Jessica mengernyit memandang Nico yang tiba-tiba datang dan menanyai perihal hubungan wanita itu dengan atasan mereka. "Kenapa kau ingin tahu?" wanita itu malah bertanya balik. "Aku mendengar gosip tentangmu. Apa itu benar?" wajah Nico tampak begitu serius. Jessica diam termangu. "Oh ... berarti itu benar ...," gumam Nico. "Memangnya kenapa kalau itu benar?" tantang Jessica, "apa salah kalau aku mencintainya?" Jessica lalu mendorong Nico dengan bahunya dan melenggang meninggalkan Nico. Nico terus memandang wanita itu hingga wanita itu pergi bersama dengan mobilnya. *** Nico kini berada di dalam apartemennya, duduk menyandar di sofanya sambil menikmati minuman kaleng dinginnya. Kembali ia mengingat-ingat lagi bagaimana ia bercinta dengan Jessica, bayangan itu sangat sulit ia hilangkan. Entah karena itu adalah pengalaman pertamanya dengan seorang wanita atau ia menginginkannya lagi. Nico mengambil handphone-nya, ia hendak menelepon Jessica namun ia ragu mengingat bagaimana perte
Seharian ini Nico bekerja begitu serius di depan layar komputernya, tak terasa rasa lelah menghampirinya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya sambil memejamkan matanya sejenak. "Jangan terlalu memaksakan diri," kata Rendy, "santai sajalah! Aku saja santai ...." "Aku hanya tidak suka menunda-nunda pekerjaanku," ucap Nico. "Aku ke toilet dulu, ya," lanjutnya. Nico lalu beranjak dari kursinya dan berjalan menuju toilet namun kebetulan toilet di lantai itu sedang penuh. Nico pun menuju lift ke lantai atas. Dan benar saja, toilet di sana sedang sepi. Nico buang air kecil sebentar lalu ia keluar menuju westafel untuk mencuci tangannya. Ia juga membasuh wajahhya untuk menghilangkan rasa kantuk. "Semalam kau terlalu jahat ke Jessica," tiba-tiba terdengar suara pria. "Huh, dia pantas mendapatkannya," kali ini terdengar suara Arman, "dia itu tak lebih seorang wanita murahan yang mencoba merebut suami orang!" "Tapi itu kan hanya gosip saja," kata pria lainnya, "dan bukannya dulu
Tut ... tut .... "Halo?" "Jessica, kau jadi ikut ke acara temanku?" tanya Nico melalui panggilan telepon."Iya bisa," jawab Jessica, "kau mau aku jemput nanti?" "Bagaimana kalau aku yang menjemputmu," kata Nico, "aku habis beli motor baru," lanjutnya. "Oh, ya?" "Hu um ... aku jemput," ucap Nico, "kau chat alamat apartemenmu nanti aku datang jam sebelas." "Baiklah, nanti aku chat alamatnya." *** Jessica duduk di depan meja riasnya, ia tampak begitu cantik dengan dress berbahan sifon berwarna coklat. Tak cukup dengan itu, ia pun mengulas make up di wajah jelitanya dengan semangat. Sempurnah, ia melihat puas dirinya di cermin. Tidak lama kemudian handphone-nya berdering, tanda ada panggilan telepon masuk. Segera Jessica meraih handphone-nya, matanya tampak bersinar saat melihat nama Nico muncul di layar handphone-nya."Ya, Nico?" "Jessica, aku sudah ada di halaman gedung apartemen," kata Nico dengan suara baritonnya. Jessica lalu berlari menuju jendela, ia pun menyingkap gorde
"A-aku ...," Nico tersipu hingga bingung harus menjawab apa. Jessica diam menunggu pengakuan Nico namun tiba-tiba ia tertawa. "Aku hanya bercanda!" Nico mengusap belakang kepalanya. Ia pun bingung, Jessica adalah wanita yang cantik dan menarik, tentu ia sangat menyukainya. Hanya saja, ia masih ragu apakah wanita itu memiliki hubungan dengan atasannya atau tidak. Karena tidak mungkin ia mendekati wanita yang masih menjadi kekasih pria lain."Baiklah, ayo kita naik itu!" ujar Jessica sambil menunjuk wahana bianglala. Nico menoleh ke arah wahana yang menyerupai kincir raksasa itu. "Apa itu aman?" "Tentu saja," kata Jessica, "kau harus mencobanya! Dari atas kita bisa lihat pemandangan kota yang indah." Nico mengangguk setuju lalu mereka pun menuju ke wahana itu. Dengan semangat Jessica masuk ke salah satu kabin bianglala itu. Mereka saling duduk berhadapan. Bianglala mulai berputar, Jessica tertawa saat melihat Nico agak panik saat merasakan bianglala itu mulai berputar namun tidak
