"Kenapa? Kau tidak bisa menjawabnya?" Jessica tak menyangka ternyata Nico seserius itu perihal ciuman kemarin namun Jessica juga tak bisa berkutik dan memberitahukan alasan mengapa ia memberikan ciuman itu. ""Oh ... jadi, benar kau melakukannya ke sembarang pria?" "Apa kau berpikir aku semurahan itu?" wajah Jessica tampak nanar, ia tersinggung karena ucapan Nico yang terakhir. "Kau langsung melakukannya padaku, bagaimana aku tidak berpikiran seperti itu?" Wajah Jessica berubah masam, ia lalu berbalik dan melangkah menjauhi Nico. "Jessica!" panggil Nico namun Jessica tak mengindahkan panggilan Nico. Seketika Nico merasa bersalah karena ia sadar ucapannya telah menyakiti hati Jessica. Ia pun akhirnya hanya memandang bagaimana wanita cantik itu menaiki mobilnya dengan kesal lalu meninggalkan Nico di sana. *** Nico menghela napas begitu sampai di apartemennya. Ia langsung menyandarkan punggungnya di sofa dan juga kepalanya. Malam itu ia begitu lelah karena seharian bekerja. Tiba-
Jessica tampak begitu semangat ketika keluar dari mobilnya. Ia melingkarkan tangannya ke lengan Nico sembari tersenyum manja. Sementara Nico yang melihat wanita cantik itu diam-diam tersenyum karena Jessica tampaknya tak kesal lagi padanya. "Pokoknya aku mau makan yang banyak!" seru Jessica, ia lantas memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Um ... Jessica," panggil Nico agak ragu, "kau jangan pesan makanan yang terlalu mahal, aku tidak begitu punya banyak uang," kata Nico. "Aku tidak peduli, pokoknya aku mau makan yang aku suka!" Dengan sesuka hatinya Jessica berjalan menarik Nico tanpa peduli keadaan Nico. Mereka pun masuk di suatu restoran yang lumayan mewah dan duduk saling berhadapan. Nico mulai gelisah saat pelayan memberikan daftar menu dan Jessica mulai memilih-milih menu yang ingin dia pesan. "Kau mau pesan apa?" tanya Jessica tiba-tiba ke arah Nico. Nico menggeleng. "Kau saja yang pesan, aku makan di rumah saja." Jessica malah terperangah. "Steik di sini ra
Arya tersenyum pada wanita yang kini duduk di sofa dan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Mudah bagiku untuk mendapatkan kunci apartemenmu, Jessica," ucapnya enteng. Jessica tampak agak gelagapan. "Kau seharusnya memberitahuku dulu sebelum ke sini," kata Jessica. "Kenapa?" tanya Arya."Bagaimana pun ini apartemenku," jawab Jessica tegas, "kau tidak seharusnya masuk seenaknya seperti ini. Lagipula, aku tidak pernah kan melarangmu datang selama kau memberitahuku dulu." "Aku takut kau akan mengajak pria itu ke apartemenmu," terang Arya begitu terus terang. Jessica terdiam sendiri, mencerna ucapan atasannya itu lalu tawanya meledak. "Astaga, kau cemburu?" wanita itu terus terkikik geli. "Tentu saja aku cemburu, melihat kedekatan kalian di restoran tadi apalagi dia mulai berani mengajakmu makan malam bersama." Jessica diam terhenyak, ia bisa paham bagaimana Arya begitu takut kehilangan dirinya. Wanita itu lalu tersenyum tipis lalu beranjak dari sofanya dan melangkah mendekati
