Poppy tersentak kala mendengar suara derit lirih pada pintu di belakangnya. Dia sontak berpaling ke belakang sambil mengusap air mata. “Siapa?” Tidak ada siapa pun di sana. Namun, Poppy yakin mendengar langkah orang menjauh. Dia bergegas berdiri hingga tiba-tiba terhuyung hampir jatuh. Kakinya kesemutan karena cukup lama bersimpuh. Beruntung, tangannya sigap menopang tubuh. “Rafael?” panggil Poppy lirih. Setelah kesemutan di kakinya menghilang, dia berjalan cepat ke arah pintu. Kepalanya menengok ke kanan kiri pada koridor, namun tak menemukan siapa pun. “Aku yakin mendengar seseorang berjalan cepat …,” gumamnya heran. Dari ujung koridor, Donna terlihat keluar dari ruangan lain. Poppy melambaikan tangan pada pelayan pribadinya yang sedang menepuk-nepuk mulutnya saat menguap lebar. “Kemari, Donna!” seru Poppy. Donna bergegas menghampiri majikannya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” “Apa kau tadi lewat di depan ruangan ini?” Donna terlihat salah tingkah, membuat Poppy curiga
Kerutan di kening Poppy kian jelas terlihat. Raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang begitu hebat. “Kenapa tidak ada? Apa Donna membersihkan kamar mandi saat aku tidak ada di kamar?” Poppy menggeleng pelan. Dia sudah menegaskan jika Donna tak perlu membersihkan kamar mandi di kamarnya, bahkan Poppy sering menyuruh Donna segera beristirahat saat malam tanpa perlu membereskan kamarnya. Pelayan pribadinya itu hanya mengumpulkan kain kotor, sementara Poppy yang lebih sering merapikan kamar. Donna juga dengan senang hati mengurangi pekerjaannya atas keinginan Poppy. “Mustahil … aku jelas meletakkannya di sini ….” Suara ketukan pintu terdengar. “Apa kau tidur di dalam sana? Aku tidak punya banyak waktu menunggumu.” Suara berat dan tegas Robin mengejutkan Poppy. Dia segera menarik tangannya dari kolong, sampai tangannya sedikit tergores sudut runcing bawah lemari. “Ugh …” Poppy mengerang sambil mengusap lengan bawahnya. Goresan lemari itu sedikit membuat kulit putihnya kemerahan. D
Wajah Poppy langsung berubah pucat pasi. Jiwanya seakan pergi meninggalkan raga karena terlalu takut menghadapi pria di depannya.“Berdiri dan ikuti aku,” titah Robin.Badan Poppy mendadak jadi lemah saat memaksa kakinya melangkah. Dunia di sekelilingnya seolah berputar, merasakan bahwa langkahnya akan membawa dirinya pada hukuman berat yang sesungguhnya, yang mungkin dapat mengancam kehidupannya.Dia tak pernah menyangka jika Robin menemukan obat pencegah kehamilan itu, sebelum dia memiliki rencana lain untuk menyelamatkan diri dari kontrak berbahaya dengan Robin Luciano.“Baca ini!” Suara tegas dan dalam Robin Luciano mengembalikan kesadaran Poppy.Poppy baru sadar dia telah mengikuti Robin sampai di ruang kerja lantai pertama. Lalu segera mengambil kertas di atas meja yang ditunjukkan suaminya dengan tangan gemetar, apalagi Robin masih berdiri dengan tangan terlipat di depan dada sambil menatap tajam dirinya.“Baca dengan keras pada bagian nomor empat!” perintah tegas Robin lainnya
