Mia memulai ceritanya dengan suara gemetar, wajahnya tampak semakin pucat saat mengingat bagaimana dia terjebak ke sebuah tempat yang tidak pernah terbayangkan olehnya dan hampir saja dilecehkan oleh orang-orang asing."Aku menghabiskan uang pesangon yang diberikan Nyonya untuk membayar orang, mencari tahu arti lambang kepala serigala di kalungku. Seminggu lebih aku tinggal di kontrakan dan menunggu, lalu mendapatkan kabar jika ada klub malam yang punya lambang seperti kalungku." Zoya menelan ludah, mengingat lagi perkataan Kaindra tentang organisasi yang memiliki lambang kepala serigala."Klub itu hanya buka setiap hari selasa dan sabtu dari pukul sembilan malam, jadi aku langsung ke sana karena waktunya tepat. Tapi, saat masuk, yang kulihat sangat berbeda dengan klub malam yang ada di film-film. Tempat itu cukup terang, ada banyak meja bundar di seluruh ruangan dan orang-orang bicara menggunakan bahasa yang tidak kupahami." Mia berhenti sejenak, menghela napas saat mengingat bau r
Suara yang menginterupsi itu membuat Zoya dan Mia langsung melepas pelukannya dan menoleh, menatap pada seorang pelayan yang sebelumnya ada di ruangan di mana Kaindra sedang dirawat.Zoya segera berdiri, diikuti oleh Mia. "Sebaiknya kamu diam di sini, Mia, aku akan panggil Arvin dan biarkan kami mengurus Kai. Kamu harus beristirahat juga."Mia terdiam di tempatnya, tidak bisa membantah saat Zoya meminta dengan tegas. Wanita itu hanya bisa duduk kembali dan menggigit bibir, mengkhawatirkan sosok yang telah menyelamatkannya.Zoya yang telah meminta pelayan untuk memberi tahu Arvin, memilih untuk pergi lebih dulu dan menemui dokter. Ia bisa melihat luka di perut adiknya sudah ditutup dengan perban. "Bagaimana dia?!" Zoya langsung bertanya pada pria paruh baya yang baru saja merawat Kaindra, berusaha keras mengabaikan kapas-kapas penuh darah dan beberapa alat yang sedang disiram entah dengan cairan apa. Para pelayan bekerja dengan cepat, membereskan kekacauan dalam diam."Apa perlu diba
Zoya mengekor di belakang suaminya saat pria itu keluar dari kamar setelah memastikan Kaindra tidur nyenyak. Meski sempat khawatir karena suhu tubuh saudara kembarnya sangat tinggi, Zoya hanya bisa memerintah pelayan untuk terus menjaga dan menyeka keringat Kaindra.“Arvin!” Zoya memanggil, masih belum puas ketika suaminya hanya terkekeh dan mengacak surainya. “Jangan percaya pada wajah baik seseorang, Love, karena di luar sana kebanyakan penjahat memiliki wajah seorang malaikat.”Kata-kata Arvin membuat Zoya merengut, mau tidak mau setuju dengan pendapat pria itu. “Nona!” Mia langsung berlari mendekat sejak melihat Zoya dan Arvin keluar dari kamar. Ia membungkuk sopan pada Arvin sebelum menatap penuh harap pada Zoya. “Bagaimana kondisi tuan muda?” tanyanya cemas."Dokter akan datang memeriksanya lagi nanti malam, tapi katanya untuk saat ini baik-baik saja. Kamu sebaiknya tidur dulu, Mia, ada kamar tamu di samping kamarku."Mia menghela napas lega setelah mendengar langsung jika Kai
