"Adik? Apa maksudmu dengan adik, Frey?" Pertanyaan itu diajukan oleh Zoya yang baru saja turun dan tidak sengaja mendengarkan obrolan mereka. Ia juga tidak menyangka Mia akan datang bersama Freya, lalu apa katanya tadi, Mia habis main dari rumah Freya? "Kamu bilang ingin mengurus sesuatu, makanya kami pulang duluan, tapi apa maksudnya ini?" Zoya kembali bertanya pada Mia yang tampak kikuk di tempatnya. "Kamu hamil?""Tidak, mana mungkin!" Mia menggeleng tegas, jawabannya yang terlalu keras membuat Freya dan Elvio sedikit tersentak. "Ah, maaf, Tante tidak bermaksud membuat kalian terkejut. Bagaimana jika kalian main dulu? Kak El mau menemani Freya bermain, kan?"Elvio yang cepat memahami situasi langsung mengangguk, menggenggam tangan Freya dan melambai pada Mia dan Zoya, membawa sepupunya menjauh.Sepeninggal Elvio dan Freya, Mia yang tahu jika Zoya membutuhkan penjelasan segera menghampirinya. "Ayo bicara di tempat yang lebih tenang, Lova."Zoya menghela napas, berusaha menghilangk
Sepeninggal Zoya, terjadi keheningan yang pekat antara Arvin dan Mia. "Lalu, bagaimana sekarang?" Arvin bertanya dengan suara dingin, menatap datar adiknya yang sedang menunduk."Bagaimana apanya? Ya tidak bagaimana-bagaimana, karena sejak dulu juga aku dan tuan muda tidak memiliki hubungan apa-apa." Mia menjawab pertanyaan kakaknya tanpa mengangkat wajah, suaranya gemetar meski ia berusaha tersenyum. "Kalau begitu, aku ke kamar dulu, Kak. Aku belum tidur dari kemarin."Mia bangkit dari duduknya dan langsung pergi tanpa mendengar jawaban dari sang kakak. Wanita itu memang sudah pulang ke kediaman utama Kalandra saat hasil tes DNA keluar dan mengambil semua haknya di rumah ini, termasuk kamar masa kecilnya yang direnovasi ulang dan dua pelayan pribadi yang kebetulan juga merupakan para pelayannya saat masih anak-anak. Memasuki kamar di samping kamar utama, Mia yang telah mengusir dua pelayannya untuk tidak mengganggunya sebelum Zoya datang, langsung mengunci kamar dan terduduk di lan
Kata-kata Grace membuat Arvin mundur, perlahan kembali ke ruang kerjanya dan mengunci diri. Tidak ada satu pun kata-kata Grace yang salah. Arvin sekarang mengerti dengan baik rasanya saat seseorang yang berharga baginya disakiti seseorang. Seandainya dulu Arvin mendengarkan Grace dengan benar, apa ia akan memiliki kesempatan untuk menghapus sedikit saja kesedihan Zoya?Padahal Arvin juga telah melukai dan mengabaikan Zoya, membuat wanita itu salah paham dan merasa tidak dicintai, tapi beraninya Arvin ingin memukul Kaindra yang juga melakukan hal yang sama pada adiknya? Mungkin saja yang terjadi pada Mia saat ini adalah salah satu balasan untuk Arvin. Seandainya sejak dulu Arvin tidak terpedaya oleh Aileen dan memperlakukan Zoya seperti keinginannya, memberikan semua cinta yang tidak pernah wanita itu dapatkan, Arvin mungkin akan bertemu Mia lebih cepat dan situasi di mana perasaan Mia yang terlanjur terlalu dalam pada Kaindra bisa dicegah meski sedikit."Aku benar-benar orang brengse
Wanita itu, yang dipanggil Claire oleh Kaindra adalah seseorang yang beberapa bulan lalu menghilang dari pandangan Zoya bersama identitasnya sebagai anggota sebuah organisasi bawah tanah--Rein.Sama seperti Zoya yang terkejut dengan kehadirannya, Claire juga tampak pias melihat Zoya."Kak ... kamu benar-benar tidak mendengarkan perkataanku, kan?" Zoya menghela napas perlahan. "Jawab dulu pertanyaanku, Rein. Bagaimana bisa kamu berakhir bersama Kaindra yang katamu orang berbahaya? Lalu, kenapa dia memanggilmu Claire--tunggu, kamu wanita yang dikatakan Mia?" Claire mengerjap, ingatan tentang wajah seorang wanita bernama Mia yang baru kemarin ia temui memenuhi kepalanya. "Kakak bahkan mengenal wanitanya Raz?" "Dia bukan milik siapa-siapa! Mia tidak pernah menjadi wanitanya siapa pun, jadi jangan sembarangan bicara! Lagipula, aku tidak akan pernah merestui mereka lagi." Zoya mengeratkan rahang saat mengingat Mia, sahabatnya yang beberapa waktu lalu tidak goyah meski menceritakan tenta