Tubuh Poppy gemetar hebat. Kilas balik pada kejadian selama empat tahun di Pulau Solterra memenuhi benaknya. Bekas luka di tubuh Poppy akibat kemarahan Saul Martinez seakan terbuka kembali. Kesakitan karena dipukul dan dicambuk tanpa alasan yang jelas membuat seluruh tubuhnya merinding ngeri.Keberadaan dan cara bicara Robin yang selalu membuat Poppy tertekan, semakin membuat trauma itu terbuka. Dadanya semakin terasa sesak, tak bisa bernapas dengan benar, seakan-akan oksigen di sekitarnya menghilang.Akhirnya, hanya kegelapan mencekam yang menyelimutinya ….BRUK!Ketika Robin berpaling sejenak selagi menelepon Antonio, Poppy ambruk ke lantai. Istri yang akan dikembalikan ke tempat asalnya karena tak berguna itu jatuh tak sadarkan diri.Robin mematung sejenak, lalu memberi perintah kepada Antonio, “Cepat datang kemari! Perempuan merepotkan ini malah pingsan di ruang kerjaku!”Namun, tunggu … apakah Poppy benar-benar pingsan? Robin mulai mengendus sesuatu yang mencurigakan.Dia memati
Antonio dan dokter itu masuk ke ruangan yang sama dengan Robin sesaat kemudian.“Saya akan menyiapkan obat untuk Nyonya Poppy dulu, Tuan.” Antonio berpamitan setelah mengantar sang dokter, sekaligus menyeret keluar orang yang sejak tadi berada satu ruangan dengan Robin.Capri menatap kepergian mereka, lalu duduk di kursi dekat Robin setelah Antonio menutup pintu.“Untuk apa kau mencariku? Kalau kau ingin bicara omong kosong tentang istriku, sebaiknya kau segera pergi.”Capri mengabaikan kata-kata Robin yang menyinggung, Dia sudah sangat terbiasa mendengarnya.“Maaf jika saya lancang, tetapi saya perlu menanyakan ini, di mana Anda menemukan Nyonya Poppy, Tuan?”Robin menatap tajam Capri. “Kau tahu itu lancang dan masih berani bertanya?!” Dokter Capri memang dapat dipercaya. Namun, asal usul Poppy tak boleh tersebar selama masih menjadi istrinya. Hanya orang-orang yang bekerja di kediaman saja yang dia biarkan mengetahui fakta yang sesungguhnya.“Bagai
“Beraninya kau menyinggung masa laluku!” bentak Robin, tak menyembunyikan ekspresi kemarahannya. Capri sesungguhnya takut menyinggung pria yang jauh lebih muda darinya itu. Tetapi, dia juga memiliki keinginan kuat untuk menyembuhkan trauma Poppy. Dia memiliki anak gadis seumuran dengan Poppy. Saat melihat keadaan istri Robin Luciano yang memprihatinkan, dia tak bisa diam saja atau hanya melihat. “Maaf, Tuan, tapi pikirkan ucapan saya ini. Jika kondisi mental Nyonya Poppy membaik, Anda juga mendapatkan keuntungan darinya.” “Kelua–” Robin hendak mengusir Capri yang terlalu banyak bicara, namun dokter itu masih belum menyelesaikan semua yang ingin dia katakan. “Saya yakin Tuan Dante pun saat ini masih mencurigai pernikahan Anda yang mendadak. Anda mungkin bisa membuat alasan logis jika akan menggantikan posisi Nyonya Poppy sebagai istri Anda, tetapi Tuan Dante pasti akan semakin curiga.” Ketika melihat Robin sedikit bereaksi dengan kata-katanya melalui ekspresi yang jarang ditunjuk
“Nyonya, saya membawakan bubur dan obat untuk Anda.” Donna masuk ke kamar sambil mendorong troli makanan. “Sarapan Anda sudah tersaji di meja makan, Tuan Rafael.” “Aku akan makan setelah menyuapi kakak iparku. Dia masih lemah dan butuh bantuan. Pergilah,” usir Rafael, merasa keberadaan Donna cukup mengganggu. Poppy menolak Rafael karena enggan memasukan apa pun ke dalam mulutnya. Namun, Rafael terus memaksa, berusaha menyuapi Poppy sambil bergurau. ‘Rafael terlalu baik padaku. Dia mungkin akan membantuku, tetapi dia bisa mendapat masalah besar karenaku,’ batin Poppy, menepis keinginan untuk meminta bantuan Rafael. “Apa yang sedang kau pikirkan? Tanganku hampir patah karena memegang sendok terlalu lama.” Rafael menyadarkan Poppy dari lamunan dengan gurauannya. Poppy membuka mulutnya. Rafael dengan penuh perhatian menyuap sesendok bubur untuknya. Di saat yang sama, Robin Luciano telah sampai di depan kamar Poppy, berniat menjalankan misinya menyembuhkan trauma sang istri. Akan teta
