Zoya memutuskan untuk kembali ke ruang keluarga, menemani Elvio dan Freya sembari membisikkan situasi yang sedang terjadi pada Mia. Pukul sembilan kurang sepuluh menit, Zoya segera membawa anak-anak untuk bersiap tidur. “Kalau begitu, biar Freya tidur di kamarku.” Zoya mengangguk pada keputusan Mia, membiarkan Freya yang awalnya ingin tidur bersama Elvio merengut dan mengikuti Mia ke kamarnya. Meski masih kecil, Zoya tidak lupa jika memisahkan anak laki-laki dan perempuan di kamar berbeda merupakan pendidikan dasar. Setelah membantu Elvio menyikat gigi dan mencuci wajah, Zoya mengecup kening putranya, tersenyum ketika Elvio menaiki ranjang dan menarik selimut. Ini adalah malam ke dua anak itu tidur di kamarnya sendiri, jadi Zoya segera meninggalkan Elvio setelah mengucap selamat malam. Zoya kembali ke depan ruang kerja Arvin dan mengetuk pintu. Hannes adalah orang yang kembali membukakan pintu untuk Zoya. “Mia belum ke sini?” Zoya bertanya saat tidak menemukan keberadaan Mia. Sep
"BRENGSEK! Katakan--!""Wow, santailah sedikit, Tuan Kalandra!" Pria berpakaian hitam terkekeh, mundur selangkah saat Arvin mengarahkan pistolnya lebih dekat.Seringai di wajah pria itu membuat leher Zoya meremang, apalagi ketika tatapan dingin dilayangkan pada semua orang, termasuk Zoya yang bergetar."Aku tidak berbohong tentang Nona Grace kalau kau penasaran," ucap pria itu setelah mengedipkan sebelah mata pada Zoya, senyumnya melebar saat melihat wajah pucat wanita itu."Axton bahkan mengirimmu ke tengah-tengah pengawal Prazta?" Arvin berdecih, matanya awas menatap sekitar, pada Kaindra lebih tepatnya, memberi isyarat agar pria itu segera melindungi Zoya.Kaindra melangkah mundur atas isyarat yang Arvin berikan. "Tetaplah di belakangku, Love," bisiknya pada Zoya."Kau benar-benar akan mengabaikan Nona Grace yang sedang terluka?" Arvin melirik pada Kenneth, mengangguk saat pria itu meminta izin lewat matanya untuk segera pergi ke paviliun. Prazta atau Leonor yang tidak segera data
Zoya terus bergerak di terowongan kecil yang setahunya memang dibuat sebagai tempat persembunyian bagi anak-anak Kalandra jika sesuatu seperti ini terjadi. Sayup-sayup Zoya mendengar suara air yang tenang tepat di atas kepalanya, yang artinya Zoya sedang melewati lorong di bawah kolam renang saat ini.Entah bagaimana, bahkan terowongan di bawah tanah seperti ini pun memiliki lampu-lampu kecil di sepanjang jalan, seolah ada seseorang yang benar-benar rutin memeriksa tempat ini.Bergegas mempercepat gerakannya, Zoya akhirnya bisa melihat ujung dari terowongan, ada sebuah tangga besi yang harus dipanjat, untungnya tangga itu tidak berkarat juga lembab hingga tampak lebih mudah untuk dipanjat.Zoya menelan ludah, memegang erat pegangan pada tangga besi sebelum memanjatnya. Ketika mendongak, Zoya bisa melihat jelas jika terowongan yang kini dipanjatnya berbentuk kotak dan cukup luas. Ia tidak tahu ke mana tangga itu akan membawanya karena belum pernah benar-benar mencobanya. Zoya bahkan ti
"Mungkin di kamar mandi?" ucap Zoya tak yakin, menuntun putranya untuk mendekat pada ranjang. "Biar Mama lihat ke kamar mandi dulu," tuturnya sebelum meninggalkan Elvio menuju pintu lain yang ada di sebelah kanan ruangan."Mia?" Zoya mengetuk pintu kamar mandi, tapi tidak mendapat sahutan apa pun. Wanita itu memutuskan untuk mendorong pintu dan menjadi lebih gelisah saat ternyata pintu itu tidak terkunci. Zoya hanya menemukan kamar mandi yang kosong, begitu pun di walk in closet, tidak terlihat sedikit pun tanda-tanda keberadaan Mia. Zoya merasa jantungnya yang tadi sudah lega, kembali terpacu dengan detak cepat yang membuatnya sesak."Nggak ada ya, Tantenya?" Elvio bertanya ketika ibunya kembali dengan wajah sedikit pucat. "Mungkin lagi ke luar untuk ngambil minum atau nyari camilan, Ma."Zoya segera tersenyum mendengar kata-kata penenang yang dilontarkan putranya. Kalau sekarang bukan situasi yang mengkhawatirkan, Zoya pasti akan berpikir seperti Elvio, tapi kali ini, ketidakberada
