Share

BAB 4 Merasa Pusing

"Bu, bulan ini sepertinya Jessi tidak bisa kirim uang. Karena Jessi punya kebutuhan sendiri," terang Jessi setelah beberapa saat terhubung panggilan suara dengan ibunya.

"Iya! Tidak apa-apa, Jessi. Uang dari warung juga pendapatannya lumayan. Cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan juga kebutuhan adik-adikmu."

"Syukurlah."

Sudah hampir 1 tahun ini Jessi menjadi penghibur Farrel di atas ranjang. Farrel benar-benar menepati janji. 1 bulan pertama, Jessi diberikan ponsel baru dan juga uang. Bulan kedua, Farrel memberikan uang untuk melunasi hutang-hutang kedua orang tuanya. Bulan ketiga, Farrel memberikan uang untuk keperluan sekolah adiknya agar dipenuhi sampai lulus. Dan bulan selanjutnya, Farrel memberikan uang untuk renovasi rumah.

Selain rumah, sekarang kedua orang tuanya juga memiliki warung sembako yang sudah mulai berkembang. Begitu juga tanah yang bisa digunakan ayah Jessi untuk berkebun.

Sesuai dengan saran Farrel, mulai bulan ini Jessi akan berusaha untuk tidak mengirim uang lagi kepada kedua orang tuanya. Jessi pikir, saran Farrel ada benarnya. Dirinya harus memiliki tambahan tabungan pribadi. Apalagi dirinya juga tidak selamanya berhubungan dengan Farrel. Kapanpun Farrel bosan, Jessi harus bersiap untuk dibuang begitu saja. Sudah waktunya pulang kerja. Jessi tidak pulang ke kos karena Farrel memintanya datang ke apartemen.

"Mau menggunakan yang mana ya?" gumam Jessi saat melihat deretan lingerie yang ada disatu ruangan lemari Farrel.

Seperti biasanya, Jessi langsung membersihkan diri begitu sampai apartemen. Jika tidak sedang bulanan, maka Jessi harus selalu menggunakan lingerie yang sudah Farrel siapkan untuknya.

"Masak apa ya malam ini?"

Setelah membersihkan diri dan memastikan tubuhnya bersih dan wangi, Jessi segera ke dapur untuk melihat sisa isi kulkas yang sudah ia isi beberapa hari yang lalu.

"Kira-kira Farrel sampai sini jam berapa ya?"

Sebenarnya Jessi merasa lelah, setelah seharian bekerja. Namun, sekarang dirinya harus mempersiapkan menu apapun yang bisa mereka makan nanti. Belum lagi Jessi juga harus bertingkah sensual untuk menggoda Farrel, hingga memuaskan lelaki tersebut. Setelah mendapatkan ide menu masakan, sekarang Jessi sudah mulai memotongi sayuran.

"Kamu sudah pulang, Farrel?" Meski terkejut, tapi Jessi sudah terbiasa mendapatkan pelukan tiba-tiba seperti ini.

"Kamu wangi sekali."

Farrel mencium rambut panjang Jessi. Berpindah ketelinga, hingga semakin turun perlahan mengabsen leher dan pundak Jessi.

Jessi hanya bisa menggumam menahan suara desahannya. Ia memejamkan matanya menikmati cumbuan bibir Farrel. Sedangkan tangannya mencengkram erat pisau.

"Ini aroma parfum yang kamu beli kemarin," ucap Jessi memberitahu.

"Benarkah?" Farrel kembali mencium leher Jessi. "Sesuai perkiraanku. Parfum ini sangat cocok kamu gunakan."

"Apa kamu tahu?" Jessi mengusap tangan Farrel yang kini mulai meremas aset kembarnya.

"Tidak."

"Aku menunggumu sejak tadi. Bahkan sekarang aku tidak menggunakan celana dalam," bisik Jessi dengan nada sensual.

"Kamu benar-benar nakal, Jessi!" geram Farrel sambil menyentuh inti tubuh Jessi yang terasa lembab. Farrel membalik tubuh Jessi dan mereka langsung berciuman.

Farrel sedikit mengangkat tubuh Jessi agar duduk di tepi wastafel. Hal itu mempermudah pekerjaan bibir mereka.

Sambil terus berciuman, Jessi melepaskan jas yang membalut tubuh tegap Farrel, lalu Jessi lempar kesembarang arah. Jessi membuka kancing baju kemeja Farrel agar tangannya lebih mudah menyentuh tubuh lelaki tersebut. Rasanya semakin menggelora raga jika kulit mereka sudah saling bersentuhan sambil memberikan rabaan penuh damba.

Sepertinya Jessi tidak akan jadi membuatkan Farrel menu masakan seperti rencananya tadi. Karena sekarang, suara desahan mereka sudah memenuhi ruangan tersebut. Peluh sudah mulai membasahi raga, di saat penyatuan itu sudah berlangsung.

Lelah berdiri, Farrel membawa Jessi naik ke atas meja makan. Ini bukan pertama kalinya mereka melakukan hal gila seperti ini di sana. Rasanya disetiap sudut ruangan apartemen ini sudah menjadi saksi bagaimana panasnya penyatuan raga mereka.