‘Apa yang Tuan Robin rencanakan? Apakah dia ingin memberiku racun dengan kedua tangannya sendiri?’ Poppy bukannya senang mendapat perhatian kecil dari suaminya, namun malah mencurigainya. “Kau akan terus memandangi sendok ini? Buka mulutmu!” tegas Robin. Antonio masih berdiri di samping pintu, menggeleng pelan ke arah Robin, berharap tuannya akan melihat isyarat darinya. Poppy justru terlihat semakin takut mendengar Robin menyuruhnya makan, bukan pelan-pelan memberi perhatian seperti bayangannya. Robin telah memutuskan untuk membantu Poppy terlepas dari traumanya. Salah satu caranya adalah menunjukkan bahwa dia bukanlah seseorang yang menjadi ancaman bagi hidup Poppy. Antonio sudah mengatakan kepada Robin apa yang harus dia lakukan saat membantu Poppy sarapan. Namun, agaknya situasi sekarang tak seperti bayangan tangan kanan Robin itu. “Apa kau tidak bisa membuka mulutmu?! Aku harus segera pergi ke kan–” Robin berhenti bicara setelah akhirnya melihat isyarat Antonio yang langsu
Poppy terbelalak kaget, dadanya berdebar kencang. Dia ingin berteriak, tetapi tangan seseorang membungkam mulutnya.“Poppy, jangan berteriak dan bicara dengan pelan,” bisik Alice.Poppy melirik ke samping, melihat Alice berjongkok di dekat ranjangnya dengan ekspresi serius. Kemudian, dia mengangguk sebagai jawaban.Saat ini, waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Alice biasanya tidur lebih awal, tetapi sekarang tiba-tiba muncul di kamarnya yang seharusnya telah dikunci dari dalam.“Apa yang kau lakukan di sini, Alice? Bagaimana kau bisa masuk?” tanya Poppy sembari duduk.“Dengarkan aku baik-baik, Poppy. Segera temui Nyonya April di lantai satu lewat balkon kamar ini.”“Ap–”Alice kembali membekap mulut Poppy yang akan berteriak. “Ada tangga tali yang sudah kusiapkan di pagar balkon untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu. Turunlah dengan tangga itu dan jangan menimbulkan suara.”“Kenapa? Apa yang terjadi?” bisik Poppy dengan suara panik.“Ada penyusup memasuki rumah ini. Semua
“Tuan Larry!” seru Poppy ternganga. Dia celingukan di sekelilingnya. Beruntung, tak ada orang yang mendengar.‘Tunggu, kalau dia tahu kejadian itu ….’ Wajah Poppy sontak merah padam ketika mengingat Robin pernah menghukumnya di elevator!“Waktu itu aku sedang memperbaiki sandi elevator. Hanya hari itu saja aku tidak sengaja mengintip.”Tampaknya, Larry tahu apa yang pernah terjadi di ruang sempit itu. Dia pasti dapat mencium aroma dari cairan cinta yang tertinggal ketika akan menemui Stefan yang saat itu masih mendiami lantai tiga.Namun, Poppy tentu tak akan menyadarinya. Dia mengurut dadanya, lega karena kejadian memalukan itu tak terlihat siapa pun.“Bukankah kau tadi bilang, aku tidak boleh membicarakan tentangmu. Mengapa kau ikut masuk?” tanya Poppy ketika masuk ke bangunan utama kediaman.“Aku akan menemui ibu palsumu. April adalah teman baikku. Ada yang ingin kubicarakan dengannya.”“Ya ampun, kau selalu membuatku terkejut!”“Kau pasti akan terkejut lagi setelah tahu kalau dia
