Wanita itu, yang dipanggil Claire oleh Kaindra adalah seseorang yang beberapa bulan lalu menghilang dari pandangan Zoya bersama identitasnya sebagai anggota sebuah organisasi bawah tanah--Rein.Sama seperti Zoya yang terkejut dengan kehadirannya, Claire juga tampak pias melihat Zoya."Kak ... kamu benar-benar tidak mendengarkan perkataanku, kan?" Zoya menghela napas perlahan. "Jawab dulu pertanyaanku, Rein. Bagaimana bisa kamu berakhir bersama Kaindra yang katamu orang berbahaya? Lalu, kenapa dia memanggilmu Claire--tunggu, kamu wanita yang dikatakan Mia?" Claire mengerjap, ingatan tentang wajah seorang wanita bernama Mia yang baru kemarin ia temui memenuhi kepalanya. "Kakak bahkan mengenal wanitanya Raz?" "Dia bukan milik siapa-siapa! Mia tidak pernah menjadi wanitanya siapa pun, jadi jangan sembarangan bicara! Lagipula, aku tidak akan pernah merestui mereka lagi." Zoya mengeratkan rahang saat mengingat Mia, sahabatnya yang beberapa waktu lalu tidak goyah meski menceritakan tenta
Zoya tidak menemukan Arvin di kamar, juga tidak ada di ruang kerja pria itu. Setelah bertanya pada salah satu pelayan, Zoya akhirnya menemukan suaminya di taman belakang, sedang bermain bersama Elvio dan Freya."Wow, sepertinya kalian bersenang-senang tanpa Mama?" Zoya mendekat, senyumnya merekah saat Elvio dan Freya menyambutnya. "Mama!""Tante!""Aduh, kompak sekali! Haruskah aku memanggilmu seperti mereka? Istriku!"Zoya terkekeh saat tidak hanya Elvio dan Freya, Arvin juga ikut memanggilnya. "Mama ingin main bersama kalian, tapi sayang sekali sekarang waktunya main dengan Papa dulu," ucapnya sembari melengkungkan bibir ke bawah, memasang raut kecewa."Lho, El kira Mama ke sini karena mau main sama kita? Padahal Tante Mia nggak ada, kalau Papa juga diambil, makin sepi, dong!" Arvin yang berada di belakang Elvio, langsung mengusak rambut kelam putranya yang dengan cepat menjauh. "Papa akan panggil Hannes untuk menemani kalian bermain, bagaimana?""Nggak usah! Hannes kan sudah tua,
Pemimpin keluarga Axton? Zoya dan Arvin tidak bisa bereaksi dengan benar sejak nama Xavier Charlile De Axton disebutkan. Meski Zoya tidak kenal dengan orang itu, tapi yang namanya pemimpin dari sebuah organisasi bawah tanah sudah pasti bukan orang baik. "Jadi, maksudmu ... bayi yang sedang kamu kandung sekarang adalah miliki lelaki itu?" Arvin bertanya untuk meyakinkan pendengarannya. Menjadi salah satu yang bekerja sama dengan Veuster membuatnya tahu sedikit tentang Axton dan para pemimpinnya. Lalu, Xavier adalah yang terkejam dari tujuh generasi terakhir."Saya kan' sudah mengatakan yang sebenarnya, kenapa Anda bertanya lagi!?" Claire menghela napas saat kemarahannya melonjak. Harus mengatakan dengan mulutnya sendiri jika bayi yang ada di kandungannya adalah milik 'Tuan' yang ia layani bukanlah prestasi membanggakan. "Kakak ingat saat aku berpamitan, kan? Saat itu aku kembali ke markas pusat, tapi ternyata Tuan Xavier sedang ada di Rusia, jadi aku menyusulnya ke sana. Semuanya bai
"Sebaiknya kamu istirahat dulu," ucap Zoya seraya bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan pada Claire yang segera menyambut. "Ada sesuatu yang kamu inginkan sekarang? Apa kamu lapar?" Claire menggeleng, sejak tadi ia memang tidak menyentuh teh dan camilan yang dihidangkan karena sudah menjadi kebiasaannya untuk berhati-hati, apalagi ia sedang berada di sarang musuh Axton sekarang. Claire hanya pernah melakukan kesalahan satu kali, meminum alkohol yang ditawarkan targetnya dan beginilah situasi yang terjadi setelahnya, ia harus melarikan diri dari Xavier demi melindungi bayinya yang tidak berdosa.Mungkin seseorang yang tangannya sudah dilumuri darah seperti dirinya, membicarakan dosa hanya akan ditertawakan, tapi bagaimana pun Claire tidak pernah membunuh anak-anak. "Aku mau tidur saja, Kak, perutku sedikit kram."Zoya menghela napas, tangannya terulur dan mengusap kepala Claire dengan lembut. Saat mengandung Elvio, Zoya juga sering merasakan kram pada perutnya yang diakibatkan