"Ini benar-benar mereka, aku melihatnya di club malam dan mengambil foto mereka, mereka berjoget bersama di club itu." "Masa sih? Apakah Jessica sudah putus dengan Pak Arya, ya? Tapi, masa iya dia mau melepaskan Pak Arya yang lebih kaya dibanding anak baru itu." "Mereka kan sering keluar bersama, makan siang di luar bersama hampir tiap hari." "Aku kira mereka hanya partner dalam proyek ada toko butik di sekitar balai kota itu jadinya aku tidak curiga dengan mereka." "Loh, bukannya Pak Arya yang meminta anak baru itu buat ikut proyek itu dengan Jessica, ya? Tiba-tiba terdengar suara seseorang berdehem di belakang dan sontak semuanya berbalik. "Pa-Pak Arya!" Mereka semua langsung menunduk hormat ke atasan mereka. Arya langsung merebut handphone salah satu karyawati yang memamerkan foto-foto hasil tangkapannya semalam. Arya diam menatap foto itu, foto Jessica bersama Nico di club malam, sejenak wajahnya tampak begitu serius lalu ia mengembalikan handphone itu ke pemiliknya. "Kemb
"Jessica, sebentar, ya! Aku keluar dulu terima telepon," kata Nico. Pria itu pun langsung keluar dari kantin kantor setelah Jessica mengangguk. "Ya, Nerra?" sapa Nico."Nico, kau dimana?" suara Nerra yang lembut di seberang."Aku ada di kantor sekarang. Ada apa, Nerra?" "Bisakah kita bertemu nanti?" ajak Nerra tiba-tiba. Nico terdiam sejenak lalu ia melihat jam tangannya. "Baik, jam 12 aku bisa. Mau bertemu di mana?" "Di cafe orange yang dekat dari rumahku. Kau tahu, kan?" "Oh ... iya, aku tahu." "Baiklah. jam 12 aku tunggu di sana ya, Nico?" "Okay ...." "Nico terdiam menatap layar handphone-nya begitu panggilan itu terputus. Ia menghela napas panjang, sebenarnya bisa saja tadi ia menolak ajakan Nerra untuk bertemu namun entah mengapa ia sangat khawatir dengan mantan kekasihnya itu walau Nerra lebih memilih pria lain. *** Nico melangkah ragu ketika memasuki suatu cafe. Musik jazz yang ringan mengalun begitu merdu namun di sana belum ramai. Nico langsung mendapati sosok Nerr
Malam itu, Nerra tak bisa tidur. Ia duduk di ranjangnya, memeluk kedua kakinya sambil menitikkan air mata. Entah sudah berapa kali ia menanyakan keberadaan kekasihnya pada keluarga pria itu namun tak ada seorang pun yang mengetahuinya. Gadis itu mulai putus asa, rasa takut akan ditinggalkan mulai menggerogotinya apalagi hubungan percintaan mereka telah jauh. Tiba-tiba terdengar suara bel di rumah kontrakannya. Nerra menghapus air matanya dengan punggung matanya. Ia agak heran, siapa gerangan yang datang ke rumahnya di jam selarut ini?Nerra pun beranjak, menuju jendela kamarnya untuk melihat mobil yang terparkir di depan rumahnya. Begitu melihat mobil itu ia langsung cepat-cepat bergegas ke lantai bawah untuk membukakan pintu tamunya. Nerra membuka pintu ruang tamunya, punggung pria yang sangat ia nantikan langsung terpampang di matanya. "Alvian!" Nerra langsung berlari dan memeluk kekasihnya dari belakang. Alvian berbalik untuk melihat wajah gadis yang dia rindukan itu. Ada penye
Nico hanya terdiam memandang Jessica yang sedang check in kamar di hotel itu. Tadinya ia tak mau menganggap serius ajakan Jessica untuk bercinta namun ternyata wanita itu benar-benar memesan kamar. Jessica berbalik ke arah Nico sambil tersenyum sumringah ketika ia telah mendapatkan card lock. "Ayo kita ke kamar!" ajaknya lalu ia mulai berjalan menuju lift. "Jessica, tunggu!" seru Nico, ia berlari mengejar Jessica, "kau sedang bercanda, kan?" "Kau pikir aku bercanda kalau sudah check-in?" balas Jessica. Nico menelan liurnya, ia diam dan mengikuti jessica masuk ke lift ia ingin menanyakan lagi apa benar Jessica serius mengajaknya bercinta namun di lift mereka tidak hanya berdua. Lift terbuka dan Jessica berjalan dengan santainya menuju kamar mereka. "Ayo masuk!" katanya pada Nico. Ragu-ragu Nico mengikutinya masuk. Lampu tidur di kamar hotel langsung menyala ketika Jessica meletakkan card lock-nya di tempatnya. Wanita itu langsung masuk ke dalam dan meletakkan tasnya di atas meja