Robin masih melihat foto surat Rafael untuk istrinya. Dia tampak bimbang membuat keputusan.“Tuan, rencana besar kita akan dimulai dua hari lagi. Anda bisa mengurus Rafael, sementara saya yang akan memimpin keberangkatan ke Pulau Solterra.” Antonio menunjukkan tekad yang besar dari sorot matanya.Antonio adalah sosok yang dapat dipercaya. Dalam kondisi apa pun, dia masih bisa menjaga ketenangannya. Namun, Robin sedikit khawatir jika Antonio akan meluapkan emosinya ketika penyerbuan dimulai.Ketika Robin datang ke Pulau Solterra malam itu, dia dapat melihat tatapan tajam Antonio saat mendekati Saul, seperti ingin mencekiknya dengan kedua tangannya sendiri. Mungkin karena Saul sedang menyembunyikan Poppy di balik punggungnya, Antonio menahan kemarahannya waktu itu, pikir Robin.“Tidak. Aku akan pergi ke sana bersamamu.”“Tuan, Anda juga tahu jika saya tidak akan berbuat sembarangan hanya karena dendam pribadi saya. Saya bersumpah tidak akan mengacaukan rencana Anda,” ucap Antonio bersun
“Aku aku pernah meyakini jika Nyonya Sienna tidak pernah berselingkuh. Dari sifatnya, kau juga bisa menebak itu, bukan?”Poppy mengangguk.“Tapi, ada saksi mata yang melihat perselingkuhan mereka. Dia adalah Rod, tangan kanan Tuan Dante, sebelum digantikan Luca. Selain itu, ada bukti hasil tes DNA yang menyatakan bahwa Tuan Rafael bukan anak kandung Tuan Stefan.”“Tapi, Tuan Dante bisa memalsukan hasil tes seperti itu dengan mudah, apalagi waktu itu belum maju seperti sekarang. Robin bahkan bisa membuat identitas baru untukku dalam semalam.”Raut wajah Larry yang sebelumnya tenang, kini terlihat keruh, membayangkan masa lalu pahit tuannya. “Kau benar. Aku bisa menyelidikinya lebih dalam, tapi Nyonya Sienna tiba-tiba menghilang, serta meninggalkan pesan bahwa dia sudah tidak bisa hidup bersama dengan Tuan Stefan karena tidak mencintainya lagi … sekaligus membenarkan perselingkuhannya dengan salah satu pengawal kediaman.”“Mustahil …,” gumam Poppy kecewa.“Tuan Stefan pasti mengatakan pa
Poppy kembali bingung. Apakah Larry berada di pihak Rafael? Namun, sudah jelas jika Stefan mengatakan membenci putra bungsu yang bukan darah dagingnya.“Pengawal Robin di depan pasti akan melapor padanya kalau tahu kau datang dari luar. Aku akan mengantarmu.”“Tunggu sebentar.” Poppy mencegah Larry yang akan berdiri. “Bisakah … kau memberi tahuku … di mana Nyonya Sienna saat ini?”“Mengapa kau ingin tahu?”Meski telah mendengar dari Stefan, tetapi Poppy masih penasaran apakah ucapannya benar atau hanya efek dari kejiwaannya yang terganggu. Poppy ingin tahu dan mencari solusi agar bisa menyembuhkan luka di hati suaminya.“Aku hanya ingin mengenal Robin lebih dalam. Dia tidak akan mengatakannya padaku. Kuharap, dia bisa membagi luka di hatinya denganku.”Larry dapat melihat dengan jelas pipi Poppy merona. Dia tersenyum samar, kembali duduk dengan santai.“Kalau kau tidak keberatan mendengarkanku dan menyimpan rahasia ini dari siapa pun.”Poppy segera mengangguk. Larry lalu mulai berceri
Larry baru kali ini bertatap muka dengan Poppy dalam jarak yang cukup dekat. Rupanya, ada alasan khusus mengapa Robin memilih wanita ini, pikirnya. Perawakan dan rambut Poppy hampir mirip dengan Sienna. “Kau … siapa? Mengapa kau ada di sini?” Stefan mendadak sadar jika Poppy bukanlah istrinya.Saat ini, Poppy dan Stefan bersimpuh di lantai. Mereka baru selesai menenangkan diri setelah menangis cukup lama. ‘Mungkinkah dia terlalu banyak menangis sehingga pandangannya menjadi jernih dan melihatku bukan sebagai istrinya lagi?’ batin Poppy bertanya-tanya.“Aku bertanya padamu! Jangan membuatku mengulang pertanyaanku dua kali! Apa kau gadis bayaran papaku untuk menggodaku?!” sergah Stefan. Caranya membentak, bahkan kalimatnya sangat mirip dengan putranya.“Saya adalah menantu Anda. Istri Robin Luciano.”Poppy melirik ke arah Larry yang sudah membuka mulut akan mencegahnya menjawab jujur. Seharusnya Poppy tidak mengatakan identitasnya, sebab Stefan masih menganggap Robin masih seperti bel
