Pukul empat pagi, Ruby sudah beranjak dari ranjang dan membersihkan diri ke kamar mandi. Hari pertama yang dia jalani tanpa orang tua dengan tempat yang baru akan segera dimulai. Ruby menuruni tangga menuju lantai pertama untuk menyapu seluruh rumah sebelum mengepelnya.
Rumah Andra memiliki dua lantai, lantai pertama terdapat kamar tidur Hani, dapur, toilet serta ruang tamu. Sementara lantai dua hanya terdapat dua kamar tidur yang ditempati Andra dan satunya mejadi kamar Ruby yang akan menjadi tempat istirahat dan pulangnya. Ketika waktu menujukan pukul enam tepat, Ruby selesai mengepel seluruh lantai rumah. Dia hanya perlu waktu sepuluh menit untuk istirahat duduk, minum air dan melamun sebelum kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan. "Nak, biar Nenek aja yang masak. Setelah ini kamu kerja, kan?" Ruby menoleh ketika Hani datang dengan tergopoh-gopoh. Ruby menyimpan mangkuk di meja makan sebelum merangkul lengan Hani untuk duduk. "Gapapa, Nek. Lagipula sarapannya sudah selesai." Ujar Ruby tersenyum kecil. "Kamu bangun jam berapa, Nak? Kenapa rumahnya sudah bersih?" Tanya Hani. "Aku bersihkan sebelum masak. Gapapa, Nek. Aku udah terbiasa. Aku panggil Pak Andra dulu, ya? Agar kalian bisa sarapan juga." "Kamu gak sarapan?" Ruby menggeleng, "Aku harus berangkat pagi, Nek. Kalau nggak nanti macet." "Hati-hati saat pergi maupun bekerja, Nak. Nenek selalu mendoakan kesehatanmu!" Ujar Hani membuat Ruby tersenyum haru sebelum mengangguk dan beranjak ke lantai atas. Tangan Ruby terulur untuk mengetuk pintu kamar Andra sebelum badannya berjengit kaget karena pintu terbuka dan muncul Andra dengan kemeja biru polos dibalut jas biru dongker dengan celana bahan hitam. Rambutnya ditata rapi dan harum jeruk lemon menguar menusuk indra penciuman Ruby ketika Andra melangkah mendekat. Andra sudah siap untuk bekerja. "Bapak mau berangkat kerja? Sarapan dulu, Pak. Nenek udah nungguin di bawah." "Kamu tidak sarapan?" Ruby menggeleng sambil beranjak pergi dengan terburu-buru, "Saya sudah makan sedikit, dan bawa bekal." "Mau saya antar sekalian?" "Gak usah, terimakasih Pak. Lagipula kita beda arah!" Andra menggeleng pelan menatap Ruby yang menghilang di balik pintu sebelum turun ke bawah. Setelah bersiap selama sepuluh menit, Ruby segera berangkat setelah berpamitan. Dia berlari keluar dari halaman dan untungnya ojek onlinenya sudah menunggu di depan. Jantung Ruby berdegup kencang, hari ini merupakan hari pertamanya bekerja di Pabrik. Dia melamar sebagai posisi QC. Ruby memilih bekerja di pabrik karena gajinya UMR dan lumayan lebih besar daripada kerja serabutan. Gajinya sepadan dengan lelahnya menjadi buruh pabrik yang berangkat pagi pulang petang. Setelah pulang, Ruby masih tetap harus membantu Hani memasak makan malam meskipun badannya tidak ada tenaga sama sekali membuat Hani merasa prihatin karena Ruby terlalu memaksakan diri. Dia menolak ketika disuruh istirahat karena merasa segan dan harus berpartisipasi karena dirinya menumpang. Sampai akhirnya dibantu Andra yang agak memaksa, akhirnya sepakat bahwa Ruby memasak sarapan sementara Hani yang memasak makan malam, atau terkadang Andra yang mengerjakan di saat senggang. Hari libur yang seharusnya dipakai untuk beristirahat adalah menjadi hari untuk Ruby mencuci pakaian dan membuat konten