Nico terperangah mendengar ucapan Rendy barusan, mulutnya sampai menganga karena saking tak percayanya. "Maksudmu, pacar Pak Arya?" tanyanya lagi saking tak percayanya, "kalau dilihat-lihat, Pak Arya sepertinya sudah berkeluarga." "Memang dia susah beristri dan punya tiga anak," bisik Rendy, "kau seperti tidak tahu saja urusan orang dewasa," tambahnya sambil tertawa. Nico memilih diam, ia tak harus menyibuki urusan atasannya namun ia melihat lagi ke arah pintu ruangan pria bernama Arya. Pria itu tampak begitu bijaksana dan Nico belum lupa bagaimana sikap atasannya tadi. Hanya saja, ia tak menyangka pria sebaik pak Arya itu ternyata menjalin hubungan cinta dengan salah satu pegawainya. "Eh, itu Jessica!" seru Rendy. Pandangan Nico langsung tertuju pada sosok Jessica yang kini berjalan menghampirinya. Wanita itu tampak berjalan begitu anggun dengan kemeja hitam lengan pendek dan rok pensil berwarna coklat muda. "Kalau kau tidak ada kerjaan lagi segera temui aku, ya! Kita harus sege
"Nico, ayo kita ke club!" ajak Rendy. "Ke club?" Nico menggeleng, "tidak, aku mau pulang sa ...." "Ayolah! Yang lain juga ikut, kok!" paksa Rendy, "kapan lagi kita senang-senang?" "Tapi ... di sana bukannya tempat yang tidak baik." "Rendy melongo memandang Nico lalu tawanya meledak. "Tentu saja tidak! Club hanya tempat bersenang-senang. Apanya yang tidak baik?" Nico hanya diam. Di pikirannya, club malam tak lain adalah tempat untuk mabuk-mabukkan sambil berjogeg dan menurutnya itu adalah hal yang negatif. Sebagai pria yang dididik sedemikian rupa, tentu nalurinya menolak ajakan Rendy. "Ayolah!" bujuk Rendi, "Kau sepertinya belum pernah main ke club. Bagaimana kalau kau mencobanya sekali?" "Aku ...." Rendi langsung menarik tangan Nico. "Jangan terlalu lama berpikir, nanti kita ketinggalan sama yang lain!" Akhirnya, Nico terpaksa mengikuti ajakan Rendy. Walaupun ia menganggap club adalah tempat tak baik namun sejujurnya ia juga penasaran tempat seperti apa di sana. Benarkah di
"Selamat pagi, Nico!" seru Rendy saat Nico tiba dan duduk di kursinya. "Selamat lagi, Rendy," balas Nico. Ia lalu menoleh ke arah kursi Jessica yang berada di baris kedua. "Jessica belum datang?" tanyanya. "Sudah tuh, dia tadi mencarimu." "Halo, Nico!" seru Jessica. Nico menoleh ke belakang dan wanita cantik itu sudah berada di sana, dengan anggunnya. "Jessica hari ini kita ...." "Ssstt! Aku ingat kok. Sekarang, ayok kita ke tempat si barbie!" "Baiklah, aku siap-siap dulu ...." "Tidak usah, kita sudah tidak punya banyak waktu lagi!" Jessica langsung menarik tangan Nico dan menyeretnya ikut dengannya. "Tunggu dulu!" seru Nico ketika Jessica hendak membuka pintu mobilnya, "aku tidak mau ikut di mobilmu kalau kau menyetir seperti semalam," kata Nico, wajahnya tampak serius. "Memangnya kenapa?" tanya Jessica dengan tampang tak bersalahnya. "Kita bisa mati karena kamu!" kata Nico serius. Jessica diam sejenak lalu ia menyunggingkan sudut bibirnya. "Baiklah," kata Jessica, "aku
Malam itu Nico memilih bekerja lembur karena sepertinya Jessica juga akan lembur. Tadi sore wanita itu berada di ruangan Pak Arya dan belum keluar sampai sekarang. Entah apa yang wanita itu kerjakan di dalam sana hingga semua karyawan tak boleh masuk ke ruangan itu. Nico merasa sangat lelah, selain harus melupakan mantan kekasihnya ia juga harus memikirkan bagaimana proyek bersama Jessica tetap berjalan. Nico menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya sambil menutup matanya. Ia memilih istirahat sebentar dan benar saja, wajah Nerra langsung muncul di kepalanya. Tiba-tiba ia mendengar suara sesuatu. ia membuka matanya dan secangkir kopi sudah ada di atas mejanya, ia lalu melihat ke arah depan, melihat sosok yang sudah membuatkannya secangkir kopi hitam yang wangi. "Jessica, kau?" Wanita itu, tersenyum begitu manis. "Kenapa memangnya?" "Ti-tidak," suara Nico terdengar gugup, "kukira kau masih kerja di dalam." "Oh, kau kira aku kerja di dalam?" Jessica lalu tertawa kecil sambil men
