Share

BAB 6 Pelacur Pribadi

"Huek." Tiba-tiba perut Jessi terasa mual. Jessi segera lari menuju wastafel agar dirinya bisa segera mengeluarkan apa yang ingin keluar dari perutnya.

"Jessi." Farrel sangat panik. Ia segera memijati tengkuk Jessi. "Kamu kenapa?"

"Hoek." Hanya cairan saja yang keluar. Karena sejak tadi pagi, Jessi memang tidak nafsu makan.

Setelah merasa lebih baik, Jessi berkumur beberapa kali untuk menghilangkan rasa tidak enak di dalam mulutnya. Setelah itu, Jessi menyempar tangan Farrel agar tidak terus memijati tengkuknya.

"Apa kamu sudah merasa lebih baik?"

Jessi balik badan dan menatap Farrel. Bagaimana mungkin dirinya tidak jatuh cinta pada lelaki tersebut, kalau Farrel memperlakukannya selembut ini. Bahkan sekarang Jessi bisa melihat kekhawatiran dimata Farrel.

"Aku ingin pulang sekarang. Maaf, kamu makan sendiri saja ya?"

Jessi mendorong Farrel agar dirinya bisa pergi. Tetapi Farrel yang tidak terima dengan perbuatan Jessi, langsung menahan tangan Jessi.

"Kita anggap saja, kamu tidak pernah mengatakan ungkapanmu tadi, dan aku tidak pernah mendengar itu. Tetap di sini dan ayo kita makan."

"1 tahun lebih bukanlah waktu yang sebentar, Farrel. Aku sadar aku siapa dan untuk apa aku di sini. Tapi aku hanya manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Aku tidak bisa bersamamu jika kamu sudah menikah. Jadi tolong lepaskan aku."

"Sudah aku katakan, yang boleh memutuskan itu hanya aku, Jessi. Hanya aku!" tekan Farrel agar Jessi paham.

"Apakah kamu bisa menganggap ucapanku tadi tidak pernah kamu dengar? Lalu kita akan terus berbuat gila seperti itu?" Perasaan Jessi terasa semakin sensitif. Bahkan dirinya seperti tidak sadar karena sudah berani melawan Farrel.

Farrel tersenyum sinis. "Apakah uang dariku sudah kamu anggap cukup, sehingga kamu menentangku seperti ini?"

Kedua mata Jessi sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Perasaan yang tidak akan mendapatkan balasan hanya membuat hati Jessi semakin terluka.

"Terserah apa katamu. Aku mau pulang sekarang."

Jessi menyentuh kepalanya yang terasa pusing. Membuat tubuhnya menjadi terhuyung karena seharian tidak mendapatkan energi.

"Jessi." Farrel menahan tubuh Jessi. Ia segera menggendong Jessi dan ia bawa ke kamar mereka.

"Turunkan aku, Farrel. Aku mau pulang ke kosku."

"Kamu sakit. Wajah kamu pucat sekali. Diam dan jangan memberontak."

Setelah mendaratkan tubuh Jessi di atas ranjang, Farrel segera turun untuk membuatkan minuman hangat sekaligus membawakan makanan dan juga obat untuk Jessi. Bahkan lelaki tersebut juga berinisiatif untuk menyuapi Jessi.

"Aku makan sendiri saja."

"Biar aku suapi. Karena ini untuk makan kita berdua."

Jessi tidak mau menentang lagi. Dirinya sudah tidak memiliki stok energi untuk melawan Farrel.

'Kamu semakin menyiksa perasaanku, Farrel!' batin Jessi.

"Minum obatnya." Farrel menyuapkan obat pereda rasa pusing, kemudian memberikan segelas air minum.

"Terima kasih."

"Istirahatlah. Aku akan membebastugaskan kamu malam ini."

Farrel membereskan bekas makan mereka berdua. Sejak bersama dengan Jessi, Farrel menjadi cukup sering ikut mengurus pekerjaan apartemen ini. Setelah mencuci piring, Farrel kembali ke kamar. Ia duduk di tepi ranjang dan mendekati Jessi yang sedang memainkan ponsel.

"Kita tidak pernah membicarakan soal ini, setelah kita sama-sama sepakat. Aku tidak akan perduli dengan ucapanmu tadi. Aku belum bosan denganmu. Meskipun aku sudah menikah nanti, kita akan tetap seperti ini."

"Aku sudah menjadi pelacur pribadimu, Farrel. Tolong jangan buat aku menjadi orang ketiga dalam rumah tanggamu. Aku takut. Aku tidak ingin menyakiti perasaan istrimu nanti."

"Setelah menikah, Dania dan aku akan menetap di rumah orang tuaku. Kita akan tetap saling bertemu di sini. Keputusanku tidak boleh kamu tawar-tawar lagi. Istirahatlah. Aku mau mengurus beberapa pekerjaan." Untuk menghindari perdebatan, Farrel memilih berbohong dan segera menuju ruang kerjanya.

_

Esok paginya. Farrel sudah nampak rapih dan wangi dengan setelan formal yang melekat di tubuh gagahnya. Lelaki tersebut juga sudah menggunakan aroma parfum yang sangat disukai Jessi.

"Sudah jam berapa ini?" tanya Jessi yang baru bangun dengan suaranya yang serak.

"Jam 8," jawab Farrel santai.

"Jam 8? Kenapa kamu tidak bangunkan aku, Farrel! Owh." Baru saja Jessi bangun, tapi tubuhnya hampir terhuyung. Membuat Jessi memilih duduk di tepi ranjang.

"Kamu masih pusing?" Farrel begitu panik saat mendekati Jessi.

"Sedikit. Kenapa kamu tidak bangunin aku? Kalau begini aku pasti telat masuk kerja."

"Hari ini kamu tidak usah pergi ke kantor. Istirahat saja di sini. Wajahmu masih nampak pucat. Aku sudah membuatkanmu bubur. Makanlah, lalu minum obat lagi. Aku ada meeting pagi ini. Setelah semuanya selesai, aku akan segera pulang." Sebelum pergi, Farrel mendaratkan sebuah kecupan di bibir Jessi.

"Kamu melarangku jatuh cinta padamu. Tapi kamu terus memperlakukan aku seperti ini. Jadi bagaimana bisa aku menahannya dan berpura-pura kalau aku tidak mencintai kamu, Farrel?"

Jessi memilih ke kamar mandi. Sambil membersihkan diri, ia juga menangis untuk meluapkan segala perasaannya sendiri. Setelah hatinya sedikit lebih baik, Jessi keluar dari sana hanya menggunakan bathrobe. Ia tersenyum kecil mana kala melihat bubur yang ada di atas nakas.

"Hoek." Baru saja Jessi ingin menikmati bubur buatan Farrel, tetapi Jessi harus kembali lari ke kamar mandi karena perutnya terasa mual. "Sebenarnya apa yang terjadi denganku? Kenapa sejak kemarin aku terus merasa mual?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status