Zoya kembali ke ruangan di mana Arvin dan Mia berada, menghela napas saat merasakan suasana canggung dan keheningan yang melanda mereka. Ia tahu Mia ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi dan Arvin juga pasti menahan diri untuk menceritakannya sebelum Zoya datang.“Jadi, pada akhirnya kamu menangis, kan?” Zoya langsung dudukdi sisi Arvin dan menatap lurus pada Mia.“A-aku tidak menangis! Aku baru saja bangun tidur dan berniat meminta izin untuk keluar membeli sesuatu, tapi katanya kalian sedang ada tamu, jadi aku menunggu!”Zoya mendengus, Mia selalu payah dalam berbohong. “Yah, baiklah, anggap aku mempercayai alasanmu, tapi kamu tidak boleh keluar rumah ini sekarang, setidaknya sampai Kaindra datang dan menyatakan situasinya sudah baik.”“Situasi apa? Sebenarnya … bisakah aku mendengar apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu bisa mengenal Nona Claire?”Zoya menghela napas, merasa lelah hanya dengan membayangkan harus menceritakan panjang lebar tentang hubungannya dan
"Sejak kapan kamu di sana?! Tolong jangan mengagetkanku!" Zoya merengut melihat Grace sedang berusaha menahan tawanya. "Saya ingin memberitahukan jika sudah waktunya untuk makan siang, Nyonya. Anda ingin makan di mana? Kami bisa menyiapkannya di mana pun Anda menginginkannya." Zoya langsung melihat arloji di pergelangan tangannya dan menghela napas saat ternyata memang sudah waktunya untuk makan siang. Rasanya sejak pagi ia tidak sesibuk itu, tapi waktu berlalu dengan cepat. "Tunggu di ruang makan saja, sekalian tolong panggilkan Mia dan tamu kita juga," ucap Zoya memberi perintah.Grace mengangguk sebelum beranjak dari tempatnya, kembali ke dalam untuk melaksanakan titah Zoya. "Nah, anak-anak, kalian dengar yang dikatakan Grace tadi, kan? Meski sudah kenyang dengan camilan, kalian tetap harus makan makanan pokok sesuai jadwal. Ayo masuk!" Elvio yang sejak awal menyadari kehadiran Grace dan langsung bergerak lebih jauh ke belakang Hannes, langsung mengembungkan pipi saat Zoya men
Xavier? Zoya menelan ludah setelah melihat raut pucat Claire. Untungnya pria tinggi yang tiba-tiba membuat kekacauan itu tidak langsung mendobrak masuk ke kamar, meski yang dilakukannya tidak kalah mengerikan dengan menerobos pertahanan Kalandra."Ke sini, Claire!" Xavier menatap tajam pada wanita yang terlihat ketakutan di tempatnya. "Ke sini atau kulubangi kepala wanita ini!"Zoya menahan napas saat merasakan sesuatu di belakang kepalanya. Dari suara yang dihasilkan, Zoya tahu jika pria di belakangnya sedang menodongkan pistol dan tidak main-main dengan ancamannya. "Lepaskan Kak Zoya! Kenapa kau ke sini dan membuat kekacauan?! Tidak, tunggu, kenapa kau bisa tahu aku di sini? Di mana Raz?!" Claire merasa dadanya sesak oleh rasa takut atas situasi yang terjadi. Padahal dia datang untuk bersembunyi dan menjauh dari Xavier, tapi ia justru membawa masalah ke kehidupan orang-orang yang mau membantunya."Ah ... kekasihmu itu?" Xavier terkekeh seraya menekan ujung pistol lebih kuat ke kep
"Biarkan dia istirahat, aku sudah memberinya sedikit obat tidur yang aman dan lukanya juga sudah diperban."Kata-kata dokter membuat Xavier yang sejak tadi hanya memperhatikan bagaimana Claire dirawat, menghela napas lega saat melihat wajah damai wanita itu yang tertidur setelah diobati, seolah kejadian menakutkan tadi tidak pernah terjadi.Tidak ada yang bisa Xavier lakukan selain mengikuti dokter keluar dan membiarkan para pelayan yang tinggal untuk mengganti pakaian Claire. Xavier mengikuti dokter, tahu pasti jika pria tua itu akan membawanya pada Zoya dan Arvin. Xavier pikir ia akan dibawa ke ruang kerja Arvin atau tempat lain di mana mereka menyekap anak buahnya, tapi malah ruangan luas yang tampak hangat dengan berbagai mainan, boneka, miniatur bangunan dan rak-rak buku berjejer, jelas itu adalah ruang keluarga. Meski ruangan itu berada di bagian yang cukup dalam karena harus melewati beberapa koridor, jelas jika tempat itu sangat tidak cocok dijadikan sebagai tempat untuk berd