"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arvin to the point, berdiri beberapa meter di hadapan Aileen yang terlihat jelas sedang memasang raut marah. Arvin bahkan tidak mengerti kenapa dia harus menghadapi wajah tertekuk dan amarah sekretarisnya."Kamu ke mana, Arvin? Aku menunggumu seharian, tapi kamu tidak datang!" Arvin mengerutkan kening. "Aku tidak tahu kenapa kamu sangat ingin tahu ke mana aku menghabiskan waktu bersama keluargaku? Lalu, bukankah sudah kukatakan untuk mengurus masalah pekerjaan nanti? Aku juga memberimu kuasa untuk berusaha menyelesaikannya lebih dulu tanpaku jika benar-benar ada masalah, apa itu kurang?"Aileen mendongak, menatap dengan mata berkaca-kaca, menggantikan kemarahan yang sejak tadi bertengger di wajahnya."Aku ingin memberimu kejutan dan mengucapkan selamat ulang tahun untukmu, Arvin! Kamu biasanya selalu datang kapan pun aku membutuhkanmu, tapi kenapa hari ini tidak? Kamu bahkan mengabaikanku!"Kening Arvin berkerut semakin dalam, memikirkan kapan i
Arvin mendesah, kepalanya berdenyut dengan informasi yang diterima. Padahal awalya dia hanya ingin membantu Zoya menemukan seseorang, tapi setelah melihat wajah yang ada di foto, pandangannya kabur dan Arvin tidak bisa menahan diri selain berharap jika gadis yang tengah dicari kini, adalah gadis yang juga sedang ia cari sejak bertahun-tahun silam.Siapa pun akan berpikir aneh saat melihat wajah Mia dan ibu kandung Arvin yang sangat mirip. "Baiklah, kirim orang untuk masuk ke sana dan lihat situasinya. Kalau bisa mendapatkan informasi, segera hubungi aku. Tapi, kalau terjadi sesuatu yang buruk, pergi saja dari sana dan jangan sampai tertangkap, aku tidak mau terlibat dengan organisasi berbahaya seperti itu." Arvin memberi perintah terakhir sebelum menutup panggilan teleponnya.Pria itu menghela napas panjang, memperhatikan wajah cantik yang terpampang di layar laptopnya, sosok bernama Mia yang membuatnya kembali membuka luka lama.Arvin menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, menata
Zoya segera mengusap lengan Arvin, menarik pelan tubuh pria itu agar segera keluar bersamanya. Arvin menghela napas panjang, kemarahannya tidak kunjung reda meski ia berusaha menenangkan diri. Tadinya Arvin hanya ingin mengambil flash disk yang malam sebelumnya sempat ia simpan di salah satu nakas samping ranjang, tapi ia malah melihat Zoya sedang berdiri di depan pintu dan masuk dengan gerakan mencurigakan.Arvin yang sempat berpikir istrinya datang ke kamar utama untuk memberi kejutan padanya, berjalan perlahan dan mendekati Zoya tanpa wanita itu sadari. Sayangnya, suara-suara khas yang Arvin dengar setelah lebih dekat ke arah kamar membuatnya langsung masuk dan turut menyaksikan kegilaan Aileen.Tidak pernah sekali pun pria itu menyangka akan dijadikan fantasi seks oleh seseorang yang cukup dia percaya. Bayangan bagaimana Aileen menggerakkan tubuhnya dan mendesah sambil memanggil namanya membuat Arvin mengerutkan dahi, menahan mual yang tiba-tiba bergejolak di perutnya."Sebaiknya
Aileen memekik, tatapannya goyah dan tampak tidak fokus. "Aku tahu semua tentangmu, tentang rumahmu, juga perusahaan dan rumah ini! Aku yang mengatur segalanya! Kamu menyerahkan segala pengaturannya padaku, Arvin!" Zoya yang sempat tertegun mendengar ancaman dan informasi yang diucapkan Arvin, semakin tidak bisa berkata-kata saat Aileen berteriak, mengatakan seolah ia mengetahui segala hal tentang Arvin dan Kalandra."Aku bisa membuktikannya sekarang padamu, kalau kau sungguh ingin video amoral dan pelecehan yang kau lakukan padaku tersebar di seluruh dunia. Yah, ini akan meningkatkan keuntunganku juga, agar jalang-jalang lainnya berpikir ribuan kali sebelum melakukan hal konyol sepertimu." Arvin segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, dengan cepat membuka layar kunci dan menyeringai saat Aileen menjatuhkan diri di lantai dan berlutut."A-aku salah! Arvin--maksudku Tuan Arvin, aku bersalah! Tolong ampuni aku sekali ini saja! Aku bersumpah akan menghilang dari hadapanmu,
