Alice terdiam dengan ancaman dari Jordi. Ia kalah mendadak. "Bye, Nino!" Jordi melambaikan tangannya kepada Nino dan hendak memasukkan Alice ke dalam mobil."Eh ... pintu rumah gue belom di kunci, Jor!" Alice seakan kelupaan. Bagaimana kalau ada maling masuk? Bahaya bukan? Semua barang di dalam rumah bisa habis digondol maling."Mana kuncinya?""Di belakang pintu rumah.""Loe tunggu di mobil dan gue akan mengunci rumah loe." Jordi membuka pintu mobil SUV mewahnya itu dan menyuruh Alice masuk ke dalamnya, sementara Jordi berjalan lagi menuju ke rumah Alice untuk menguncinya. Tentu saja Jordi melewati Nino yang masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi ini."Gue kunci dulu, Bro! Atau loe mau jaga rumah Alice?" tanya Jordi saat melewati Nino."Gue pulang," jawab Nino singkat."Ok."Jordi berjalan menuju ke pintu rumah Alice, mengambil kunci dan mengunci rumah itu dari luar. Kemudian ia hanya tersenyum saja kepada Nino, lantas ia meninggalkan Nino sendiri di depan rumah Alice.BRUK
"Hus! Loe jangan ngomong sembarangan!" Alice dengan cekatan menoyor kepala Jordi."Loe tahu gak sih ... kalau selama ini tuh gue cinta sama loe?"Alice menggeleng."Artinya loe bego!" Sekarang giliran Jordi menoyor kepala Alice."Enak aja! Gue itu pintar, buktinya gue dapat beasiswa." Alice tidak diterima karena dikatakan bodoh oleh Jordi."Dalam hal pelajaran, loe memang pintar, tapi dalam hal perasaan, loe itu wanita paling bodoh nomor satu di dalam hidup gue," ejek Jordi dengan senyuman khas yang menggoda. Menyebalkan tapi terlalu tampan untuk dilewatkan."PRET LAH!" Alice malas melihat wajah Jordi yang semakin membuat jantungnya berdebar-debar.Jordi mengambil tangan kanan Alice dan menciumnya."I love you, Alice. No matter what!" Jordi menatap manik indah milik Alice. "Please, love me," pinta Jordi dengan tatapan nanarnya."Gue ... hmm ... bisakah kita berteman saja? Se-seperti dahulu?"Jordi menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tujuh tahun adalah waktu terlama yang telah ia sia-
"Semua sudah clear, Jordi! Kita itu hanya sahabat. GAK LEBIH!"Jordi sudah sampai di depan parkiran apartemennya. Ia mematikan mobilnya dan kemudian membuka pintu mobilnya dan menutupnya kembali. Jordi berjalan tergesa-gesa ke sisi Alice dan membuka pintu mobil di bagian Alice."Turun!" paksa Jordi sambil menarik tangan Alice."Apalagi sih, Jor?" tanya Alice yang sudah malas bersitegang dengan Jordi."Kita bicara di tempat yang private! Gue gak suka kita bicara di mobil. Kalau loe bikin gue kesel, bisa-bisa kita kecelakaan.""Hufft ..." Alice menghela nafas kasar lalu melepaskan seatbelt yang membelit dirinya dan turun dari mobil Jordi.BRAK!Jordi membanting pintu mobilnya dengan sangat keras. Tanda bahwa Jordi diliputi oleh kemarahan yang sangat besar."Santai, BRO!" sindir Alice yang sama-sama kesal dengan Jordi."Ayo kita naik!"Jordi menarik tangan Alice dengan cukup kasar menuju ke lift pribadi miliknya. Lift yang memang disediakan untuk penthouse.Setibanya di depan pintu aparte
Mereka saling menatap. Ada kejujuran dan cinta yang tidak bisa diungkapkan oleh Alice terhadap Jordi."Jordi … lebih baik loe cari wanita lain. Wanita yang mencintai loe dan selevel dengan loe." Alice memalingkan wajahnya. Ia tidak berani menatap Jordi lagi. Pedih rasanya jika cinta harus seperti ini. Alice ingin mengakui bahwa ia memang mencintai Jordi. Tapi Alice tidak bisa membuat orang lain tidak senang dengan keputusannya ini.Masih banyak yang harus Alice pikirkan perasaannya seperti orang tua Jordi, mama Ranti, Hana dan Nino. Terlalu banyak orang yang akan Alice sakiti jika ia menerima cinta dari Jordi."Apakah gue harus mati di depan loe supaya loe mau menerima cinta gue?" Mata Jordi sudah berair. Rasanya ingin menangis saja karena Alice menolaknya terus-menerus. Apakah ia tidak memiliki kesempatan sedikitpun untuk lebih dari sahabat dengan Alice? Kenapa? Hubungan level kaya dan miskin ini seakan membuat dada Jordi sesak."Jangan ... jangan bertindak bodoh, Jordi!" cegah Alice.
