Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.
Di Kawasan hutan yang berembun, seorang pemuda tengah berlari ke satu arah. “Hahahah tubuhku bahkan begitu ringan,” tawa sosok itu ketika merasakan perasaan yang menyenangkan di tubuhnya. Surya sudah lama tidak merasakan kenyamanan seperti ini. “Apa jadinya jika aku tumbuh hingga segitiga bintang tiga? Bukan kah itu akan lebih menakjubkan daripada ini?” tanya Surya dengan semangat. Dia baru saja menempuh segitiga bintang satu yang notabene adalah awal menuju segitiga bintang tiga yang merupakan puncak dari tahap seni persilatan. Karena Surya baru saja masuk ke tahap segitiga bintang satu, dia tidak ingin memikirkan tahap lainnya sekarang. Pemuda tegap itu hanya ingin menyenangkan dirinya dahulu setelah segala macam usaha yang melelahkan. “Baiklah sudah cukup untuk pemikirannya sekarang. Mari kita coba kekuatan baru ini, sejauh mana itu bisa membawaku,” teriak Surya dengan semangat. Dengan itu Surya melanjutkan pergerakannya ke satu arah sambil tersenyum menantikan sesuatu. Set
Di sebuah area luas yang ada di pinggiran sungai, tampak sekelompok orang tengah berbaris melihat ke satu arah. Kelompok itu begitu khusyuk mendengarkan perkataan pihak yang ada di depan mereka seolah mereka adalah kultus baru yang memiliki banyak pengikut. “Sekarang kita akan sampai pada di titik akhirnya, yaitu menanam benih bela diri,” kata Surya menjelaskan. Dengan kata-kata yang sederhana itu, kelompok orang yang sedang berbaris tampak ricuh karena satu alasan. “Ahhh apakah ini nyata?” “Apakah aku tidak bermimpi? Akhirnya aku benar-benar bisa disebut sebagai pesilat?” “Ahhh ibu, aku ingin menangis.” Kelompok itu menjadi sedikit bersukacita setelah sadar bahwa mereka akhirnya bisa sampai ke titik ini. Yampadi yang ada di sudut juga tidak bisa lepas dari perasaan hangat ini, wajahnya yang terbiasa kaku akhirnya melunak dan tersenyum dengan sedikit hangat. Elpri juga tidak mau kalah saat senyum yang ditampilkannya benar-benar tinggi, bahkan senyuman itu hampir menutupi Seba
Di sebuah area cukup gelap di sekitar area gunung agung, suara yang memilukan terdengar mulai tumpah ke segala arah. Bisa dilihat ada sekelompok orang yang sedang menggeliat di tanah kesakitan karena satu alasan. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Surya bingung melihat hal ini. Dia sedang memberikan benih beladiri kepada kelompok pemuda yang akan menjadi orang terpercayanya setelah melatih mereka cukup lama. dia berharap bahwa ini semua akan berjalan dengan lancar. Namun tampaknya hal itu tak semudah apa yang dia pikirkan. Kelompok itu terus saja menggeliat semakin parah seiringnya waktu. Surya yang melihat hal ini mencoba untuk mengingat perasaan sakit yang dia terima saat pertama kali saat di berikan benih oleh inyiak putih. “Apakah aku sampai seperti ini pada saat itu?” tanya Surya sedikit penasaran. Namun setelah dia berpikir ulang beberapa kali, Surya menemukan bahwa dia tidak sampai se histeris ini seolah menanam benih adalah sesuatu yang merenggut nyawa berkali-kali. De
Suara yang nyaman mulai terdengar di telinga. Mulai dari suara hewan di hutan, burung di dahan, dan juga suara gemericik air sungai yang menambah ketenangan. Sosok Rizal yang sedang terbaring samar-samar menggerakan jari tangannya. Cahaya pagi yang terik tampak membuat tidur nyaman Rizal terganggu dan akhirnya membangunkan dirinya untuk bisa menjalani hari. Dengan tampilan malas pemuda Rizal itu membuka matanya. Saat itu juga cahaya matahari pagi mendobrak matanya dengan tidak sopan. Karena hal itu Rizal lantas memposisikan tangannya untuk menghalau sinar itu agar tidak mengacaukan matanya. Setelah beberapa saat, Rizal dan matanya bisa beradaptasi dengan cahaya menyilaukan yang berasal dari matahari pagi itu. Dengan itu, Rizal mulai duduk dengan tegak. dia masih saja mengucek matanya dengan malas masih dalam keadaan ngawang belum sadar dengan sempurna. Selanjutnya pemuda itu mulai menatap ke satu sudut dengan tatapan kosong. Setelah beberapa waktu menatap dengan kosong, sosok it