Zoya tidak menemukan Arvin di kamar, juga tidak ada di ruang kerja pria itu. Setelah bertanya pada salah satu pelayan, Zoya akhirnya menemukan suaminya di taman belakang, sedang bermain bersama Elvio dan Freya."Wow, sepertinya kalian bersenang-senang tanpa Mama?" Zoya mendekat, senyumnya merekah saat Elvio dan Freya menyambutnya. "Mama!""Tante!""Aduh, kompak sekali! Haruskah aku memanggilmu seperti mereka? Istriku!"Zoya terkekeh saat tidak hanya Elvio dan Freya, Arvin juga ikut memanggilnya. "Mama ingin main bersama kalian, tapi sayang sekali sekarang waktunya main dengan Papa dulu," ucapnya sembari melengkungkan bibir ke bawah, memasang raut kecewa."Lho, El kira Mama ke sini karena mau main sama kita? Padahal Tante Mia nggak ada, kalau Papa juga diambil, makin sepi, dong!" Arvin yang berada di belakang Elvio, langsung mengusak rambut kelam putranya yang dengan cepat menjauh. "Papa akan panggil Hannes untuk menemani kalian bermain, bagaimana?""Nggak usah! Hannes kan sudah tua,
Pemimpin keluarga Axton? Zoya dan Arvin tidak bisa bereaksi dengan benar sejak nama Xavier Charlile De Axton disebutkan. Meski Zoya tidak kenal dengan orang itu, tapi yang namanya pemimpin dari sebuah organisasi bawah tanah sudah pasti bukan orang baik. "Jadi, maksudmu ... bayi yang sedang kamu kandung sekarang adalah miliki lelaki itu?" Arvin bertanya untuk meyakinkan pendengarannya. Menjadi salah satu yang bekerja sama dengan Veuster membuatnya tahu sedikit tentang Axton dan para pemimpinnya. Lalu, Xavier adalah yang terkejam dari tujuh generasi terakhir."Saya kan' sudah mengatakan yang sebenarnya, kenapa Anda bertanya lagi!?" Claire menghela napas saat kemarahannya melonjak. Harus mengatakan dengan mulutnya sendiri jika bayi yang ada di kandungannya adalah milik 'Tuan' yang ia layani bukanlah prestasi membanggakan. "Kakak ingat saat aku berpamitan, kan? Saat itu aku kembali ke markas pusat, tapi ternyata Tuan Xavier sedang ada di Rusia, jadi aku menyusulnya ke sana. Semuanya bai
"Sebaiknya kamu istirahat dulu," ucap Zoya seraya bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan pada Claire yang segera menyambut. "Ada sesuatu yang kamu inginkan sekarang? Apa kamu lapar?" Claire menggeleng, sejak tadi ia memang tidak menyentuh teh dan camilan yang dihidangkan karena sudah menjadi kebiasaannya untuk berhati-hati, apalagi ia sedang berada di sarang musuh Axton sekarang. Claire hanya pernah melakukan kesalahan satu kali, meminum alkohol yang ditawarkan targetnya dan beginilah situasi yang terjadi setelahnya, ia harus melarikan diri dari Xavier demi melindungi bayinya yang tidak berdosa.Mungkin seseorang yang tangannya sudah dilumuri darah seperti dirinya, membicarakan dosa hanya akan ditertawakan, tapi bagaimana pun Claire tidak pernah membunuh anak-anak. "Aku mau tidur saja, Kak, perutku sedikit kram."Zoya menghela napas, tangannya terulur dan mengusap kepala Claire dengan lembut. Saat mengandung Elvio, Zoya juga sering merasakan kram pada perutnya yang diakibatkan
Zoya kembali ke ruangan di mana Arvin dan Mia berada, menghela napas saat merasakan suasana canggung dan keheningan yang melanda mereka. Ia tahu Mia ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi dan Arvin juga pasti menahan diri untuk menceritakannya sebelum Zoya datang.“Jadi, pada akhirnya kamu menangis, kan?” Zoya langsung dudukdi sisi Arvin dan menatap lurus pada Mia.“A-aku tidak menangis! Aku baru saja bangun tidur dan berniat meminta izin untuk keluar membeli sesuatu, tapi katanya kalian sedang ada tamu, jadi aku menunggu!”Zoya mendengus, Mia selalu payah dalam berbohong. “Yah, baiklah, anggap aku mempercayai alasanmu, tapi kamu tidak boleh keluar rumah ini sekarang, setidaknya sampai Kaindra datang dan menyatakan situasinya sudah baik.”“Situasi apa? Sebenarnya … bisakah aku mendengar apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu bisa mengenal Nona Claire?”Zoya menghela napas, merasa lelah hanya dengan membayangkan harus menceritakan panjang lebar tentang hubungannya dan