make-up sebelum istirahat sepenuhnya. Dan keseharian itu terus berjalan sampai satu tahun. Bekerja di pabrik membuat tubuh Ruby menjadi kurus kering, wajahnya pun tidak terawat dan kusam. Ruby mengetuk pintu Andra tiga kali sebelum beranjak masuk. Andra menaikan kacamatanya yang melorot, menatap Ruby sekilas sebelum kembali menunduk pada laptopnya. "Ada apa?" "Ini ... meskipun tidak banyak dan belum cukup mengganti biaya yang Bapak keluarkan untuk kebutuhan sehari-hari saya, tapi saya akan terus menyicilnya setiap bulan." Ujar Ruby menyerahkan amplop membuat Andra mengangkat alisnya. Andra mengintip isi amplop tersebut sebelum menghembuskan napas kasar, melepas kacamatanya dan merebahkan punggung pada kursi kerjanya. "Sebenarnya saya tidak berbuat banyak untuk biaya sehari-hari kamu, Ruby. Kamu bekerja keras dan membiayai hidup kamu sendiri." Ruby menggeleng kuat. "Tentu saja Bapak berbuat banyak. Kalau bukan karena diijinkan tinggal di rumah ini, mungkin uang saya habis buat bayar kosan dan tidak akan punya tabungan." "Kalau begitu bukankah lebih baik uang ini masuk tabungan kamu saja? Kamu ingin kuliah kan? Dan biayanya terbilang besar. Saya membantu kamu bukan tanpa mengharapkan balas budi." Ujar Andra menyimpan amplop di ujung meja. "Saya cuman tahu diri, Pak. Saya kan numpang, setidaknya saya harus memberi uang saya kepada Bapak, kan? Apalagi saya sudah bekerja selama satu tahun." Jawab Ruby. "Lagipula meskipun kamu menumpang, tapi kamu berkontribusi melakukan pekerjaan rumah tangga di sini." "Bapak terima aja, ya? Saya mohon! Ini sebagai bentuk rasa terimakasih dan segannya saya." Pinta Ruby membuat Andra bergeming sebelum menghembuskan napas kasar, menarik kembali amplop tersebut. Ruby tersenyum ceria, satu beban yang mengganggunya hilang. "Meskipun sedikit, saya akan memberi setiap bulan, Pak." Ujar Ruby mengepalkan tangannya yang kurus dengan semangat. "Hm. Gimana kerjaan kamu?" Tanya Andra sebelum menyesap kopinya. "Saya resign." Andra mengernyitkan kening. "Saya memutuskan untuk fokus jadi konten kreator di Tiktok, Pak. Bekerja di pabrik sambil ngonten itu mustahil. Saya gak bisa multitasking dan lagi, kerja di pabrik itu beneran nguras tenaga dan pikiran. Maka dari itu saya berhenti. Jadi konten kreator pun harus ada modalnya, Pak. Apalagi saya konten saya tentang make-up, dan sekarang modalnya sudah ada, saya tinggal menjalani saja." Ujar Ruby menjelaskan rencananya. Andra bergeming sebelum mengangguk pelan, "Kalau itu keputusan kamu, saya hanya bisa memberikan dukungan." "Terimakasih, Pak. Maaf menggangu waktunya, saya pamit dulu." Itu adalah perbincangan pertama mereka setelah satu tahun. Percaya atau tidak, keduanya hampir tidak pernah bertukar obrolan panjang lebar, hanya sekedar bertegur sapa ketika bertemu saat sarapan dan makan malam. Keduanya tidak ada di rumah saat hari biasa, dan hari libur pun, keduanya memilih mengunci diri di kamar. Separah itu hubungan keduanya, namun Ruby dengan Hani tidak begitu. Keduanya akrab dan lengket, bahkan Ruby sudah menganggap Hani sebagai neneknya sendiri. ** Andra membuka kulkas sebelum mengambil jus mangga dan menenggaknya di tempat. Dia menoleh tatkala mendapati siluet Ruby yang akan masuk ke dapur. "Pak Andra." Sapa Ruby membuat Andra mengangguk pelan. Netra Andra tidak lepas dari