Home / Romansa / Tawanan Tuan Mafia / 3. Sebuah Tawaran

Share

3. Sebuah Tawaran

Author: Noona R
last update Last Updated: 2022-10-24 18:18:50

Bella melebarkan mata saat pria itu menempelkan bibirnya dengan tiba-tiba. Menciumnya cepat sebelum melirik pada Austin yang juga kaget melihat kejadian di depan matanya.

Oh, tidak!  

Bella akan mendapat masalah yang besar jika masih berada di sini.

Ketika sadar dengan apa yang baru saja terjadi, Bella mendorong pria itu sekuat tenaga. Namun, pria itu hanya mendecih saat merasakan dorongan Bella yang tidak jauh dari seekor kucing. Lemah.

'Astaga, ciuman pertamaku direbut paksa oleh pria gila ini,' ucap Bella dalam hati.

"Aku akan membawa dia ikut bersamaku."

Manik hitamnya menatap Austin yang bergetar di tempat duduknya.

"Ja ... jangan, Tuan."

Austin tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi itu pasti bukan hal yang baik.

Sedangkan Bella masih berdiri. Tangannya digenggam erat oleh lelaki yang seenaknya mencuri ciuman pertamanya tadi.

"Lepaskan aku!" teriak Bella, dan pria itu hanya menyeringai menatap Bella yang berusaha melepaskan tangan dari genggamannya. Itu tidak mudah karena perbedaan tenaga mereka yang begitu jauh.

Mata pria itu kembali mengedar, menatap Austin setajam elang dengan aura hitam yang menguar.

"Kau tidak setuju jika aku membawa gadis kecil ini? Hanya. Gadis. Ini. Dan. Hutangmu. Padaku. Lunas." Pria itu menekan setiap kata-katanya.

Gadis? Tentu saja pria itu tahu jika Bella masih gadis dan masih perawan. Dilihat dari gerak-gerik gadis itu, sepertinya Bella belum pernah mendapatkan sentuhan menggairahkan.

Dan ini sangat menyenangkan baginya ketika mengetahui masih ada gadis perawan di tengah kerasnya Los Angeles yang terkenal dengan slogan terbarunya. Kota penuh hiburan. Bahkan, orang-orang dari luar kota saja rela meluangkan waktu demi singgah di kota ini.

"Apa yang kau maksud dengan hutang?"

Pria itu menatap Bella dalam.

"Kau tidak tahu? Bar ini berdiri karena siapa?" tanya pria itu. Tatapannya menusuk hingga ke ulu hati Bella.

Bella tercenung, "Bos ku, bukan?

Dan lelaki itu tersenyum tipis mendengar jawaban polos Bella, "Naif sekali."

Pria itu kembali mendekatkan wajahnya kepada Bella. "Gadis kecil, biar ku beritahu satu hal. Bar ini berdiri karena aku, dengan uangku."

Perkataan pria itu membuat Bella terkesiap. Netranya berganti memandang Austin dengan tatapan bertanya.

"Bos, jangan bilang—"

"Benar Bella, bar tempat kau bekerja ini milik dia, Tuan Stevano," ucap Austin. Dia mendesah pelan sebelum melanjutkan perkataannya.

"Tuan, jangan bawa Bella. Dia sudah seperti anak sendiri untukku. Dan dia adalah bartender terbaik yang kami miliki. Pemasukan terbesar di bar ini karena Bella, tanpa dia bar ini tidak dapat berjalan."

Austin mencoba memohon pada pria itu. Dan Bella tidak bisa untuk tidak menutup mulut tak percaya saat mendengar pernyataan Austin.

Namun, Bella bersyukur, Austin berusaha untuk melindunginya dari pria mengerikan ini.

Sementara pria yang dipanggil Stevano itu menatap Austin datar, tanpa ekspresi.

"Kau sedang membantahku?" Suara Stevano terdengar berat.

Austin lantas melebarkan mata kala melihat Stevano yang kini mengangkat senjata api menghadap dirinya.

"Jangan!"

Bella menghalangi Austin dari kekejaman pria yang kini sedang menodongkan senjata api itu.

Dan Stevano tidak bisa untuk tidak menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyum simpul.

"Kau melindunginya?"

"Ya! Dan kau pria kejam yang hanya berani mengancam orang lain dengan senjata api," tukas Bella cepat.