Nico terbangun ketika sinar matahari masuk melalui pinggir jendela namun matanya enggan untuk terbuka. Ia lalu berbalik, tangannya meraba-meraba ke samping seakan mencari seseorang yang telah menemaninya di malam yang indah namun tangannya hanya menyentuh kain sprei. Nico langsung membuka matanya dan terbangun. Ia sadar bahwa sosok Jessica tak ada di sana. Sepertinya wanita itu telah pulang tanpa sepengetahuan Nico. *** "Selamat pagi, Nico!" sapa Rendy ketika Nico tiba di kantor. "Selamat pagi, Ren," balas Nico. Nico lalu melirik ke arah kursi kerja Jessica namun wanita itu tak ada di sana. "Apa Jessica sudah datang?" tanya Nico. "Belum, dia belum datang," jawab Rendy, "ada apa?" ia malah balik bertanya."Tidak ada apa-apa," jawab Nico. Nico lalu duduk di kursi kerjanya, ia menyalakan komputernya namun pikirannya selalu membayangkan apa yang telah ia lakukan bersama Jessica semalam. Ia tak bisa melupakan bagaimana mereka saling bercumbu hingga tubuh mereka menyatu. Benar-benar
Jessica tampak lemah dan murung di kantor. Tidak seceriah seperti yang biasa tampak darinya, ia bahkan tak tersenyum dengan semua orang bahkan menyibukkan dirinya dengan beberapa dokumen yang harus dia selesaikan.Sebenarnya, dokumen itu bisa ia selesaikan kapan saja namun ia memilih untuk tidak menundanya mengerjakannya. Di sisi lain, Nico yang sedari ngobrol bersama rekan kerja lainnya, diam-diam memperhatikan Jessica yang tampak beda dari biasanya. Begitu pun saat makan siang, wanita itu tetap memilih makan sendirian. Ingin sekali Nico menghampirinya namun ia berusaha menahannya. Ia bisa merasakan ada yang beda dengan wanita cantik itu. Malam telah tiba, Nico mencoba mengambil kesempatan untuk bisa bicara dengan Jessica namun wanita itu malah memilih untuk lembur. *** Jam sudah menunjukkan jam 23.00 dan Jessica hendak membereskan dokumen dan meninggalkan mejanya. dengan anggunnya dia berjalan menuju lift namun ia tak menyangka di belakangnya, Nico juga menghampirinya. "Kau bel
Jessica dan Arman menoleh ke samping, ke arah pria yang berseru dengan lantangnya yang kini berdiri tak jauh dari mereka. Jessica tampak kaget saat melihat sosok itu adalah Nico. Nico menyeringai tajam menatap Arman. "Dengan paksa, Heh?" Arman mendengus sekali lalu secara terpaksa ia melepaskan cengkramannya. Sementara Jessica masih shock, tubuhnya gemetaran karena perlakuan paksa yang dilakukan Arman padanya. Sambil terus menatap tajam Arman, Nico berjalan menghampiri mereka. Setelah berada di samping Jessica yang masih shock, Nico meraih tangan Jessica. Menyadari tangan Jessica yang gemetaran hebat, Nico pun menggenggamnya erat. "Jessica, biar kutemani sampai di parkiran," kata Nico lalu ia menarik Jessica untuk memasuki lift dan meninggalkan Arman. Di dalam lift, mereka hanya berdiaman sementara Nico masih menggenggam tangan Jessica selama lift bergerak ke bawah. Secara berangsur-angsur ketakutan Jessica sirna, bahkan kini ia merasa aman berada bersama Nico. Perlahan ia menenga