"Katakan dengan jelas, Love, jangan menangis." Suara berat Kaindra membuat Zoya menarik napas pelan, berusaha agar tangisnya berhenti dan gemetarnya berkurang. Dia harus lebih tenang kalau ingin kata-katanya dimengerti."Mia menghilang!" pekik Zoya pada akhirnya, suaranya terdengar sangat panik. Mana mungkin dia bisa tenang saat memikirkan Mia yang entah di mana sekarang. Suara keras Zoya membuat Elvio terbangun, terkejut dengan teriakan dan tangis ibunya."Jelaskan," ucap Kaindra dingin. Dada Zoya bergemuruh saat mendengar suara dingin dan berbahaya Kaindra."Mia menghilang. Dia tidak ada di kamar, aku hanya menemukan Freya dan ponselnya tertinggal. Sepertinya dia membuka pintu kamar saat Sera datang, padahal harusnya para pelayan yang benar-benar melayani Kalandra sudah kembali ke kamar atas perintah Arvin." Zoya menghela napas gusar, suaranya terdengar semakin gemetar. Trauma kehilangan Elvio tepat di depan matanya membuat wanita itu sulit bertindak tenang."Tunggu di sana, kami
"Sudah hampir enam jam sejak Mia menghilang dan kalian belum menemukan apa-apa?!" Suara tajam Kaindra langsung disambut pecahan kaca saat lelaki itu melemparkan vas bunga di dekatnya, membuat seseorang yang menjadi lampiasan kemarahannya meringis saat cairan merah mengalir pelan di dahinya."Sebenarnya apa saja kerja kalian? Tidak hanya kehilangan Mia dengan mudah, kalian bahkan tidak bisa menemukan lokasinya!" Kaindra menggertakkan gigi, kemarahannya tidak bisa dibendung saat belum ada satu pun berita pasti tentang keberadaan wanitanya.Padahal Kaindra sudah menempatkan beberapa orangnya di sekitar kediaman Kalandra sejak Mia kembali ke rumah ini, demi menjaga wanita itu dari gangguan Thrixx mau pun Axton, tapi Kaindra malah menemukan orang-orang yang dia tugaskan menjaga Mia sedang pingsan dengan keadaan terikat di dalam mobil--kendaraan yang harusnya selalu siap mengikuti Mia kemana pun.Hasil kamera pengawas di sekitar gerbang Kalandra memperlihatkan bagaimana sebuah van hitam tid
"Hmm ... sepertinya aku mengerti kenapa Zhian sangat menyukaimu." Wanita yang mengaku bernama Azalea Elvina itu mengetuk pegangan kursi. "Kau terlihat sangat tenang meski sedang menghadapi situasi berbahaya. Entah kenapa bagian ini sangat mirip dengan si jalang itu?" Mia menelan ludah. Memangnya apa lagi yang bisa ia lakukan selain tenang? Tangan dan kakinya diborgol, mata ditutup dan mulut juga tidak bisa bersuara. Bukannya benar-benar tenang, Mia hanya tidak diizinkan memberontak. Wanita asing yang menculiknya pasti tahu, tapi masih mengejek tentang betapa tenang Mia."Sebenarnya aku ingin langsung bermain denganmu. Aku bosan setelah menunggumu selama dua puluh tahun, tapi bukankah tidak seru kalau kau mati dengan mudah?"Mia ingin bertanya sinetron mana yang sedang wanita itu mainkan, kata-katanya terlalu klise dan mudah ditebak. Tapi, mendengarnya mengatakan tentang penantian selama dua puluh tahun, bukankah artinya wanita itu tahu jika Mia baru saja kembali ke kediaman Kalandra?
"Love, sebaiknya kamu pindah ke kamar, ya? Aku pasti akan membangunkanmu kalau ada informasi tentang Mia." Arvin mendekat pada Zoya yang sedang tertidur sambil menekuk lutut di sofa, dadanya sakit saat melihat mata wanita itu sembab dan memerah.Zoya mendongak, menatap penuh harap pada Arvin. "Di mana Mia?" tanyanya serak, suaranya nyaris habis karena menangis selama berjam-jam. Tidak hanya mata yang memerah, wajahnya juga terlihat bengkak dan berantakan.Arvin menghela napas, memegang bahu Zoya dan mengecup keningnya. "Kita akan segera menemukannya. Aku janji," ucapnya, mengernyit saat melihat Zoya meringis pelan. Kakinya pasti kebas setelah lama ditekuk."Jawab dulu pertanyaanku, Tuan Kalandra. Mia ada di mana? Ini sudah sangat lama, dia pasti ketakutan!" Zoya bahkan mengggunakan panggilan formal pada Arvin. Dia tidak sedang berada di situasi di mana panggilan sayang harus tetap dipertahankan. Zoya hanya menatap Arvin sebagai kakak dari temannya yang kini hilang."Kami belum menemuk