Antonio dan dokter itu masuk ke ruangan yang sama dengan Robin sesaat kemudian.“Saya akan menyiapkan obat untuk Nyonya Poppy dulu, Tuan.” Antonio berpamitan setelah mengantar sang dokter, sekaligus menyeret keluar orang yang sejak tadi berada satu ruangan dengan Robin.Capri menatap kepergian mereka, lalu duduk di kursi dekat Robin setelah Antonio menutup pintu.“Untuk apa kau mencariku? Kalau kau ingin bicara omong kosong tentang istriku, sebaiknya kau segera pergi.”Capri mengabaikan kata-kata Robin yang menyinggung, Dia sudah sangat terbiasa mendengarnya.“Maaf jika saya lancang, tetapi saya perlu menanyakan ini, di mana Anda menemukan Nyonya Poppy, Tuan?”Robin menatap tajam Capri. “Kau tahu itu lancang dan masih berani bertanya?!” Dokter Capri memang dapat dipercaya. Namun, asal usul Poppy tak boleh tersebar selama masih menjadi istrinya. Hanya orang-orang yang bekerja di kediaman saja yang dia biarkan mengetahui fakta yang sesungguhnya.“Bagai
“Beraninya kau menyinggung masa laluku!” bentak Robin, tak menyembunyikan ekspresi kemarahannya. Capri sesungguhnya takut menyinggung pria yang jauh lebih muda darinya itu. Tetapi, dia juga memiliki keinginan kuat untuk menyembuhkan trauma Poppy. Dia memiliki anak gadis seumuran dengan Poppy. Saat melihat keadaan istri Robin Luciano yang memprihatinkan, dia tak bisa diam saja atau hanya melihat. “Maaf, Tuan, tapi pikirkan ucapan saya ini. Jika kondisi mental Nyonya Poppy membaik, Anda juga mendapatkan keuntungan darinya.” “Kelua–” Robin hendak mengusir Capri yang terlalu banyak bicara, namun dokter itu masih belum menyelesaikan semua yang ingin dia katakan. “Saya yakin Tuan Dante pun saat ini masih mencurigai pernikahan Anda yang mendadak. Anda mungkin bisa membuat alasan logis jika akan menggantikan posisi Nyonya Poppy sebagai istri Anda, tetapi Tuan Dante pasti akan semakin curiga.” Ketika melihat Robin sedikit bereaksi dengan kata-katanya melalui ekspresi yang jarang ditunjuk
“Nyonya, saya membawakan bubur dan obat untuk Anda.” Donna masuk ke kamar sambil mendorong troli makanan. “Sarapan Anda sudah tersaji di meja makan, Tuan Rafael.” “Aku akan makan setelah menyuapi kakak iparku. Dia masih lemah dan butuh bantuan. Pergilah,” usir Rafael, merasa keberadaan Donna cukup mengganggu. Poppy menolak Rafael karena enggan memasukan apa pun ke dalam mulutnya. Namun, Rafael terus memaksa, berusaha menyuapi Poppy sambil bergurau. ‘Rafael terlalu baik padaku. Dia mungkin akan membantuku, tetapi dia bisa mendapat masalah besar karenaku,’ batin Poppy, menepis keinginan untuk meminta bantuan Rafael. “Apa yang sedang kau pikirkan? Tanganku hampir patah karena memegang sendok terlalu lama.” Rafael menyadarkan Poppy dari lamunan dengan gurauannya. Poppy membuka mulutnya. Rafael dengan penuh perhatian menyuap sesendok bubur untuknya. Di saat yang sama, Robin Luciano telah sampai di depan kamar Poppy, berniat menjalankan misinya menyembuhkan trauma sang istri. Akan teta