Ruby yang sedang menuangkan air mineral. Andra mengerjap, baru tersadar bahwa Ruby banyak berubah setelah dua tahun ini. Badannya lebih berisi, dan kulitnya menjadi putih bening. Belum lagi, entah kenapa Andra baru menyadari bahwa Ruby berubah menjadi cantik. Apa dia memang secantik ini? Kenapa Andra baru menyadarinya sekarang. Ruby berbeda 180 derajat dengan dia dua tahun lalu. Setelah sukses menjadi tiktokers yang berbau make-up, Ruby menjadi lebih teratur dalam merawat diri dan wajah. Netra Andra beralih pada kaos ketat berwarna abu yang mencetak bentuk tubuhnya dengan hot pants yang memperlihatkan pahanya yang mulus. Belum lagi Ruby menggerai surainya, menyelipkan anak rambutnya sebelum meneguk gelas minuman. Andra sampai tidak berkedip ketika bibir merah itu menempel di bibir gelas meninggalkan bekas lipstik sebelum dia menggelengkan kepala dan meneguk minuman jusnya sampai tandas. Andra mengipasi dirinya sendiri dengan kerah kaosnya, jadi gerah sendiri. Ruby itu cuman anak kecil dan besok resmi akan menjadi mahasiswanya. Dan lagi, kenapa dia bisa sampai teralihkan oleh Ruby? "Seharusnya kamu berhenti pakai baju ketat seperti itu. Itu tidak cocok dengan usia kamu." Sontak Ruby menatap tidak percaya. "Lah? Aku udah dua puluh satu tahun, loh! Udah gede, lah!" "Iya kah? Tapi tetap masih kanak-kanak menurut saya!" "Itu karena Bapak udah tua!" Celetuk Ruby sebelum menepuk bibirnya sendiri. "Sebaiknya kamu bicara dengan sopan, Ruby." Peringat Andra membuat Ruby melengos pelan. Mulai sebal karena Andra cerewet lagi. "Emang kenapa kalau saya pake pakaian ketat? Bapak tergoda?" Tanya Ruby asal. "Saya tidak akan tergoda dengan anak-anak!" "Sayangnya anak-anak ini udah beranjak dewasa!" "Dewasa itu bukan umur dan badannya saja yang tumbuh, tapi juga sikap." Ujar Andra meninggalkan Ruby yang memasang senyum masam. "Bapak kenapa cerewet banget, sih?" Tanya Ruby heran. "Beneran tergoda sama saya?" Tanya Ruby dengan raut tidak percaya. "Kalau iya?" Tantang Andra. Ruby tersentak kecil, tidak percaya akan jawaban yang dilontarkan Andra atas pertanyaan konyolnya. "Kalau iya, sayang sekali karena saya gak tertarik sama Pak Andra sama sekali." Jawab Ruby tersenyum manis. Yakali dia jalan sama om-om! Bukan tipenya! Andra melengos tidak percaya, meskipun jomblo tapi dia adalah lelaki yang disukai dan digemari banyak wanita karena parasnya yang tampan rupawan. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang memuji parasnya secara langsung. Terbiasa dikejar wanita membuat Andra syok dengan hati mencelos ketika ditolak terang-terangan. Ruby tersentak dan termundur kecil ketika Andra berjalan mendekat sampai napas Andra yang berbau mint terasa di wajah Ruby. Netra Ruby membelalak ketika Andra mengikis jarak dan membelokan wajah ke samping, berbisik di telinganya. "Sebaiknya hati-hati kalau bicara, karena sekalinya jatuh ke pelukan saya, kamu gak akan lepas."Ruby duduk di kursi dengan nampan di tangannya sebelum netranya menatap gadis berambut pendek dengan gaya tomboy duduk di depannya sambil melahap makanannya.Ruby meraih gelang yang ada di lengannya sebelum menggigit dan tangannya meraup rambut menjadi satu, memperlihatkan leher jenjang dan tulang selangkanya yang mulus kemudian mengikatnya.Gerakan Ruby barusan sukses menarik perhatian para