Nico terduduk sendiri di ruang tamunya. Layar TV-nya menyala namun Nico sama sekali tak memedulikan tayangan di TV itu. Pelan-pelan tangannya bergerak ke arah bibirnya, masih terasa jelas hangat dan lembutnya bibir Jessica yang mengulum bibirnya. Nico bisa merasakan jantungnya berdegub kencang tiap mengingat kejadian tadi. Ia pun tak mengerti, mengapa Jessica tiba-tiba menghadiahkannya sebuah ciuman?***Selamat pagi!" Nico hanya bisa diam menatap Jessica yang kini tersenyum begitu manis ketika menyapanya dan juga Rendy. Bahkan, wanita itu sepertinya merasa tak aneh dengan apa yang sudah terjadi. "Pagi, Jessica," balas Rendy. Jessica mengangguk semangat. Ia lalu memandang Nico, "Nico, jangan lupa hari ini kita bertemu dengan salah satu klien!" ucap Jessica mengingatkan Nico. "Baik," jawab Nico singkat. "Kalau begitu di lobby kita ketemu sebelum jam istirahat siang." "Okay ...." Jessica pun berjalan menuju kursinya dan menyapa kolega lainnya yang duduk bersampingan dengannya. S
"Kenapa? Kau tidak bisa menjawabnya?" Jessica tak menyangka ternyata Nico seserius itu perihal ciuman kemarin namun Jessica juga tak bisa berkutik dan memberitahukan alasan mengapa ia memberikan ciuman itu. ""Oh ... jadi, benar kau melakukannya ke sembarang pria?" "Apa kau berpikir aku semurahan itu?" wajah Jessica tampak nanar, ia tersinggung karena ucapan Nico yang terakhir. "Kau langsung melakukannya padaku, bagaimana aku tidak berpikiran seperti itu?" Wajah Jessica berubah masam, ia lalu berbalik dan melangkah menjauhi Nico. "Jessica!" panggil Nico namun Jessica tak mengindahkan panggilan Nico. Seketika Nico merasa bersalah karena ia sadar ucapannya telah menyakiti hati Jessica. Ia pun akhirnya hanya memandang bagaimana wanita cantik itu menaiki mobilnya dengan kesal lalu meninggalkan Nico di sana. *** Nico menghela napas begitu sampai di apartemennya. Ia langsung menyandarkan punggungnya di sofa dan juga kepalanya. Malam itu ia begitu lelah karena seharian bekerja. Tiba-
Jessica tampak begitu semangat ketika keluar dari mobilnya. Ia melingkarkan tangannya ke lengan Nico sembari tersenyum manja. Sementara Nico yang melihat wanita cantik itu diam-diam tersenyum karena Jessica tampaknya tak kesal lagi padanya. "Pokoknya aku mau makan yang banyak!" seru Jessica, ia lantas memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Um ... Jessica," panggil Nico agak ragu, "kau jangan pesan makanan yang terlalu mahal, aku tidak begitu punya banyak uang," kata Nico. "Aku tidak peduli, pokoknya aku mau makan yang aku suka!" Dengan sesuka hatinya Jessica berjalan menarik Nico tanpa peduli keadaan Nico. Mereka pun masuk di suatu restoran yang lumayan mewah dan duduk saling berhadapan. Nico mulai gelisah saat pelayan memberikan daftar menu dan Jessica mulai memilih-milih menu yang ingin dia pesan. "Kau mau pesan apa?" tanya Jessica tiba-tiba ke arah Nico. Nico menggeleng. "Kau saja yang pesan, aku makan di rumah saja." Jessica malah terperangah. "Steik di sini ra
Arya tersenyum pada wanita yang kini duduk di sofa dan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Mudah bagiku untuk mendapatkan kunci apartemenmu, Jessica," ucapnya enteng. Jessica tampak agak gelagapan. "Kau seharusnya memberitahuku dulu sebelum ke sini," kata Jessica. "Kenapa?" tanya Arya."Bagaimana pun ini apartemenku," jawab Jessica tegas, "kau tidak seharusnya masuk seenaknya seperti ini. Lagipula, aku tidak pernah kan melarangmu datang selama kau memberitahuku dulu." "Aku takut kau akan mengajak pria itu ke apartemenmu," terang Arya begitu terus terang. Jessica terdiam sendiri, mencerna ucapan atasannya itu lalu tawanya meledak. "Astaga, kau cemburu?" wanita itu terus terkikik geli. "Tentu saja aku cemburu, melihat kedekatan kalian di restoran tadi apalagi dia mulai berani mengajakmu makan malam bersama." Jessica diam terhenyak, ia bisa paham bagaimana Arya begitu takut kehilangan dirinya. Wanita itu lalu tersenyum tipis lalu beranjak dari sofanya dan melangkah mendekati