Ruby duduk di kursi dengan nampan di tangannya sebelum netranya menatap gadis berambut pendek dengan gaya tomboy duduk di depannya sambil melahap makanannya.
Ruby meraih gelang yang ada di lengannya sebelum menggigit dan tangannya meraup rambut menjadi satu, memperlihatkan leher jenjang dan tulang selangkanya yang mulus kemudian mengikatnya. Gerakan Ruby barusan sukses menarik perhatian para pengunjung Cafe lain yang berjenis kelamin laki-laki. Wajar saja, mengingat kecantikannya yang mencolok mata. "Gini ya temenan sama seleb Tiktok. Jadi pusat perhatian mulu." Sindir Karin. "Eh, setelah ini elo mau ikut main gak?" "Gas." Jawab Ruby langsung. "Gila, bahkan elo gak nanya main kemana. Tapi enaknya temenan sama elo itu, gak pernah nolak kalau di ajak main." Ujar Karin membuat Ruby tertawa kecil. "Jelaslah! Gue kan mau menikmati masa muda yang kerjaannya kuliah, main, belajar, pacaran dan gak perlu mikirin pusingnya nyari uang dan capeknya kerja." Jawab Ruby membuat Karin mengangguk maklum mengingat cerita perjuangan Ruby yang mati-matian untuk membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Jujur Karin kagum terhadap perjuangan Ruby dan sedikit menyesal mengingat hidupnya sendiri yang amburadul. Bahkan dia menolak untuk berkuliah dan memilih diam di rumah menjadi anak nakal yang hobinya pulang malam selama tiga tahun sampai akhirnya memutuskan untuk berkuliah atas desakan kakaknya. Maka dari itu dia cocok berteman dengan Ruby karena keduanya seumuran di perkuliahan semester pertama yang notabennya banyak anak muda yang masih belasan tahun baru lulus SMA, meskipun yang umurnya lebih tua darinya atau seumuran juga tidak sedikit. "Dan lagi, gue bukan tipe anak rumahan." Karin mengangguk setuju mendegar itu. "Style pakaian elo aja, gak menunjukan kalau elo anak gadis pendiem yang anggun dan lembut." Ujar Karin menatap Ruby yang memakai atasan baju lengan polos dengan celana pendek di atas paha. "Lihat pakaian elo sendiri, Rin. Udah kayak jalan sama cowok gue." Ujar Ruby mendapati Karin yang memang berpakaian seperti laki-laki, kaos oblong dengan kalung perak dan celana jeans yang berlubang di lututnya. "Eh, tapi apa Pak Dosen kita gak tergoda lihat pakaian sehari-hari elo di rumah yang menurut gue gak jauh beda dari sekarang?" Tanya Karin yang sudah mengetahui cerita lengkap kisah hidup Ruby yang sekarang tinggal bersama Andra dan Ibunya. "Gak lah. Dia itu gila kerja, dan kayaknya gak tertarik sama cewek, deh! Lihat ada dia lajang sampai sekarang." Jawab Ruby menyeruput Ice Americanonya "Nungguin elo dewasa, kali." Celetuk Karin asal. Ruby merinding, "Bukan tipe gue, anj*r. Masa gue jalan sama om-om!" ** Andra melengos pelan sebelum menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap datar pada sekeliling bar yang ramai pengunjung sebelum menatap pria paruh baya yang seumuran dengannya menghampiri dan duduk di sebelahnya. "Mukanya slow aja kali, Ndra! Nikmatin aja, kapan lagi kita bisa nongkrong bareng, iya gak, Wil?" Tanya Brian pada Wili yang sedang bermain biliard. "Yoi." "Gue disini karena kalian maksa." Jawab Andra. Brian berdecak pelan sebelum merangkul pundak Andra. "Jangan terlalu workaholic lah! Sekali-kali nikmatin hidup, uang udah banyak sayang banget kalau nggak di hamburkan!" Andra menggeleng pelan. "Lagian elo mau sampai kapan ngurung diri di kamar? Sampai kita punya anak cucuk sementara elo masih pacaran