Dum ... Dum ... Dum ...
Suara dentuman musik keras yang dihasilkan oleh salah satu bar ternama di Los Angeles itu menyapa seluruh telinga orang yang mampir ke sana. Mengguncang orang-orang untuk menari bersama tanpa mengenal siapa pasangannya.
Eflic. Adalah bar terbesar di Los Angeles. Mempunyai sekitar lima puluh bartender, baik pria ataupun wanita.
Setiap hari, bar itu selalu ramai oleh pengunjung. Baik untuk melepaskan penat karena bekerja seharian atau mencari pasangan guna menuntaskan hasrat terpendamnya.
"Hai cantik, aku butuh alkohol untuk melupakan masalahku hari ini."
Wanita yang berada di dekat pelanggan pria itu menoleh, kemudian tersenyum.
"Bagaimana dengan segelas cocktail? Aku punya resep baru hari ini."
Wanita cantik berambut panjang sepunggung itu membalas. Dan pria tadi mengangguk sebagai balasan.
"Terserah," jawab pria itu.
Eflic melarang para pelanggan di sana untuk menggoda bartender yang sedang bekerja. Mereka tidak ingin ada rasa tidak nyaman akibat pengunjung yang seenaknya kurang ajar.
Dan para pengunjung sudah paham betul akan slogan itu saat memasuki wilayah bar.
"Minuman Anda sudah siap, Tuan."
Wanita berambut panjang sepunggung tadi memberikan segelas minuman berwarna hijau kebiruan kepada pelanggan tadi.
Pria itu mengulurkan tangan untuk mengambil minumannya. Kemudian menyeruput cocktail itu dengan pelan, merasakan sesasi dingin yang menjalar melalui tenggorokan.
"Ini luar biasa," puji pelanggan itu pada bartender tadi.
"Sudah kubilang, bukan?"
Wanita itu tersenyum.
"Bella! Buatkan beberapa gelas cocktail terbarumu. Pelanggan kita banyak yang menyukainya," ucap wanita berambut pendek.
Ya. Gadis berambut panjang sepunggung tadi adalah Arabella, atau biasa dipanggil Bella. Bella mempunyai sepasang mata yang indah jika dipandang, kulitnya putih mulus seperti kebanyakan wanita pada umumnya.
Bella juga satu-satunya bartender di Eflic yang mempunyai kemampuan lebih untuk meracik alkohol. Banyak orang yang menyukai resepnya. Dan itu membuat bartender pria di Eflic memujinya. Namun, kebanyakan bartender wanita di sana membenci Bella karena kelebihannya. Berkat kepintaran Bella dalam membuat suatu minuman yang enak, ia juga dicatat sebagai bartender terbaik di Eflic oleh Sang Bos.
Tentu saja, hal itu membuat bartender wanita lainnya semakin membenci Bella.
Hanya Kylie, teman sekaligus sahabat yang juga merupakan bartender di Eflic yang tidak membencinya seperti yang lain. Kylie percaya jika Bella mempunyai kemampuan khusus meracik minuman untuk menarik pelanggan, hal itu jugalah yang menjadikan Eflic ramai dikunjungi.
"Oke," sahut Bella pada Kylie.
Karena sudah terbiasa untuk meracik minuman, Bella membuat beberapa gelas cocktail resep terbarunya dengan cepat. Dan tidak menunggu waktu lama untuk Kylie memberikan minuman itu pada pelanggan yang menunggu.
Namun, di saat kesibukan Bella yang sedang meracik minuman baru lagi, banyak orang berpakaian hitam datang dan membuat keributan di bar milik bosnya itu.
Orang-orang dengan setelan serba hitam itu datang dan memporak-porandakan isi bar. Mulai dari melempar kursi yang sedang diduduki pelanggan, hingga memecahkan kaca yang merupakan aset penting dalam bar ini.
Bella menatap keadaan yang sedang terjadi di depan matanya dengan tatapan tidak percaya.
Yang benar saja!
Bar yang paling terkenal di Los Angeles kini hancur berantakan oleh ulah orang asing. Bahkan beberapa pengunjung wanita menjerit takut melihat keadaan sekitar. Beberapa orang memilih pergi dan melarikan diri sebelum terkena imbas dari apa yang terjadi saat ini.
"Cepat panggil Bos!"
Bella menyuruh Vio untuk segera memanggil bos mereka. Vio pun ikut bergetar saat melihat keadaan. Para bartender pria turun dan membujuk mereka untuk berhenti membuat keributan. Namun yang di dapat, adalah pukulan telak dari para orang-orang yang tengah merusuh itu.