Stevano terkekeh pelan, "Oh, kau tidak ingin aku mengenakan senjata? Tapi, itu akan lebih menyakitkan jika seseorang menerima pukulan ku secara langsung. Kau mau merasakannya?"

Bella diam. Tidak berniat untuk menjawab pertanyaan tidak masuk akal dari pria itu.

"Ikut denganku, maka aku akan membiarkan Austin hidup dan Eflic tetap berdiri."

"Jika aku tidak mau?" tantang Bella. Dia sengaja mengeraskan suaranya agar pria di depannya itu tidak berani berbuat macam-macam.

"Kau tidak mau? Kalau begitu sesuai keinginanku. Bar ini akan hancur dan Austin akan mati, saat ini juga. Ah, bukan hanya Austin yang akan mati. Tapi semua yang ada di Eflic ini akan ikut mati. Semua. Tanpa terkecuali."

Suara Stevano terdengar mengerikan. Pria itu sepertinya tidak sedang main-main.

Bella menarik napas, sebelum membuangnya dalam hembusan panjang.

"Baiklah, aku akan ikut denganmu."

"Bella!"

Bella menengok ke belakang. Melihat Austin yang sudah seperti ayah sendiri itu menatapnya dengan sedih.

"Aku tidak bisa membiarkan bar ini hancur, Bos," ucap Bella lirih.

"Kau benar-benar yakin? Kenapa kau rela mengorbankan dirimu?" tanya Austin dengan suara yang terdengar parau.

Bella tersenyum pada Austin. Mengatakan jika semua akan baik-baik saja.

"Bar ini sudah menjadi rumah sendiri bagiku. Aku tidak akan membiarkan kenangan yang telah ada di sini hilang begitu saja."

Austin diam. Dia tidak tahu harus berkata apa pada Bella yang rela ikut bersama Stevano untuk membiarkan bar ini tetap berdiri.

"Tapi Bela-"

"Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatir."

Tatapan Austin terlihat sendu. Ia berusaha untuk menahan air matanya keluar.

"Terima kasih, Bella. Terima kasih," ucap Austin. Meski dia tidak begitu rela jika gadis itu pergi.

Austin hanya bisa berdoa dalam hati. Sebelum mengajukan sebuah permintaan pada Stevano yang kini berdiri menatap mereka berdua dalam diam.

"Tuan ... bolehkah aku meminta satu hal padamu?"

"Katakan," ucap Stevano singkat. Wajahnya masih saja datar seperti tembok.

"Jangan menyakiti Bella. Meskipun dia terlihat kuat, sebenarnya Bella hanyalah seorang gadis kecil yang lemah."

Bella mengerutkan dahi mendengar perkataan Austin.

Apa yang baru saja bosnya itu bicarakan?

Berbeda dengan Stevano. Dia kemudian tersenyum tipis mendengar permohonan Austin.

"Kau memerintahku?" Pria itu mengangkat dagunya angkuh.

"Ti ... tidak, Tuan."

"Jangan banyak berharap. Kau tidak dalam kapasitas bisa memberikan perintah untukku," ucap pria kejam itu.

Austin menunduk. Tidak berani menatap mata hitam yang terpancar dengan aura mematikan di hadapannya.

"Sesuai janjiku, hutangmu lunas dan bar ini tetap akan berdiri."

Dan dalam hitungan detik, pria itu menarik Bella keluar. Menariknya dengan paksa hingga Bella merasakan pergelangan tangannya memerah dan sakit. 

.

.

.

Para karyawan yang sedang membersihkan kekacauan ini mengalihkan kesibukannya pada Bella yang sedang ditarik oleh pemimpin orang-orang tadi. Beberapa pasang mata menatap tidak percaya pada Bella yang hanya pasrah dibawa entah ke mana.

Tidak ada pilihan bagi Bella untuk lari. Gadis itu benar-benar telah menyerahkan diri masuk ke kandang singa.

"Bella!"

Bella menoleh, menemukan Kylie yang menatapnya dengan sedih.

"Kau mau pergi kemana?"

Bella tidak langsung menjawab, gadis itu tersenyum pada sahabatnya. Ini demi masa depan bar tempat mereka mencari uang, dia harus rela pergi bersama dengan Stevano.

"Jaga dirimu baik-baik."

Itu adalah ucapan terakhir Bella. Dia tidak mengatakan selamat tinggal pada siapapun di sana. Karena Bella yakin, dia masih dapat bertemu dengan mereka semua. Meski ia tak tahu itu kapan.