sama laptop?" Sindir Wili. "Lo harus cari cewek, bro! Kita ngajak nongkrong karena mau bantu elo! Kalau elo diem mulu di rumah, ya gak bakal datang lah jodohnya! Harus di cari!" Ujar Brian sebelum menyalakan rokok dan menghisapnya. "Kalau elo berharap diem terus jodoh turun dari langit kayak duren montok, mending jangan berekspetasi, deh!Cuman Wili Saputra yang bisa gitu!" Ujar Brian membuat Wili mengangkat alisnya bangga. "Yang modelan kayak Wili itu jarang banget kejadian. Enak banget setiap hari lembur di kantor, eh ... jodohnya malah sekantor! Ketiban Durian runtuh gak, tuh?!" Ujar Brian jadi iri, mengingat dirinya yang bekerja sebagai PNS hanya bisa meratapi diri karena LDR dengan pacarnya yang juga PNS namun di tempatkan di provinsi lain. "Yang LDR, sabar ya! Gak bisa peluk cium!" Ejek Wili membuat Brian melempar bungkus rokoknya. "Udah ini ronde dua, kuy! Main ps di rumah Andra. Mengenang jaman kuliah, asik!" Ajak Wili. "Nyokap elo lagi gak ada di rumah kan? Yaudah, kuy!" "Jangan, ada Ruby." Jawab Andra membuat mereka tersadar. "Oh iya, anaknya almarhum temen elo tinggal bareng ya? Gue lupa." Ujar Brian mengacak belakang rambutnya sendiri. "Dia seleb tiktok, kan? Meskipun masih muda tapi keterampilan pake make-upnya bagus. Pacar gue yang awalnya buta tentang make-up, gara-gara lihat konten dia jadi ngerti sedikit-sedikit. Ngebantu buat yang pemula." Ujar Wili mendekat dan duduk di sebrang keduanya. "Mana cantik banget kan? Gila! Gue lupa ada cewek cantik dan sexy tinggal di rumah elo! Gimana keadaan lo? Aman?" Tanya Brian dengan nada menggoda sebelum tertawa bersama Wili. "Maksudnya?" Tanya Andra mengangkat sebelah alisnya. "Lo gak mungkin gak pernah tergoda sama dia, kan?" Tanya Wili menyeringai dengan menaik turunkan alisnya. "Gila, ya? Dia masih anak-anak! Apalagi dia mahasiswa gue." Ujar Andra menggeleng pelan, tidak mengerti jalan pikiran kedua temannya. "Udah dewasalah, ege!" "Gue gak mungkin tergoda sama anak-anak!" Ujar Andra tegas membuat Wili dan Brian saling melirik dengan mulut gatal ingin menggoda. ** "Ibu kapan pulang?" Tanya Andra merapihkan dasinya sebelum menghampiri Hani dan meraih tangannya untuk dia cium. "Tadi jam lima pagi, Ibu baru sampai." Ujar Hani merapihkan meja makan untuk sarapan. "Gimana Paman? Penyakitnya serius?" Hani menggeleng, "Cuman demam, dia udah membaik. Ibu kesana karena mau silaturahmi sekalian ada hal penting yang harus di bahas." Andra mengangguk pelan sebelum meneguk air putihnya dan mengambil koran untuk dia baca hari ini. "Sana kamu bangunin Ruby!" Titah Hani membuat Andra mengangkat sebelah alisnya protes. "Dia belum bangun? Bukannya seharusnya dia yang nyiapin sarapan?" "Ibu sengaja matiin alarmnya, kasihan dia selama ini bekerja keras. Ibu baru bisa senang saat dia mulai kerja bikin konten karena perlahan tubuh Ruby mulai sehat dan wajahnya ceria lagi. Beda ketika kerja di pabrik, tubuhnya sangat kurus kering, dan kelelahan. Sebenarnya Ibu gak tega lihatnya. Tapi syukurlah, sekarang semuanya baik-baik aja berkat kerja kerasnya sendiri. Dia jadi terlihat seperti anak muda seumurannya." Ujar Hani tersenyum kecil. "Udah sana cepat bangunkan untuk sarapan!" Andra melengos pelan sebelum beranjak dengan membawa koran. Dia mengetuk pintu setelah sampai di depan kamarnya namun tidak ada sahutan. "Ruby! Cepat turun untuk sarapan!" Ujar Andra. "Ruby!" Andra berdecak, "Apa dia masih