Setelah berbicara dengan Juragan Pranata, Guntur langsung pergi untuk memulai misinya. Dia perlu mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai para perompak dan lokasi mereka. Tanpa membuang waktu, Guntur mulai mencari orang-orang yang mengetahui lebih banyak tentang kelompok perompak itu. Juragan Pranata tentu saja senang, tidak sia-sia dia menyewa Guntur. Sementara Panji merasa kehadiran Guntur sebagai ancaman bagi kedudukannya.Setelah beberapa saat mencari, Guntur akhirnya berhasil mendapatkan informasi yang dia butuhkan. Para perompak diberi tempat tinggal oleh seorang kepala suku di hutan, dan mereka sering masuk ke desa-desa di sekitar Pantai Timur untuk mencari sasaran untuk perampokan mereka. Tidak terkecuali kapal milik Juragan Pranata yang sudah diberi bendera Perguruan Serigala Putih. Rupanya para perompak itu sengaja cari mati dengan membegal kapal tersebut saat sedang berlayar. Walau semua orang tahu jika Juragan Pranata gembong perampok juga.Dengan informasi baru ini, Gu
Guntur memandang Panji yang melihatnya dengan heran. Dia berpikir betapa bodohnya pemuda di hadapannya ini. “Mereka ingin menguasai Perguruan Serigala Putih.” Akhirnya Guntur menyebutkan rencana mereka.“Dari mana kau tahu rencana mereka?” tanya Panji. Dia merasa aneh, mengapa Guntur bisa tahu rencana mereka.Guntur sesaat merasa terjebak, dia gelagapan seperti mendengar pertanyaan Panji. Dengan cepat dia dapat menguasai diri. “Tidakkah tadi kau dengar dia bicara apa?” tanya Guntur. Guntur merasa terselamatkan dengan pembicaraan Pendekar Mata Satu tadi yang sempat didengarnya.“Tapi bagaimana kita bisa melawan mereka? Mereka bukan musuh yang mudah dihadapi,” sahut Panji, masih merasa ragu.“Kita akan mempertimbangkan setiap langkah dengan teliti. Aku akan memimpinmu dan bersama-sama kita dapat mengalahkan mereka,” jawab Guntur."Mereka memang bukan musuh yang mudah dihadapi. Tapi, itu tidak membuat kita menjadi lemah dan harus menyerah,” tambah Guntur sambil mengangkat dagunya.Panj
Dewi Rimbu tidak menjawab pertanyaan Mardawa tentang Ratu Kali Wingit. Dia sendiri tidak mengerti, mengapa wanita itu berubah. Eyang Chou merasa khawatir dengan keselamatan Kusuma. Dia memohon kepada Mardawa untuk membuntuti Ratu Kali Wingit. “Mardawa, selamatkan Cucuku!” Eyang Chou berkata sambil memandang Mardawa. Rasa dendamnya kepada pemuda itu sirna seketika. Dirinya malah ragu tentang Kusuma dan segala ucapannya.Mardawa diam, dia mempertimbangkan permintaan Eyang Chou. Pemuda itu tidak ada dendam dengan kakek tua itu. Fitnah Kusuma yang menjadikan dirinya seperti buronan.Setelah memikirkan permintaan Eyang Chou, Mardawa akhirnya setuju untuk membuntuti Ratu Kali Wingit. Dia merasa bertanggung jawab untuk melindungi keselamatan Kusuma. Dia dan Dewi Rimbu bersiap-siap untuk pergi ke Istana Kali Wingit.Setelah berjalan jauh , Mardawa memutuskan untuk istirahat sejenak. Dia duduk di bawah pohon besar dan menikmati pemandangan sekitar. Tiba-tiba, dia melihat sesosok wanita berja
Mardawa menghentikan serangannya dan menatap Dewi Rimbu dengan rasa heran. "Tapi Dewi, ini serigala liar. Dia bisa membunuh kita di sini. Serigala ini tentu anak buah Serigala Perak.” Mardawa menerka-nerka.Dewi Rimbu menghampiri Mardawa dan meletakkan tangannya di atas bahu pemuda itu. "Tidak semua hewan liar perlu dibunuh, Mardawa. Ada cara lain untuk menghadapinya."Mata Mardawa melebar, mencoba memahami apa yang ingin diucapkan oleh Dewi Rimbu. "Apa yang harus dilakukan?" tanya Mardawa penasaran. “Hewan itu sudah berhasil kuusir.”Saat serigala lain muncul lagi dari arah yang sama, hati Mardawa berhenti berdetak sejenak. Serigala itu menggeram dan melompat ke arah mereka, mencoba menggigit Mardawa. Mardawa sengaja menghindar menjauhi Kusuma. Dia tidak mau gadis itu juga diserang serigala.Dewi Rimbu melepaskan sebuah pusaran angin, menghentikan serigala itu dan melumpuhkannya dengan mudah. Serigala itu meronta-ronta dan mencoba melepaskan diri dari perangkap Dewi Rimbu, tetapi tid
