"Biarkan dia istirahat, aku sudah memberinya sedikit obat tidur yang aman dan lukanya juga sudah diperban."Kata-kata dokter membuat Xavier yang sejak tadi hanya memperhatikan bagaimana Claire dirawat, menghela napas lega saat melihat wajah damai wanita itu yang tertidur setelah diobati, seolah kejadian menakutkan tadi tidak pernah terjadi.Tidak ada yang bisa Xavier lakukan selain mengikuti dokter keluar dan membiarkan para pelayan yang tinggal untuk mengganti pakaian Claire. Xavier mengikuti dokter, tahu pasti jika pria tua itu akan membawanya pada Zoya dan Arvin. Xavier pikir ia akan dibawa ke ruang kerja Arvin atau tempat lain di mana mereka menyekap anak buahnya, tapi malah ruangan luas yang tampak hangat dengan berbagai mainan, boneka, miniatur bangunan dan rak-rak buku berjejer, jelas itu adalah ruang keluarga. Meski ruangan itu berada di bagian yang cukup dalam karena harus melewati beberapa koridor, jelas jika tempat itu sangat tidak cocok dijadikan sebagai tempat untuk berd
Kedatangan Mia mengalihkan atensi semua orang. Elvio yang lega karena Mia datang di waktu yang tepat, langsung menuntun Freya menuju wanita itu. “Lova dan Kak Arvin akan segera ke sini, jadi sebaiknya tunggu dengan tenang.” Mia menujukan kata-kata itu pada Xavier, tidak merasa takut saat menatap tepat di manik sebiru es pria itu. “Lalu, Tuan Kenneth, ada pesan dari Lova--maksudku Zoya, katanya jangan mengatakan apa pun.” Mia segera menggendong Freya dan menuntun Elvio setelah menyampaikan pesannya pada dokter. “Aku nggak boleh tanya orang itu siapa, ya?” Elvio bertanya setelah mereka sudah menaiki tangga menuju lantai dua, agak jauh dari ruangan tempatnya bermain tadi. Mia yang mendengar pertanyaan Elvio hanya bisa tersenyum tipis, memberi pengertian lewat matanya jika apa yang Elvio tanyakan memang tidak bisa dijawab. “Tapi, dia bukan orang jahat, kan?” Elvio kembali bertanya, raut wajahnya tidak bisa ditutupi jika ia mengkhawatirkan orang tuanya. Pasalnya tadi Arvin yang sedang
Kata-kata Zoya membuat Xavier mengetatkan rahang. "Perlindungan apa maksudmu? Dia hanya melarikan diri ke sini untuk menemui kekasihnya dan kebetulan pria brengsek itu adalah adikmu, kan? Claire juga anggota keluargaku! Sebagai seorang kakak, aku tidak akan pernah merestui hubungan adikku dengan musuh utama kami!"Bagi Xavier, sebenarnya tidak masalah kalau sejak awal Claire mengatakan tentang hubungannya dengan anggota Veuster, tapi Claire justru pergi begitu saja, membohongi anak buahnya hanya untuk bertemu Raz. Xavier tidak pernah bisa memaafkan pengkhianatan dan entah bagaimana pun caranya, ia harus membawa Claire kembali ke Axton.Zoya menaikkan satu alisnya melihat kemarahan di raut Xavier, hal itu membuktikan jika tebakannya benar. Xavier belum mengetahui apa pun masalah kehamilan Claire. Kalau begitu, hal ini bisa dimanfaatkan!"Claire adalah adikmu? Itu sungguh informasi tak terduga." Zoya tersenyum simpul, "Jadi, sebagai seorang kakak, kau pasti mengerti alasan adikmu sampai