Zoya terkekeh pelan, mengusak gemas surai kelam putranya sebelum mendaratkan sebuah kecupan di pipinya. Padahal Zoya baru memejamkan mata tidak lebih dari satu jam, tapi kegelisahannya tentang Elvio yang mungkin kelaparan membuatnya tidak nyenyak."Maaf ya, Mama agak malas hari ini. Tapi, ternyata sudah ada yang membuatkan sarapan untukmu?" Zoya beralih pada wanita paruh baya yang baru selesai meletakkan dua roti bakar dengan telur mata sapi dan taburan keju. Ia juga bisa melihat beberapa sosis yang juga masih beruap, tanda jika makanan itu baru aja dibuat."Kamu bukan yang bertugas untuk masak, kan? Maaf, Elvio pasti sudah merepotkanmu." Zoya segera mengangguk singkat pada wanita tua yang cepat-cepat melambaikan tangan ringan."Kebetulan saja tadi saat datang, saya bertemu Kepala Pelayan yang baru membuatkan sarapan untuk Tuan Muda, Nyonya. Dia meminta saya untuk menunggu sampai Tuan Muda turun, tapi karena khawatir Tuan Muda tidak mempercayai masakan yang diberikan orang asing, jadi
Pertanyaan Arvin membuat Zoya langsung menahan napas. Kenangannya bertahun lalu kembali terbayang, ketika ia sering menemui Aileen seperti yang dikatakan Arvin, tapi tidak untuk mengatakan hal-hal buruk seperti itu. “Aku memang sering menemuinya, bahkan sebelum kita menikah.” Zoya menarik napas perlahan, membulatkan tekadnya untuk menyampaikan perasaannya bertahun lalu. “Tapi, yang perlu kamu ketahui adalah tidak pernah sekali pun aku mengatakan hal-hal seperti itu. Aku menemuinya untuk bertanya tentangmu karena kupikir dia teman yang paling dekat denganmu.”Arvin menegakkan tubuh, kepalanya menoleh dengan cepat. “Bertanya tentangku?”Zoya menundukkan pandangan, menatap jemarinya yang saling bertaut dengan milik Arvin. “Aku ingin tahu apa yang kamu sukai, kebiasaanmu, makanan dan minuman favorit. Aku juga bertanya tentang masa lalumu, wanita mana saja dan dari kalangan mana yang pernah kamu kencani, lalu pertanyaan umum tentang apakah kamu terbiasa dengan hubungan satu malam. Hal-hal
Zoya menarik napas panjang sebelum menghembuskannya perlahan, ia melakukannya berkali-kali agar napasnya yang sedikit sesak sisa dari tangisnya bisa berkurang. "Siang itu aku ke perusahaan," ucap Zoya pelan, suaranya serak dan pecah, tapi ia tetap melanjutkan perkataannya. "Resepsionis bilang kamu belum turun sejak pagi, jadi aku langsung naik ke atas. Aku membawakan bekal makan siang untukmu, niatnya ingin mengajakmu makan siang."Zoya terdiam setelahnya dan Arvin menanti dengan sabar. Pria itu kurang lebih bisa menebak apa yang mungkin saja terjadi sejak mengetahui betapa gilanya Aileen, tapi ia ingin mendengarnya langsung dari istrinya. "Saat sampai di sana, aku tidak menemukan Aileen di tempatnya. Kupikir dia masih melaporkan sesuatu padamu di dalam, jadi aku langsung berjalan menuju ruanganmu. Tapi, aku belum sampai di depan pintu saat tiba-tiba Aileen keluar dari ruanganmu." Zoya menghela napas perlahan, menenangkan dirinya agar tidak mulai menangis lagi saat mengingat kejadia
Pangeran mayat? Yang benar saja! Arvin mendengus mendengar panggilan yang diberikan Zoya padanya. “Kamu serius tidak ingat padaku sama sekali?” tanyanya dengan kening mengernyit.“Bukan tidak ingat, tapi sepertinya aku melupakannya begitu saja setelah pindah ke kediaman utama Aldara ketika orang tuaku bercerai.” Zoya menarik napas perlahan, tangannya terulur untuk menyentuh wajah pria yang dulu benar-benar tidak terlihat hidup. “Tapi, karena kamu mengatakannya, aku jadi ingat bagaimana kamu dulu.”“Bagaimana penampilanku? Bukankah aku sangat tampan sampai kamu langsung terpesona dan mengajakku menikah?”Zoya terkekeh, mengecup pipi Arvin singkat sebelum memindahkan kecupannya di kening pria itu cukup lama. “Seperti yang kamu ingat dengan kata-kataku waktu itu, kamu benar-benar terlihat seperti mayat hidup. Meski pun tersenyum dan terlihat bicara dengan ramah pada orang-orang, kamu terlihat seperti orang mati.”Jawaban istrinya membuat Arvin berdecak. Hari itu adalah dua tahun sejak ia