‘Apa yang Tuan Robin rencanakan? Apakah dia ingin memberiku racun dengan kedua tangannya sendiri?’ Poppy bukannya senang mendapat perhatian kecil dari suaminya, namun malah mencurigainya. “Kau akan terus memandangi sendok ini? Buka mulutmu!” tegas Robin. Antonio masih berdiri di samping pintu, menggeleng pelan ke arah Robin, berharap tuannya akan melihat isyarat darinya. Poppy justru terlihat semakin takut mendengar Robin menyuruhnya makan, bukan pelan-pelan memberi perhatian seperti bayangannya. Robin telah memutuskan untuk membantu Poppy terlepas dari traumanya. Salah satu caranya adalah menunjukkan bahwa dia bukanlah seseorang yang menjadi ancaman bagi hidup Poppy. Antonio sudah mengatakan kepada Robin apa yang harus dia lakukan saat membantu Poppy sarapan. Namun, agaknya situasi sekarang tak seperti bayangan tangan kanan Robin itu. “Apa kau tidak bisa membuka mulutmu?! Aku harus segera pergi ke kan–” Robin berhenti bicara setelah akhirnya melihat isyarat Antonio yang langsu
BLAM! “Hati-hati! Nyonya Poppy masih tidur! Jangan sampai membangunkannya!” Donna menegur tegas pelayan lain dengan suara lirih. Poppy tetap terbangun gelagapan dan langsung terduduk ketika mendengar suara berisik di sekitarnya. Dia meraba-raba tubuhnya, seakan-akan sedang memastikan sesuatu. Nyawanya masih utuh! “Apa racun itu belum bekerja?” gumam Poppy. Akan tetapi, mengapa dia tak merasa sakit sedikit pun? Badannya justru terasa lebih ringan dan segar setelah bangun tidur. “Nyonya, Anda sudah bangun rupanya! Lihat hadiah dari Tuan Robin ini!” seru Donna dengan raut wajah antusias, tangannya merentang menunjukkan rak dorong dengan gaun-gaun yang menggantung. “Hadiah?” Poppy merasa masih bermimpi. Kata hadiah tak tepat jika itu datangnya dari Robin. Semua yang Robin berikan hanyalah kompensasi untuknya. “Benar. Perhiasan ini juga, Nyonya!” Donna menyambar kotak perhiasan dan memeluknya dengan erat. Dia tampak kesulitan membawa kotak yang terlihat berat dan seperti peti h
Meskipun takut, pipi Poppy langsung merona mendengar pujian pertama yang keluar dari mulut Robin. Namun, setelah melirik wajah Robin yang terlihat dingin, rona merah di wajahnya langsung menghilang. “Sial,” gumam Robin pelan. Dia ingin menampar mulutnya sendiri karena mengatakan sesuatu yang memalukan. Rencananya adalah menyembuhkan trauma Poppy, namun dia terdengar seperti perayu wanita. Poppy dapat mendengar umpatan Robin. Dia pikir, Robin hanya sedang mempermainkan dirinya, mengatakan sarkasme karena sesungguhnya dia tak pantas memakai kalung mewah itu. “Maaf, saya akan segera melepaskan kalung ini.” “Kau tidak suka dengan pemberianku?!” bentak Robin, tersinggung karena dia sudah susah payah memesan batu safir langka pada liontin kalung yang melingkar di leher Poppy. “S-saya suka, Tuan.” “Kenapa kau malah mau–” “Tuan, sopir sudah menunggu di depan.” Antonio mengumpulkan keberaniannya memotong ucapan Robin, agar tuannya itu tak mengatakan kalimat yang akan membuat Poppy
Poppy menghela napas berat. Sejak tadi dia diam dan hanya menjawab Verdi ketika bertanya namanya. Mereka bahkan tidak sempat bercakap-cakap karena Robin segera mengusir Verdi. Dia tersenyum pada Verdi pun hanya untuk menunjukkan keramahan. ‘Tersenyum genit? Kapan aku melakukan itu?’ batin Poppy, heran dengan tuduhan Robin yang tak pernah dia lakukan. “Maaf.” Poppy tetap menunjukkan penyesalan untuk menyudahi pembicaraan itu. Robin justru terlihat tak senang. Permintaan maaf Poppy seperti menyatakan bahwa wanita itu menyesal telah tersenyum genit pada pria lain. Namun, Robin menahan kemarahannya agar tak membuat Poppy semakin takut padanya. “Jangan ulangi lagi. Aku tidak ingin mendengar ada orang yang mengatakan jika istriku adalah seorang wanita perayu.” “Baik, Tuan.” Jika hanya berdua saja, Poppy tak merasa harus memanggil nama Robin dan membuatnya canggung. “Robin.” Robin mengoreksi panggilan Poppy. “Baik.” “Ulangi ucapanmu yang benar!” “Baik … Robin,” ujar Poppy dengan sua