Masih perawan? Zoya merasa tenggorokannya mengering setelah mendengar kata-kata Xavier. Yang benar saja?! Mana ada mafia yang masih perawan di usia dewasa! Tidak mungkin Claire tidak pernah melakukan hubungan satu malam dengan seseorang, setidaknya saat wanita itu sedang melkaukan misi atau ketika ia terpaksa melakukannya untuk mengelabui target. Tapi, masih perawan?"Apa yang kau pikirkan? Dia memang bagian dari dunia yang gelap, tapi bukan berarti semua hal kotor pernah dia lakukan. Claire dididik sebagai pembunuh dan mata-mata yang selalu mengedepankan otaknya, bukan tubuhnya." Ucapan Xavier membuat Zoya tersentak. Memang benar tidak semua orang-orang yang bekerja di bawah tanah melakukan semua hal karena setiap orang memiliki tugasnya masing-masing. "Jadi, kau sungguh ingin membawanya?" Zoya bertanya setelah menghela napa panjang. "Claire bilang jika kamu tidak menginginkan anak itu dan yakin kalau kamu akan menyuruhnya menggugurkan kandungan.""Aku tidak sejahat itu pada anakk
Claire terbangun saat matahari hampir tenggelam dan mengangguk saat Zoya mengatakan hasil pembicaraannya dengan Xavier. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Claire dan Xavier mencapai kesepakatan, meski Zoya tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena ia menunggu di luar, tapi melihat wajah tenang Claire, Zoya bisa memastikan jika hasilnya tidak buruk."Kalian akan langsung pergi?" Zoya menatap pada Claire dan Xavier yang baru saja keluar kamar, satu alis wanita itu terangkat melihat tangan yang saling tertaut."Iya, Kak, terima kasih sudah membiarkanku tinggal." Claire membungkuk sedikit, "Lalu, sampaikan ucapan terima kasihku pada Raz juga," ucapnya pelan.Claire sudah tahu jika Xavier belum bertemu Kaindra dan apa yang pria itu katakan sebelumnya hanyalah kebohongan, jadi ia bisa menghela napas lega dan tidak perlu merasa bersalah seumur hidupnya."Aku akan menyampaikannya. Sebaiknya kamu berhati-hati mulai sekarang, jangan sembarangan menyakiti dirimu sendiri entah bagaimana pun sit
"El dengar apa yang kakak itu katakan di telepon?" Elvio mengangguk pada pertanyaan ibunya. "Sebenarnya nggak terlalu jelas, tapi katanya 'ada Nona cantik di tempatku bekerja' gitu, trus aku pergi karena kakaknya kelamaan."Zoya menarik napas perlahan saat dadanya bergemuruh, mengingat jika kejadian serupa juga pernah dialami Elvio beberapa bulan lalu. Entah bagaimana anak itu selalu tidak sengaja mendengarkan pembicaraan orang lain. Beberapa bulan lalu juga Elvio mendengar salah satu pengawal menelepon Aileen dan ternyata orang itu tidak hanya menculik Elvio atas perintah Aileen, tapi juga merupakan mata-mata Axton. Lalu, apa kali ini Elvio mendengar hal yang mirip?"Kalau Mama mengumpulkan para pelayan, kamu bisa mengenali wajahnya tidak?" Zoya bertanya seraya mengusap pelan kepala Elvio, bibirnya masih mengukir senyum agar putranya tidak khawatir."Bisa, Ma, soalnya kakaknya juga sering bolak-balik gitu, jadi mukanya mudah diingat." Zoya melirik pada Mia yang sejak tadi juga iku
Arvin mengedarkan pandangan, menatap satu per satu pelayan yang sedang menunduk. Padahal selama bertahun-tahun ia memercayai mereka semua, tapi fakta bahwa salah satu dari orangnya merupakan mata-mata yang dikirimkan Axton membuat perasaan Arvin dilanda kemarahan dan kekecewaan.“Semua orang telah bekerja keras hari ini, tapi aku terpaksa memberi pengumuman ini. Gerbang kediaman Kalandra akan ditutup sementara, jadi tidak ada yang boleh keluar dari rumah ini tanpa izin dariku.”Keputusan yang disampaikan Arvin membuat beberapa napas tercekat dan keluhan pelan terdengar, tentu saja perintah itu hanya berarti jika mereka sedang dikurung sebelum masalah yang terjadi hari ini selesai sepenuhnya.“Apa ada yang keberatan dengan keputusanku?” Arvin bertanya sembari berjalan mendekati para pekerja, dimulai dari pengawal dan mengulang pertanyaan yang sama. Tidak ada yang protes secara terus terang tentu saja, semua pengawal hanya menunduk dan memberikan jawaban pasti jika mereka akan mengikuti