Zoya mengetahui perasaan Mia sejak mereka masih remaja, sejak saat ia menyadari jika tatapan yang Mia berikan pada Kaindra tampak berbeda. Bertahun-tahun sudah berlalu sejak Zoya mendengar pengakuan Mia atas perasaannya.Kaindra itu baik, lembut dan penuh perhatian, Zoya memahami alasan Mia bisa jatuh hati pada pemuda itu. Setidaknya bagi Zoya yang selalu diperlakukan dengan penuh kasih sayang meski sering bertengkar, juga Mia yang merasakan kebaikan dan kelembutan Kaindra, pria itu adalah orang baik.Tapi, Zoya tidak bisa membantu apa-apa. Ia tidak mau merusak hubungan baik Kaindra dan Mia jika memaksa adiknya itu untuk memahami perasaan yang Mia punya. Tidak hanya itu, perbedaan status yang terlalu tinggi membuat Zoya tidak yakin akan merestui hubungan mereka bahkan jika Kaindra memiliki perasaan yang sama. Zoya tidak mau satu-satunya teman yang ia punya harus menghadapi kritikan dan kata-kata pedas juga penuh hina dari orang-orang di dunia sosial. Meski pendidikan dan kekayaan bis
Zoya menutup pintu perlahan, matanya mengawasi Arvin yang baru saja berteriak dengan seseorang di telepon. Pemuda itu terlihat marah dengan punggung tegak, satu tangan di pinggang dan satu tangan lainnya memegang ponsel.Posisi Arvin yang tengah bersandar di meja kerja dan secara otomatis membelakangi pintu masuk, membuatnya tidak menyadari kehadiran Zoya, atau mungkin saja pria itu terlalu fokus pada sosok di seberang hingga tidak mendengar kedatangan istrinya."Sudah kukatakan untuk melupakan perjanjian damai atau apalah itu! Aku tidak pernah menyelidiki mereka sejak Zhea menghilang karena perjanjian yang ada, tapi bagaimana jika mereka adalah dalang dibalik hilangnya adikku?!" Zoya berhenti tepat di belakang Arvin, jantungnya berdetak kencang mendengar nama seseorang yang cukup asing di telinganya disebut, tapi tidak ada yang lebih mengejutkannya selain kata-kata Arvin tentang perjanjian damai. Zoya tidak mengerti dengan siapa Kalandra membuat perjanjian hingga tidak perlu diselid
Lambang kepala serigala itu! Zoya menahan napas saat akhirnya mengetahui dari mana lambang itu berasal. Tapi, kalau benar kalung yang dikenakan Mia memiliki lambang keluarga Thrixx, bukankah organisasi yang dikatakan berbahaya oleh Kaindra beberapa hari lalu adalah Thrixx? Zoya tidak berani memikirkan kemungkinan adiknya menjadi anggota salah satu organisasi yang disebutkan Arvin, hanya saja jika menilai situasi yang terjadi dan menggabungkannya dengan informasi yang Zoya ketahui, maka jelas Kaindra berada di organisasi yang memusuhi Thrixx. Tapi, semuanya hanyalah spekulasi sepihak tanpa penjelasan langsung dari Kaindra. Zoya hanya berharap adiknya tidak berseteru dengan organisasi yang melakukan perjanjian damai dengan Kalandra. Entah bagaimana semuanya menjadi rumit seperti ini, tapi mungkin jika harus memilih antara Kaindra dan Arvin, Zoya akan melarikan diri lagi sebagai pilihan."Kalung itu sudah ada bersama Mia sejak dia dibuang di depan panti asuhan, Arvin. Aku benar-benar t
Zoya bergegas ke kamar tempat Kaindra dirawat sebelumnya, menghela napas saat melihat saudara kembarnya sedang duduk sambil memasang wajah menakutkan. "Aku hanya minta dicarikan pakaian ganti, kenapa kalian malah diam saja?!" Kaindra yang wajahnya sangat pucat dan berkeringat, mengerrnyitkan dahi saat para pelayan di sekitarnya hanya menunduk tanpa bergerak."Berhenti, Kaindra!" Zoya menghentikan Kaindra yang baru akan turun dari ranjang setelah tidak mendapatkan respon atas apa yang ia minta. "Sedikit saja kamu bergerak dari sana, aku akan merobek jahitan di perutmu hingga kamu pingsan lagi." Kata-kata Zoya kejam, tapi Kaindra yang tahu bahwa tidak ada candaan dari ancaman saudarinya langsung menelan ludah dan berhenti bergerak. Pria itu tahu Zoya dipenuhi dengan kemarahan dan ketakutan saat ini, tapi Kaindra juga tidak bisa mengabaikan pekerjaannya. Dia sudah menemukan Mia, menyelamatkannya dan membawa wanita itu ke hadapan Zoya, jadi sepertinya itu sudah lebih dari cukup."Aku ha