Bella menutup mulutnya tidak percaya.
"Apa-apaan ini!"
Bella mendekat pada kumpulan pria berpakaian hitam itu dan menyelamatkan Sean, bartender pria yang sudah Bella anggap sebagai kakak laki-lakinya.
"Bella, jangan mendekat ke sana! Berbahaya!"
Suara teriakan Kylie tidak dihiraukan oleh Bella. Gadis itu tetap mendekat untuk menolong Sean.
"Hentikan!" Bella berteriak, meminta orang-orang itu untuk berhenti memukul Sean.
"Kenapa kalian melakukan ini?"
Salah satu pria di sana tertawa, yang terdengar mengerikan di telinga Bella.
"Kami hanya menjalankan tugas, Nona. Di mana bos mu sekarang?"
Bella meneguk ludah saat pria berbadan besar itu menatapnya tajam.
"Jika kalian ingin menemui bos kami, kalian tidak perlu melakukan hal seperti ini!"
Bella berucap marah pada pria tersebut dengan suara yang bergetar. Takut tentu saja. Bella tidak dapat membayangkan jika dirinya akan terkena pukul juga oleh mereka.
"Sean ..."
Bella menggapai tubuh Sean yang tidak berdaya, air mata di sudut matanya mulai keluar. Dia takut melihat Sean sekarat seperti ini.
"Tolong!" ucap Bella pada bartender pria yang lain. Namun, tidak ada satu pun di antara mereka yang tergerak untuk maju menolong.
Mereka seperti tidak peduli dengan keadaan Sean. Di mana sikap persahabatan mereka di saat Sean sedang begini?
Bella mendengus menatap pria yang memukuli Sean dengan brutal tadi.
"Kau akan mati di tanganku," ucap Bella sungguh-sungguh. Dan yang terdengar selanjutnya adalah, para pria bersetelan hitam yang tergelak. Tertawa akan keberanian gadis kecil yang kini kesusahan memapah tubuh Sean untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.
Brukk!!
Namun sialnya, Bella yang tidak memperhatikan jalan itu menabrak orang di depannya. Wanita itu bersumpah akan mengutuk orang itu karena telah menghalangi jalannya.
"Mau ke mana?"
Bella mendongak. Menatap pria berkemeja putih dengan dua kancing yang dibiarkan terbuka itu dengan intens.
Siapa pria ini?
Kenapa kumpulan pria berbaju hitam di sana langsung menunduk kala pria ini datang?
"Mau ke mana?"Bella menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan datar. Bella yakin orang ini adalah salah satu dari mereka. Atau mungkin pemimpin mereka?"Dimana Bos mu?" tanya pria itu."Dia ada di atas," ucap Bella sembari melirik lantai kedua dari bar ini.Tidak ada waktu lagi untuk Bella. Dia harus segera membawa Sean ke rumah sakit. Tapi, pria yang berdiri di depannya seperti sedang menghalanginya, tidak ingin Bella keluar."Permisi, Tuan." Bella berusaha sopan pada pria yang menurutnya tampan itu. Tidak. Dia memang tampan, sangat.Pria itu menyeringai, menatap penampilan Bella khas bartender di bar ini."Tidak," jawab pria itu.Sontak, Bella melebarkan matanya kala pria tampan yang tak ia ketahui namanya itu semakin mendekat padanya."Antarkan aku kepada Bos mu," pinta pria itu."Kau tidak lihat aku sangat terburu-buru sekarang?" bentak Bella pada pria itu. Masa bodoh jika pria itu akan tersinggung atau tidak. Prioritas utamanya saat ini adalah menyelamatkan Sean.Pr
Bella melebarkan mata saat pria itu menempelkan bibirnya dengan tiba-tiba. Menciumnya cepat sebelum melirik pada Austin yang juga kaget melihat kejadian di depan matanya.Oh, tidak! Bella akan mendapat masalah yang besar jika masih berada di sini.Ketika sadar dengan apa yang baru saja terjadi, Bella mendorong pria itu sekuat tenaga. Namun, pria itu hanya mendecih saat merasakan dorongan Bella yang tidak jauh dari seekor kucing. Lemah.'Astaga, ciuman pertamaku direbut paksa oleh pria gila ini,' ucap Bella dalam hati."Aku akan membawa dia ikut bersamaku."Manik hitamnya menatap Austin yang bergetar di tempat duduknya."Ja ... jangan, Tuan."Austin tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi itu pasti bukan hal yang baik.Sedangkan Bella masih berdiri. Tangannya digenggam erat oleh lelaki yang seenaknya mencuri ciuman pertamanya tadi."Lepaskan aku!" teriak Bella, dan pria itu hanya menyeringai menatap Bella yang berusaha melepaskan tangan dari genggamannya. Itu tidak mudah k