pengunjung Cafe lain yang berjenis kelamin laki-laki. Wajar saja, mengingat kecantikannya yang mencolok mata."Gini ya temenan sama seleb Tiktok. Jadi pusat perhatian mulu." Sindir Karin. "Eh, setelah ini elo mau ikut main gak?""Gas." Jawab Ruby langsung."Gila, bahkan elo gak nanya main kemana. Tapi enaknya temenan sama elo itu, gak pernah nolak kalau di ajak main." Ujar Karin membuat Ruby tertawa kecil."Jelaslah! Gue kan mau menikmati masa muda yang kerjaannya kuliah, main, belajar, pacaran dan gak perlu mikirin pusingnya nyari uang dan capeknya kerja." Jawab Ruby membuat Karin mengangguk makl
Andra sontak menutup pintu kamar Ruby dengan keras sebelum menyandarkan punggungnya dengan napas memburu. Andra mengusap keningnya, tiba-tiba badannya terasa panas ketika bayangan punggung polos Ruby kembali hinggap di kepalanya membuat Andra memukul kepalanya sendiri ketika otaknya sudah tidak bisa dia kontrol."Ruby! Cepet turun sarapan!" Teriak Andra sebelum berlari turun.Tangannya terulur mengisi gelas dengan air putih sampai penuh dan sedikit tumpah sebelum menghabiskannya dalam satu kali tegukan ketika tenggorokannya tiba-tiba kering.Andra menghidupkan AC, menambah suhu mendapati badannya tiba-tiba panas. Andra menarik napas dalam, mencoba untuk tenang tapi reaksi tubuhnya tidak dapat dia kontrol.Hani yang duduk di depan Andra jadi mengerjap, mendapati anak bungsunya yang biasa tenang kini bergerak-gerak gelisah.Andra berdecak sebelum kembali mengambil air mineral dan menenggaknya sebelum dia menyemburkan airnya ketika mendapati Ruby turun dari tangga dengan rambut acak-acak
"Kamu tahu apa salahmu?"Ruby menundukkan kepala, meremas ujung sofa yang dia duduki sambil mengangguk, mengakui bahwa dia salah."Lain kali jangan bawa pacar kamu ke sini!" Andra memperingatkan membuat Ruby mendongkak menatapnya yang berdiri menjulang di depannya."Kalau gitu saya mau keluar dari rumah ini untuk ngekos."Andra sontak mengangkat alis sambil menatapnya tidak percaya."Kamu meminta saya mengijinkan kamu tinggal sendiri setelah saya melihat kamu dan pacar kamu hampir ciuman?!""Bukannya kalau pacaran, ciuman itu hal biasa, Pak?" Tanya Ruby melengos kasar."Saya mengerti, untuk hubungan asmara anak muda yang membara itu adalah hal yang sama dengan pegangan tangan. Tapi bagaimana jika kalian kebablasan saat sedang berdua di kosan? Tidak ada yang tahu! Nafsu bisa datang saat berduaan, maka dari itu yang ketiganya setan!" Ujar Andra membuat Ruby menunduk."Maafkan saya, Pak. Saya tidak akan mengulanginya." Ujar Ruby ketika menyadari bahwa memang dialah yang salah membawa ora
Andra membanting pintu kamarnya sebelum mengacak belakang rambutnya sendiri dengan gusar. Andra berjalan mondar-mandir sebelum berdecak dan duduk di kursi kerjanya sambil kembali mengacak rambutnya kesal.Netra Andra melirik pada ponsel yang berada di atas meja, menimang-nimang sebelum meraih dan menekan nomor Brian. "Wah, ada apa Pak Dosen nelpon malem-malem?" Tanya Brian di seberang telpon."Bri, gue ... ehm kenapa ya, gue?" Tanya Andra sambil mengernyit dan mengacak rambutnya sendiri."Lah? Mana gue tahulah, nyet! Lo kenapa? Kok kayak lagi gelisah gitu? Gak biasanya, padahal elo itu tipe yang paling tenang diantara kita." Ujar Brian."Gue juga gak tahu kenapa gue kayak gini.""Ck, ceritain pelan-pelan."Brian tertawa setelah mendengar Andra bercerita bahwa dia marah karena Ruby akan berciuman dengan pacarnya."Fiks, sih! Elo suka sama anak yang namanya Ruby! Eh, sorry! Bukan anak-anak ya? Udah dewasa!" Ujar Brian sambil tertawa geli."Suka sama Ruby? Gak mungkin. Apa mungkin gue u