Zoya memutuskan untuk kembali ke ruang keluarga, menemani Elvio dan Freya sembari membisikkan situasi yang sedang terjadi pada Mia. Pukul sembilan kurang sepuluh menit, Zoya segera membawa anak-anak untuk bersiap tidur. “Kalau begitu, biar Freya tidur di kamarku.” Zoya mengangguk pada keputusan Mia, membiarkan Freya yang awalnya ingin tidur bersama Elvio merengut dan mengikuti Mia ke kamarnya. Meski masih kecil, Zoya tidak lupa jika memisahkan anak laki-laki dan perempuan di kamar berbeda merupakan pendidikan dasar. Setelah membantu Elvio menyikat gigi dan mencuci wajah, Zoya mengecup kening putranya, tersenyum ketika Elvio menaiki ranjang dan menarik selimut. Ini adalah malam ke dua anak itu tidur di kamarnya sendiri, jadi Zoya segera meninggalkan Elvio setelah mengucap selamat malam. Zoya kembali ke depan ruang kerja Arvin dan mengetuk pintu. Hannes adalah orang yang kembali membukakan pintu untuk Zoya. “Mia belum ke sini?” Zoya bertanya saat tidak menemukan keberadaan Mia. Sep
Gelap. Arvin menyadari jika matanya ditutup oleh sesuatu ketika ia tidak bisa membuka kedua matanya meski kesadarannya perlahan pulih. Pria itu menggeliat pelan, hanya untuk menyadari bahwa tubuhnya terikat. Meski tidak tahu pasti posisinya, Arvin yakin saat ini ia diikat pada sebuah kursi, tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. “Sepertinya kau mulai sadar.”Suara itu membuat Arvin menegakkan tubuh siaga. Meski baru sekali mendengar suaranya, tapi Arvin yakin itu milik pria yang sama dengan yang menodongkan pistol pada Arvin, seseorang yang dipanggil Zayn. Sial, apa Arvin terjebak di sarang musuh?!‘Bagaimana bisa aku masih diculik di usia segini?’ Arvin membatin jengkel, menyalahkan dirinya yang masih lemah dan tidak ada bedanya dengan masa kecilnya dulu. Hanya saja, dulu tidak ada yang Arvin pedulikan, karena ia percaya anak buah kakeknya akan segera datang menyelamatkan.Tapi, situasinya berbeda saat ini! Arvin memiliki orang-orang yang ingin ia lindungi. Kalau ia terjebak di tem
"Kalian sengaja melakukan ini, kan? Katakan padaku, sejak kapan kalian merencanakan pengkhianatan seperti ini?" Kaindra menatap galak pada wanita yang tengah duduk dengan tenang. "Kamu bahkan tidak punya rasa bersalah, Lova! Bagaimana kamu tega melakukan ini pada adikmu?" Kaindra kembali mengejar dengan pertanyaan, kaki yang sebelumnya sempat terhenti hanya untuk menatap penuh permusuhan pada Zoya, kembali melangkah gusar mengelilingi ruangan."Jangan mengerutkan keningmu," ucap salah satu wanita di hadapan Zoya.Hari ini adalah hari pernikahan Zoya dan Arvin dilaksanakan, jaraknya hanya satu minggu dari pernikahan Kaindra dan Mia.Zoya yang sejak seminggu terakhir terus mendengar omelan Kaindra tentang pengkhianatan hanya bisa menghela napas dan mengabaikan tingkah kekanakkan saudara kembarnya.Hari ini adalah hari di mana Zoya akan menikah dengan seseorang yang dicintai dan mencintainya. Dalam pernikahannya kali ini, Zoya tidak sendirian. Meski tidak dimulai dengan mengucap janji su