Zoya menghela napas saat Kaindra langsung memejamkan mata, jelas tidak mau menjawab pertanyaannya. Setelah memastikan jika Kaindra tidak akan macam-macam lagi, Zoya keluar dari kamar."Jangan pernah tinggalkan kamar ini!" Zoya memberi perintah begitu ia melihat empat pelayan di depan kamar. "Kalian boleh bergantian menjaganya, tapi pastikan dia tidak berusaha melarikan diri seperti tadi. Segera panggil aku jika sesuatu terjadi!"Melihat para pelayan membungkuk dengan patuh atas perintahnya, Zoya menarik napas perlahan, menekan sakit kepala yang melandanya sejak semalam. Masalahnya datang bertubi-tubi. Padahal belum selesai pembicaraannya dan Arvin tentang Aileen, masalah lain sudah datang.Zoya tidak tahu harus memprioritaskan yang mana terlebih dahulu. "Kalau sudah selesai, ayo kembali, Love." Arkan yang sejak melihat istrinya mengernyit, langsung mendekat dan meletakkan telapak tangannya di dahi Zoya. "Kamu harus melanjutkan makanmu dan beristirahat setelahnya.""Aku tidak lapar--"
Gelap. Arvin menyadari jika matanya ditutup oleh sesuatu ketika ia tidak bisa membuka kedua matanya meski kesadarannya perlahan pulih. Pria itu menggeliat pelan, hanya untuk menyadari bahwa tubuhnya terikat. Meski tidak tahu pasti posisinya, Arvin yakin saat ini ia diikat pada sebuah kursi, tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. “Sepertinya kau mulai sadar.”Suara itu membuat Arvin menegakkan tubuh siaga. Meski baru sekali mendengar suaranya, tapi Arvin yakin itu milik pria yang sama dengan yang menodongkan pistol pada Arvin, seseorang yang dipanggil Zayn. Sial, apa Arvin terjebak di sarang musuh?!‘Bagaimana bisa aku masih diculik di usia segini?’ Arvin membatin jengkel, menyalahkan dirinya yang masih lemah dan tidak ada bedanya dengan masa kecilnya dulu. Hanya saja, dulu tidak ada yang Arvin pedulikan, karena ia percaya anak buah kakeknya akan segera datang menyelamatkan.Tapi, situasinya berbeda saat ini! Arvin memiliki orang-orang yang ingin ia lindungi. Kalau ia terjebak di tem
"Kalian sengaja melakukan ini, kan? Katakan padaku, sejak kapan kalian merencanakan pengkhianatan seperti ini?" Kaindra menatap galak pada wanita yang tengah duduk dengan tenang. "Kamu bahkan tidak punya rasa bersalah, Lova! Bagaimana kamu tega melakukan ini pada adikmu?" Kaindra kembali mengejar dengan pertanyaan, kaki yang sebelumnya sempat terhenti hanya untuk menatap penuh permusuhan pada Zoya, kembali melangkah gusar mengelilingi ruangan."Jangan mengerutkan keningmu," ucap salah satu wanita di hadapan Zoya.Hari ini adalah hari pernikahan Zoya dan Arvin dilaksanakan, jaraknya hanya satu minggu dari pernikahan Kaindra dan Mia.Zoya yang sejak seminggu terakhir terus mendengar omelan Kaindra tentang pengkhianatan hanya bisa menghela napas dan mengabaikan tingkah kekanakkan saudara kembarnya.Hari ini adalah hari di mana Zoya akan menikah dengan seseorang yang dicintai dan mencintainya. Dalam pernikahannya kali ini, Zoya tidak sendirian. Meski tidak dimulai dengan mengucap janji su