"Ha? Dihukum? Pak Andra ngomomg apa, sih?" Tanya Ruby meneguk ludah gugup tatkala Andra mengikis jarak, tangan Ruby terjulur mendorong dada Andra namun gagal tatkala Andra menyingkirkan tangannya sebelum mendorong bahu Ruby.Memojokannya membuat punggung Ruby menyentuh pintu kulkas, Ruby tidak bisa kabur tatkala Andra mengurung tubuhnya dengan kedua tangan membuat Ruby meneguk ludah, melirik takut-takut pada Andra yang menatapnya tajam dengan raut wajah mengeras."Dari kapan mau merokok?" tanya Andra membuat Ruby meneguk ludah."U-udah lama, Pak. Tapi saya gak sering kok." Ujar Ruby meringis pelan sebelum tersentak tatkala Andra merampas rokok di tangannya sebelum melemparkannya pada tempat sampah."Saya memang bukan siapapun, saya tidak punya hak melarang kamu merokok, tapi mohon mengikuti peraturan di rumah ini, jangan merokok di sekitaran apalagi di dalam rumah karena orang tua saya masih tinggal di sini, Ruby. Asap rokok bisa sangat berbahaya jika dihirup dan mengepul dalam rumah.
"Ruby, kamu gak sarapan?" Langkah Ruby terhenti, dia meneguk ludah, perilaku Andra padanya tadi malam masih membekas di setiap ingatan atau kulit dan bibir yang Andra sentuh. Kepala Ruby menggeleng kuat, mengenyahkan pikiran gilanya. "Aku mau sarapan di kampus aja, bareng pacar aku." Jawab Ruby, menekankan kalimat terakhir sebelum tersenyum sopan dan menunduk untuk pamit. Andra yang tengah duduk di meja makan jadi menatap punggung Ruby yang menghilang dari balik pintu sebelum menghembuskan napas kasar. Sepertinya akan sulit sekali mendapat hati gadis itu meskipun Andra sudah terang-terangan, apalagi masih ada nama lelaki lain dalam hatinya. * "Lo ngapain bengong di sini?" Ruby tersentak tatkala Karin sudah ada di sampingnya. "Gue lagi nungguin Dika." jawab Ruby meringis pelan, berdiri di samping pintu kelas yang tertutup sebelum pintunya terbuka, para mahasiswa dan mahasiswi mulai keluar. Sementara kelas Ruby sudah selesai lebih awal, dia berniat pulang bersama Dika."Kal
"Permisi, Pak Andra."Ruby sontak mendorong Andra menjauh sampai tubuh lelaki itu terjungkal ke tepi sofa, Ruby refleks berdehem canggung, berpura-pura sibuk pada kertas lagi sebelum mendongkak menemukan Sinta yang membuka pintunya barusan.Ternyata Dosennya yang lain."Ada apa, Bu?" tanya Andra setelah berdehem pelan."Bapak sibuk? Saya mau mendiskusikan hal yang kemarin saya bilang. Bapak ada waktu?" tanya Sinta, melirik Ruby sebelum membalas senyum mahasiswinya.Andra sontak mengangguk sebelum mempersilahkan Sinta duduk. Senyum segaris sontak tersungging dari bibir Ruby, harus bagaimana dia sekarang? Entah kenapa ini canggung sekali, mana pekerjaan yang dimintai tolong oleh Andra belum selesai. Ini terasa canggung karena Ruby sesekali melirik pada Sinta yang seperti tidak nyaman dengan kehadiran Ruby di ruangan ini.Ruby mengerti sekali tatapan Sinta pada Andra. Sudah jelas dosen perempuannya itu menyukai om-om modus di sebelahnya ini. Tatapan netranya persis seperti saat Ruby mena