tidur? Anak gadis mana yang belum bangun sesiang ini?!" Andra mengomel sambil mengetuk pintunya dengan tidak sabar. Andra tersentak kecil ketika pintu kamarnya terbuka sebelum menggeleng pelan. "Apa dia gak ngunci pintu?! Dasar ceroboh!" Gumam Andra sebelum membuka pintu. "Ruby bangun! Sarapan udah si---," Netra Andra membelalak sampai korannya terjatuh tatkala mendapati Ruby yang tidur dengan posisi memunggungi dirinya tanpa mengenakan pakaian membuat Andra dapat melihat punggungnya yang polos dan bagian bawahnya di tutupi selimut tebal sampai lutut dengan betis mulusnya yang terekspos. Sinting!Andra sontak menutup pintu kamar Ruby dengan keras sebelum menyandarkan punggungnya dengan napas memburu. Andra mengusap keningnya, tiba-tiba badannya terasa panas ketika bayangan punggung polos Ruby kembali hinggap di kepalanya membuat Andra memukul kepalanya sendiri ketika otaknya sudah tidak bisa dia kontrol."Ruby! Cepet turun sarapan!" Teriak Andra sebelum berlari turun.Tangannya terulur mengisi gelas dengan air putih sampai penuh dan sedikit tumpah sebelum menghabiskannya dalam satu kali tegukan ketika tenggorokannya tiba-tiba kering.Andra menghidupkan AC, menambah suhu mendapati badannya tiba-tiba panas. Andra menarik napas dalam, mencoba untuk tenang tapi reaksi tubuhnya tidak dapat dia kontrol.Hani yang duduk di depan Andra jadi mengerjap, mendapati anak bungsunya yang biasa tenang kini bergerak-gerak gelisah.Andra berdecak sebelum kembali mengambil air mineral dan menenggaknya sebelum dia menyemburkan airnya ketika mendapati Ruby turun dari tangga dengan rambut acak-acak
"Kamu tahu apa salahmu?"Ruby menundukkan kepala, meremas ujung sofa yang dia duduki sambil mengangguk, mengakui bahwa dia salah."Lain kali jangan bawa pacar kamu ke sini!" Andra memperingatkan membuat Ruby mendongkak menatapnya yang berdiri menjulang di depannya."Kalau gitu saya mau keluar dari rumah ini untuk ngekos."Andra sontak mengangkat alis sambil menatapnya tidak percaya."Kamu meminta saya mengijinkan kamu tinggal sendiri setelah saya melihat kamu dan pacar kamu hampir ciuman?!""Bukannya kalau pacaran, ciuman itu hal biasa, Pak?" Tanya Ruby melengos kasar."Saya mengerti, untuk hubungan asmara anak muda yang membara itu adalah hal yang sama dengan pegangan tangan. Tapi bagaimana jika kalian kebablasan saat sedang berdua di kosan? Tidak ada yang tahu! Nafsu bisa datang saat berduaan, maka dari itu yang ketiganya setan!" Ujar Andra membuat Ruby menunduk."Maafkan saya, Pak. Saya tidak akan mengulanginya." Ujar Ruby ketika menyadari bahwa memang dialah yang salah membawa ora
Andra membanting pintu kamarnya sebelum mengacak belakang rambutnya sendiri dengan gusar. Andra berjalan mondar-mandir sebelum berdecak dan duduk di kursi kerjanya sambil kembali mengacak rambutnya kesal.Netra Andra melirik pada ponsel yang berada di atas meja, menimang-nimang sebelum meraih dan menekan nomor Brian. "Wah, ada apa Pak Dosen nelpon malem-malem?" Tanya Brian di seberang telpon."Bri, gue ... ehm kenapa ya, gue?" Tanya Andra sambil mengernyit dan mengacak rambutnya sendiri."Lah? Mana gue tahulah, nyet! Lo kenapa? Kok kayak lagi gelisah gitu? Gak biasanya, padahal elo itu tipe yang paling tenang diantara kita." Ujar Brian."Gue juga gak tahu kenapa gue kayak gini.""Ck, ceritain pelan-pelan."Brian tertawa setelah mendengar Andra bercerita bahwa dia marah karena Ruby akan berciuman dengan pacarnya."Fiks, sih! Elo suka sama anak yang namanya Ruby! Eh, sorry! Bukan anak-anak ya? Udah dewasa!" Ujar Brian sambil tertawa geli."Suka sama Ruby? Gak mungkin. Apa mungkin gue u
