Claire terbangun saat matahari hampir tenggelam dan mengangguk saat Zoya mengatakan hasil pembicaraannya dengan Xavier. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Claire dan Xavier mencapai kesepakatan, meski Zoya tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena ia menunggu di luar, tapi melihat wajah tenang Claire, Zoya bisa memastikan jika hasilnya tidak buruk."Kalian akan langsung pergi?" Zoya menatap pada Claire dan Xavier yang baru saja keluar kamar, satu alis wanita itu terangkat melihat tangan yang saling tertaut."Iya, Kak, terima kasih sudah membiarkanku tinggal." Claire membungkuk sedikit, "Lalu, sampaikan ucapan terima kasihku pada Raz juga," ucapnya pelan.Claire sudah tahu jika Xavier belum bertemu Kaindra dan apa yang pria itu katakan sebelumnya hanyalah kebohongan, jadi ia bisa menghela napas lega dan tidak perlu merasa bersalah seumur hidupnya."Aku akan menyampaikannya. Sebaiknya kamu berhati-hati mulai sekarang, jangan sembarangan menyakiti dirimu sendiri entah bagaimana pun sit
"El dengar apa yang kakak itu katakan di telepon?" Elvio mengangguk pada pertanyaan ibunya. "Sebenarnya nggak terlalu jelas, tapi katanya 'ada Nona cantik di tempatku bekerja' gitu, trus aku pergi karena kakaknya kelamaan."Zoya menarik napas perlahan saat dadanya bergemuruh, mengingat jika kejadian serupa juga pernah dialami Elvio beberapa bulan lalu. Entah bagaimana anak itu selalu tidak sengaja mendengarkan pembicaraan orang lain. Beberapa bulan lalu juga Elvio mendengar salah satu pengawal menelepon Aileen dan ternyata orang itu tidak hanya menculik Elvio atas perintah Aileen, tapi juga merupakan mata-mata Axton. Lalu, apa kali ini Elvio mendengar hal yang mirip?"Kalau Mama mengumpulkan para pelayan, kamu bisa mengenali wajahnya tidak?" Zoya bertanya seraya mengusap pelan kepala Elvio, bibirnya masih mengukir senyum agar putranya tidak khawatir."Bisa, Ma, soalnya kakaknya juga sering bolak-balik gitu, jadi mukanya mudah diingat." Zoya melirik pada Mia yang sejak tadi juga iku
Arvin mengedarkan pandangan, menatap satu per satu pelayan yang sedang menunduk. Padahal selama bertahun-tahun ia memercayai mereka semua, tapi fakta bahwa salah satu dari orangnya merupakan mata-mata yang dikirimkan Axton membuat perasaan Arvin dilanda kemarahan dan kekecewaan.“Semua orang telah bekerja keras hari ini, tapi aku terpaksa memberi pengumuman ini. Gerbang kediaman Kalandra akan ditutup sementara, jadi tidak ada yang boleh keluar dari rumah ini tanpa izin dariku.”Keputusan yang disampaikan Arvin membuat beberapa napas tercekat dan keluhan pelan terdengar, tentu saja perintah itu hanya berarti jika mereka sedang dikurung sebelum masalah yang terjadi hari ini selesai sepenuhnya.“Apa ada yang keberatan dengan keputusanku?” Arvin bertanya sembari berjalan mendekati para pekerja, dimulai dari pengawal dan mengulang pertanyaan yang sama. Tidak ada yang protes secara terus terang tentu saja, semua pengawal hanya menunduk dan memberikan jawaban pasti jika mereka akan mengikuti
Zoya memutuskan untuk kembali ke ruang keluarga, menemani Elvio dan Freya sembari membisikkan situasi yang sedang terjadi pada Mia. Pukul sembilan kurang sepuluh menit, Zoya segera membawa anak-anak untuk bersiap tidur. “Kalau begitu, biar Freya tidur di kamarku.” Zoya mengangguk pada keputusan Mia, membiarkan Freya yang awalnya ingin tidur bersama Elvio merengut dan mengikuti Mia ke kamarnya. Meski masih kecil, Zoya tidak lupa jika memisahkan anak laki-laki dan perempuan di kamar berbeda merupakan pendidikan dasar. Setelah membantu Elvio menyikat gigi dan mencuci wajah, Zoya mengecup kening putranya, tersenyum ketika Elvio menaiki ranjang dan menarik selimut. Ini adalah malam ke dua anak itu tidur di kamarnya sendiri, jadi Zoya segera meninggalkan Elvio setelah mengucap selamat malam. Zoya kembali ke depan ruang kerja Arvin dan mengetuk pintu. Hannes adalah orang yang kembali membukakan pintu untuk Zoya. “Mia belum ke sini?” Zoya bertanya saat tidak menemukan keberadaan Mia. Sep