"Padahal saya bisa pulang sendiri." Tukas Ruby setelah masuk ke dalam mobil Andra, duduk di sebelahnya yang mengemudi."Padahal kalau ada kejadian seperti tadi, kamu bisa memberitahu saya." Tukas Andra."Kenapa saya harus? Itu kan urusan saya bukan urusan Pak Andra." Tukas Ruby heran membuat Andra menghela napas.Ruby tersentak saat Andra mencondongkan tubuh ke arahnya sampai ujung hidung keduanya hampir bersentuhan membuat Ruby menahan napas."A-apa? Kenapa?" Tanya Ruby terbata sebelum mengerjap tatkala Andra hanya memasangkan sabuk pengamannya sebelum kembali mundur ke jok mobilnya sendiri.Ruby menakan dadanya sendiri dengan ujung jari sebelum menghembuskan napas panjang. Seharusnya dia tidak boleh berdebar pada lelaki lain apalagi Andra. Ruby sudah punya kekasih, jika begini, dia akan menyakiti kekasihnya Dika."Lain kali jangan begitu, bilang aja. Saya punya tangan sendiri." Tegur Ruby, menatap keluar jendela.Andra meliriknya, dia sadar bahwa Ruby kesal dengan tindakannya, tapi
"Padahal saya bisa pulang sendiri." Tukas Ruby setelah masuk ke dalam mobil Andra, duduk di sebelahnya yang mengemudi."Padahal kalau ada kejadian seperti tadi, kamu bisa memberitahu saya." Tukas Andra."Kenapa saya harus? Itu kan urusan saya bukan urusan Pak Andra." Tukas Ruby heran membuat Andra menghela napas.Ruby tersentak saat Andra mencondongkan tubuh ke arahnya sampai ujung hidung keduanya hampir bersentuhan membuat Ruby menahan napas."A-apa? Kenapa?" Tanya Ruby terbata sebelum mengerjap tatkala Andra hanya memasangkan sabuk pengamannya sebelum kembali mundur ke jok mobilnya sendiri.Ruby menakan dadanya sendiri dengan ujung jari sebelum menghembuskan napas panjang. Seharusnya dia tidak boleh berdebar pada lelaki lain apalagi Andra. Ruby sudah punya kekasih, jika begini, dia akan menyakiti kekasihnya Dika."Lain kali jangan begitu, bilang aja. Saya punya tangan sendiri." Tegur Ruby, menatap keluar jendela.Andra meliriknya, dia sadar bahwa Ruby kesal dengan tindakannya, tapi
"Permisi, Pak Andra."Ruby sontak mendorong Andra menjauh sampai tubuh lelaki itu terjungkal ke tepi sofa, Ruby refleks berdehem canggung, berpura-pura sibuk pada kertas lagi sebelum mendongkak menemukan Sinta yang membuka pintunya barusan.Ternyata Dosennya yang lain."Ada apa, Bu?" tanya Andra setelah berdehem pelan."Bapak sibuk? Saya mau mendiskusikan hal yang kemarin saya bilang. Bapak ada waktu?" tanya Sinta, melirik Ruby sebelum membalas senyum mahasiswinya.Andra sontak mengangguk sebelum mempersilahkan Sinta duduk. Senyum segaris sontak tersungging dari bibir Ruby, harus bagaimana dia sekarang? Entah kenapa ini canggung sekali, mana pekerjaan yang dimintai tolong oleh Andra belum selesai. Ini terasa canggung karena Ruby sesekali melirik pada Sinta yang seperti tidak nyaman dengan kehadiran Ruby di ruangan ini.Ruby mengerti sekali tatapan Sinta pada Andra. Sudah jelas dosen perempuannya itu menyukai om-om modus di sebelahnya ini. Tatapan netranya persis seperti saat Ruby mena