Poppy ternganga, panik bukan main hingga membeku di tempat. Dia tak sempat bereaksi dan hanya memejamkan mata dengan erat ketika Stefan sudah berada di hadapannya, seakan-akan ingin menusuknya.“Pengawal sialan! Kau berani menyentuh istriku, hah?! Aku akan membunuhmu!”“Hentikan!” jerit Poppy dengan suara melengking tinggi. Dia segera membuka mata ketika tak mendengar pergerakan di sekitarnya.Stefan yang sudah berada di dekatnya, hampir menusuk pengawal yang tetap diam dengan tenang, tiba-tiba berhenti bergerak setelah mendengar teriakannya. Pisau dapur di tangan Stefan langsung terjatuh dari genggaman, beruntung tak mengenai kakinya.“M-maaf … aku tidak bermaksud berteriak …,” sesal Poppy, takut membuat Stefan semakin marah. Poppy mundur perlahan, menatap salah satu pengawal untuk meminta pertolongan. Namun, tak ada yang mendekat atau hanya terlihat ingin menolongnya.Para pengawal itu tetap waspada meski diam saja. Mereka tak mau membuat kemarahan Stefan semakin menjadi-jadi.Stef
Poppy awalnya takut pada Stefan. Namun, setelah melihat warna matanya yang sama dengan Robin, dia bisa memastikan jika pria itu berhubungan dengan keluarga Luciano, warna mata yang cukup langka di dunia.‘Apa aku pernah melihat orang ini sebelumnya? Siapa dia?’Stefan berkedip lambat seperti baru saja terbangun. “Maaf, Sayang, aku tidak bermaksud membentakmu.”Genggaman di pergelangan tangan Poppy mengendur. Tangan Stefan gemetaran dan ekspresinya menunjukkan kekhawatiran. Takut Sienna palsu di depannya marah, lalu meninggalkannya.Poppy yang melihat mata Stefan berembun menjadi kasihan padanya. Dia bisa saja kabur, namun penasaran dengan sosok di depannya.“Kau tidak marah, ‘kan? Tolong jangan marah padaku,” pinta Stefan dengan suara gemetar.“Tidak. Aku yang justru minta maaf karena berniat menerobos wilayahmu.”“Tunggu di sini dulu. Aku akan membukakan pintu ini.” Genggaman Stefan kembali mengencang. “Jangan pergi ke mana-mana,” ucapnya memelas.Poppy mengangguk, tapi Stefan tampak
“Nyonya, saya akan patroli dulu,” pamit Marcello. Setelah kepergian Robin, suasana di kediaman terasa sepi. Robin mengajak hampir separuh pengawal kediaman, tetapi menambah pengawal khusus untuk berjaga di luar rumah. Alhasil, pekerjaan pengawal di kediaman cukup sibuk. Para pengawal baru Robin hanya berjaga di area depan, terutama di pintu-pintu masuk, berjaga jika ada penyusup menyerang selagi Robin tak ada. Karena itu, Poppy sangat berterima kasih pada Marcello yang meluangkan waktu untuk melindunginya. “Ya. Terima kasih sudah menjagaku, Marcello. Mari kita makan malam bersama seperti biasa nanti.” “Baik, Nyonya.” Begitu masuk ke dalam kamar, Poppy sekilas melihat ke arah jendela. Dia lalu berhenti sejenak, memandang ke bawah. Dari lantai dua itu, dia bisa melihat halaman rumah cukup jelas. Mendadak, Poppy ingat surat Rafael. “Haruskah aku ke sana?” Setelah menimbang-nimbang sebentar, Poppy memutuskan akan memeriksa tempat yang dimaksud Rafael, sebelum waktu pertemuan dua h