai saat itu juga.

Shela melihat Brian dari celah tangga. Dia benar-benar tak ingin bertemu dengan pria itu. Namun jika dia tak menemuinya mungkin Brian akan membuat masalah di kost-nya.

Dengan langkah malas akhirnya dia turun. Brian yang mendengar suara langkah langsung menoleh ke arahnya.

"Shel," panggilnya Brian pelan.

"Ada apa?" tanya Shela tanpa melihat ke arahnya.

"Aku mau minta maaf."

"Iya udah aku maafin,"

"Tapi...," ucapannya terhenti.

"Kenapa?"

"Bukannya ini gak adil ya?"

"Gak adil apalagi sih?! Udah deh gak usah cari masalah lagi. Hubungan kita udah kelar lama. Jadi gak usah diungkit lagi."

Brian tersenyum sinis, dia berdiri dan menghampiri Shela. Gadis itu memundurkan langkahnya karena takut jika Brian akan melukainya.

"Kamu pas pacaran sama aku deket sama Arthur aku biarin. Tapi, kamu cuma liat hal itu sekali aja udah lebay banget."

Shela mendelik. Bagaimana bisa dua hal tersebut disamakan? Arthur dan dia hanya berteman. Sedangkan Brian Dan wanita tua itu pasti melakukan hal yang lebih saat di hotel.

Related chapters

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Prinsip

    "Bodoh! Udah lah kamu nggak usah nemuin aku lagi. Buat apa? Apa kamu mau ngasih luka lagi?"Shela berbalik untuk meninggalkan Brian. Dia masih ingat bagaimana dia dulu sangat mencintainya. Sempat dia merasa jatuh setelah mengetahui siapa Brian yang sebenarnya. Untungnya saat itu dia memiliki Arthur.Ya, lagi-lagi Arthur yang terbaik untuknya. Dia tahu bagaimana perasaan Arthur untuknya. Dia sendiri juga memiliki perasaan yang lebih. Tapi entahlah, dia masih merasa takut.Bagaimana jika mereka menjalin hubungan tapi harus kandas di tengah jalan? Lalu pasti setelah itu mereka tidak akan menjadi sedekat sekarang. Sudah banyak kasus seperti itu. Yang awalnya sahabat, lalu berubah menjadi musuh gara-gara putus hubungan.Tidak, itu bukan hal yang dia inginkan. Dia masih nyaman seperti ini. Hanya saja kadang-kadang dia juga merasa takut kalau-kalau nanti Arthur akan memilih wanita lain hanya karena prinsip konyol yang dia pegang.Tapi untuk saat ini dia masih tidak ingin memikirkannya. Biark

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Terkena Jebakan

    Dalam ruangan yang cukup terang, Arthur duduk terdiam dengan kepala yang menunduk. Berkali-kali dia memeriksa ponselnya untuk melihat apakah Shela mau membalas pesan darinya. Sayangnya sampai saat ini perempuan itu tidak memberinya pesan apa pun.Perasaannya menjadi tidak nyaman. Dia takut Shela benar-benar marah padanya. Dia sangat paham bagaimana sikap Shela jika sedang marah. Mungkin perempuan itu akan mendiamkannya selama berhari-hari sampai dia merasa jengah sendiri.Selain merasa cemas, Arthur juga merasa tidak enak jika harus meninggalkan Neva seorang diri. Meskipun kondisinya tidak terlalu parah, namun tidak ada siapa pun yang menemaninya. Dia sudah bertanya tentang keluarganya, namun Neva hanya mengatakan jika orang tuanya sedang dalam perjalanan bisnis ke luar negeri.Entah itu kebenaran atau kebohongan Arthur tidak bisa melakukan banyak hal. Sebenarnya dia berharap jika Shela akan datang ke sana untuk melihat kondisi Neva. Sekalian untuk menemaninya di sini agar dia tidak ha

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Teman Tapi Intim

    Shela sangat malas berdandan. Dia hanya memakai bedak tipis dan lipgloss natural untuk menutup bibirnya yang sedikit terlihat pucat. Meskipun dia merasa sedikit tidak nyaman dengan kondisinya, namun itu tidak menghalangi niatnya dari pergi kuliah.Arthur sudah menunggu di ruang tamu. Sementara Shela sangat malas untuk menemui pria itu tapi juga tidak tega jika harus membiarkannya. Akhirnya dengan langkah yang malas dia menghampiri Arthur yang sedang menundukkan kepala."Ehm!" Shela berdehem untuk memberitahukan Arthur bahwa dia sudah ada di sana.Benar saja Arthur langsung mendongak. Saat itu juga dia langsung bangkit dan mendekatinya. "Shel, kamu masih marah? Maaf, aku bener-bener nggak ada maksud buat lebih peduli ke Neva."Shela hanya terdiam tanpa mengatakan apa pun. Tatapannya berpaling ke arah lain, tidak memperhatikan Arthur sama sekali. Bukannya dia manja, tapi dia masih merasa tidak senang dengan kejadian kemarin. Benar-benar membuatnya kehilangan mood baik.Apalagi jika meng