Dan Bella tidak dapat menolak saat Stevano memasukkannya ke dalam mobil pria itu dengan cepat. Terkesan memaksa hingga Bella mengaduh karena terbentur.

"Ah ..."

Stevano tidak mempedulikan hal itu. Karena yang dia lakukan selanjutnya adalah duduk pada kursi kemudi, dan melajukan mobil yang ditumpanginya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Yang membuat Bella memegang dadanya saat dirasa berdetak semakin cepat. Dan berpikir akan mati sebentar lagi bersama pria ini.

'Ya, Tuhan.'

Related chapters

  • Tawanan Tuan Mafia   4. Nuansa Baru

    Bella tidak mengerti kemana dia akan dibawa pergi. Stevano hanya diam saat melajukan mobil, tidak bersuara barang sedikit saja untuk memecah keheningan yang melanda. Dan Bella tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya pada pria itu."Kita akan ke mana?" tanya Bella. Matanya melirik sekilas pada pria itu."Kau akan tahu nanti," balas pria itu singkat. Matanya lurus menatap jalanan kota Los Angeles yang mulai padat di malam hari.Sekitar satu jam berlalu, mobil yang mereka tumpangi melambat, kemudian berhenti tepat pada mansion besar yang berdiri di depan mata.Gelap.Itu adalah kalimat pertama yang Bella ucapkan dalam hati. Meski terlihat megah dari luar, mansion itu mempunyai aura hitam tersendiri. Seperti pria di sampingnya itu.Stevano menatap Bella yang tidak bergerak dan malah tercenung oleh bangunan besar yang merupakan mansionnya."Turun," ucap pria itu.Dan Bella turun mengikuti Stevano. Ia mengekor pada pria itu seperti anak kucing pada induknya.Pria itu membuka pelan p

    Last Updated : 2022-10-24
  • Tawanan Tuan Mafia   5. Memohon

    Bella menguap sebentar. Merasa setengah jiwanya masih tertinggal dalam mimpi. Gadis itu menggerutu pada sosok Stevano yang hilang di balik pintu. Pria itu mengganggu sekali, padahal Bella masih ingin bergelung membagi kehangatan dengan kasur. Tidak ada yang dapat Bella lakukan selain menuruti sang tuan rumah. Dia hanyalah seekor kucing kecil yang beruntung dipungut oleh Stevano. Tidak ada alasan bagi Bella untuk membantah pada pria yang sudah memberinya kenyamanan tidur dalam kamar yang besar, mewah, juga indah.Bella menyibak selimut lembut yang menemaninya tidur. Lalu melipat selimut itu agar terlihat rapi sebelum turun dari ranjang. Dan masuk ke kamar mandi untuk melaksanakan rutinitasnya setiap hari.Bella sungguh terkesiap dengan kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Dia kira kamar mandi ini kecil, karena memang begitu jika dilihat dari luar. Ternyata tidak, ini terlalu luas jika hanya digunakan untuk seorang diri.Terdapat shower berbahan bagus di kamar mandi itu. Tidak l

    Last Updated : 2022-10-24
  • Tawanan Tuan Mafia   6. Tertangkap Basah

    "Ijinkan aku keluar Stev. Aku tidak akan kabur."Pria itu mendesis pelan mendengar apa yang baru saja Bella ucapkan. Dia tidak bisa cepat percaya pada gadis itu. Di mata Stev, Bella hanyalah kucing kecil pemberontak yang ingin melepaskan diri."Tidak," ucap pria itu sekali lagi. Bella tidak dapat berkata-kata lagi. Bibirnya kelu dan terkunci rapat. Dia hanya dapat menatap Stev dengan pandangan penuh permohonan."Aku mohon Stev. Kau dapat membunuhku jika aku kabur." Bella meringis, tidak begitu yakin dengan apa yang baru saja diucapkannya.Stev tersenyum miring. "Jadi, aku harus susah payah mencari dirimu dulu sebelum aku membunuhmu? Kau mau mati? Aku akan mengabulkannya sekarang." Pria kejam itu menyeringai senang saat tubuh Bella tiba-tiba bergetar. Bella takut dengan ancaman pria itu tentu saja."Kucing kecil yang malang. Kau seharusnya menuruti perintah majikanmu jika ingin terus hidup," ucap Stev. Dia melirik pada dress yang Bella kenakan. Bella terlihat lebih cantik dengan dr