Embusan napas panas Robin menggelitik indra perasa Poppy. Dia mengerang pelan sambil membuka sedikit matanya.Ketika akan merenggangkan badan, Poppy terkejut sampai tersadar sepenuhnya. Robin telah mengungkung dirinya di atas kursi, memijat lembut titik sensitifnya begitu tahu Poppy telah bangun.Kaki Robin yang ada di antara tubuhnya, membuat Poppy kesulitan bergerak. Poppy mendorong pelan dada Robin, namun tubuh suaminya bergeming.“Robin ….” Kali ini, Poppy tak lupa memanggil Robin dengan benar.Robin yang mendengar suara serak Poppy menyebut namanya, spontan menghentikan gerakan. “Ulangi lagi,” perintahnya dengan suara berat, tak menyembunyikan hasratnya yang tiba-tiba memuncak karena suara Poppy.“A-apa maksud Anda?”“Panggil namaku,” bisik Robin di dekat telinga Poppy.“R-Robin ….”Mendadak, Robin menggigit kecil ceruk leher Poppy. Lenguhan singkat lolos dari mulut Poppy, membuat Robin mengisap lehernya semakin kuat, seakan-akan sedang berusaha menguras habis darahnya.“Tuan Rob
“Anda … mau membantu saya?” Poppy menatap Robin penuh harap.Akan tetapi, Robin tak menjawab. Dia kembali melumat bibir Poppy dengan ciuman yang semakin panas.Tangan Robin meremas tubuh Poppy, menyelusuri punggungnya. Poppy merasakan hawa panas yang mengalir dari setiap sentuhan Robin meski terhalang kain.Sementara itu, Robin mulai memejamkan mata. Bibir mungil Poppy terasa lebih manis dari saat dia pertama kali menciumnya.Benar. Robin masih mengingat ciuman pertama mereka, tetapi dia menyangkalnya.Robin Luciano telah berjanji pada diri sendiri bahwa dirinya tak akan memberikan hatinya kepada siapa pun. Ketika mencium Poppy saat ini, pikirannya juga terus menyanggah bahwa dia mulai tertarik kepada Poppy.BUK!Robin mengangkat badan Poppy, lalu mendudukan di atas meja. Dia melepas ciumannya hanya untuk berkata, “Kau seharusnya minta bantuanku.” Kemudian kembali mencium Poppy.Poppy pun tak berniat menjawab. D
Robin seolah sedang mengatakan jika Poppy tak seharusnya memercayai Rafael. Meski tak dikatakan secara langsung ataupun menyebutkan alasannya, Poppy merasa kali ini Robin bukan sedang mengancamnya, melainkan memberinya peringatan. ‘Rafael sangat baik padaku. Dia juga banyak membantuku. Apakah karena Tuan Robin tidak akur dengan Rafael sampai membencinya dan berpikir buruk tentangnya?’ “Jika kau salah memercayai seseorang sampai merusak rencanaku, kupastikan kau akan benar-benar menyesal,” ancam Robin kali ini. Poppy menelan ludah susah payah. Kata-kata Robin sesungguhnya ada benarnya. Beberapa saat lalu, Rafael menyebut nama keluarga asli Poppy. Rafael pun mengatakan akan mencari informasi tentang wanita bernama Nyonya Valentine, yang Poppy pastikan adalah ibu tirinya. ‘Rafael tidak boleh mencari tahu tentang latar belakangku. Sebaiknya aku minta bantuan Tuan Robin saja, daripada masalah semakin runyam karena identitasku yang sesungguhnya terbongkar,’ batin Poppy memutuskan. “Aku
