Bella nih emang rese banget, sumpah!
Padahal dia sendiri yang minta adik cepat, tapi dia juga yang berkali-kali menggagalkan proses pembuatannya.
Menyebalkan banget ya ‘kan?
Lebih dari itu, aku kasihan sama Pak Dika juga. Soalnya, dua kali lho pria itu harus berhenti saat nanggung. Nggak bisa aku bayangkan gimana sakitnya tuh, hihihi .…
Rasanya, pasti seperti siap-siap mau bersin. Eh, malah digagalin teman. Jengkelnya sampai ke ubun-ubun.
Akan tetapi mau gimana lagi? Kami nggak bisa mengabaikan Bella dan malah asyik sendiri dengan urusan kami ‘kan?
Sekarang ini dia anak kami dan tentu nggak boleh mengabaikannya. Untung, Pak Dika lumayan paham akan hal itu dan si
Sebenarnya, mataku masih sangat perih untuk dibuka. Namun, kecupan bertubi di pipi dan leherku sangat mengganggu sekali. Membuatku mau tak mau terbangun, dan mulai mengerjapkan mata demi mengumpulkan kesadaranku.Ck, sialan! Siapa, sih, yang gangguin aku tidur? Nggak tahu apa, kalau badan aku capek banget, abis jadi ratu seharian tadi.Aku butuh tidur!CupCupCupCiuman itu semakin membuatku merinding, karena kini sudah sampai pada belahan dadaku.Nggak hanya itu saja, aku bahkan merasakan sebuah rasa dingin mulai merayap naik dari bawah kaos tidurku. Terus naik, naik dan naik hingga ....
Aku membuka mataku dengan tidak ikhlas pagi ini. Seluruh tubuhku rasanya ngilu dan sakit saat digerakkan. Rasanya, aku seperti baru saja menjadi korban tawuran antar kampung. Benar-benar remuk redam.Namun, yang paling terasa ngilu di antara semuanya adalah area pangkal paha. Rasanya seperti ada setrum setiap kali aku bergerak.Ah, tempat itu. Aku ingat. Semalam dia juga sempat mengeluarkan darah, saat Pak Dika pertama kali menerobosnya.Ya! Akhirnya, setelah sekian purnama dan ribuan halangan yang membentang, Pak Dika pun akhirnya berhasil buka puasa semalam, bahkan sampai nambah berkali-kali.Lebay ya aku? Emang! Hanya saja aku serius ini. Memang setelah menikah, kami tak bisa langsung menikmati malam pertama.Ada aja halan
Bella POV“Bell, dimakan dong, Sayang. Jangan cuma diacak-acak terus. Nanti nasinya nangis loh.”Bodo amat! Nangis juga bukan urusan Bella. Bagus malah. Biar Bella ada temannya.“Bella, Sayang. Kamu kenapa, sih? Masih marah karena kita pindah ke sini atau ada yang menggangu kamu di sekolah barumu?”Semuanya benar! Bella memang masih kesal, karena tiba-tiba harus pindah ke sini, ke lingkungan yang banyak orangnya. Juga, harus sekolah di sekolah baru, yang nggak keren sama sekali.Hanya saja lebih dari itu, Bella kesal karena Papa selalu saja sibuk, bahkan di weekend seperti ini pun
Mahardika POV“Mas, sarapannya udah siap!”“Iya, sebentar.”Sekali lagi, aku pun merapikan tampilanku dan memastikan kalau semuanya sudah terpasang sempurna. Setelah itu, aku langsung bergegas turun memenuhi panggilan istriku tadi.Istriku? Ya! Barusan yang tadi memanggilku memang adalah istriku. Namanya Intan Mulia Mardani. Mahasiswi cantik yang dulu tinggal di samping rumahku.“Bella nggak mau Mama!”“Nggak pakai ya, Bell! Pokoknya kamu harus belajar!”“Tapi Bella nggak suka.”“Ya, belajar sukalah!&rdquo
*Happy Reading* "Bohong, Om! Tante Intan banyak pacarnya. Jangan mau di jadiin cadangan!!" Aku langsung mendengkus sebal. Ketika suara cempreng itu tiba-tiba saja menggelegar dari samping rumahku. Sialan!! Dasar bocah tengik!! Badan seupil aja, reseknya minta ampun. Awas aja kamu, bocah sialan!! "Anak itu, yang sering kamu ceritain?" tanya Guntur. Cowok yang baru saja akan pulang dari rumahku. Guntur ini tuh gebetan aku di kampus. Dia itu ganteng, pinter, humble dan ... pokoknya paket komplit di mata aku. Makanya, aku seneng banget pas akhirnya dia mau respon aku. Udah ke tahap mau anter jemput lagi. Kan, gimana aku gak jejingkrakan, coba? Namun aku lupa, kalo aku tuh punya tetangga reseknya naudzubillah. Ah, ralat. Anaknya doang yang resek. Karna Bapak dan kakek neneknya justru baik banget. Cuma dia doang nih sebiji, Demen banget cari ribut sama aku. Entah karena apa? Siapa lagi kalo bukan, Ratu Isabella. "Iya. Itu bocahnya. Nyebelin banget, kan? Bikin aku jomblo terus gar
“Tanteee …!”Bruk“Akh!”Hahahahahahaha ....“Bellaaa …!”Tawa Bella pun semakin membahana penuh kemenangan, mendengar kekesalanku pagi itu.Dasar anak kutil! Masih pagi udah ngerecokin orang aja!“Awas kamu, Bel! Sini Tante cubit ginjalmu!” marahku seraya bangkit dari lantai dan mengejar anak sialan itu.