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Harapan

    Manis.Itulah yang dirasakan oleh Arthur. Setelah menyimpan perasaan selama hampir empat tahun, akhirnya dia memberanikan diri untuk mencoba lebih dekat. Dia ingin melebihi batas pertemanan mereka.Arthur ingat bagaimana dia pertama kali bertemu dengan Shela. Melihatnya duduk di kursi pinggiran lapangan dengan pakaian putih khas milik pengibar bendera di upacara kemerdekaan.Wajahnya yang manis memiliki butiran keringat di dahinya. Secara mandiri dia menyekanya dengan tissu kecil. Dia akan tertawa ketika temannya melontarkan lelucon, lalu akan bergidik ketika orang lain menakutinya.Entahlah. Sejak pertama melihat, Arthur sudah menyukai karakter riangnya. Semakin hari berjalan, ternyata dia memiliki kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat. Tidak mau membuang peluang, akhirnya mereka dipertemukan dalam kegiatan rutin sekolah.Dia tidak ingat lagi bagaimana dia bisa menjadi dekat dengan Shela. Menyaksikannya tumbuh, dari gadis polos sampai menjadi perempuan yang cukup dewasa. Dan sekar

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Sakit

    Shela tersenyum manis sambil menatap Arthur. "Ya, aku tahu."Itu adalah kebenaran. Arthur menyukainya dan dia tahu hal itu dengan cukup jelas. Tapi dia masih belum bisa membuat mereka bersama. Ada saja hal-hal yang membuatnya menggantungkan hubungan mereka. Lebih dari teman tapi bukan kekasih.Apa dia terlalu kejam?"Makasih," ucap Arthur lalu dia memberanikan diri untuk mencium kening Shela. "Jangan lupa minum obat lagi ya kalau panasnya belum turun."Shela mengangguk mengerti. Lalu dia melihat kepergian Arthur dengan senyum yang tersungging. Seandainya matahari akan tetap bersinar atau jika bumi masih terus berputar, bisakah dia tetap menyimpannya?Sebelumnya dia tidak pernah merasakannya. Jantung yang berdetak tidak normal atau pipi yang memerah hangat. Ini seperti cinta yang orang-orang katakan. Menjadi bahagia.Namun semuanya memiliki resiko. Lalu apa yang terjadi jika dia tetap seperti ini?***Arthur keluar dari tempat kost Shela dan menjalankan sepeda motornya. Hari ini dia bo

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Sebuah Rahasia

    Arthur memandangi ponsel yang terus-terusan berdering, bingung mau menjawab atau mengabaikan. Akan tetapi mengingat ancaman Neva, mau tidak mau dia tetap menjawab telepon itu."Halo, Arthur." Suara dari seberang sana terdengar sangat antusias."Iya Nev, kenapa?""Besok aku mau ngajak kamu nemenin belanja, bisa nggak?"Arthur mengurut keningnya, kembali merasa pusing dengan permintaan Neva. Dia sudah memiliki janji dengan Shela, tidak mungkin jika dia membatalkannya bukan? Apalagi kemarin dia sempat membatalkan janjinya juga gara-gara dia menolong Neva.Jika sekarang dia membatalkan pertemuannya besok pasti Shela akan kembali marah, tapi bagaimana dengan Neva? Dia sudah banyak mendengar tentang Neva yang seringkali serius dengan ucapannya."Aku sudah ada janji sama Shela besok." Arthur menjawab dengan hati-hati. Dia takut menyinggung Neva atau membuatnya marah."Janji ke mana? Kamu masih ingat 'kan apa yang aku bilang?"Arthur mengembuskan napasnya dengan kasar. "Oke, besok kita pergi.