Jarinya tidak berhenti menggulir layar ponsel yang dia angkat di depan wajah sedangkan badannya rebah di atas ranjang. Rambut panjang lurusnya terurai sampai sisi ranjang dengan beberapa buku yang berserakan di sekitar tubuhnya. Setelah menghabiskan hampir tiga jam untuk belajar tes masuk ke perguruan tinggi, gadis berparas cantik itu memutuskan untuk beristirahat dengan berselancar di sosial media sebentar sebelum pergi tidur.Netranya mengerjap lelah setelah seharian melakukan acara perpisahan di sekolah, belum lagi dia harus belajar karena tanggal tes masuk ke perguruan tinggi sebentar lagi. Dia harus berusaha keras untuk mimpinya.Netranya terpejam dengan ponsel yang terjatuh ke perutnya sebelum badannya tersentak kecil ketika mendengar seruan dari luar pintunya."Ruby! Ayah kedatangan tamu, tolong bikinin minum!"Ruby berdecak sebelum menendang-nendang udara dengan kesal. Padahal sedikit lagi dia bisa bertemu idola koreanya dan berjabat tangan dalam mimpi."Siapa sih, yang datan
Ruby menatap sendu pada gundukan tanah dengan bibir bergetar yang tidak dapat berhenti menangis. Netranya mengabur ketika air mata luruh melewati pipinya. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan hadiah perpisahan sekolah dengan perpisahan yang sesungguhnya.Padahal baru satu tahun yang lalu dia mengunjungi pemakaman Ibunya dengan rasa kehilangan dan tidak percaya. Hari ini dia harus kembali menghadapi kenyataan pahit bahwa yang di ambil darinya kali ini adalah Ayahnya.Bahkan Ruby tidak tahu apa penyebab kecelakaannya karena otaknya mendadak berhenti berfungsi ketika Polisi dan para orang dewasa menjelaskan. Yang keluar hanya tangis tanpa kata apapun.Ruby sangat menyayangi Sapta meskipun dia bukan Ayah kandung Ruby. Dia menyayangi Sapta sebagai Ayahnya."Ruby, kamu yang tenang, ya? Harus kuat." Ujar Hani, wanita berumur yang merupakan Ibu dari Andra.Ruby menggeleng pelan, dipaksa kuat pun, dunianya benar-benar sedang hancur.Bagaimana mungkin Ruby kuat menjalani hidup tanpa peno
Pukul empat pagi, Ruby sudah beranjak dari ranjang dan membersihkan diri ke kamar mandi. Hari pertama yang dia jalani tanpa orang tua dengan tempat yang baru akan segera dimulai. Ruby menuruni tangga menuju lantai pertama untuk menyapu seluruh rumah sebelum mengepelnya.Rumah Andra memiliki dua lantai, lantai pertama terdapat kamar tidur Hani, dapur, toilet serta ruang tamu. Sementara lantai dua hanya terdapat dua kamar tidur yang ditempati Andra dan satunya mejadi kamar Ruby yang akan menjadi tempat istirahat dan pulangnya.Ketika waktu menujukan pukul enam tepat, Ruby selesai mengepel seluruh lantai rumah. Dia hanya perlu waktu sepuluh menit untuk istirahat duduk, minum air dan melamun sebelum kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan."Nak, biar Nenek aja yang masak. Setelah ini kamu kerja, kan?"Ruby menoleh ketika Hani datang dengan tergopoh-gopoh. Ruby menyimpan mangkuk di meja makan sebelum merangkul lengan Hani untuk duduk."Gapapa, Nek. Lagipula sarapannya sudah sele