"Ruby, kamu gak sarapan?" Langkah Ruby terhenti, dia meneguk ludah, perilaku Andra padanya tadi malam masih membekas di setiap ingatan atau kulit dan bibir yang Andra sentuh. Kepala Ruby menggeleng kuat, mengenyahkan pikiran gilanya. "Aku mau sarapan di kampus aja, bareng pacar aku." Jawab Ruby, menekankan kalimat terakhir sebelum tersenyum sopan dan menunduk untuk pamit. Andra yang tengah duduk di meja makan jadi menatap punggung Ruby yang menghilang dari balik pintu sebelum menghembuskan napas kasar. Sepertinya akan sulit sekali mendapat hati gadis itu meskipun Andra sudah terang-terangan, apalagi masih ada nama lelaki lain dalam hatinya. * "Lo ngapain bengong di sini?" Ruby tersentak tatkala Karin sudah ada di sampingnya. "Gue lagi nungguin Dika." jawab Ruby meringis pelan, berdiri di samping pintu kelas yang tertutup sebelum pintunya terbuka, para mahasiswa dan mahasiswi mulai keluar. Sementara kelas Ruby sudah selesai lebih awal, dia berniat pulang bersama Dika."Kal
"Ha? Dihukum? Pak Andra ngomomg apa, sih?" Tanya Ruby meneguk ludah gugup tatkala Andra mengikis jarak, tangan Ruby terjulur mendorong dada Andra namun gagal tatkala Andra menyingkirkan tangannya sebelum mendorong bahu Ruby.Memojokannya membuat punggung Ruby menyentuh pintu kulkas, Ruby tidak bisa kabur tatkala Andra mengurung tubuhnya dengan kedua tangan membuat Ruby meneguk ludah, melirik takut-takut pada Andra yang menatapnya tajam dengan raut wajah mengeras."Dari kapan mau merokok?" tanya Andra membuat Ruby meneguk ludah."U-udah lama, Pak. Tapi saya gak sering kok." Ujar Ruby meringis pelan sebelum tersentak tatkala Andra merampas rokok di tangannya sebelum melemparkannya pada tempat sampah."Saya memang bukan siapapun, saya tidak punya hak melarang kamu merokok, tapi mohon mengikuti peraturan di rumah ini, jangan merokok di sekitaran apalagi di dalam rumah karena orang tua saya masih tinggal di sini, Ruby. Asap rokok bisa sangat berbahaya jika dihirup dan mengepul dalam rumah.
Andra membanting pintu kamarnya sebelum mengacak belakang rambutnya sendiri dengan gusar. Andra berjalan mondar-mandir sebelum berdecak dan duduk di kursi kerjanya sambil kembali mengacak rambutnya kesal.Netra Andra melirik pada ponsel yang berada di atas meja, menimang-nimang sebelum meraih dan menekan nomor Brian. "Wah, ada apa Pak Dosen nelpon malem-malem?" Tanya Brian di seberang telpon."Bri, gue ... ehm kenapa ya, gue?" Tanya Andra sambil mengernyit dan mengacak rambutnya sendiri."Lah? Mana gue tahulah, nyet! Lo kenapa? Kok kayak lagi gelisah gitu? Gak biasanya, padahal elo itu tipe yang paling tenang diantara kita." Ujar Brian."Gue juga gak tahu kenapa gue kayak gini.""Ck, ceritain pelan-pelan."Brian tertawa setelah mendengar Andra bercerita bahwa dia marah karena Ruby akan berciuman dengan pacarnya."Fiks, sih! Elo suka sama anak yang namanya Ruby! Eh, sorry! Bukan anak-anak ya? Udah dewasa!" Ujar Brian sambil tertawa geli."Suka sama Ruby? Gak mungkin. Apa mungkin gue u
"Kamu tahu apa salahmu?"Ruby menundukkan kepala, meremas ujung sofa yang dia duduki sambil mengangguk, mengakui bahwa dia salah."Lain kali jangan bawa pacar kamu ke sini!" Andra memperingatkan membuat Ruby mendongkak menatapnya yang berdiri menjulang di depannya."Kalau gitu saya mau keluar dari rumah ini untuk ngekos."Andra sontak mengangkat alis sambil menatapnya tidak percaya."Kamu meminta saya mengijinkan kamu tinggal sendiri setelah saya melihat kamu dan pacar kamu hampir ciuman?!""Bukannya kalau pacaran, ciuman itu hal biasa, Pak?" Tanya Ruby melengos kasar."Saya mengerti, untuk hubungan asmara anak muda yang membara itu adalah hal yang sama dengan pegangan tangan. Tapi bagaimana jika kalian kebablasan saat sedang berdua di kosan? Tidak ada yang tahu! Nafsu bisa datang saat berduaan, maka dari itu yang ketiganya setan!" Ujar Andra membuat Ruby menunduk."Maafkan saya, Pak. Saya tidak akan mengulanginya." Ujar Ruby ketika menyadari bahwa memang dialah yang salah membawa ora