Gara-gara mulut tanpa saringannya si Bella. Aku pun dengan refleks menyilangkan tangan di depan dada, untuk menutupi bagian yang Bella sebutkan tadi. Sebelum akhirnya menjerit histeris dan lari ke lantai atas, kembali ke kamarku.Sumpah demi neneknya Tapasya yang jahat. Aku malu banget!Tentu saja! Tadi itu ‘kan ... Astaga! Mau ditaruh di mana mukaku setelah ini?Oke! Aku akui, memang yang dikatakan si Bella itu benar adanya. Aku memang terbiasa tidur tanpa dalaman apapun. Hanya daster rumahan yang panjangnya selutut. Namun, oh … ayolah! Aku rasa yang punya kebiasaan seperti itu bukan cuma aku, bahkan kuyakin 90% wanita memang suka tidur tanpa benda-benda sialan yang sering bikin n
“Tanteee …!”Astagfirullah ...Aku langsung meloncat kaget, saat seruan itu menggema begitu saja dari belakangku. Saking kagetnya, bahkan donat yang sedang aku makan pun, melompat dari tanganku dan meluncur mulus ke arah got di sebelahku.Ya salam! Sarapan aku, tuh!Tak ayal karena hal itu, aku pun langsung melirik cepat dengan sinis ke arah belakang. Tepatnya pada mobil Range rover sport
Mahardika POV“Mas, sarapannya udah siap!”“Iya, sebentar.”Sekali lagi, aku pun merapikan tampilanku dan memastikan kalau semuanya sudah terpasang sempurna. Setelah itu, aku langsung bergegas turun memenuhi panggilan istriku tadi.Istriku? Ya! Barusan yang tadi memanggilku memang adalah istriku. Namanya Intan Mulia Mardani. Mahasiswi cantik yang dulu tinggal di samping rumahku.“Bella nggak mau Mama!”“Nggak pakai ya, Bell! Pokoknya kamu harus belajar!”“Tapi Bella nggak suka.”“Ya, belajar sukalah!&rdquo
Bella POV“Bell, dimakan dong, Sayang. Jangan cuma diacak-acak terus. Nanti nasinya nangis loh.”Bodo amat! Nangis juga bukan urusan Bella. Bagus malah. Biar Bella ada temannya.“Bella, Sayang. Kamu kenapa, sih? Masih marah karena kita pindah ke sini atau ada yang menggangu kamu di sekolah barumu?”Semuanya benar! Bella memang masih kesal, karena tiba-tiba harus pindah ke sini, ke lingkungan yang banyak orangnya. Juga, harus sekolah di sekolah baru, yang nggak keren sama sekali.Hanya saja lebih dari itu, Bella kesal karena Papa selalu saja sibuk, bahkan di weekend seperti ini pun
Aku membuka mataku dengan tidak ikhlas pagi ini. Seluruh tubuhku rasanya ngilu dan sakit saat digerakkan. Rasanya, aku seperti baru saja menjadi korban tawuran antar kampung. Benar-benar remuk redam.Namun, yang paling terasa ngilu di antara semuanya adalah area pangkal paha. Rasanya seperti ada setrum setiap kali aku bergerak.Ah, tempat itu. Aku ingat. Semalam dia juga sempat mengeluarkan darah, saat Pak Dika pertama kali menerobosnya.Ya! Akhirnya, setelah sekian purnama dan ribuan halangan yang membentang, Pak Dika pun akhirnya berhasil buka puasa semalam, bahkan sampai nambah berkali-kali.Lebay ya aku? Emang! Hanya saja aku serius ini. Memang setelah menikah, kami tak bisa langsung menikmati malam pertama.Ada aja halan
Sebenarnya, mataku masih sangat perih untuk dibuka. Namun, kecupan bertubi di pipi dan leherku sangat mengganggu sekali. Membuatku mau tak mau terbangun, dan mulai mengerjapkan mata demi mengumpulkan kesadaranku.Ck, sialan! Siapa, sih, yang gangguin aku tidur? Nggak tahu apa, kalau badan aku capek banget, abis jadi ratu seharian tadi.Aku butuh tidur!CupCupCupCiuman itu semakin membuatku merinding, karena kini sudah sampai pada belahan dadaku.Nggak hanya itu saja, aku bahkan merasakan sebuah rasa dingin mulai merayap naik dari bawah kaos tidurku. Terus naik, naik dan naik hingga ....