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Berakhir

    Shela sudah berada di depan counter pembelian tiket. Dua tiket sudah dipegangnya tinggal menunggu Desi datang menemuinya.Ada sedikit perasaan kecewa dalam hati Shela. Mungkin karena Arthur mendadak tak bisa menepati janjinya. Namun ia harus kembali mengingat pada status yang mereka jalani. Jika mereka hanyalah teman. Ya, hanya teman."Shel!" seru Desi dari kejauhan, dia nampak setengah berlari menuju tempat Shela berdiri."Sorry, aku telat. Tadi kehabisan bensin motornya.""Oh ya udah nggak apa-apa." Shela tampak memaklumi, dia mengedarkan matanya untuk mencari tempat duduk sebelum film dimulai."Shel..." ucap Desi pelan. Dia tampak ragu melanjutkan kalimatnya."Kenapa Des?!""Emang bener ya, Arthur sama Neva pacaran?"Pertanyaan yang cukup membuat ekspresi Shela berubah 180 derajat. Bagaimana Desi bisa berpikir seperti itu?"Setahuku, enggak Des.""Oh, tadi aku salah lihat kali ya. Soalnya tadi nggak sengaja ketemu sama orang yang wajahnya mirip banget Arthur sama Neva di toko baju

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Selamat Tinggal Cinta Pertama

    Seorang wanita tampak menunggu temannya di depan sebuah gedung pernikahan. Sudah setengah jam dia menunggunya untuk mengurus gedung yang akan dipakainya nanti. Sebulan lagi temannya akan menikah.Namun ada sedikit yang mengganjal di hati wanita yang bernama Shela tersebut. Karena temannya akan menikah dengan seorang pria yang pernah mengisi hidupnya. Namanya adalah Arthur.Shela berteman dengannya sudah cukup lama. Kurang lebih mungkin ada sepuluh tahun.Dia dan Arthur sudah seperti saudara, sahabat atau mungkin lebih. Kadang terbesit dalam benaknya menyesal karena telah mengenalkannya pada Neva.Tapi mungkin itu sudah jalan mereka seperti ini. Shela menghela napas panjang, saat melihat Neva keluar dari gedung. Wanita bermata cokelat itu mencoba tersenyum senormal mungkin. Agar Neva tidak curiga kepadanya."Shel, boleh minta tolong nggak?" Dia menggamit lengan Shela dengan manja. Entah sejak kapan dia menjadi seperti itu pada sahabat Arthur tersebut."Minta tolong apa Nev?" tanyanya,

Latest chapter

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Berakhir

    Shela sudah berada di depan counter pembelian tiket. Dua tiket sudah dipegangnya tinggal menunggu Desi datang menemuinya.Ada sedikit perasaan kecewa dalam hati Shela. Mungkin karena Arthur mendadak tak bisa menepati janjinya. Namun ia harus kembali mengingat pada status yang mereka jalani. Jika mereka hanyalah teman. Ya, hanya teman."Shel!" seru Desi dari kejauhan, dia nampak setengah berlari menuju tempat Shela berdiri."Sorry, aku telat. Tadi kehabisan bensin motornya.""Oh ya udah nggak apa-apa." Shela tampak memaklumi, dia mengedarkan matanya untuk mencari tempat duduk sebelum film dimulai."Shel..." ucap Desi pelan. Dia tampak ragu melanjutkan kalimatnya."Kenapa Des?!""Emang bener ya, Arthur sama Neva pacaran?"Pertanyaan yang cukup membuat ekspresi Shela berubah 180 derajat. Bagaimana Desi bisa berpikir seperti itu?"Setahuku, enggak Des.""Oh, tadi aku salah lihat kali ya. Soalnya tadi nggak sengaja ketemu sama orang yang wajahnya mirip banget Arthur sama Neva di toko baju

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Sebuah Rahasia

    Arthur memandangi ponsel yang terus-terusan berdering, bingung mau menjawab atau mengabaikan. Akan tetapi mengingat ancaman Neva, mau tidak mau dia tetap menjawab telepon itu."Halo, Arthur." Suara dari seberang sana terdengar sangat antusias."Iya Nev, kenapa?""Besok aku mau ngajak kamu nemenin belanja, bisa nggak?"Arthur mengurut keningnya, kembali merasa pusing dengan permintaan Neva. Dia sudah memiliki janji dengan Shela, tidak mungkin jika dia membatalkannya bukan? Apalagi kemarin dia sempat membatalkan janjinya juga gara-gara dia menolong Neva.Jika sekarang dia membatalkan pertemuannya besok pasti Shela akan kembali marah, tapi bagaimana dengan Neva? Dia sudah banyak mendengar tentang Neva yang seringkali serius dengan ucapannya."Aku sudah ada janji sama Shela besok." Arthur menjawab dengan hati-hati. Dia takut menyinggung Neva atau membuatnya marah."Janji ke mana? Kamu masih ingat 'kan apa yang aku bilang?"Arthur mengembuskan napasnya dengan kasar. "Oke, besok kita pergi.

