Mereka saling menatap. Ada kejujuran dan cinta yang tidak bisa diungkapkan oleh Alice terhadap Jordi."Jordi … lebih baik loe cari wanita lain. Wanita yang mencintai loe dan selevel dengan loe." Alice memalingkan wajahnya. Ia tidak berani menatap Jordi lagi. Pedih rasanya jika cinta harus seperti ini. Alice ingin mengakui bahwa ia memang mencintai Jordi. Tapi Alice tidak bisa membuat orang lain tidak senang dengan keputusannya ini.Masih banyak yang harus Alice pikirkan perasaannya seperti orang tua Jordi, mama Ranti, Hana dan Nino. Terlalu banyak orang yang akan Alice sakiti jika ia menerima cinta dari Jordi."Apakah gue harus mati di depan loe supaya loe mau menerima cinta gue?" Mata Jordi sudah berair. Rasanya ingin menangis saja karena Alice menolaknya terus-menerus. Apakah ia tidak memiliki kesempatan sedikitpun untuk lebih dari sahabat dengan Alice? Kenapa? Hubungan level kaya dan miskin ini seakan membuat dada Jordi sesak."Jangan ... jangan bertindak bodoh, Jordi!" cegah Alice.
Dengan merotasi matanya, rasanya Alice gerah dengan berondongan pertanyaan dari Jordi. Ia kesal sendiri karena pria itu terlalu merasa bahwa ia adalah miliknya. "Gue tolak!" tegas Alice."Good girl!" Jordi mencium pipi Alice bertubi-tubi karena ia sangat senang akan jawaban Alice. Memang Alice itu miliknya dan tidak boleh menjadi milik pria lain. No way!"Stop, JORDI!" Alice mencoba menghentikan serangan di pipinya yang bertubi-tubi."Terus loe putus dong dengan Nino?" Jordi menghentikan serangannya di pipi Alice."Koq loe gitu sih?" Alice pura-pura sewot."Ya gue nanya dong. Kalau ditolak lamaran, harusnya langsung putus kan?""Wah ... loe sih emank udah niat jahat aja sama hubungan gue dan Nino." Alice mendelik, pura-pura tidak senang."Lah ... sekarang loe udah jadi pacar gue. Maka loe harus putusin dong hubungan loe dengan Nino! Masa loe mau main belakang sih? Mau jadi playgirl loe?" Jordi menoyor kepala Alice."Gue bukan playgirl.""Ya udah. Putusin dong tuh Nino!""Loe sendiri?"
Alice menatap ke dalam manik Jordi. Ia berpikir dahulu apa yang harus ia katakan kepada kekasih backstreet-nya itu."Gimana?" Jordi masih bertanya dan penasaran."Gak tahu.""Hmm ... gue gak akan berbuat jauh lagi sama loe. Sudah cukup kemarin malam dan gue gak mau semakin merusak loe." Jordi menghentikan kegilaannya. Sebenarnya ia masih diliputi nafsu, tapi Jordi tidak mau menambah rasa bersalah pada diri Alice."Jor." Alice menangkup wajah Jordi dan menatap manik biru milik Jordi."Hmm ..."Alice menarik wajah Jordi agar lebih dekat dengannya, "I love you," bisik Alice pelan di telinga Jordi."Hah ... apa loe bilang?" Jordi ingin sekali mengabadikan momen ini. Ketika Alice mengatakan cinta kepada dirinya."Gak ada siaran ulang!""Hihi ... gue tahu loe cinta banget sama gue dan gue harap ... kita akan begini terus sampai kakek nenek. Kita akan menikah dan memiliki banyak anak.""Gue gak mau banyak anak!" tegas Alice."Kenapa?""Loe pikir ngelahirin anak itu enak ya? Loe sih enak ... m
Alice menjadi kikuk sendiri. Apakah ia baru saja salah bicara kepada Jordi? Rasanya ia baru menyesali sekarang karena terlalu jujur kepada pria itu. "Ya ... kan gue mau loe menyingkir. Jadi ... anggap aja Nino sebagai tameng gue yang terakhir." Alice bermain dengan kaos Jordi, memelintirnya berulang kali."Ampun deh, Alice. Apa loe gak tahu kalau gue cemburu setengah mati? Rasanya pengen gue timpuk aja tuh Nino," ujar Jordi yang sangat kesal karena sudah dipermainkan Alice."Ya ... ya maaf dong. Tadinya gue pikir loe bisa menyingkir. Eh tahunya ... loe malah bawa gue ke apartemen." Alice tidak berani menatap mata Jordi. Ia hanya terfokus ke bibir Jordi yang sedari tadi mengomel. Entah kenapa bibir itu terlihat sangat menggiurkan untuk ditutup oleh bibir Alice. Cerewet seperti emak-emak kekurangan minyak goreng."Jangan pernah melakukan hal itu lagi ya! Atau gue ..." ancam Jordi.Seketika Alice menarik wajah Jordi untuk mendekati wajahnya, membungkam bibir yang sedari tadi menggodanya