Bagi Jessi, Farrel seperti maniak sex. Karena mereka juga sering bermain di kantor tanpa perdulikan jam kerja. Untuk mencari suasana baru, Farrel juga sering mengajak Jessi check in di hotel-hotel mewah.

"Tunggu dulu, Farrel!" Jessi harus menghentikan sejenak pergerakan Farrel yang ada di belakang tubuhnya.

"Ada apa?"

"Kamu belum menggunakan pengaman."

Akhir-akhir ini, Jessi harus sering memberikan peringatan pada Farrel. Karena lelaki tersebut sudah jarang mau menyemburkan cairan di luar.

Pernah sekali mereka kalap karena terbuai suasana yang begitu bergairah. Sampai membuat Farrel meloloskan bibit di dalam rahim Jessi. Untungnya 1 minggu setelahnya, Jessi bulanan. Membuat keresahan hati Jessi menghilang.

"Sesekali keluar di dalam tidak akan membuatmu hamil."

"Tapi ..."

Farrel melanjutkan pergerakannya. Membuat Jessi kembali mendesah kuat. Farrel ingin membuang rasa lelahnya bekerja dengan bersenang-senang seperti ini.

"Lututku sakit, Farrel. Bisakah kita pindah ke kamar?"

Tanpa menjawab, Farrel segera turun dan langsung menggendong Jessi menuju kamar. Aktivitas mereka semakin panas membara karena menemukan tempat yang pas. Sampai akhirnya, mereka mendesah kuat mencapai puncak pelepasan.

'Bagaimana kalau aku hamil?' Jessi menjadi panik sendiri. Sedangkan tangannya masih mengusap punggung Farrel yang masih membebani tubuhnya.

"Aku tidur sebentar. Nanti kita keluar cari makan," ucap Farrel sambil menjatuhkan tubuhnya kesamping. Setelah itu Farrel membawa Jessi ke dalam pelukan.

Sepertinya Farrel benar-benar kelelahan. Hanya membutuhkan beberapa menit saja, nafas lelaki tersebut sudah terasa teratur menerpa kening Jessi. Pertanda Farrel sudah terbuai mimpi.

Jessi berusaha melepaskan diri dari pelukan Farrel yang sudah mengendur. Ia menarik selimut yang hampir jatuh karena perbuatan mereka tadi. Jessi kembali tiduran dengan posisi miring dan memperhatikan wajah Farrel.

'Perlakuanmu sangat lembut. Bahkan kamu selalu memberiku hal-hal yang tidak pernah aku duga. Aku merasa disayang. Tapi aku harus menahan perasaanku. Apa kamu tahu bahwa aku jatuh cinta padamu, Farrel.'

*

"Kamu kenapa, Jess?" tanya Rika. Sejak tadi dirinya melihat Jessi memijat kepala.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing." Jessi menggelengkan kepalanya pelan seolah mengusir rasa sakit yang mendera kepalanya.

"Sebaiknya kamu ambil obat dulu deh, Jess. Istirahat sebentar. Kalau sudah hilang pusingnya, baru kamu lanjut kerja lagi."

"Duh, perhatian sekali temanku ini. Aku tidak apa-apa kok, Ka. Ayo kita lanjut kerja."

Baru saja Jessi akan melakukan pekerjaan, Jessi harus merogoh ponselnya yang bergetar. Sudah bisa ditebak kalau itu adalah Farrel yang menghubungi dirinya.

'Tidak mungkinkan kalau dia mau mengajakku melakukan itu. Kepalaku pusing sekali.'

Sudah 1 bulan berlalu sejak Farrel menabur bibit tanpa pengaman. Namun, sepertinya Jessi tidak sadar kalau sekarang dirinya sudah telat bulanan.

"Halo, Pak."

"Keruanganku sekarang."

Sesuai dengan perkiraan Jessi. Begitu dirinya memasuki ruangan kerja, Farrel langsung mengunci pintu dan merapatkan tubuh Jessi ketembok. Ingin rasanya Jessi memberontak agar Farrel memberinya sedikit kelonggaran. Namun, Jessi juga harus sadar, siapa dirinya untuk Farrel.

Baru beberapa saat bibir Jessi dan Farrel saling menyesap, tapi ciuman mereka langsung terlepas. Tangan Farrel yang baru saja menyusup ke dalam celana Jessi kembali ke luar. Mereka terkejut karena di luar sana ada seseoang yang ingin masuk ke dalam ruangan ini, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Rapihkan pakaianmu."

Jessi bernafas lega. Setidaknya sekarang dirinya tidak jadi melayani Farrel. Sedangkan Farrel segera membuka pintu.

"Farrel."

"Mama kenapa datang ke sini?" Farrel terkejut saat membuka pintu dan melihat keberadaan mamanya.

"Kenapa dikunci sih?" Protes perempuan yang bernama Carla Florine. "Mama mau kasih tahu kamu, kalau minggu depan Dania pulang."

"Kenapa tiba-tiba sekali?" Farrel terlihat tidak suka.

'Dania? Siapa dia?' Jessi masih mematung di tempatnya tadi.

"Kenapa wajahmu terlihat tidak suka? Loh, kenapa dia ada di sini?" Carla terkejut melihat keberadaan karyawan kebersihan. "Kamu melakukan apa dengannya, Farrel?" gertak Carla saat ingat kalau tadi pintu ruangan ini telah Farrel kunci.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status