Andra sontak menutup pintu kamar Ruby dengan keras sebelum menyandarkan punggungnya dengan napas memburu. Andra mengusap keningnya, tiba-tiba badannya terasa panas ketika bayangan punggung polos Ruby kembali hinggap di kepalanya membuat Andra memukul kepalanya sendiri ketika otaknya sudah tidak bisa dia kontrol."Ruby! Cepet turun sarapan!" Teriak Andra sebelum berlari turun.Tangannya terulur mengisi gelas dengan air putih sampai penuh dan sedikit tumpah sebelum menghabiskannya dalam satu kali tegukan ketika tenggorokannya tiba-tiba kering.Andra menghidupkan AC, menambah suhu mendapati badannya tiba-tiba panas. Andra menarik napas dalam, mencoba untuk tenang tapi reaksi tubuhnya tidak dapat dia kontrol.Hani yang duduk di depan Andra jadi mengerjap, mendapati anak bungsunya yang biasa tenang kini bergerak-gerak gelisah.Andra berdecak sebelum kembali mengambil air mineral dan menenggaknya sebelum dia menyemburkan airnya ketika mendapati Ruby turun dari tangga dengan rambut acak-acak
Ruby duduk di kursi dengan nampan di tangannya sebelum netranya menatap gadis berambut pendek dengan gaya tomboy duduk di depannya sambil melahap makanannya.Ruby meraih gelang yang ada di lengannya sebelum menggigit dan tangannya meraup rambut menjadi satu, memperlihatkan leher jenjang dan tulang selangkanya yang mulus kemudian mengikatnya.Gerakan Ruby barusan sukses menarik perhatian para pengunjung Cafe lain yang berjenis kelamin laki-laki. Wajar saja, mengingat kecantikannya yang mencolok mata."Gini ya temenan sama seleb Tiktok. Jadi pusat perhatian mulu." Sindir Karin. "Eh, setelah ini elo mau ikut main gak?""Gas." Jawab Ruby langsung."Gila, bahkan elo gak nanya main kemana. Tapi enaknya temenan sama elo itu, gak pernah nolak kalau di ajak main." Ujar Karin membuat Ruby tertawa kecil."Jelaslah! Gue kan mau menikmati masa muda yang kerjaannya kuliah, main, belajar, pacaran dan gak perlu mikirin pusingnya nyari uang dan capeknya kerja." Jawab Ruby membuat Karin mengangguk makl
Pukul empat pagi, Ruby sudah beranjak dari ranjang dan membersihkan diri ke kamar mandi. Hari pertama yang dia jalani tanpa orang tua dengan tempat yang baru akan segera dimulai. Ruby menuruni tangga menuju lantai pertama untuk menyapu seluruh rumah sebelum mengepelnya.Rumah Andra memiliki dua lantai, lantai pertama terdapat kamar tidur Hani, dapur, toilet serta ruang tamu. Sementara lantai dua hanya terdapat dua kamar tidur yang ditempati Andra dan satunya mejadi kamar Ruby yang akan menjadi tempat istirahat dan pulangnya.Ketika waktu menujukan pukul enam tepat, Ruby selesai mengepel seluruh lantai rumah. Dia hanya perlu waktu sepuluh menit untuk istirahat duduk, minum air dan melamun sebelum kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan."Nak, biar Nenek aja yang masak. Setelah ini kamu kerja, kan?"Ruby menoleh ketika Hani datang dengan tergopoh-gopoh. Ruby menyimpan mangkuk di meja makan sebelum merangkul lengan Hani untuk duduk."Gapapa, Nek. Lagipula sarapannya sudah sele