Andra membanting pintu kamarnya sebelum mengacak belakang rambutnya sendiri dengan gusar. Andra berjalan mondar-mandir sebelum berdecak dan duduk di kursi kerjanya sambil kembali mengacak rambutnya kesal.Netra Andra melirik pada ponsel yang berada di atas meja, menimang-nimang sebelum meraih dan menekan nomor Brian. "Wah, ada apa Pak Dosen nelpon malem-malem?" Tanya Brian di seberang telpon."Bri, gue ... ehm kenapa ya, gue?" Tanya Andra sambil mengernyit dan mengacak rambutnya sendiri."Lah? Mana gue tahulah, nyet! Lo kenapa? Kok kayak lagi gelisah gitu? Gak biasanya, padahal elo itu tipe yang paling tenang diantara kita." Ujar Brian."Gue juga gak tahu kenapa gue kayak gini.""Ck, ceritain pelan-pelan."Brian tertawa setelah mendengar Andra bercerita bahwa dia marah karena Ruby akan berciuman dengan pacarnya."Fiks, sih! Elo suka sama anak yang namanya Ruby! Eh, sorry! Bukan anak-anak ya? Udah dewasa!" Ujar Brian sambil tertawa geli."Suka sama Ruby? Gak mungkin. Apa mungkin gue u
"Kamu tahu apa salahmu?"Ruby menundukkan kepala, meremas ujung sofa yang dia duduki sambil mengangguk, mengakui bahwa dia salah."Lain kali jangan bawa pacar kamu ke sini!" Andra memperingatkan membuat Ruby mendongkak menatapnya yang berdiri menjulang di depannya."Kalau gitu saya mau keluar dari rumah ini untuk ngekos."Andra sontak mengangkat alis sambil menatapnya tidak percaya."Kamu meminta saya mengijinkan kamu tinggal sendiri setelah saya melihat kamu dan pacar kamu hampir ciuman?!""Bukannya kalau pacaran, ciuman itu hal biasa, Pak?" Tanya Ruby melengos kasar."Saya mengerti, untuk hubungan asmara anak muda yang membara itu adalah hal yang sama dengan pegangan tangan. Tapi bagaimana jika kalian kebablasan saat sedang berdua di kosan? Tidak ada yang tahu! Nafsu bisa datang saat berduaan, maka dari itu yang ketiganya setan!" Ujar Andra membuat Ruby menunduk."Maafkan saya, Pak. Saya tidak akan mengulanginya." Ujar Ruby ketika menyadari bahwa memang dialah yang salah membawa ora
Andra sontak menutup pintu kamar Ruby dengan keras sebelum menyandarkan punggungnya dengan napas memburu. Andra mengusap keningnya, tiba-tiba badannya terasa panas ketika bayangan punggung polos Ruby kembali hinggap di kepalanya membuat Andra memukul kepalanya sendiri ketika otaknya sudah tidak bisa dia kontrol."Ruby! Cepet turun sarapan!" Teriak Andra sebelum berlari turun.Tangannya terulur mengisi gelas dengan air putih sampai penuh dan sedikit tumpah sebelum menghabiskannya dalam satu kali tegukan ketika tenggorokannya tiba-tiba kering.Andra menghidupkan AC, menambah suhu mendapati badannya tiba-tiba panas. Andra menarik napas dalam, mencoba untuk tenang tapi reaksi tubuhnya tidak dapat dia kontrol.Hani yang duduk di depan Andra jadi mengerjap, mendapati anak bungsunya yang biasa tenang kini bergerak-gerak gelisah.Andra berdecak sebelum kembali mengambil air mineral dan menenggaknya sebelum dia menyemburkan airnya ketika mendapati Ruby turun dari tangga dengan rambut acak-acak
Ruby duduk di kursi dengan nampan di tangannya sebelum netranya menatap gadis berambut pendek dengan gaya tomboy duduk di depannya sambil melahap makanannya.Ruby meraih gelang yang ada di lengannya sebelum menggigit dan tangannya meraup rambut menjadi satu, memperlihatkan leher jenjang dan tulang selangkanya yang mulus kemudian mengikatnya.Gerakan Ruby barusan sukses menarik perhatian para pengunjung Cafe lain yang berjenis kelamin laki-laki. Wajar saja, mengingat kecantikannya yang mencolok mata."Gini ya temenan sama seleb Tiktok. Jadi pusat perhatian mulu." Sindir Karin. "Eh, setelah ini elo mau ikut main gak?""Gas." Jawab Ruby langsung."Gila, bahkan elo gak nanya main kemana. Tapi enaknya temenan sama elo itu, gak pernah nolak kalau di ajak main." Ujar Karin membuat Ruby tertawa kecil."Jelaslah! Gue kan mau menikmati masa muda yang kerjaannya kuliah, main, belajar, pacaran dan gak perlu mikirin pusingnya nyari uang dan capeknya kerja." Jawab Ruby membuat Karin mengangguk makl