Bella tidak mengerti kemana dia akan dibawa pergi. Stevano hanya diam saat melajukan mobil, tidak bersuara barang sedikit saja untuk memecah keheningan yang melanda. Dan Bella tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya pada pria itu."Kita akan ke mana?" tanya Bella. Matanya melirik sekilas pada pria itu."Kau akan tahu nanti," balas pria itu singkat. Matanya lurus menatap jalanan kota Los Angeles yang mulai padat di malam hari.Sekitar satu jam berlalu, mobil yang mereka tumpangi melambat, kemudian berhenti tepat pada mansion besar yang berdiri di depan mata.Gelap.Itu adalah kalimat pertama yang Bella ucapkan dalam hati. Meski terlihat megah dari luar, mansion itu mempunyai aura hitam tersendiri. Seperti pria di sampingnya itu.Stevano menatap Bella yang tidak bergerak dan malah tercenung oleh bangunan besar yang merupakan mansionnya."Turun," ucap pria itu.Dan Bella turun mengikuti Stevano. Ia mengekor pada pria itu seperti anak kucing pada induknya.Pria itu membuka pelan p
Bella menguap sebentar. Merasa setengah jiwanya masih tertinggal dalam mimpi. Gadis itu menggerutu pada sosok Stevano yang hilang di balik pintu. Pria itu mengganggu sekali, padahal Bella masih ingin bergelung membagi kehangatan dengan kasur. Tidak ada yang dapat Bella lakukan selain menuruti sang tuan rumah. Dia hanyalah seekor kucing kecil yang beruntung dipungut oleh Stevano. Tidak ada alasan bagi Bella untuk membantah pada pria yang sudah memberinya kenyamanan tidur dalam kamar yang besar, mewah, juga indah.Bella menyibak selimut lembut yang menemaninya tidur. Lalu melipat selimut itu agar terlihat rapi sebelum turun dari ranjang. Dan masuk ke kamar mandi untuk melaksanakan rutinitasnya setiap hari.Bella sungguh terkesiap dengan kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Dia kira kamar mandi ini kecil, karena memang begitu jika dilihat dari luar. Ternyata tidak, ini terlalu luas jika hanya digunakan untuk seorang diri.Terdapat shower berbahan bagus di kamar mandi itu. Tidak l
"Ijinkan aku keluar Stev. Aku tidak akan kabur."Pria itu mendesis pelan mendengar apa yang baru saja Bella ucapkan. Dia tidak bisa cepat percaya pada gadis itu. Di mata Stev, Bella hanyalah kucing kecil pemberontak yang ingin melepaskan diri."Tidak," ucap pria itu sekali lagi. Bella tidak dapat berkata-kata lagi. Bibirnya kelu dan terkunci rapat. Dia hanya dapat menatap Stev dengan pandangan penuh permohonan."Aku mohon Stev. Kau dapat membunuhku jika aku kabur." Bella meringis, tidak begitu yakin dengan apa yang baru saja diucapkannya.Stev tersenyum miring. "Jadi, aku harus susah payah mencari dirimu dulu sebelum aku membunuhmu? Kau mau mati? Aku akan mengabulkannya sekarang." Pria kejam itu menyeringai senang saat tubuh Bella tiba-tiba bergetar. Bella takut dengan ancaman pria itu tentu saja."Kucing kecil yang malang. Kau seharusnya menuruti perintah majikanmu jika ingin terus hidup," ucap Stev. Dia melirik pada dress yang Bella kenakan. Bella terlihat lebih cantik dengan dr
Stev terkekeh pelan melihat isi dari galeri ponsel milik Bella yang penuh dengan foto gadis itu. Terdapat beberapa teman-temannya yang juga ikut terpotret di sana. Dan Stev juga dapat melihat lelaki berambut hitam yang masuk rumah sakit karena anak buahnya semalam.Sean.Entah mengapa Stev tidak suka melihat wajah Sean yang terlihat sedikit tampan itu. Ia mendengkus, lalu memutar bola matanya bosan dan menggeser pada foto berikutnya. Terdapat satu album di sana. Bella menamainya album kenangan. Dan Stev yang tidak dapat menahan rasa penasarannya lantas membuka album tersebut.Di dalamnya, terdapat potret wanita muda yang berumur sekitar dua puluh tahunan mengenakan dress putih di dasar pantai. Wanita itu tersenyum pada kamera yang sedang mengabadikan gambar untuknya. Salah satu tangannya menggenggam pergelangan tangan anak kecil yang Stev tebak tak lebih dari sepuluh tahun.Anak kecil itu tak lain adalah Bella. Stev dapat melihat banyak kesamaan antara Bella dengan anak kecil yang be