Jordi tersenyum nakal kepada Alice yang sangat ingin tahu sekali tentang apa saja yang telah ia lakukan kepada para mantannya. Dasar Alice ini memang tingkat keponya sangat tinggi. Tapi hal ini malah membuat Jordi senang, lebih tepatnya gemas terhadap sang wanita pujaan hati."Hmm ... apa ya?""Wah ... kayaknya udah parah banget," ejek Alice yang pura-pura sebal dengan Jordi."Gue udah ... begini." Jordi mencium bibir Alice dengan sangat cepat."Ah ... sama pacar yang mana?" Alice mengangguk-angguk seperti seorang mandor kepada Jordi. Mandor yang mengetahui bahwa bawahannya sedang berbuat salah dan siap menghukum bawahannya itu."Hmm ... yang mana ya. Gue sampai lupa loh. Berapa sih total pacar gue selama tujuh tahun ini?" Jordi pura-pura berpikir dan memang berniat menggoda Alice."Bentar gue ingat-ingat dulu. Hmm ... Anna, Ghea, Irene, Eva, Lia, Victoria, Denisa, hmm ... siapa lagi ya? Hana, aduh ... pusing! Pacar loe banyak banget!" Alice menyebutkan mantan-mantan dari Jordi. Saking
"Karena gue gak mau loe pergi sama pria lain. Apalagi ada pria yang ngapelin loe di sabtu atau minggu. Gue gak rela, jadi dengan sangat memaksa dan darurat, gue membawa loe kemanapun gue nge-date sama perempuan-perempuan itu.""Gila loe!" umpat Alice yang sangat kesal. "Gue itu rasa jadi nyamuk saat loe nge-date," protes Alice sambil memukul dada Jordi pelan."Gak salah loe?""Ya enggaklah." Alice mencebik."Yang jadi nyamuk itu ya para perempuan pilihan mama. Coba loe perhatiin deh ... gue minum di gelas yang sama sama loe. Gue malah nanya sama loe ... sukanya film apa dan gilanya lagi, loe itu milih film action, thriller, horor. Ampun deh gue."Alice terdiam. Benar juga apa yang dikatakan oleh Jordi. Bahkan para mantan Jordi itu tidak pernah ditanya mau makan apa, mau nonton apa, mau minum apa? Semua Jordi tanyakan kepada Alice. Pantas saja para perempuan itu sangat marah kepada Alice. Hmm ... Alice baru sadar sekarang setelah diberitahu oleh Jordi."Nah ... terus kalau nganterin pul
Alice sendiri tidak bisa berpikir jernih saat sudah bersentuhan dengan Jordi. Ia harus bertindak sebelum kebablasan lagi. "Ok, stop!" Alice menjauhkan tubuhnya dari Jordi dan merapikan lagi pakaiannya. Ia pindah ke tempat duduk yang sedikit jauh dari Jordi."Maaf ya. Gue benar-benar sulit mengendalikan diri." Jordi memperbaiki posisinya menjadi duduk di sebelah Alice."Maaf juga. Aduh ... semenjak sama loe, gue kenapa otaknya jadi mesum gini ya, Jor?" Alice menggaruk kepalanya sendiri. Bingung dengan perubahan kelakuan yang terjadi kepada dirinya karena Jordi."Bukan karena gue. Tapi loe aja yang udah sangat pengen.""Ish!""Oh ya ... ngomong-ngomong tentang masa lalu ya ... hmm loe ingat gak sih yang namanya Alan, yang ketua OSIS itu?""Ingat. Kenapa dengan dia?""Dia itu mau nembak loe.""Hah ... idola di SMA mau nembak gue? Keren banget ... tapi kenapa gak ada omongan nembaknya ya?" Alice menggaruk kepalanya, tidak habis pikir."Karena gue bilang sama dia ... kalau loe itu LESBIAN!
Awalnya Jordi dan Alice tidak mempedulikannya. Membiarkan ponsel itu mati sendiri. Tapi berulang kali bunyi ponsel itu membuyarkan gairah antara Jordi dan Alice sehingga Alice menghentikan aksinya yang berada di atas tubuh Jordi."Jor ... telepon. Angkat dulu!""Ish ... males.""Angkat! Ponsel kamu berisi banget," protes Alice yang menjauhkan wajah Jordi dari wajahnya dengan kedua tangan Alice."Ok. Dasar telepon pengganggu kesenangan orang lain." Jordi mencebik. Aktivitas menyenangkannya disela oleh telepon yang entahlah siapa itu. Yang pasti sangat mengganggu.Jordi segera mengambil ponsel dari dalam saku celananya dan melihat caller Id si pemanggil.Ia mengerenyitkan dahi karena tidak tahu siapa yang meneleponnya. Caller id tidak dikenal."Siapa?" tanya Alice penasaran."Gak tahu." Jordi menggelengkan kepalanya."Coba angkat. Kali aja penting."Alice segera menyingkir dari atas tubuh Jordi menjadi duduk di samping sofa panas itu."Halo." Jordi menjawab panggilannya."Selamat siang,