Pukul empat pagi, Ruby sudah beranjak dari ranjang dan membersihkan diri ke kamar mandi. Hari pertama yang dia jalani tanpa orang tua dengan tempat yang baru akan segera dimulai. Ruby menuruni tangga menuju lantai pertama untuk menyapu seluruh rumah sebelum mengepelnya.Rumah Andra memiliki dua lantai, lantai pertama terdapat kamar tidur Hani, dapur, toilet serta ruang tamu. Sementara lantai dua hanya terdapat dua kamar tidur yang ditempati Andra dan satunya mejadi kamar Ruby yang akan menjadi tempat istirahat dan pulangnya.Ketika waktu menujukan pukul enam tepat, Ruby selesai mengepel seluruh lantai rumah. Dia hanya perlu waktu sepuluh menit untuk istirahat duduk, minum air dan melamun sebelum kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan."Nak, biar Nenek aja yang masak. Setelah ini kamu kerja, kan?"Ruby menoleh ketika Hani datang dengan tergopoh-gopoh. Ruby menyimpan mangkuk di meja makan sebelum merangkul lengan Hani untuk duduk."Gapapa, Nek. Lagipula sarapannya sudah sele
Ruby menatap sendu pada gundukan tanah dengan bibir bergetar yang tidak dapat berhenti menangis. Netranya mengabur ketika air mata luruh melewati pipinya. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan hadiah perpisahan sekolah dengan perpisahan yang sesungguhnya.Padahal baru satu tahun yang lalu dia mengunjungi pemakaman Ibunya dengan rasa kehilangan dan tidak percaya. Hari ini dia harus kembali menghadapi kenyataan pahit bahwa yang di ambil darinya kali ini adalah Ayahnya.Bahkan Ruby tidak tahu apa penyebab kecelakaannya karena otaknya mendadak berhenti berfungsi ketika Polisi dan para orang dewasa menjelaskan. Yang keluar hanya tangis tanpa kata apapun.Ruby sangat menyayangi Sapta meskipun dia bukan Ayah kandung Ruby. Dia menyayangi Sapta sebagai Ayahnya."Ruby, kamu yang tenang, ya? Harus kuat." Ujar Hani, wanita berumur yang merupakan Ibu dari Andra.Ruby menggeleng pelan, dipaksa kuat pun, dunianya benar-benar sedang hancur.Bagaimana mungkin Ruby kuat menjalani hidup tanpa peno
Jarinya tidak berhenti menggulir layar ponsel yang dia angkat di depan wajah sedangkan badannya rebah di atas ranjang. Rambut panjang lurusnya terurai sampai sisi ranjang dengan beberapa buku yang berserakan di sekitar tubuhnya. Setelah menghabiskan hampir tiga jam untuk belajar tes masuk ke perguruan tinggi, gadis berparas cantik itu memutuskan untuk beristirahat dengan berselancar di sosial media sebentar sebelum pergi tidur.Netranya mengerjap lelah setelah seharian melakukan acara perpisahan di sekolah, belum lagi dia harus belajar karena tanggal tes masuk ke perguruan tinggi sebentar lagi. Dia harus berusaha keras untuk mimpinya.Netranya terpejam dengan ponsel yang terjatuh ke perutnya sebelum badannya tersentak kecil ketika mendengar seruan dari luar pintunya."Ruby! Ayah kedatangan tamu, tolong bikinin minum!"Ruby berdecak sebelum menendang-nendang udara dengan kesal. Padahal sedikit lagi dia bisa bertemu idola koreanya dan berjabat tangan dalam mimpi."Siapa sih, yang datan