"Kau yakin?" Stev memastikan.Bella menatap pria itu dengan tenang. "Ya, aku tidak akan berani melarikan diri darimu," ucap wanita itu.Stev dapat melihat kesungguhan di mata Bella. Gadis itu tidak sedang berbohong saat ini. Dan pada akhirnya, Stev memberi ijin pada gadis itu. "Baiklah, tapi kau tidak boleh pulang lebih dari jam satu. Jika kau melanggar itu, kau akan tahu apa akibatnya," ucap Stev penuh penekanan.Bella mengangguk cepat. Gadis itu terlihat sangat senang saat Stev memberi ijin padanya untuk bertemu dengan Sean. Wanita itu kemudian berbalik. Ingin segera mandi dan berganti baju. Namun, langkahnya terhenti saat dia mengingat sesuatu. Ia kembali membalikkan badan. Menghadap pada Stev yang kini menatap Bella dengan salah satu alis yang terangkat naik."Kenapa?" tanya pria itu heran. "Aku harus ke rumah sakit yang mana? Kau tidak memberi tahu aku di mana rumah sakit tempat Sean dirawat." "Golden Suite." Stev menjawab singkat."Terima kasih, Tampan," ucapnya sembari ter
"Kau pulang tepat waktu rupanya, gadis pintar," ucap Stev saat melihat Bella baru saja selesai menutup pintu mansion.Pria itu menggenggam gelas berisi vodka. Menggoyang-goyangkan isi yang berada dalam gelas itu sebentar sebelum meminumnya. Namun, tiba-tiba saja Bella berdecak kesal. "Dasar! Anjing gilamu itu benar-benar menyebalkan. Aku dikejar oleh mereka saat masuk gerbang tadi, untung saja aku bisa melarikan diri." Wanita itu tampak bersungut sebal. Yang membuat Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas.Bella kemudian berjalan ke arah Stev. Dan duduk di sofa sebelah pria itu. Lantas mencopot jaket milik Stev yang ia gunakan untuk menutupi tubuh seksinya. "Ini, aku kembalikan." Ia menyodorkan jaket itu pada Stev yang kini memandangnya aneh. "Kau tidak ingin berterima kasih padaku?" "Aku sebenarnya tidak ingin memakainya." Bella memalingkan wajah dari Stev dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau mulai berani, ya? Apa perlu aku memberimu hukuman agar kau menjadi penu
Bella dengan cepat menjauhkan dirinya dari Stev. Wanita itu memandang pria itu dengan waspada. Kalau-kalau pria ini berani berbuat macam-macam padanya. "Apa-apaan kau," ucap Bella dengan sebal. Wanita itu mengambil gelas yang tadi di hidangkan oleh salah satu pelayan di sini."Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Stev. Membuat Bella yang sedang minum itu menatap Stev dengan tatapan bertanya. "Apa?" tanya wanita itu. Dan Stev hanya mendesah pelan. Ia terlalu malas untuk mengulang perkataannya. Namun kali ini sepertinya ia harus kembali mengatakannya pada Bella. Pikiran wanita itu berjalan seperti siput, lambat sekali. "Kau tidak ingin bertanya mengapa aku membawamu kemari?" tanya Stev. Dan Bella yang menyadari jika Stev tadi juga berkata seperti itu hanya mendesah pelan. "Apakah aku harus bertanya seperti itu?" Wanita itu tidak membalas ucapan Stev dan malah balik bertanya.Stev tidak percaya jika Bella akan berkata seperti itu. Padahal wanita itu selalu ingin ikut campur urusan