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Sakit

    Shela tersenyum manis sambil menatap Arthur. "Ya, aku tahu."Itu adalah kebenaran. Arthur menyukainya dan dia tahu hal itu dengan cukup jelas. Tapi dia masih belum bisa membuat mereka bersama. Ada saja hal-hal yang membuatnya menggantungkan hubungan mereka. Lebih dari teman tapi bukan kekasih.Apa dia terlalu kejam?"Makasih," ucap Arthur lalu dia memberanikan diri untuk mencium kening Shela. "Jangan lupa minum obat lagi ya kalau panasnya belum turun."Shela mengangguk mengerti. Lalu dia melihat kepergian Arthur dengan senyum yang tersungging. Seandainya matahari akan tetap bersinar atau jika bumi masih terus berputar, bisakah dia tetap menyimpannya?Sebelumnya dia tidak pernah merasakannya. Jantung yang berdetak tidak normal atau pipi yang memerah hangat. Ini seperti cinta yang orang-orang katakan. Menjadi bahagia.Namun semuanya memiliki resiko. Lalu apa yang terjadi jika dia tetap seperti ini?***Arthur keluar dari tempat kost Shela dan menjalankan sepeda motornya. Hari ini dia bo

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Harapan

    Manis.Itulah yang dirasakan oleh Arthur. Setelah menyimpan perasaan selama hampir empat tahun, akhirnya dia memberanikan diri untuk mencoba lebih dekat. Dia ingin melebihi batas pertemanan mereka.Arthur ingat bagaimana dia pertama kali bertemu dengan Shela. Melihatnya duduk di kursi pinggiran lapangan dengan pakaian putih khas milik pengibar bendera di upacara kemerdekaan.Wajahnya yang manis memiliki butiran keringat di dahinya. Secara mandiri dia menyekanya dengan tissu kecil. Dia akan tertawa ketika temannya melontarkan lelucon, lalu akan bergidik ketika orang lain menakutinya.Entahlah. Sejak pertama melihat, Arthur sudah menyukai karakter riangnya. Semakin hari berjalan, ternyata dia memiliki kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat. Tidak mau membuang peluang, akhirnya mereka dipertemukan dalam kegiatan rutin sekolah.Dia tidak ingat lagi bagaimana dia bisa menjadi dekat dengan Shela. Menyaksikannya tumbuh, dari gadis polos sampai menjadi perempuan yang cukup dewasa. Dan sekar

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Teman Tapi Intim

    Shela sangat malas berdandan. Dia hanya memakai bedak tipis dan lipgloss natural untuk menutup bibirnya yang sedikit terlihat pucat. Meskipun dia merasa sedikit tidak nyaman dengan kondisinya, namun itu tidak menghalangi niatnya dari pergi kuliah.Arthur sudah menunggu di ruang tamu. Sementara Shela sangat malas untuk menemui pria itu tapi juga tidak tega jika harus membiarkannya. Akhirnya dengan langkah yang malas dia menghampiri Arthur yang sedang menundukkan kepala."Ehm!" Shela berdehem untuk memberitahukan Arthur bahwa dia sudah ada di sana.Benar saja Arthur langsung mendongak. Saat itu juga dia langsung bangkit dan mendekatinya. "Shel, kamu masih marah? Maaf, aku bener-bener nggak ada maksud buat lebih peduli ke Neva."Shela hanya terdiam tanpa mengatakan apa pun. Tatapannya berpaling ke arah lain, tidak memperhatikan Arthur sama sekali. Bukannya dia manja, tapi dia masih merasa tidak senang dengan kejadian kemarin. Benar-benar membuatnya kehilangan mood baik.Apalagi jika meng