"BRENGSEK! Katakan--!""Wow, santailah sedikit, Tuan Kalandra!" Pria berpakaian hitam terkekeh, mundur selangkah saat Arvin mengarahkan pistolnya lebih dekat.Seringai di wajah pria itu membuat leher Zoya meremang, apalagi ketika tatapan dingin dilayangkan pada semua orang, termasuk Zoya yang bergetar."Aku tidak berbohong tentang Nona Grace kalau kau penasaran," ucap pria itu setelah mengedipkan sebelah mata pada Zoya, senyumnya melebar saat melihat wajah pucat wanita itu."Axton bahkan mengirimmu ke tengah-tengah pengawal Prazta?" Arvin berdecih, matanya awas menatap sekitar, pada Kaindra lebih tepatnya, memberi isyarat agar pria itu segera melindungi Zoya.Kaindra melangkah mundur atas isyarat yang Arvin berikan. "Tetaplah di belakangku, Love," bisiknya pada Zoya."Kau benar-benar akan mengabaikan Nona Grace yang sedang terluka?" Arvin melirik pada Kenneth, mengangguk saat pria itu meminta izin lewat matanya untuk segera pergi ke paviliun. Prazta atau Leonor yang tidak segera data
Zoya terus bergerak di terowongan kecil yang setahunya memang dibuat sebagai tempat persembunyian bagi anak-anak Kalandra jika sesuatu seperti ini terjadi. Sayup-sayup Zoya mendengar suara air yang tenang tepat di atas kepalanya, yang artinya Zoya sedang melewati lorong di bawah kolam renang saat ini.Entah bagaimana, bahkan terowongan di bawah tanah seperti ini pun memiliki lampu-lampu kecil di sepanjang jalan, seolah ada seseorang yang benar-benar rutin memeriksa tempat ini.Bergegas mempercepat gerakannya, Zoya akhirnya bisa melihat ujung dari terowongan, ada sebuah tangga besi yang harus dipanjat, untungnya tangga itu tidak berkarat juga lembab hingga tampak lebih mudah untuk dipanjat.Zoya menelan ludah, memegang erat pegangan pada tangga besi sebelum memanjatnya. Ketika mendongak, Zoya bisa melihat jelas jika terowongan yang kini dipanjatnya berbentuk kotak dan cukup luas. Ia tidak tahu ke mana tangga itu akan membawanya karena belum pernah benar-benar mencobanya. Zoya bahkan ti
"Mungkin di kamar mandi?" ucap Zoya tak yakin, menuntun putranya untuk mendekat pada ranjang. "Biar Mama lihat ke kamar mandi dulu," tuturnya sebelum meninggalkan Elvio menuju pintu lain yang ada di sebelah kanan ruangan."Mia?" Zoya mengetuk pintu kamar mandi, tapi tidak mendapat sahutan apa pun. Wanita itu memutuskan untuk mendorong pintu dan menjadi lebih gelisah saat ternyata pintu itu tidak terkunci. Zoya hanya menemukan kamar mandi yang kosong, begitu pun di walk in closet, tidak terlihat sedikit pun tanda-tanda keberadaan Mia. Zoya merasa jantungnya yang tadi sudah lega, kembali terpacu dengan detak cepat yang membuatnya sesak."Nggak ada ya, Tantenya?" Elvio bertanya ketika ibunya kembali dengan wajah sedikit pucat. "Mungkin lagi ke luar untuk ngambil minum atau nyari camilan, Ma."Zoya segera tersenyum mendengar kata-kata penenang yang dilontarkan putranya. Kalau sekarang bukan situasi yang mengkhawatirkan, Zoya pasti akan berpikir seperti Elvio, tapi kali ini, ketidakberada
"Katakan dengan jelas, Love, jangan menangis." Suara berat Kaindra membuat Zoya menarik napas pelan, berusaha agar tangisnya berhenti dan gemetarnya berkurang. Dia harus lebih tenang kalau ingin kata-katanya dimengerti."Mia menghilang!" pekik Zoya pada akhirnya, suaranya terdengar sangat panik. Mana mungkin dia bisa tenang saat memikirkan Mia yang entah di mana sekarang. Suara keras Zoya membuat Elvio terbangun, terkejut dengan teriakan dan tangis ibunya."Jelaskan," ucap Kaindra dingin. Dada Zoya bergemuruh saat mendengar suara dingin dan berbahaya Kaindra."Mia menghilang. Dia tidak ada di kamar, aku hanya menemukan Freya dan ponselnya tertinggal. Sepertinya dia membuka pintu kamar saat Sera datang, padahal harusnya para pelayan yang benar-benar melayani Kalandra sudah kembali ke kamar atas perintah Arvin." Zoya menghela napas gusar, suaranya terdengar semakin gemetar. Trauma kehilangan Elvio tepat di depan matanya membuat wanita itu sulit bertindak tenang."Tunggu di sana, kami