    Last Updated : 2022-10-24
  • Tawanan Tuan Mafia   7. Tugas Baru

    Stev terkekeh pelan melihat isi dari galeri ponsel milik Bella yang penuh dengan foto gadis itu. Terdapat beberapa teman-temannya yang juga ikut terpotret di sana. Dan Stev juga dapat melihat lelaki berambut hitam yang masuk rumah sakit karena anak buahnya semalam.Sean.Entah mengapa Stev tidak suka melihat wajah Sean yang terlihat sedikit tampan itu. Ia mendengkus, lalu memutar bola matanya bosan dan menggeser pada foto berikutnya. Terdapat satu album di sana. Bella menamainya album kenangan. Dan Stev yang tidak dapat menahan rasa penasarannya lantas membuka album tersebut.Di dalamnya, terdapat potret wanita muda yang berumur sekitar dua puluh tahunan mengenakan dress putih di dasar pantai. Wanita itu tersenyum pada kamera yang sedang mengabadikan gambar untuknya. Salah satu tangannya menggenggam pergelangan tangan anak kecil yang Stev tebak tak lebih dari sepuluh tahun.Anak kecil itu tak lain adalah Bella. Stev dapat melihat banyak kesamaan antara Bella dengan anak kecil yang be

    Last Updated : 2025-01-06
  • Tawanan Tuan Mafia   8. Menjadi Tawanan

    "Kau yakin?" Stev memastikan.Bella menatap pria itu dengan tenang. "Ya, aku tidak akan berani melarikan diri darimu," ucap wanita itu.Stev dapat melihat kesungguhan di mata Bella. Gadis itu tidak sedang berbohong saat ini. Dan pada akhirnya, Stev memberi ijin pada gadis itu. "Baiklah, tapi kau tidak boleh pulang lebih dari jam satu. Jika kau melanggar itu, kau akan tahu apa akibatnya," ucap Stev penuh penekanan.Bella mengangguk cepat. Gadis itu terlihat sangat senang saat Stev memberi ijin padanya untuk bertemu dengan Sean. Wanita itu kemudian berbalik. Ingin segera mandi dan berganti baju. Namun, langkahnya terhenti saat dia mengingat sesuatu. Ia kembali membalikkan badan. Menghadap pada Stev yang kini menatap Bella dengan salah satu alis yang terangkat naik."Kenapa?" tanya pria itu heran. "Aku harus ke rumah sakit yang mana? Kau tidak memberi tahu aku di mana rumah sakit tempat Sean dirawat." "Golden Suite." Stev menjawab singkat."Terima kasih, Tampan," ucapnya sembari ter

    Last Updated : 2025-01-06
  • Tawanan Tuan Mafia   9. Perkataan Stev yang Menyakitkan

    "Kau pulang tepat waktu rupanya, gadis pintar," ucap Stev saat melihat Bella baru saja selesai menutup pintu mansion.Pria itu menggenggam gelas berisi vodka. Menggoyang-goyangkan isi yang berada dalam gelas itu sebentar sebelum meminumnya. Namun, tiba-tiba saja Bella berdecak kesal. "Dasar! Anjing gilamu itu benar-benar menyebalkan. Aku dikejar oleh mereka saat masuk gerbang tadi, untung saja aku bisa melarikan diri." Wanita itu tampak bersungut sebal. Yang membuat Stev menaikkan salah satu alisnya ke atas.Bella kemudian berjalan ke arah Stev. Dan duduk di sofa sebelah pria itu. Lantas mencopot jaket milik Stev yang ia gunakan untuk menutupi tubuh seksinya. "Ini, aku kembalikan." Ia menyodorkan jaket itu pada Stev yang kini memandangnya aneh. "Kau tidak ingin berterima kasih padaku?" "Aku sebenarnya tidak ingin memakainya." Bella memalingkan wajah dari Stev dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau mulai berani, ya? Apa perlu aku memberimu hukuman agar kau menjadi penu

