Share

Bab 5 Sticker di Belakang Handphone

"Selamat pagi, Nico!" seru Rendy saat Nico tiba dan duduk di kursinya.

"Selamat lagi, Rendy," balas Nico. Ia lalu menoleh ke arah kursi Jessica yang berada di baris kedua. "Jessica belum datang?" tanyanya.

"Sudah tuh, dia tadi mencarimu."

"Halo, Nico!" seru Jessica.

Nico menoleh ke belakang dan wanita cantik itu sudah berada di sana, dengan anggunnya.

"Jessica hari ini kita ...."

"Ssstt! Aku ingat kok. Sekarang, ayok kita ke tempat si barbie!"

"Baiklah, aku siap-siap dulu ...."

"Tidak usah, kita sudah tidak punya banyak waktu lagi!"

Jessica langsung menarik tangan Nico dan menyeretnya ikut dengannya.

"Tunggu dulu!" seru Nico ketika Jessica hendak membuka pintu mobilnya, "aku tidak mau ikut di mobilmu kalau kau menyetir seperti semalam," kata Nico, wajahnya tampak serius.

"Memangnya kenapa?" tanya Jessica dengan tampang tak bersalahnya.

"Kita bisa mati karena kamu!" kata Nico serius.

Jessica diam sejenak lalu ia menyunggingkan sudut bibirnya. "Baiklah," kata Jessica, "aku tidak akan mengebut."

"Janji?" ujar Nico, "kalau kau ingkar, aku tidak mau lagi ikut denganmu atau aku mengundurkan diri saja dari proyek ini."

Jessica memutar bola matanya. "Baiklah, aku janji."

***

Mereka kini berada gedung butik di suatu kawasan elit. Ketika mereka masuk, semuanya serba berwarna pastel. Mulai dari cat tembol, furniture hingga desain pakaian di sana.

"Permisi!" Seketika Nico berada di dunia boneka. "Permisi!"

Nico melihat sekeliling, mencari-cari siapa yang menjaga butik itu. Di depan pintu bertuliskan papan "OPEN" namun tidak ada yang menjawab seruan Jessica dan Nico. Nico tetap berdiri memandang Jessica sementara Jessica tampak asik melihat-lihat koleksi pakaian di sana.

"Siapa kau?"

Nico menoleh ke belakang dan sosok gadis berambut chat ash pink nan panjang, mengenakan dress hitam pendek yang ketat tanpa lengan, terlihat menggeram ke arah Nico.

"Kau penyusup di sini, ya?" Ia menuduh Nico.

"Hai, Riry!" sapa Jessica sambil tersenyum manis.

Gadis bernama Riry itu menoleh ke arah Jessica lalu mengernyit ke memandang Jessica. "Siapa kau?"

"Aku Jessica Andini," kata Jessica sambil mengulurkan tangannya.

"Oh, kamu yang namanya Jessica ...." ucapnya tanpa meraih tangan Jessica.

"Mau apa kalian datang ke sini?"

"Kami berdua ditugaskan oleh Pak Arya untuk launching kembali toko Cattleya dan aku berencana untuk mengajakmu ikut bergabung dalam proyek ini," terang Jessica, "kupikir, desain mu sangat unik dan up to date."

"Oh, tentu saja. Itu sudah tak diragukan lagi," kata Riry dengan bangganya.

"Baiklah, nanti aku akan menghubungimu lagi," kata Jessica.

"Okay."

"Kalau begitu, aku dan partnerku permisi dulu."

Jessica dan Nico lalu keluar dari butik barbie itu. Tiba-tiba Jessica berseru.

"Aduh, aku lapar!" serunya sambil berjalan menuju mobilnya. Dengan gerakan lincah di berbalik ke arah Nico. "Nico, ayo kita makan!" serunya dengan manja, "aku lapar, aku belum sarapan tadi."