Napas Nico tertatih menyaksikan Jessica yang berada di atasnya, menggoyangkan pinggulnya maju mundur di sana. Sesekali ia menggeram, merasakan nikmatnya liang milik Jessica mengaduk-mengaduk miliknya. "Ah ... Jessica ...," desah Nico. Napas Jessica juga memburu, ia memandang wajah Nico yang menatapnya penuh gairah. Ia mempercepat gerakan pinggulnya saat ia merasakan ada sesuatu yang meledak dalam dirinya. "Ugh ... ah ah ah ah, Nico ... aku ... ahh!" Tubuh Jessica mengejang hebat, ia menengadahkan wajahnya dan dadanya membusung. Napasnya terdengar memburu. Nico yang menyaksikan pemandangan seksi itu tak tahan apalagi ia merasakan denyutan-denyutan hebat di dinding kenikmatan milik Jessica. Nico bangun dan mencium bibir Jessica dengan penuh gairah, mereka saling melumat bibir dan sesekali menyesapnya. "Ahh ... Nico ...," desah Jessica saat Nico menyesap puncak buah dadanya. Wanita itu mulai bergairah lagi dan menggerakkan pinggulnya. "Ah ah ah ah ...." Suara desahan mereka saling
Nico berjalan terhuyung-huyung saat memasuki apartemennya. Ia tampak lelah dan langsung duduk menyandar di sofanya. Ia lantas meraih remote TV dan menyalakannya namun ia tak bisa menikmati tontonan yang ada di TV. Akibatnya, ia menengadahkan kepalanya dan memandang langit-langit apartemennya, membiarkan TV menyala di sana. Ia memikirkan Jessica, wanita itu sepertinya berhasil menguras pikirannya. Hari ini ia tak henti-hentinya memikirkan wanita itu, apalagi sampai ia pulang dari kantor, wanita itu tak kunjung keluar dari ruangan atasan mereka. Nico memejamkan matanya, tak seharusnya ia terlalu serius dalam menganggap sikap Jessica yang kerap membuatnya berdebar-debar apalagi saat mereka bercinta. Nico mulai berpikir, wanita sepertu Jessica hanya menganggap sex adalah hal yang biasa namun tidak bagi Nico. Sex adalah pengalaman awal Nico dan ia melakukannya dengan perasaan.Nico berpikir mungkin ia tak patut lagi terlalu dekat dengan wanita macam Jessica, ia tak ingin perasaannya pada
Jessica diam merenung, ia sampai tak bisa menikmati hidangan steak di hadapannya. Ia mengingat lagi pertemuan terakhir ia dan Nico, bagaimana Nico bersikap tak ramah padanya. Jessica berpikir keras, apa yang membuat pria itu bersikap seperti itu padanya. "Apa steak-nya tidak enak?" Jessica tersentak dari lamunannya, ia menoleh ke arah Arya yang kini tersenyum lembut padanya. "Oh, bukan itu ...," kelit Jessica. "Ada yang mengganggu pikiranmu?" Jessica diam sejenak sebelum menjawab. "Tidak ada, jawabnya sambil berusaha tersenyum manis. Arya lalu menggenggam tangan Jessica. "Jika ada sesuatu yang mengganggu pikirianmu, kau bisa ceritakan padaku." Jessica mengangguk semangat. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja, kok, tidak ada masalah," ucapnya. Arya hanya mengangguk sambil tersenyum mengerti lalu ia kembali menikmati hidangan makan malamnya. *** "Aku lihat kau semakin dekat dengan karyawan baru itu," kata Arya. Jessica yang duduk menyandar di sofa tersenyum tipis. "Kenapa? Ka
Jessica dan Arman menoleh ke samping, ke arah pria yang berseru dengan lantangnya yang kini berdiri tak jauh dari mereka. Jessica tampak kaget saat melihat sosok itu adalah Nico. Nico menyeringai tajam menatap Arman. "Dengan paksa, Heh?" Arman mendengus sekali lalu secara terpaksa ia melepaskan cengkramannya. Sementara Jessica masih shock, tubuhnya gemetaran karena perlakuan paksa yang dilakukan Arman padanya. Sambil terus menatap tajam Arman, Nico berjalan menghampiri mereka. Setelah berada di samping Jessica yang masih shock, Nico meraih tangan Jessica. Menyadari tangan Jessica yang gemetaran hebat, Nico pun menggenggamnya erat. "Jessica, biar kutemani sampai di parkiran," kata Nico lalu ia menarik Jessica untuk memasuki lift dan meninggalkan Arman. Di dalam lift, mereka hanya berdiaman sementara Nico masih menggenggam tangan Jessica selama lift bergerak ke bawah. Secara berangsur-angsur ketakutan Jessica sirna, bahkan kini ia merasa aman berada bersama Nico. Perlahan ia menenga