Jessica diam merenung, ia sampai tak bisa menikmati hidangan steak di hadapannya. Ia mengingat lagi pertemuan terakhir ia dan Nico, bagaimana Nico bersikap tak ramah padanya. Jessica berpikir keras, apa yang membuat pria itu bersikap seperti itu padanya. "Apa steak-nya tidak enak?" Jessica tersentak dari lamunannya, ia menoleh ke arah Arya yang kini tersenyum lembut padanya. "Oh, bukan itu ...," kelit Jessica. "Ada yang mengganggu pikiranmu?" Jessica diam sejenak sebelum menjawab. "Tidak ada, jawabnya sambil berusaha tersenyum manis. Arya lalu menggenggam tangan Jessica. "Jika ada sesuatu yang mengganggu pikirianmu, kau bisa ceritakan padaku." Jessica mengangguk semangat. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja, kok, tidak ada masalah," ucapnya. Arya hanya mengangguk sambil tersenyum mengerti lalu ia kembali menikmati hidangan makan malamnya. *** "Aku lihat kau semakin dekat dengan karyawan baru itu," kata Arya. Jessica yang duduk menyandar di sofa tersenyum tipis. "Kenapa? Ka
Nico berjalan terhuyung-huyung saat memasuki apartemennya. Ia tampak lelah dan langsung duduk menyandar di sofanya. Ia lantas meraih remote TV dan menyalakannya namun ia tak bisa menikmati tontonan yang ada di TV. Akibatnya, ia menengadahkan kepalanya dan memandang langit-langit apartemennya, membiarkan TV menyala di sana. Ia memikirkan Jessica, wanita itu sepertinya berhasil menguras pikirannya. Hari ini ia tak henti-hentinya memikirkan wanita itu, apalagi sampai ia pulang dari kantor, wanita itu tak kunjung keluar dari ruangan atasan mereka. Nico memejamkan matanya, tak seharusnya ia terlalu serius dalam menganggap sikap Jessica yang kerap membuatnya berdebar-debar apalagi saat mereka bercinta. Nico mulai berpikir, wanita sepertu Jessica hanya menganggap sex adalah hal yang biasa namun tidak bagi Nico. Sex adalah pengalaman awal Nico dan ia melakukannya dengan perasaan.Nico berpikir mungkin ia tak patut lagi terlalu dekat dengan wanita macam Jessica, ia tak ingin perasaannya pada
Napas Nico tertatih menyaksikan Jessica yang berada di atasnya, menggoyangkan pinggulnya maju mundur di sana. Sesekali ia menggeram, merasakan nikmatnya liang milik Jessica mengaduk-mengaduk miliknya. "Ah ... Jessica ...," desah Nico. Napas Jessica juga memburu, ia memandang wajah Nico yang menatapnya penuh gairah. Ia mempercepat gerakan pinggulnya saat ia merasakan ada sesuatu yang meledak dalam dirinya. "Ugh ... ah ah ah ah, Nico ... aku ... ahh!" Tubuh Jessica mengejang hebat, ia menengadahkan wajahnya dan dadanya membusung. Napasnya terdengar memburu. Nico yang menyaksikan pemandangan seksi itu tak tahan apalagi ia merasakan denyutan-denyutan hebat di dinding kenikmatan milik Jessica. Nico bangun dan mencium bibir Jessica dengan penuh gairah, mereka saling melumat bibir dan sesekali menyesapnya. "Ahh ... Nico ...," desah Jessica saat Nico menyesap puncak buah dadanya. Wanita itu mulai bergairah lagi dan menggerakkan pinggulnya. "Ah ah ah ah ...." Suara desahan mereka saling
"A-aku ...," Nico tersipu hingga bingung harus menjawab apa. Jessica diam menunggu pengakuan Nico namun tiba-tiba ia tertawa. "Aku hanya bercanda!" Nico mengusap belakang kepalanya. Ia pun bingung, Jessica adalah wanita yang cantik dan menarik, tentu ia sangat menyukainya. Hanya saja, ia masih ragu apakah wanita itu memiliki hubungan dengan atasannya atau tidak. Karena tidak mungkin ia mendekati wanita yang masih menjadi kekasih pria lain."Baiklah, ayo kita naik itu!" ujar Jessica sambil menunjuk wahana bianglala. Nico menoleh ke arah wahana yang menyerupai kincir raksasa itu. "Apa itu aman?" "Tentu saja," kata Jessica, "kau harus mencobanya! Dari atas kita bisa lihat pemandangan kota yang indah." Nico mengangguk setuju lalu mereka pun menuju ke wahana itu. Dengan semangat Jessica masuk ke salah satu kabin bianglala itu. Mereka saling duduk berhadapan. Bianglala mulai berputar, Jessica tertawa saat melihat Nico agak panik saat merasakan bianglala itu mulai berputar namun tidak