    Last Updated : 2025-01-06
  • Tawanan Tuan Mafia   10. Ellen

    Sebuah suara yang terdengar membuat mereka berdua mengalihkan pandangan pada pintu. Dan melihat seorang wanita berperawakan tinggi berjalan masuk dengan pakaian sama dengan mereka. "Apa aku terlambat?" tanya wanita itu sembari melepas topi yang ia pakai. Matanya menerawang masuk pada kedua pria itu yang juga menatapnya. "Tidak, Ellen. Kau tepat waktu seperti biasa." Lucy mengangkat jempol dan memberikannya pada Ellen. Wanita itu tersenyum, sorot mata cantiknya terlihat mematikan. Gesekan sepatu boot hitam wanita itu terdengar jelas saat beradu dengan lantai di mansion Stev. "Halo, Stev. Lama tidak bertemu, aku merindukanmu." Ellen mendekat pada Stev. Memeluk lengan pria itu dengan erat seakan tidak mau melepaskannya barang sedetik saja. Terlalu banyak hal yang dia lakukan akhir-akhir ini sehingga tidak dapat bertemu dengan Stev. Membuat rindunya pada pria itu tak tertahankan."Halo, Ellen." Stev mengecup sebelah pipi Ellen dengan cepat. Membuat hati wanita itu melambung tinggi hin

    Last Updated : 2025-01-06
  • Tawanan Tuan Mafia   11. Sudah Siap Mati

    "Waktunya bergerak," ucap Stev kala melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sepuluh malam. Lucy dan Ellen mengangguk. Kemudian mengikuti langkah kaki Stev yang membawa mereka keluar. Di depan mansion sudah terparkir dengan apik SUV hitam yang akan menjadi kendaraan mereka malam ini."Kau yang menyetir," Stev melempar kunci mobil pada Lucy. Dan pria berambut jabrik itu menangkap dengan gesit.Mereka bertiga masuk ke dalam mobil dengan Ellen yang berada di kursi belakang. Gadis itu membuka laptop yang menjadi salah satu benda penting dalam menjalankan aksi mereka bertiga. Ellen sangat pintar dalam urusan meretas keamanan dan CCTV. Karena itulah, Stev merekrut Ellen menjadi bagian dari organisasinya.Jari-jemari gadis itu dengan lincah memainkan keyboard di atas laptop. Mencari data guna meretas keamanan perusahaan yang saat ini menjadi tujuan mereka."Perusahaan Xixi, perusahaan yang saat ini tengah naik daun dengan pendapatan terbesar di Los Angeles d

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Tawanan Tuan Mafia   51. Musuh Dalam Pesta

    "Memangnya kenapa?" tanya Stev sembari menoleh pada orang yang baru saja berbicara dengannya. Sementara orang di sebelah Stev itu hanya menghela napas pelan."Aku tahu membunuh adalah hobi mu, Stev. Tapi, dia tidak bersalah apa-apa," ucap pria itu. Ia berusaha untuk menghentikan Stev sehingga pria itu tidak membuat kekacauan di pesta yang tengah dibuatnya. "Berisik.""Ini pesta ulang tahun anakku, Stev. Jangan mengacaukannya," ucap pria itu lagi. Ia mendesah pelan. Ia tahu jika Stev tidak akan berhenti sampai di sini. Pria itu terlalu keras kepala.Stev menipiskan bibirnya dengan perlahan."Benarkah? Ku rasa anakmu nanti akan berterima kasih kepadaku," balas pria tampan itu. Dan tidak lagi menunggu waktu yang lama untuk Stev menarik pelatuk pada pistolnya. DORR!! Satu peluru dengan cepat menembus kaki kanan dari gadis itu. Membuatnya langsung jatuh dari tempat duduknya dan mengaduh kala dirinya menimpa lantai yang keras. Tiba-tiba suasana menjadi hening. Banyak orang terdiam dar

  • Tawanan Tuan Mafia   50. Tidak Selera Bermain

    Bella keluar dari kamar mandi dengan jubah mandi yang menutupi bagian tubuhnya hingga ke lutut. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju lemari pakaian besar yang ada di kamarnya. Kemudian membukanya dan memilih baju yang sekiranya cocok untuk ia gunakan malam ini. Akhirnya, setelah beberapa saat memilih, gadis itu mengambil sebuah sweater berwarna biru muda dengan celana kain hitam yang panjang. Kemudian tanpa berlama-lama lagi, gadis itu segera melepas jubah mandinya dan berganti dengan pakaian yang baru saja ia pilih. Setelah berganti pakaian, Bella kemudian mengambil sisir yang tergeletak di atas meja di kamarnya. Gadis itu dengan pelan menyisir rambut hitam panjangnya di depan cermin. "Kurasa rambutku sudah terlalu panjang, apa aku harus memotongnya?" gumam Bella pada diri sendiri. Wanita itu terkekeh kecil sembari menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gadis itu menolehkan kepalanya pada jam dinding yang berada di kamarnya, dan waktu di sana sudah menunjukkan pukul delapan l