Nico menatap jam tangannya. "Tapi, bukannya ini masih jam kerja. Apa tidak apa-apa kita makan sebelum kembali ke kantor?"

"Tidak apa-apa," jawab Jessica asal. Wanita itu lalu menarik tangan Nico. "Jangan terlalu kaku dalam bekerja! Nanti kau cepat tua sendiri di kantor."

Mereka lalu naik mobil Jessica dan melaju ke rumah makan tradisional.

"Aku mau makan nasi!" kata Jessica, wajahnya tampak begitu semangat saat melepaskan sett belt-nya. "Ayo, Nico! Aku traktir kamu makan kali ini."

Jessica menggandeng tangan Nico saat memasuki restoran itu walaupun Nico menatap agak risih ke arah wanita cantik itu. Ia tidak mengerti mengapa wanita itu melakukan hal itu. Saat masuk ke dalan restoran, mereka pun mengambil tempat di samping jendela kaca.

"Kau mau pesan apa?" tanya Jessica.

"Um ... aku pesan apa saja yang kau pesan," jawab Nico

"Oh, sweet-nya."

Nico melemparkan pandangannya ke arah jendela kaca saat Jessica memesan makanan dan minuman bersama pelayan yang menghampirinya.

Tidak lama kemudian handphone Jessica berdering. Wajah wanita itu langsung terlihat girang saat melihat layar handphone-nya dan cepat-cepat mengangkatnya.

"Halo!" sapanya, sudut bibirnya melengkung begitu manisnya. "Aku singgah makan dulu sebelum ke kantor," lanjutnya, "iya, aku sama Nico di tempat biasa."

Diam-diam Nico menyimak ucapan Jessica di handphone-nya. Dalam hati ia menebak, orang yang menelepon Jessica sekarang pastilah orang yang mengenalnya. Mungkinkah orang di kantor? Tapi Jessica begitu akrab dengan lawan bicaranya sekarang.

Jessica tiba-tiba tertawa namun tawanya tawa yang anggun. "Kenapa? Kamu takut aku naksir Nico?"

Tiba-tiba wanita itu terkikik geli, "baiklah, nanti kita sama-sama pulang. Okay?"

Jessica lalu menutup panggilan teleponnya dan tidak lama kemudian pesanan makanan mereka datang.

"Oh, kau suka bleach?" seru Jessica tiba-tiba ketika melihat sticker di belakang handphone Nico.

"Oh, ini?" Nico memperlihatkan sticker itu, "Ya, lumayan suka, aku suka beberapa anime terkenal dulu."

"Aku juga suka!" kata Jessica dengan semangatnya, "tapi aku paling suka bleach, cuma aku benci ending-nya. Kenapa si rambut jeruk menikah dengan si big boob?"

Nico cuma bisa menahan tawanya melihat ekspresi Jessica saat ini. Wanita yang selalu tampak anggun itu kini terlihat lebih manis dengan sifat kekanak-kanakannya.

"Aku sampai tidak bisa tidur karena memikirkan ending-nya, rasanya seperti putus cinta!"

Wanita cantik itu lalu mengambil nasi dan menaruh di piringnya, "kau mengingatkanku dengan cerita itu tapi aku harus makan." Jessica pun melahap makanannya.

"Um ... Jessica?" panggil Nico tiba-tiba.

"Ya?"

"Yang tadi meneleponmu ... apa dia pacarmu?"

"Kenapa? Tertarik untuk mengetahuinya?"

"Tidak sih, cuma sepertinya dia mengenalku."

"Memang dia kenal kamu, kok."

Mata Nico melotot ke arah Jessica, tiba-tiba ia ingat rumor bahwa Jessica adalah kekasih simpanan atasan mereka.

"Kau tidak mau makan makananmu?" ujar Jessica.

"Ma-mau kok," jawab Nico dengan kikuk lalu cepat-cepat ia mengambil nasi dan lauknya, "aku makan, ya!" ucapnya dengan sopan sebelum makan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status