..."Wow! Ini menakjubkan, kurasa mansion ini lebih indah dari yang saat ini kau tinggali Stev," ucap Bella. Wanita itu menatap bangunan besar yang ada di hadapannya. Di setiap sisi mansion itu terlihat beberapa pohon besar tumbuh dengan taman di depan mansion tersebut, terlihat rindang dan menyejukkan mata.Tampak lebih hidup daripada mansion yang juga digunakan sebagai tempat tinggalnya. "Kau suka?" tanya pria itu masih dengan wajah datarnya yang membuat Bella mendengus pelan. "Tentu saja aku suka. Siapa yang tidak akan suka tinggal di tempat cantik seperti ini? Ini seperti sebuah cerita dalam novel. Hanya saja ini nyata dan bukan fiksi," balas Bella. "Kalau begitu ayo masuk," ucap Stev sembari berjalan. Membiarkan Bella mengikutinya dari belakang. "Apa di sini ada orang?" tanya Bella pada pria yang berjalan di sebelahnya itu. Akhirnya Bella berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Stev. "Ada." Pria itu membalas singkat. "Apa mereka keluargamu?" tanya Bella lagi. Dan pria it
Stev mendesah pelan saat pria itu melihat Bella masih terbaring di atas ranjang dengan nyamannya. Tanpa tahu jika dirinya sudah memandang penuh ke arah wanita itu lebih dari sepuluh menit. Ia melihat jam yang ada pada pergelangan tangan besarnya. Padahal waktu yang tertera masih setengah lima pagi, dan Stev sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Ia melesak masuk ke dalam kamar Bella tanpa permisi, dan dengan gerakan cepat tangannya menyingkap selimut yang Bella kenakan hingga membuat gadis itu menggigil kedinginan. "Bangun," ucap Stev pada wanita itu. Dan bukannya bangun, Bella malah berbalik memunggungi Stev dengan tangan yang terus menggapai-gapai di mana selimutnya berada. "Bangun atau aku akan memakanmu saat ini juga," ucap Stev sekali lagi. Dan anehnya, Bella langsung membuka kedua matanya. Gadis itu seperti mendengar suara Stev di kamarnya. Bella berpikir jika itu pasti mimpi. Dia tidak mempedulikan hal ini dan kembali menutup mata, tubuhnya begitu lelah karena ia tidur te
"Lucy akan kembali besok. Kita akan berangkat pagi-pagi sekali. Menggunakan helikopter," balas Stev. Membiarkan Bella membulatkan bibirnya tak percaya. "Apa? Jangan bilang kau belum pernah naik helikopter," ucap Stev yang ternyata tepat. Gadis itu memang belum pernah menaiki helikopter, namun ia pernah melihat benda terbang itu. "Aku memang belum pernah," ucap Bella sembari terkekeh pelan. Dan Stev hanya mendecih mendengar perkataan wanita itu. "Dasar miskin.""Ck! Kau tidak boleh bicara seperti itu meski pun kau orang kaya, Stev! Akan ada saatnya kau di bawah nanti. Lihat saja," balas Bella."Kau sedang mengancamku atau mendoakan aku?" "Terserah kau mau menganggapnya apa," balas Bella. Wanita itu kini lebih memfokuskan diri untuk memasak daripada berbicara dengan Stev yang tidak terlalu penting itu. "Kau membuat apa?" tanya Stev. Pria itu berdiri tepat di belakang Bella, membuat wanita itu menghela napas pelan. "Jauhkan wajahmu dari sana, sebelum aku menyiram wajahmu denga air
Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas saat ia melihat Bella menghentikan langkahnya. Wanita itu seperti ragu untuk untuk melangkah masuk ke kamar Ellen. Jadi, yang dilakukannya saat ini hanyalah diam di tempat berdirinya. "Kau tidak mau masuk?" tanya Stev. Pria itu mendekat ke arah Bella dengan langkah kakinya yang lebar-lebar."Apakah dia akan memperbolehkan masuk ke sana?" tanya Bella. Ia tidak yakin jika Ellen akan baik-baik saja dan menerima dirinya. Wanita itu pasti akan langsung mengusir Bella saat Bella hanya baru satu kali melangkah ke dalam kamar wanita itu. Sementara Stev hanya mengendikkan bahunya acuh. "Entahlah. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bukankah kau sendiri yang bilang jika ingin ke kamarnya?" tanya Stev. Dan tidak ada yang Bella lakukan selain hanya menghela napas pelan sembari mengangguk."Baiklah," balas wanita itu dengan yakin. Ya, setidaknya ia harus mencoba terlebih dahulu. Dan jika Ellen mengusirnya Bella hanya bisa menuruti permintaan wanita itu.