  • Tawanan Tuan Mafia   49. Menggoda Stev

    Bella menuruni mobil yang ditumpanginya dengan raut wajah masam. Ia menutup pintu mobil berwarna hitam pekat tersebut dengan sedikit bantingan keras. Membuat seorang pria yang menjadi supir dalam mobil tersebut menatap gadis itu dengan pandangan bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang salah darinya? Dia hanya menjalankan perintah bosnya untuk membawa Bella pulang. Gadis itu bahkan kembali dengan selamat tanpa terluka seujung jari pun.Sementara Bella yang kini memasuki mansion Stev itu mendengus pelan. Gadis itu tahu siapa yang melaporkan dirinya pada Stev. Siapa lagi kalau bukan pengawal pria itu yang tadi sudah berada di depan kafe saat gadis itu baru saja melangkah keluar?"Dasar menyebalkan!" gerutu Bella dengan pelan. Gadis itu tentu saja tidak berani memarahi pengawal Stev yang ada di luar mansion itu. Bisa-bisa dirinya nanti dibuang oleh orang-orang yang menjadi anak buah Stev ke tengah hutan. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Bella merinding dibuatnya. Ia tidak akan m

  • Tawanan Tuan Mafia   48. Menaggung Amarah

    Bella melirik pada kedua sahabatnya yang kini sedang menatap ke arahnya dengan raut wajah yang penasaran. Tampaknya mereka berdua tidak mendengar suara orang di balik telepon Bella. "Ada apa, Bella?" tanya Kylie dengan nada setengah berbisik. Wanita itu tidak ingin orang yang ada di balik telepon Bella mendengar suaranya. Sementara Sean, pria itu juga memandang Bella dengan sorot mata yang menyiratkan kekhawatiran. Tampaknya Sean tahu apa yang sedang terjadi pada Bella. Perlakuan gadis itu yang mengedarkan pandangan pada seisi kafe ini sudah menjadi jawaban. Jika kedatangan Bella ke kafe ini sepertinya sudah diketahui dengan tuannya. Sementara Bella hanya bisa menghela napas pendek setelah gadis itu menutup panggilan telepon. "Maaf, Sean, Kylie. Sepertinya aku akan pulang dulu," ucap Bella dengan nada yang sedikit tidak terima. Wanita itu tersenyum pada keduanya, ia kembali memasukkan ponselnya pada tas dan merogoh sesuatu yang lain di sana. "Kali ini aku yang bayar," ucap Bella

  • Tawanan Tuan Mafia   47. Alasan Terjawab

    "Benarkah? Wow, selamat Bella!" ucap Kylie tidak percaya. Wanita itu tentu saja senang saat Bella mendapatkan pekerjaannya lagi, meskipun ia tahu. Jika Bella mencari pekerjaan bukan karena benar-benar ingin bekerja. Namun wanita itu pasti bosan berada di dalam mansion yang megah itu seorang diri. Sementara semua penghuni mansion itu pasti akan pergi jika mereka sedang melakukan pekerjaannya. Dan tidak ada yang Bella lakukan lagi kecuali hanya tersenyum membalas ucapan selamat dari Kylie."Terima kasih, Kylie. Aku sekarang berada di Jenjay, bersama dengan Jennie yang menjadi atasanku di sana," ucap Bella kemudian. Gadis itu dapat melihat jika kedua mata Kylie melebar saat ia mengatakan itu. Tampaknya wanita itu lebih kaget dari yang sebelumnya."Jenjay?! Jenjay yang itu?!" Kylie memekik, dan Sean yang berada di samping gadis itu menaikkan salah satu alisnya dengan heran. Ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh dua gadis yang berada di meja yang sama dengannya itu. Apa katanya