Bella nih emang rese banget, sumpah!Padahal dia sendiri yang minta adik cepat, tapi dia juga yang berkali-kali menggagalkan proses pembuatannya.Menyebalkan banget ya ‘kan?Lebih dari itu, aku kasihan sama Pak Dika juga. Soalnya, dua kali lho pria itu harus berhenti saat nanggung. Nggak bisa aku bayangkan gimana sakitnya tuh, hihihi .…Rasanya, pasti seperti siap-siap mau bersin. Eh, malah digagalin teman. Jengkelnya sampai ke ubun-ubun.Akan tetapi mau gimana lagi? Kami nggak bisa mengabaikan Bella dan malah asyik sendiri dengan urusan kami ‘kan?Sekarang ini dia anak kami dan tentu nggak boleh mengabaikannya. Untung, Pak Dika lumayan paham akan hal itu dan si
“Njir! Akhirnya bisa rebahan juga!” seruku girang. Sambil melemparkan diri ke atas tempat tidur sembarangan.“Tan? Language, please!” tegur Pak Dika, yang baru saja menutup pintu di kamar kami.Ah, iya. Aku lupa kalau sekarang lagi sama dia. Akhirnya aku pun melirik ke arahnya, dan langsung nyengir konyol sambil bangkit untuk duduk kembali.“Maaf, Mas. Refleks,” cicitku kemudian.Kukira, dia awalnya akan mengomel dan menceramahiku seperti biasanya. Namun, yang terjadi dia hanya m
Acara pun beralih pada resepsi, di kebun belakang. Seperti yang aku bilang. Enaknya nikah sama tetangga itu tuh kaya gini. Kita nggak harus sewa gedung mahal-mahal.Soalnya, dua rumah jadi satu aja. Udah lebih dari cukup untuk menampung banyaknya para tamu yang hadir.Sebenarnya, acara resepsi ini konsepnya sederhana dan santai, mengikuti kemauanku yang ingin pesta ala remaja modern dan nggak mau ribet. Makanya, tema kali ini kami pakai garden party yang santai banget.Aku aja cuma pakai gaun pengantin simple selutut, dengan akses yang nggak terlalu glamor, tapi tetap chick
“Njir, laki lo cakep banget, Cuy. Jadi pengen jadi pelakor.”Aku sontak meremas kuat lengan Nurbaeti, sampai dia meringis tertahan. Saat seenaknya dia ngomong seperti tadi. Enak aja! Baru sah, masa udah ngadepin setan rumah tangga alias valakor!Mana valakornya teman sendiri lagi. Oh, tidak! Aku nggak mau hidupku sampai kayak di sinetron ikan terbang ya?“Nyet, dengar kenapa. Nunduk mulu. Nyari apaan, sih, lu? Duit koinan ya?”Ini lagi satu si Nurhayati. Nggak ngerti banget apa yang aku rasain. Ya kali aku harus bikin pengumuman, kalau aku lagi grogi parah. Makanya aku nggak berani lihat ke depan.Iya benar. Aku memang grogi parah saat ini. Itulah kenapa dari mulai keluar kamar sampai menunju mimbar te
Akhirnya, hari besar itu pun tiba setelah satu minggu ini aku menjalani pingitan dan segala macam adat yang harus aku laksanakan. Kini, di sinilah aku sekarang. Duduk gelisah di pinggiran tempat tidur, menunggu dengan harap-harap cemas kabar dari ruang tamu rumahku.Kabar apa?Ya, apalagi? Tentu saja aku menunggu kabar selanjutnya dari prosesi ijab qabul yang sedang Pak Dika lakukan.Duh ... kira-kira lancar nggak, ya?“Nggak usah grogi gitu ngapa, Cuy. Gue yakin Pak Dika pasti lancar kok, ngucapin ijab qabulnya. Secara, dia ‘kan udah pernah melakukannya. Jadi ... pasti udah bukan hal berat lagi buat dia mengulanginya.”Entah aku harus bahagia atahu menangis mendengar celetukan Nurbaeti tadi. Soalnya, dia tu