Benih Yang Berbeda Di pinggiran sungai yang ada di gunung agung, tampak sekelompok makhluk hidup tengah terduduk malas memejamkan mata mereka. Kelompok itu mengerutkan dahi mereka ketika memejamkan mata seolah tengah melakukan sesuatu yang begitu serius. Sebelumnya, ketika kelompok itu baru saja bangun dari tidurnya, Surya menyuruh mereka untuk melihat titik benih yang ada di tubuh mereka. Surya ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi dengan kelompok itu setelah Surya menanamkan benih rimaunya kepada mereka. Jelas Surya menjadi heran karena dia ingat bahwa mereka semua seharusnya akan menjadi layu Selama tiga bulan. Dan selama itu juga tubuh manusia mereka perlahan akan berubah menjadi harimau gendut. sama seperti apa yang dialami Surya sebelumnya. Surya sudah membayangkan bahwa dia akan memiliki selusin harimau bersamanya untuk menjaga gunung, namun kini tampaknya khayalan itu tidak relevan sama sekali. Dengan ini Surya melihat ke arah kelompok orang itu dengan tatapan kompleks
Pagi hari di salah satu area pinggiran sungai. Kelompok Rizal bersama dengan sekelompok anjing tengah berbaris menghadap ke satu arah. kelompok makhluk hidup itu tampak menatap sosok yang ada di hadapan mereka dengan tatapan beribadah. mereka jelas sangat hormat kepada sosok yang sedang berdiri itu. Sosok itu tidak lain adalah Surya, kini dia tengah berdiri diatas batu sambil melihat ke arah kerumunan dengan seksama. Setelah melihat ke kanan dan kekiri untuk waktu yang lama, Surya mulai menggunakan sesuatu. “Tampaknya kelompok ini benar-benar baik saja,” kata pemuda itu dengan sedikit tak berharap. Surya masih saja memikirkan tentang kejadian beberapa hari lalu ketika dia menanamkan benih untuk kelompok itu, jelas mereka sama sekali hampir tidak memiliki fase yang sama dengan Surya. Sehingga membuat surya menjadi sedikit ragu. Tidak ada kelelahan selama tiga bulan, tidak ada perubahan bentuk tubuh menjadi harimau, dan juga tidak ada benih yang berbentuk harimau sempurna. Dengan i
“Ahhh hai tetua kelima.” Surya membalas dengan terkejut. “Apakah kau sudah siap untuk pergi?” tanya tetua kelima dengan semangat. “Ya aku siap untuk pergi...” kata Surya sedikit ragu ketika melihat tampilan pihak lain. “Baiklah mari ikuti aku, kalian akan pergi masih beberapa saat lagi.” Jelas tetua kelima. Dengan ini Surya pun mengikuti sosok itu dari belakang dengan perlahan. Saat Surya masuk bersama dengan tetua kelima. Kelompok murid di sekitar menjadi sedikit ricuh karena kedatangannya. Meskipun merasakan apa yang terjadi di tempat itu, Surya terus saja berjalan mengikuti tetua kelima menuju ke ruangan yang terakhir kali pernah Surya datangi. Tidak lama, Surya akhirnya masuk ke dalam ruangan yang akrab. Di tempat itu terdapat empat orang yang tengah berbicara satu sama lain dengan cukup serius. “Ahhh Surya akhirnya kau datang.” Tetua kedua berkata dengan antusias. Surya yang melihat hal ini hanya bisa mengerutkan kening. “Ada apa dengan perubahan sikap pria tua ini?” tan
Di dalam sebuah gerbong yang tidak terlalu besar, tampak seorang pemuda tengah menoleh ke satu arah dengan tampilan mencurigakan. Tiga orang lain yang ada di dalam gerbong itu hanya bisa melihat ke arah Surya dengan tatapan bertanya ketika melihat pihak lain menampilkan mimik wajah yang kurang baik. Sementara itu Nova hanya bisa mengernyit ketika senyum lebar masih tergantung di wajahnya. Surya tetap saja berada di posisi itu untuk beberapa detik. Bahkan daun telinga Surya bergerak ringan tanpa disadari kelompok orang yang ada di sekitarnya. Setelah beberapa detik lagi berdiri seperti itu, Surya mulai kembali ke penampilan sebelumnya dan kemudian melihat ke arah kelompok orang yang ada di gerbong itu dengan perlahan. Ketika dia melihat ke arah kelompok itu, dia hanya menemukan tatapan aneh dari mereka melihat ke arahnya. Surya menghiraukan hal itu dan mulai menuju ke bangku kosong di sebelah seorang remaja berambut coklat. Kelompok itu hanya bisa terlihat terganggu dengan tindak