  • Tawanan Tuan Mafia   46. Terawasi

    "Stev ... kita akan sampai sebentar lagi," ucap Lucy tanpa melirik pada seseorang yang diajak bicara. Pria itu sedari tadi hanya fokus pada game yang terdapat dalam ponselnya itu. Semetara Stev yang ada di kursi belakang hanya diam tak menjawab. Tanpa diberi tahu pun dirinya sudah tahu jika mereka akan segera sampai. Lucy menggeram rendah saat game yang ia mainkan berakhir dengan kekalahannya. "Sial," umpat pria itu sembari mematikan layar ponselnya dan kemudian melempar benda tidak bersalah itu pada dash board mobil.Lucy memandang ke arah depan, di mana jalanan sudah hampir menggelap karena matahari yang akan segera tenggelam. Beristirahat untuk kembali memulai aktivitasnya kembali besok pagi, menyinari alam semesta."Apa kau merasa tidak ada yang aneh, Stev?" tanya Lucy, pria itu melirik Stev dari spion dalam mobil. Pria berambut jabrik itu dapat melihat dengan matanya yang berwarna biru secerah langit itu, Ellen kini sedang bersandar di bahu Stev dengan mata yang terpejam.Wani

  • Tawanan Tuan Mafia   45. Kekasih Jennie

    Pria itu berhenti tepat di tempat Bella. Membuat Bella yang kini masih diam di tempat duduknya menahan napas. Ia tidak menyangka jika akan ada manusia yang sesempurna ini di dunia. "Freya, apakah Jennie ada di sini?" tanya pria itu. "Ketua? Dia ada di atas, Tuan," balas Freya sembari menunjuk ruangan Jennie yang berada di lantai atas.Pria yang menurut Bella sangat tampan itu mengangguk, "Oh, dia sedang tidak pergi?"Freya menggeleng sembari tersenyum ramah. "Hari ini tidak ada jadwal perjalanan." "Baiklah, terima kasih Freya," ucap pria itu sembari mengukir senyum pada bibirnya yang tipis."Apa Anda tidak memberi tahu ketua jika Anda akan datang?" tanya Freya dengan tatapan bingung.Pria itu menggeleng pelan, "Tidak. Aku ingin memberikan kejutan padanya," ucap pria tampan itu sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan Bella yang mematung di dekat Freya.Freya menghela napas pelan saat bayangan pria tampan itu sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya."Bukankah setidaknya jika d

  • Tawanan Tuan Mafia   44. Di Balik Temaram

    "Apa kita perlu bergerak, Bos?" tanya seorang pria pada lelaki yang duduk di atas kursi kebesarannya dalam ruangan itu. Sementara orang yang tadi dipanggil bos itu menarik salah satu sudut bibirnya ke atas. "Jangan terburu-buru," ucap pria itu sembari menyeringai seram. Wajahnya yang tampan namun mengerikan itu menatap datar pada foto berukuran besar yang terpajang di dinding. Saat melihat foto tersebut, raut wajah pria itu berubah sendu tidak dapat di sembunyikan lagi. Terlihat dari matanya yang berwarna biru itu, ada banyak masalah dan masa lalu mengerikan yang tersimpan dengan kelam di sana. Tanpa seseorang pun yang mengetahui. Hanya ia seorang diri, menahan beban dan rasa yang tak pernah dirasakan oleh orang lain di sekitarnya.Pria itu menghela napas pelan, diikuti dengan gerakan tangannya yang menghidupkan korek api untuk membakar sebuah rokok yang terselip di antara bibir tipisnya yang seksi."Kita tidak akan menyerangnya hari ini. Aku akan membuat kematiannya menjadi menges

  • Tawanan Tuan Mafia   43. Hari Pertama di Jenjay

    "Jangan terburu-buru, selesaikan dulu urusan Anda," ucap Bella dengan sopan. Dan ia dapat melihat jika Jennie terkekeh sebentar sebelum akhirnya menutup laptopnya dengan pelan. Ketua desainer Jenjay itu mencari-cari sesuatu yang berada di dalam salah satu lacinya. "Bella. Ini hari pertama kau masuk bukan?" Wanita itu duduk di hadapan Bella, sementara gadis yang ada di depan Jennie itu mengangguk. "Iya Miss," balas Bella."Oh, kau tidak perlu memanggilku Miss, Bella. Mulai sekarang biasakan dirimu untuk memanggilku dengan sebutan ketua, seperti yang lain." Bella terpaku sejenak, namun setelah itu Bella mengangguk sembari tersenyum, "Baik, Ketua.""Itu lebih baik," sahut Jennie. Ia menyodorkan sebuah buku besar sedikit tebal itu pada Bella."Ini adalah buku di mana semua rancanganmu akan tertuang di sini. Aku memberikan buku ini pada semua karyawanku. Dan setiap satu bulan sekali, aku akan memeriksa perkembangan gambaranmu. Dan jika ada yang menurutku bagus, aku akan mengangkatnya me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status