Tut ... tut .... "Halo?" "Jessica, kau jadi ikut ke acara temanku?" tanya Nico melalui panggilan telepon."Iya bisa," jawab Jessica, "kau mau aku jemput nanti?" "Bagaimana kalau aku yang menjemputmu," kata Nico, "aku habis beli motor baru," lanjutnya. "Oh, ya?" "Hu um ... aku jemput," ucap Nico, "kau chat alamat apartemenmu nanti aku datang jam sebelas." "Baiklah, nanti aku chat alamatnya." *** Jessica duduk di depan meja riasnya, ia tampak begitu cantik dengan dress berbahan sifon berwarna coklat. Tak cukup dengan itu, ia pun mengulas make up di wajah jelitanya dengan semangat. Sempurnah, ia melihat puas dirinya di cermin. Tidak lama kemudian handphone-nya berdering, tanda ada panggilan telepon masuk. Segera Jessica meraih handphone-nya, matanya tampak bersinar saat melihat nama Nico muncul di layar handphone-nya."Ya, Nico?" "Jessica, aku sudah ada di halaman gedung apartemen," kata Nico dengan suara baritonnya. Jessica lalu berlari menuju jendela, ia pun menyingkap gorde
Seharian ini Nico bekerja begitu serius di depan layar komputernya, tak terasa rasa lelah menghampirinya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya sambil memejamkan matanya sejenak. "Jangan terlalu memaksakan diri," kata Rendy, "santai sajalah! Aku saja santai ...." "Aku hanya tidak suka menunda-nunda pekerjaanku," ucap Nico. "Aku ke toilet dulu, ya," lanjutnya. Nico lalu beranjak dari kursinya dan berjalan menuju toilet namun kebetulan toilet di lantai itu sedang penuh. Nico pun menuju lift ke lantai atas. Dan benar saja, toilet di sana sedang sepi. Nico buang air kecil sebentar lalu ia keluar menuju westafel untuk mencuci tangannya. Ia juga membasuh wajahhya untuk menghilangkan rasa kantuk. "Semalam kau terlalu jahat ke Jessica," tiba-tiba terdengar suara pria. "Huh, dia pantas mendapatkannya," kali ini terdengar suara Arman, "dia itu tak lebih seorang wanita murahan yang mencoba merebut suami orang!" "Tapi itu kan hanya gosip saja," kata pria lainnya, "dan bukannya dulu
Jessica mengernyit memandang Nico yang tiba-tiba datang dan menanyai perihal hubungan wanita itu dengan atasan mereka. "Kenapa kau ingin tahu?" wanita itu malah bertanya balik. "Aku mendengar gosip tentangmu. Apa itu benar?" wajah Nico tampak begitu serius. Jessica diam termangu. "Oh ... berarti itu benar ...," gumam Nico. "Memangnya kenapa kalau itu benar?" tantang Jessica, "apa salah kalau aku mencintainya?" Jessica lalu mendorong Nico dengan bahunya dan melenggang meninggalkan Nico. Nico terus memandang wanita itu hingga wanita itu pergi bersama dengan mobilnya. *** Nico kini berada di dalam apartemennya, duduk menyandar di sofanya sambil menikmati minuman kaleng dinginnya. Kembali ia mengingat-ingat lagi bagaimana ia bercinta dengan Jessica, bayangan itu sangat sulit ia hilangkan. Entah karena itu adalah pengalaman pertamanya dengan seorang wanita atau ia menginginkannya lagi. Nico mengambil handphone-nya, ia hendak menelepon Jessica namun ia ragu mengingat bagaimana perte