Semboja tidak bisa berkutik. Pandangan wanita itu seperti menyuruhnya untuk pergi sebelum dia berteriak ada orang asing. Tentu saja gadis itu sangat ketakutan.“Ke mana aku harus pergi?” Semboja bertanya-tanya dalam hatinya. Dia berpikir tempat paling aman adalah Istana Serigala Perak. Dia harus kembali ke kamarnya, untuk kabur dari sana gadis itu tidak tahu jalan.Semboja merenung sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya di Istana Serigala Perak. Dia berjalan dengan hati-hati, mencoba untuk tidak menarik perhatian siapa pun di sekitarnya. Setelah berjalan beberapa menit, Semboja tiba di depan pintu kamarnya.Tiba-tiba, dia mendengar suara derap kaki di belakangnya. Semboja berbalik dan terkejut melihat dua penjaga kerajaan yang berdiri di belakangnya."Apa yang kau lakukan di sini? Ini daerah terlarang!" seru salah satu penjaga sambil mengeluarkan pedangnya.Semboja berhasil bersembunyi dari kejaran, dia merasa lega namun pada saat yang sama juga takut. Dirinya ti
Dewi Rimbu tersenyum kecut melihat sinar merah dari kedua mata Ratu Kali Wingit.Dewi Rimbu menjelaskan, “Ini jurus dari tanah kelahirannya, Jurus Bharata. Jangan meremehkan ilmu itu, Mardawa.” Kembali wanita itu mengingatkan.Ratu Kali Wingit merasa tertantang untuk mengalahkan Mardawa dan Dewi Rimbu. Dia tidak ingin dikalahkan lagi oleh siapa pun. Dia berpikir keras dan tiba-tiba tersenyum licik.“Baiklah Dewi Rimbu, mari kita kita bertarung satu lawan satu. Jika saya menang, kalian harus meninggalkan kerajaanku selamanya. Kusuma harus tinggal di sini.” Tentu saja mereka kaget dengan syarat seperti itu. Ratu Kali Wingit memang sudah benar-benar berubah, atau memang sebenarnya dia itu seorang yang jahat.“Dan jika saya menang?” ujar Dewi Rimbu dengan tenang. Tidak kalah, Dewi Rimbu juga menanyakan seandainya dirinya yang memenangkan pertarungan.“Kalau kau menang, aku akan memberikan segalanya yang kau inginkan. Apa saja yang kau inginkan, Dewi Rimbu?”Dewi Rimbu berpikir cepat dan
Sementara itu Mardawa dan Dewi Rimbu mencoba menyelamatkan Kusuma dari pengaruh sihir Ratu Kali Wingit. Dewi Rimbu mengerahkan seluruh kemampuannya. Wanita itu memegang ubun-ubun Kusuma. Ditusuknya perlahan-lahan dengan jari telunjuknya. Asap tipis keluar dari ubun-ubun gadis tersebut.“Bagaimana, Dewi Rimbu?” tanya Mardawa. Ada kecemasan dalam nada suaranya. Dewi Rimbu sedikit mengangguk, Mardawa lega karenanya. Itu artinya Kusuma baik-baik saja. Walaupun urusannya belum beres dengan gadis itu, pemuda itu punya tanggung jawab untuk menjaganya. Sesuai janjinya pada Eyang Chou. Membawa Kusuma dalam keadaan baik-baik.“Apa yang kamu rasakan, Kusuma?” tanya Mardawa. Pemuda itu mendekati Kusuma yang sudah selesai diobati Dewi Rimbu. Kusuma hanya melihat pemuda itu sekilas. Dia rupanya sudah ingat semuanya. Rasa cemburunya muncul seketika kepada Dewi Rimbu. Mardawa mundur saat Kusuma tidak mau menjawab pertanyaannya.“Aku sudah sangat lapar. Sudah dua hari tidak makan layak. Bagaimana ka
Mardawa tahu jika Kusuma cemburu kepada Dewi Rimbu. Rupanya pemuda itu masih kesal dengan segala tuduhan Kusuma kepadanya. Apalagi ini sudah melibatkan guru mereka masing-masing.Kusuma tidak nyaman berada di antara mereka. Dia ingin secepatnya pergi dari situ. Gadis itu termangu memikirkan cara untuk pergi sendiri.“Aku mau pulang saja, tidak ikut kalian ke Negeri Serigala Perak.” Kusuma memecah kecanggungan. Dirinya tidak akan sanggup jika harus berlama-lama tinggal.“Jangan menambah lagi masalah, Kusuma!” ujar Mardawa. Dia semakin kesal karena gadis itu tidak henti-hentinya menimbulkan masalah.“Aku mau kembali ke pondok Eyang Chou,” jawab Kusuma sungguh-sungguh.“Aku tidak percaya kata-katamu.” Mardawa berkata sambil menuangkan nasi ke sepelepah daun pisang.Kusuma diam, tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia memandang Dewi Rimbu seperti minta tolong untuk meyakinkan Mardawa.Dewi Rimbu mengangkat bahunya, pertanda dirinya tidak mau ikut campur. Kusuma menunduk, wajahnya terlihat