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Terkena Jebakan

    Dalam ruangan yang cukup terang, Arthur duduk terdiam dengan kepala yang menunduk. Berkali-kali dia memeriksa ponselnya untuk melihat apakah Shela mau membalas pesan darinya. Sayangnya sampai saat ini perempuan itu tidak memberinya pesan apa pun.Perasaannya menjadi tidak nyaman. Dia takut Shela benar-benar marah padanya. Dia sangat paham bagaimana sikap Shela jika sedang marah. Mungkin perempuan itu akan mendiamkannya selama berhari-hari sampai dia merasa jengah sendiri.Selain merasa cemas, Arthur juga merasa tidak enak jika harus meninggalkan Neva seorang diri. Meskipun kondisinya tidak terlalu parah, namun tidak ada siapa pun yang menemaninya. Dia sudah bertanya tentang keluarganya, namun Neva hanya mengatakan jika orang tuanya sedang dalam perjalanan bisnis ke luar negeri.Entah itu kebenaran atau kebohongan Arthur tidak bisa melakukan banyak hal. Sebenarnya dia berharap jika Shela akan datang ke sana untuk melihat kondisi Neva. Sekalian untuk menemaninya di sini agar dia tidak ha

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Prinsip

    "Bodoh! Udah lah kamu nggak usah nemuin aku lagi. Buat apa? Apa kamu mau ngasih luka lagi?"Shela berbalik untuk meninggalkan Brian. Dia masih ingat bagaimana dia dulu sangat mencintainya. Sempat dia merasa jatuh setelah mengetahui siapa Brian yang sebenarnya. Untungnya saat itu dia memiliki Arthur.Ya, lagi-lagi Arthur yang terbaik untuknya. Dia tahu bagaimana perasaan Arthur untuknya. Dia sendiri juga memiliki perasaan yang lebih. Tapi entahlah, dia masih merasa takut.Bagaimana jika mereka menjalin hubungan tapi harus kandas di tengah jalan? Lalu pasti setelah itu mereka tidak akan menjadi sedekat sekarang. Sudah banyak kasus seperti itu. Yang awalnya sahabat, lalu berubah menjadi musuh gara-gara putus hubungan.Tidak, itu bukan hal yang dia inginkan. Dia masih nyaman seperti ini. Hanya saja kadang-kadang dia juga merasa takut kalau-kalau nanti Arthur akan memilih wanita lain hanya karena prinsip konyol yang dia pegang.Tapi untuk saat ini dia masih tidak ingin memikirkannya. Biark

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Teman Dekat

    Setelah selesai membeli buku, Shela dan Arthur kembali ke motor. Mereka tidak langsung pulang melainkan mampir terlebih dahulu ke warung bakso kesukaan mereka.Arthur mengendarai motornya dengan santai. Bukan karena dia tidak berani bermain dengan kecepatan, namun karena dia sedang menikmati momen seperti ini. Saat-saat ketika dia bisa begitu dekat dengan Shela.Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di warung bakso yang cukup ramai, lalu terdapat tulisan 'Gepeng' di bagian depannya.Shela dan Arthur segera masuk dan memesan porsi bakso seperti biasa. Mereka juga memilih duduk di tempat kesukaan mereka yaitu tepat di bawah kipas angin."Besok weekend, ada rencana mau kemana?" tanya Arthur."Kosong. Kenapa? Mau ngajak jalan?" Shela tersenyum kuda sambil menatap Arthur. Dia sudah paham jika Arthur bertanya seperti itu pasti ia akan mengajaknya keluar.Arthur mengacak puncak kepala Shela. "Bagus, deh. Aku mau ngajak kamu ke rumah. Udah lama nggak main, 'kan?""Em ... gimana ya?" Sh

  • Temanku Menusukku Dari Belakang   Masa Lalu

    Kembali pada tahun-tahun kuliah, Shela adalah pribadi yang rajin menyapa teman-temannya. Seringkali senyum riangnya membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat memesona. Meskipun begitu tetap saja ada orang-orang yang tidak menyukainya.Seperti apa yang terjadi siang ini ketika dia tanpa sengaja menabrak rekan sekelasnya. Hanya masalah kecil, namun pada dasarnya orang itu memang tidak menyukainya."Eh, maaf, nggak sengaja," ucap Shela dengan rasa bersalah. Tangannya terulur untuk membantu Sarah bangkit."Gimana, sih? Kamu kalo jalan yang bener, dong!" Sarah menepis tangan Shela dengan kasar, tidak mau untuk bersentuhan dengannya lebih lama.Shela hendak mengatakan sesuatu tapi tangannya tiba-tiba ditarik dari belakang. Dia menoleh dan mendapati pria tampan yang sedang menatapnya dengan senyum hangat."Udah, biarin aja dia. Yang penting kamu udah minta maaf," ucap pria itu sambil menggandeng Shela pergi.Namanya Arthur, teman akrab Shela sedari SMA. Dia hampir tidak ingat sejak kapan

DMCA.com Protection Status