Bella mengerutkan dahi saat dirinya hanya mendapati Lucy yang sendirian."Di mana dua sahabatmu itu?" tanya Bella sembari berjalan masuk ke dalam. Sementara Lucy hanya mendengus pelan mendengar pertanyaan Bella. "Yang kau maksud itu mereka berdua atau hanya Stev saja?" tanya Lucy. Pria itu sedikit tidak yakin jika Bella benar-benar bertanya di mana Ellen berada. Dan Bella hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Aku tidak peduli dengan pria arogan itu," balas Bella. Tampaknya wanita itu langsung berubah mood menjadi buruk saat mendengar nama Stev yang Lucy ucapkan."Siapa yang kau sebut pria arogan?" ucap suara baritone di belakang Bella. Membuat Bella melotot seketika. Ia menoleh ke belakang, dan menemukan Stev sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Pria itu menaikkan sedikit dagunya dengan angkuh. Membuat Bella yang melihat itu mendengus. "Kau tidak perlu tahu siapa pria itu," balas Bella dengan nada suara yang sedikit ketus. Memb
"Hati-hati di jalan, Bella!" ucap Freya. Wanita itu melambai ke arah Bella dengan senyum manis yang tersemat di bibir.Sementara Bella hanya mengangguk singkat pada wanita itu. Ia lalu keluar dari Jenjay dengan langit yang sudah mulai berganti warna.Saat dirinya berjalan hendak pulang, tiba-tiba saja seorang anak kecil berwajah manis menghampirinya dengan keranjang bunga yang menggantung di lengan anak kecil itu. "Kakak. Belilah bunga ini, ini sangat cocok dengan kakak yang cantik," ucap gadis kecil itu sembari menyodorkan setangkai bunga lily pada Bella disertai senyum yang menggemaskan.Bella terpaku di tempat. Ia tidak menyangka jika gadis kecil itu menjual bunga sendirian di sini. Tanpa seseorang yang mendampinginya. Apa anak kecil itu tidak takut tersesat? "Bunga yang cantik, aku akan membelinya beberapa tangkai," balas Bella. Ia pun berjongkok, menyetarakan tinggi badannya dengan tinggi badan gadis kecil tersebut. Sementara gadis kecil itu tiba-tiba mengerjap senang. "Benar
"Dia benar-benar hebat, Bos. Kemampuannya dalam meretas keamanan dan membuat strategi tidak main-main. Aku pernah sekali menghadapinya. Saat itu aku yakin jika aku bisa mengalahkan wanita itu karena dia yang terdesak sendirian tanpa Stev dan Lucy di sana. Namun, dia berhasil membalikkan keadaan dan balas menyerangku dengan beberapa orang yang aku bawa. Aku beruntung, aku tidak mati saat itu juga karena dia yang membiarkanku pergi," ucap pria itu. Sementara bosnya itu hanya mengangguk-angukkan kepala sembari mendesis pelan. "Wanita itu ... aku ingin mendapatkannya," ucapnya dingin.Membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu membelalakkan mata. "Tapi, Bos. Itu sepertinya tidak mungkin, dia adalah musuh kita." Satu-satunya wanita yang ada di sana menolak keras keinginan bosnya itu. "Apa kau takut jika dia akan mengalahkanmu, Vivie?" tanya pria itu sembari menatap datar pada wanita di hadapannya. Ia tahu dengan persis apa yang sedang di pikirkan wanita itu. Vivie menggeleng pe
"Terima kasih, Stev."Stev tidak menjawab. Melainkan hanya mengangguk pelan pada gadis itu tanpa berniat membuka mulut untuk mengeluarkan suara. Sementara Bella yang sudah hafal dengan persis kebiasaan Stev itu hanya bisa tersenyum masam. Ia maklum dengan pria yang menurutnya sangat irit bicara itu. Namun, jika sekali saja Stev berucap. Suara pria itu akan terdengar sangat seksi hingga membuat orang yang mendengarnya merasa tergoda untuk mendekat.Mobil pria itu kembali berjalan. Meninggalkan Bella di depan gedung tempat kerja gadis itu. Bella hanya mendesah pelan sembari menatap kepergian mobil Stev yang semakin lama semakin menjauh. Gadis itu kemudian membalikkan badannya dan memasuki tempat kerjanya dengan langkah senang. Tanpa tahu, jika orang yang sedari tadi berdiri di dalam Jenjay mengamati Bella yang sedang berbicara dengan Stev. Ia dapat melihat Bella yang tersenyum dengan manis pada seseorang yang ada di dalam mobil tersebut. "Ada apa, Ketua?" tanya seseorang yang kini