"Dia memang sudah agak besar, tapi-- kenapa senyummu terlihat mencurigakan, Tuan Kalandra? Jangan bilang kamu belum pamit pada El?!" Zoya mengerutkan kening sejak pemuda di sisinya tampak tersenyum kikuk."Aku tidak melakukan kesalahan sama sekali," ucap Arvin membela diri, tapi jawabannya justru membuat kening Zoya semakin berkerut dalam. "Ma-maksudku ... yah, aku lupa. Tapi, bisakah sekarang kamu fokus saja ke depan?" pintanya seraya mengusap punggung wanitanya.Zoya memilih mengikuti apa yang diminta Arvin, menelan kembali kata-katanya untuk mendebat pemuda itu."Wah!" Zoya tidak bisa menahan rasa kagum melihat pemandangan di hadapannya. Lampu-lampu yang berasal dari seluruh kota di bawah sana, dipadukan dengan gemerlap bintang di langit serta keheningan di sekitarnya membuat Zoya tersenyum cerah.Dia tidak tahu apa yang Arvin persiapkan, tapi sudah bisa menebak beberapa hal. Bukankah adegan seperti ini sudah sangat biasa di akhir sebuah novel? Zoya mengulum bibir, menahan senyum h
Arvin terkekeh saat Zoya memukul bahunya. Arvin meletakkan bunga di atas meja sebelum meraih Zoya ke dalam pelukan."Bisa ditahan dulu tidak menangisnya? Kita pindah ke tempat di mana tidak ada orang lain, setelah itu kamu boleh menangis lagi." Arvin berucap lembut, tangannya mengusap punggung istrinya dengan perlahan. Arvin berhasil membawa Zoya menjauh dari tempat pesta setelah wanita itu lebih tenang. Meski sempat dipelototi Kaindra dan Narendra, pemuda itu akhirnya bisa membawa wanitanya ke tempat lebih privat."Kita mau ke mana?" Zoya bertanya ketika Arvin terus menuntunnya keluar dari gedung. Pestanya belum selesai dan Zoya belum sempat berpamitan pada ibunya atau Elvio."Ke tempat di mana kita bisa bicara berdua tanpa gangguan," ucap Arvin sembari membukakan pintu mobil, senyumnya tidak pernah lepas.Zoya memasuki mobil tanpa bertanya lagi. Mereka mungkin memang perlu bicara berdua di tempat yang tenang. Sepanjang perjalanan, Zoya hanya diam, menahan diri untuk membicarakan b
"Apa kau keberatan kalau aku duduk di sini?"Zoya menoleh saat seseorang mendekat, pria yang menjadi topik hangat karena menjadi best man hari ini tampak tersenyum, bertanya dengan suara lembut pada Zoya. "Ah ya, silakan, tidak apa-apa." Zoya menggeser sedikit kursinya, memberi jarak pada kursi kosong di sampingnya. "Terima kasih. Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu?"Hm? Zoya sedikit mengernyit saat pria di sisinya, aktor yang mendapat julukan sebagai pria tertampan di dunia, bertanya santai seolah mereka sudah saling mengenal cukup lama."Aku ... baik," ucap Zoya tidak yakin. "Anda sendiri ... Tuan Ragava, bagaimana bisa mengenal Kaindra?" Pria yang dipanggil Ragava menaikkan satu alis sebelum bibirnya naik, tawanya terdengar renyah dan sedikit menggelitik di telinga Zoya. Untuk sesaat wanita itu terpesona, sedikitnya mengerti alasan pria di sampingnya disebut sebagai yang tertampan dan terseksi. "Yah, hanya kebetulan bertemu saat kami sedang di luar negeri. Tapi, kau benar-benar
"Memangnya saat kamu dan Tuan Arvin menikah, kalian tidak melempar bunga?" Grace bertanya dengan kening berkerut, setahunya pernikahan di mana-mana sama. Sayang sekali ia tidak bisa datang ke resepsi pernikahan Zoya dan Arvin karena harus menyiapkan banyak hal di kediaman utama Kalandra untuk menyambut nyonya baru.Zoya memiringkan kepala saat mengingat kembali hari pernikahannya. "Kami juga melakukannya, tapi aku tidak ingat siapa yang dapat bunga itu. Yah, waktu itu pikiranku sedikit kacau."Pernikahan pertama Zoya tidak dihadiri oleh orang tuanya, Kaindra juga tidak ada. Saat itu Zoya juga tidak punya seseorang yang bisa disebut teman selain Mia.Grace meletakkan karangan bunga lili ke atas meja kaca di sampingnya. "Maaf, seharusnya saat itu aku berusaha lebih keras untuk lebih dekat denganmu."Zoya tersenyum saat Grace menggenggam tangannya. Perasaan tulus sosok di sampingnya membuat Zoya merasa cukup. "Tidak apa-apa, semuanya sudah jadi masa lalu. Jangan memasang wajah seperti it