"Dia memang sudah agak besar, tapi-- kenapa senyummu terlihat mencurigakan, Tuan Kalandra? Jangan bilang kamu belum pamit pada El?!" Zoya mengerutkan kening sejak pemuda di sisinya tampak tersenyum kikuk."Aku tidak melakukan kesalahan sama sekali," ucap Arvin membela diri, tapi jawabannya justru membuat kening Zoya semakin berkerut dalam. "Ma-maksudku ... yah, aku lupa. Tapi, bisakah sekarang kamu fokus saja ke depan?" pintanya seraya mengusap punggung wanitanya.Zoya memilih mengikuti apa yang diminta Arvin, menelan kembali kata-katanya untuk mendebat pemuda itu."Wah!" Zoya tidak bisa menahan rasa kagum melihat pemandangan di hadapannya. Lampu-lampu yang berasal dari seluruh kota di bawah sana, dipadukan dengan gemerlap bintang di langit serta keheningan di sekitarnya membuat Zoya tersenyum cerah.Dia tidak tahu apa yang Arvin persiapkan, tapi sudah bisa menebak beberapa hal. Bukankah adegan seperti ini sudah sangat biasa di akhir sebuah novel? Zoya mengulum bibir, menahan senyum h
Arvin terkekeh saat Zoya memukul bahunya. Arvin meletakkan bunga di atas meja sebelum meraih Zoya ke dalam pelukan."Bisa ditahan dulu tidak menangisnya? Kita pindah ke tempat di mana tidak ada orang lain, setelah itu kamu boleh menangis lagi." Arvin berucap lembut, tangannya mengusap punggung istrinya dengan perlahan. Arvin berhasil membawa Zoya menjauh dari tempat pesta setelah wanita itu lebih tenang. Meski sempat dipelototi Kaindra dan Narendra, pemuda itu akhirnya bisa membawa wanitanya ke tempat lebih privat."Kita mau ke mana?" Zoya bertanya ketika Arvin terus menuntunnya keluar dari gedung. Pestanya belum selesai dan Zoya belum sempat berpamitan pada ibunya atau Elvio."Ke tempat di mana kita bisa bicara berdua tanpa gangguan," ucap Arvin sembari membukakan pintu mobil, senyumnya tidak pernah lepas.Zoya memasuki mobil tanpa bertanya lagi. Mereka mungkin memang perlu bicara berdua di tempat yang tenang. Sepanjang perjalanan, Zoya hanya diam, menahan diri untuk membicarakan b
"Apa kau keberatan kalau aku duduk di sini?"Zoya menoleh saat seseorang mendekat, pria yang menjadi topik hangat karena menjadi best man hari ini tampak tersenyum, bertanya dengan suara lembut pada Zoya. "Ah ya, silakan, tidak apa-apa." Zoya menggeser sedikit kursinya, memberi jarak pada kursi kosong di sampingnya. "Terima kasih. Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu?"Hm? Zoya sedikit mengernyit saat pria di sisinya, aktor yang mendapat julukan sebagai pria tertampan di dunia, bertanya santai seolah mereka sudah saling mengenal cukup lama."Aku ... baik," ucap Zoya tidak yakin. "Anda sendiri ... Tuan Ragava, bagaimana bisa mengenal Kaindra?" Pria yang dipanggil Ragava menaikkan satu alis sebelum bibirnya naik, tawanya terdengar renyah dan sedikit menggelitik di telinga Zoya. Untuk sesaat wanita itu terpesona, sedikitnya mengerti alasan pria di sampingnya disebut sebagai yang tertampan dan terseksi. "Yah, hanya kebetulan bertemu saat kami sedang di luar negeri. Tapi, kau benar-benar
"Memangnya saat kamu dan Tuan Arvin menikah, kalian tidak melempar bunga?" Grace bertanya dengan kening berkerut, setahunya pernikahan di mana-mana sama. Sayang sekali ia tidak bisa datang ke resepsi pernikahan Zoya dan Arvin karena harus menyiapkan banyak hal di kediaman utama Kalandra untuk menyambut nyonya baru.Zoya memiringkan kepala saat mengingat kembali hari pernikahannya. "Kami juga melakukannya, tapi aku tidak ingat siapa yang dapat bunga itu. Yah, waktu itu pikiranku sedikit kacau."Pernikahan pertama Zoya tidak dihadiri oleh orang tuanya, Kaindra juga tidak ada. Saat itu Zoya juga tidak punya seseorang yang bisa disebut teman selain Mia.Grace meletakkan karangan bunga lili ke atas meja kaca di sampingnya. "Maaf, seharusnya saat itu aku berusaha lebih keras untuk lebih dekat denganmu."Zoya tersenyum saat Grace menggenggam tangannya. Perasaan tulus sosok di sampingnya membuat Zoya merasa cukup. "Tidak apa-apa, semuanya sudah jadi masa lalu. Jangan memasang wajah seperti it