Dengan merotasi matanya, rasanya Alice gerah dengan berondongan pertanyaan dari Jordi. Ia kesal sendiri karena pria itu terlalu merasa bahwa ia adalah miliknya. "Gue tolak!" tegas Alice."Good girl!" Jordi mencium pipi Alice bertubi-tubi karena ia sangat senang akan jawaban Alice. Memang Alice itu miliknya dan tidak boleh menjadi milik pria lain. No way!"Stop, JORDI!" Alice mencoba menghentikan serangan di pipinya yang bertubi-tubi."Terus loe putus dong dengan Nino?" Jordi menghentikan serangannya di pipi Alice."Koq loe gitu sih?" Alice pura-pura sewot."Ya gue nanya dong. Kalau ditolak lamaran, harusnya langsung putus kan?""Wah ... loe sih emank udah niat jahat aja sama hubungan gue dan Nino." Alice mendelik, pura-pura tidak senang."Lah ... sekarang loe udah jadi pacar gue. Maka loe harus putusin dong hubungan loe dengan Nino! Masa loe mau main belakang sih? Mau jadi playgirl loe?" Jordi menoyor kepala Alice."Gue bukan playgirl.""Ya udah. Putusin dong tuh Nino!""Loe sendiri?"
Alice menatap ke dalam manik Jordi. Ia berpikir dahulu apa yang harus ia katakan kepada kekasih backstreet-nya itu."Gimana?" Jordi masih bertanya dan penasaran."Gak tahu.""Hmm ... gue gak akan berbuat jauh lagi sama loe. Sudah cukup kemarin malam dan gue gak mau semakin merusak loe." Jordi menghentikan kegilaannya. Sebenarnya ia masih diliputi nafsu, tapi Jordi tidak mau menambah rasa bersalah pada diri Alice."Jor." Alice menangkup wajah Jordi dan menatap manik biru milik Jordi."Hmm ..."Alice menarik wajah Jordi agar lebih dekat dengannya, "I love you," bisik Alice pelan di telinga Jordi."Hah ... apa loe bilang?" Jordi ingin sekali mengabadikan momen ini. Ketika Alice mengatakan cinta kepada dirinya."Gak ada siaran ulang!""Hihi ... gue tahu loe cinta banget sama gue dan gue harap ... kita akan begini terus sampai kakek nenek. Kita akan menikah dan memiliki banyak anak.""Gue gak mau banyak anak!" tegas Alice."Kenapa?""Loe pikir ngelahirin anak itu enak ya? Loe sih enak ... m
Alice menjadi kikuk sendiri. Apakah ia baru saja salah bicara kepada Jordi? Rasanya ia baru menyesali sekarang karena terlalu jujur kepada pria itu. "Ya ... kan gue mau loe menyingkir. Jadi ... anggap aja Nino sebagai tameng gue yang terakhir." Alice bermain dengan kaos Jordi, memelintirnya berulang kali."Ampun deh, Alice. Apa loe gak tahu kalau gue cemburu setengah mati? Rasanya pengen gue timpuk aja tuh Nino," ujar Jordi yang sangat kesal karena sudah dipermainkan Alice."Ya ... ya maaf dong. Tadinya gue pikir loe bisa menyingkir. Eh tahunya ... loe malah bawa gue ke apartemen." Alice tidak berani menatap mata Jordi. Ia hanya terfokus ke bibir Jordi yang sedari tadi mengomel. Entah kenapa bibir itu terlihat sangat menggiurkan untuk ditutup oleh bibir Alice. Cerewet seperti emak-emak kekurangan minyak goreng."Jangan pernah melakukan hal itu lagi ya! Atau gue ..." ancam Jordi.Seketika Alice menarik wajah Jordi untuk mendekati wajahnya, membungkam bibir yang sedari tadi menggodanya
Jordi tersenyum nakal kepada Alice yang sangat ingin tahu sekali tentang apa saja yang telah ia lakukan kepada para mantannya. Dasar Alice ini memang tingkat keponya sangat tinggi. Tapi hal ini malah membuat Jordi senang, lebih tepatnya gemas terhadap sang wanita pujaan hati."Hmm ... apa ya?""Wah ... kayaknya udah parah banget," ejek Alice yang pura-pura sebal dengan Jordi."Gue udah ... begini." Jordi mencium bibir Alice dengan sangat cepat."Ah ... sama pacar yang mana?" Alice mengangguk-angguk seperti seorang mandor kepada Jordi. Mandor yang mengetahui bahwa bawahannya sedang berbuat salah dan siap menghukum bawahannya itu."Hmm ... yang mana ya. Gue sampai lupa loh. Berapa sih total pacar gue selama tujuh tahun ini?" Jordi pura-pura berpikir dan memang berniat menggoda Alice."Bentar gue ingat-ingat dulu. Hmm ... Anna, Ghea, Irene, Eva, Lia, Victoria, Denisa, hmm ... siapa lagi ya? Hana, aduh ... pusing! Pacar loe banyak banget!" Alice menyebutkan mantan-mantan dari Jordi. Saking