Zoya menyambut paginya dengan ketukan keras di pintu kamar. Masih subuh, tapi orang-orang di sekitarnya sudah sangat sibuk. Wanita itu duduk melamun di atas ranjang, membiarkan pelayan mondar-mandir di sekitar kamarnya.Ini adalah hari yang penting. Hari pernikahan Kaindra dan Mia digelar. Padahal yang menjadi pengantin hari ini bukan Zoya, tapi pelayan malah sangat sibuk mempersiapkan banyak hal untuknya. Ini bukan pertama kali Zoya menerima perlakuan seperti Tuan Putri. Saat masih di kediaman utama Aldara, setiap kali ada pesta perusahaan yang akan dilaksanakan, Zoya tidak pernah berdandan sendiri. Setiap kali dandanannya tidak sesuai selera sang Oma, wanita itu akan memarahi para pelayan karena tidak memperhatikan dengan benar saat merawat Zoya.Kalau sudah seperti itu, Zoya akan kembali ke depan cermin dan membiarkan pelayan memperbaiki riasannya. Padahal saat itu ia bahkan masih remaja yang harusnya tidak menggunakan make up terlalu tebal.Menghela napas, Zoya beranjak dari ranj
"Sudah tidur, ya?" Kaindra bertanya pelan sembari menatap pada Freya yang tengah terlelap, tampak beberapa bulir keringat di wajahnya. Mia yang baru selesai meletakkan guling dan bantal di sekitar Freya sedikit terkejut ketika Kaindra tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangnya. Wanita itu memberi isyarat agar Kaindra tidak berisik dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Freya baru tertidur setelah meminum obat penurun panas.Kaindra mengecup kilat jari telunjuk Mia yang masih berada di bibir, tersenyum jahil melihat kening berkerut wanita di hadapannya sebelum kembali melayangkan kecupan lain di pipi wanitanya.Mia segera menarik Kaindra keluar dari kamar. Sepasang manusia itu berpapasan dengan Zoya yang juga ingin memeriksa kondisi Freya."Wah, si tidak tahu malu ini benar-benar menyusul ke sini!" Zoya mencubit lengan saudara kembarnya. "Bagaimana kondisi Freya?" tanyanya pada Mia setelah mengabaikan ringisan Kaindra."Dia tidur setelah minum obat, aku juga sudah memasang ple
"Selamat siang, Putri Tidur!" Sapaan itu membuat Zoya yang baru sampai di ruang keluarga sambil menguap, menggaruk kepalanya seraya tertawa canggung. Ia ingin menyalahkan Arvin yang mengajaknya begadang hingga membuatnya kesiangan, tapi pria itu bahkan sudah tidak ada di sisinya saat Zoya membuka mata."Halo, Ma!""Hai, Tante!"Zoya terkekeh gemas saat Elvio dan Freya juga turut menyapa."Selamat siang, anak-anak! Hehe ... selamat siang juga, Mama tersayang!" Zoya membalas sapaan sang ibu dengan senyum lebar. "Di mana yang lain?" tanya Zoya sembari berjalan mendekati ibunya."Arvin di taman belakang bersama Prazta dan Hannes." Vanya menjawab lembut pertanyaan putrinya. "Kamu makan dulu sana! Jangan sampai terlambat bangun membuatmu mengabaikan makan," peringatnya sembari memberi isyarat Zoya untuk pergi.Zoya hampir menanyakan apakah putranya dan Freya sudah makan, tapi segera menutup mulutnya saat mengingat jika matahari sudah cukup tinggi sekarang."Papa pasti ke kantor, kan? Tapi,