Zoya menyambut paginya dengan ketukan keras di pintu kamar. Masih subuh, tapi orang-orang di sekitarnya sudah sangat sibuk. Wanita itu duduk melamun di atas ranjang, membiarkan pelayan mondar-mandir di sekitar kamarnya.Ini adalah hari yang penting. Hari pernikahan Kaindra dan Mia digelar. Padahal yang menjadi pengantin hari ini bukan Zoya, tapi pelayan malah sangat sibuk mempersiapkan banyak hal untuknya. Ini bukan pertama kali Zoya menerima perlakuan seperti Tuan Putri. Saat masih di kediaman utama Aldara, setiap kali ada pesta perusahaan yang akan dilaksanakan, Zoya tidak pernah berdandan sendiri. Setiap kali dandanannya tidak sesuai selera sang Oma, wanita itu akan memarahi para pelayan karena tidak memperhatikan dengan benar saat merawat Zoya.Kalau sudah seperti itu, Zoya akan kembali ke depan cermin dan membiarkan pelayan memperbaiki riasannya. Padahal saat itu ia bahkan masih remaja yang harusnya tidak menggunakan make up terlalu tebal.Menghela napas, Zoya beranjak dari ranj
"Sudah tidur, ya?" Kaindra bertanya pelan sembari menatap pada Freya yang tengah terlelap, tampak beberapa bulir keringat di wajahnya. Mia yang baru selesai meletakkan guling dan bantal di sekitar Freya sedikit terkejut ketika Kaindra tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangnya. Wanita itu memberi isyarat agar Kaindra tidak berisik dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Freya baru tertidur setelah meminum obat penurun panas.Kaindra mengecup kilat jari telunjuk Mia yang masih berada di bibir, tersenyum jahil melihat kening berkerut wanita di hadapannya sebelum kembali melayangkan kecupan lain di pipi wanitanya.Mia segera menarik Kaindra keluar dari kamar. Sepasang manusia itu berpapasan dengan Zoya yang juga ingin memeriksa kondisi Freya."Wah, si tidak tahu malu ini benar-benar menyusul ke sini!" Zoya mencubit lengan saudara kembarnya. "Bagaimana kondisi Freya?" tanyanya pada Mia setelah mengabaikan ringisan Kaindra."Dia tidur setelah minum obat, aku juga sudah memasang ple
"Selamat siang, Putri Tidur!" Sapaan itu membuat Zoya yang baru sampai di ruang keluarga sambil menguap, menggaruk kepalanya seraya tertawa canggung. Ia ingin menyalahkan Arvin yang mengajaknya begadang hingga membuatnya kesiangan, tapi pria itu bahkan sudah tidak ada di sisinya saat Zoya membuka mata."Halo, Ma!""Hai, Tante!"Zoya terkekeh gemas saat Elvio dan Freya juga turut menyapa."Selamat siang, anak-anak! Hehe ... selamat siang juga, Mama tersayang!" Zoya membalas sapaan sang ibu dengan senyum lebar. "Di mana yang lain?" tanya Zoya sembari berjalan mendekati ibunya."Arvin di taman belakang bersama Prazta dan Hannes." Vanya menjawab lembut pertanyaan putrinya. "Kamu makan dulu sana! Jangan sampai terlambat bangun membuatmu mengabaikan makan," peringatnya sembari memberi isyarat Zoya untuk pergi.Zoya hampir menanyakan apakah putranya dan Freya sudah makan, tapi segera menutup mulutnya saat mengingat jika matahari sudah cukup tinggi sekarang."Papa pasti ke kantor, kan? Tapi,