“Poppy, aku punya berita baik!” seru Rafael sambil mengetuk pintu kamar. Poppy bergegas membuka pintu dan berniat mengusir Rafael. Robin pasti akan menuduhnya lagi jika melihatnya bicara dengan Rafael, apalagi di depan kamarnya. “Rafael, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara.” “Tidak, kau harus mendengarkanku dulu! Barusan aku mendapat informasi tentang orang yang menjual lukisan wanita yang mirip denganmu!” Rafael menunjuk lukisan di dalam kamar Poppy dengan tatapan mata. Poppy sontak terpaku menatap Rafael. “Sungguh? Siapa orang itu?” Poppy berusaha bersikap tenang agar tak terlihat mencurigakan karena begitu tertarik dengan lukisan itu. Namun, ketenangan Poppy segera hilang ketika melihat Robin mendekat dari kejauhan. Ekspresi Robin dingin dan terlihat marah. Entah marah karena kejadian sebelumnya atau marah karena Poppy bicara dengan Rafael? “Kita bicara nanti saja, Rafael. Aku tidak mau Robin salah pa
“Bagaimana aku tidak marah kalau rapat penting denganmu tertunda karenanya?”Robin enggan berdebat dengan kakeknya. Lagi pula, memang benar dia terlambat menghadiri rapat karena Poppy. Dia pikir, Dante tak akan marah kepada Poppy karena mereka tak cukup dekat. Tak masalah jika dia mengkambinghitamkan Poppy. Terlebih lagi, Robin cukup kesal karena Poppy mulai berani melawannya.“Tidak, Kakek! Robin bohong! Aku tidak pernah mencegah Robin pergi ke kantor! Dia sendiri yang tiba-tiba datang dan malah duduk santai mengganggu kesenanganku!” Kali ini, Poppy mengatakan hal sesungguhnya, sekaligus meluapkan isi hatinya. Dia semakin takut setelah melihat raut wajah Dante mengeras, tak ingin mengalah atau terkena kemarahan Dante.Robin tertawa tanggung dan tak percaya. Perempuan yang selalu berlagak seperti tikus kecil yang terpojok dan tak berdaya, kini berani menuduhnya di depan Dante. “Wah, wah, kau benar-benar pintar membual!”Rahang Dante berkedut sambil menatap Poppy dan Robin bergantia
“Kenapa Kakek tidak bilang dulu sebelum datang?” tanya Robin, mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Dante. Robin yakin jika Dante hanya mendengar percakapan terakhirnya dengan Poppy setelah mencerna pertanyaan Dante. Jika Dante benar-benar mengetahui situasinya dengan Poppy, dia tak akan bertanya. “Kau seharusnya ada di kantor sekarang! Dan aku tidak berkewajiban melaporkan setiap kegiatanku padamu!” Dante menunjuk Robin menggunakan tongkat jalan, tepat di depan wajahnya. “Apa kau menipuku dengan menyewa perempuan ini untuk kau jadikan istri?!” “Omong kosong apa yang kau katakan, Kakek? Untuk apa aku menikah dan membuat hidupku rumit jika hanya untuk menipumu?” sanggah Robin sambil menyingkirkan tongkat dari depan wajahnya. Dante memicingkan mata, tak terlihat percaya sedikit pun dengan Robin. “Jadi, kau mengaku jika hidupmu rumit karena berpura-pura menikah?!” Robin menghela napas kasar. “Ya, hidupku rumit karena menikah, tetapi aku tidak pura-pura menikah dengannya. Aku bisa menu
Robin telah memutuskan akan membantu Poppy sembuh dari trauma dan tak punya lagi pikiran untuk menggantikan Poppy dengan wanita lain. Setelah berpikir panjang, menikah lagi untuk mendapatkan kekuasaan dari kakeknya akan membuat masalah semakin rumit. Namun, Poppy malah memilih Alice daripada dirinya? Hah! Robin hanya bisa tertawa dalam hati. ‘Tidak semudah itu kau bisa kabur dariku!’ Langkah Robin penuh percaya diri ketika dia meninggalkan Poppy. Dia tampak sangat menikmati ekspresi terkejut yang ditunjukkan istrinya, sampai lupa sejenak jika dia harus segera ke kantor. “Anda tahu tentang lukisan itu?” Poppy kembali menyusul Robin. “Tuan, katakan pada saya, siapa yang telah menjual lukisan itu?” Ketakutan Poppy akan Robin Luciano tak lebih besar dari rasa ingin tahunya tentang keluarganya. Dia sampai berani menarik lengan Robin agar berhenti untuk bicara dengannya, tatapannya pun berusaha melihat mata Robin yang lurus ke depan. Namun, Robin tetap tak berhenti melangkah. “A
Omong kosong apa yang baru saja Alice ucapkan?! Robin merasa salah karena meninggikan suara, tetapi tak merasa ucapannya salah. Dia memang ingin agar Alice bisa segera hidup mandiri. Bukan karena dia membenci Alice, tetapi hanya mendidik Alice supaya tidak bergantung kepada orang lain. Biar bagaimanapun, Robin bukan orang tua Alice. Dia juga memiliki bisnis berbahaya yang kemungkinan besar bisa melibatkan orang-orang di sekitarnya. Alice akan lebih aman jika setelah lulus sekolah berpura-pura tak mengenal dirinya, kecuali jika Robin telah mendapatkan semua aset kakeknya. “Kau ingin kabur dari rumah dengan mengajak istriku?” Robin ikut berdiri, tak suka mendongak ke arah dua wanita itu. Ucapan Alice tentang Poppy bukan kesalahan bagi Robin. Namun, walaupun dia tak puas atau tak suka pada Poppy, bukan berarti mereka bisa kabur sesuka hati. Poppy belum melahirkan keturunannya! “Apa kau yakin istriku mau pergi denganmu?” tantang Robin. Tentu saja Poppy tak akan berani melangkahkan k
Bukan hanya Poppy, Antonio pun semakin resah selagi melihat jam tangan. Dia merasa sangat ingin menyeret Robin yang tak melakukan atau mengatakan apa pun, berdiri seperti patung kokoh yang tak dapat diruntuhkan. “Kau tidak mau duduk dulu dan makan siang bersama kami?” Akhirnya, Alice memecah suasana canggung. Robin segera duduk bersila di karpet, membuat Antonio ternganga, sedangkan Poppy langsung bergeser agar tak terlalu dekat dengannya. Melihat dari betapa cepat Robin menanggapi ajakan Alice, dia seperti sudah menantikannya sejak tadi. “Aku sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu. Bukan berarti aku senang duduk di tempat kotor ini.” Robin berniat menyindir Poppy, menunjukkan bahwa dirinya hanya ingin menyenangkan putri kenalannya. Secara tak langsung mengatakan jika dia tak sudi duduk di samping Poppy. Akan tetapi, Poppy malah mengambil saputangan. Kemudian mengulurkan saputangan itu kepada Robin. “Gunakan ini untuk melapisi tempat dudukmu supaya celanamu tidak kotor …
Mata Antonio tiba-tiba melebar. Terbersit kemungkinan gila yang hampir mustahil. ‘Jangan-jangan … Tuan Robin merindukan Nyonya Poppy?’ BRAK! Suara keras pada pintu yang membentur meja dekat pintu kamar menepis prasangka Antonio. Robin membuka pintu kamar Poppy, tetapi istrinya tidak ada di kamar. Hanya ada Donna yang sedang membersihkan perabot. Setelah Robin menemukan obat pencegah kehamilan miliknya, Poppy membiarkan Donna melakukan pekerjaan yang semestinya. Poppy tak lagi meresahkan seseorang akan mengobrak-abrik kamarnya. “Tuan Robin, apakah Anda mencari nyonya?” tanya Donna, terkejut dan langsung merapikan pakaian ketika menyadari kehadiran Robin. “Apa aku terlihat sedang mencarimu?” balas Robin ketus. “Tidak, Tuan …” Donna menatap lantai, tak berani memandangi Robin. “Nyonya sedang di taman belakang dengan–” Tak menunggu ucapan Donna selesai, Robin segera melangkah menuju tempat istrinya berada. Dia perlu menegaskan sekali lagi pada Poppy jika dia tidak pernah tertar