Share

BERTEMU CINTA

Setelah Anindita dinyatakan sembuh Riana mulai kembali berani menerima beberapa tawaran untuk menjadi moderator. 

"Mama berangkat dulu ya.."

"Mama mau ke mana?"

"Mama mau mengisi acara, siapa tahu nanti ada rezeki untuk kita."

Riana berbicara sambil mengusap-usap rambut Anindita. 

Pertengkaran antara Riana dan Jonathan membuat luka yang luar biasa besar di dalam diri Riana. 

Ada keinginan untuk menjadi kaya raya dan mengalahkan Jonathan, keinginan yang semakin mendesak di dalam dadanya. 

"Nanti Anindita akan ditemani oleh Bu Surti. Bukankah Bu Surti sangat baik pada kamu?"

Anindita yang polos, lucu dan baik hati itu menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia setuju dengan apa yang diucapkan oleh Riana.

"Ya sudah kalau begitu Mama siap-siap dulu nanti kalau Bu Surti datang Mama akan ajak Bu Surti untuk masuk kemari."

Riana hendak pergi meninggalkan ranjang tempat di mana Anindita beristirahat tetapi tiba-tiba tangan Anindita menarik tangan Riana. 

Riana menoleh ke arah Anindita seraya berucap.

"Ada apa, Nak?"

"Maafkan Anin Ma yang selalu saja merepotkan Mama."

"Eits kenapa bilang begitu tidak ada seorang anak pun yang merepotkan orang tuanya. Kamu jangan bicara seperti itu."

"Ya sudah sekarang kamu istirahat dulu bukankah kamu baru keluar dari rumah sakit? Mama mau siap-siap."

Riana menambahkan kalimatnya. Riana ingin tetap tegar dan baik-baik saja di hadapan Anindita meskipun saat ini hatinya sedang gelisah dan porak-poranda.

Anindita mengacungkan jempolnya. 

Riana melangkahkan kaki keluar dari kamar itu. 

Tidak berapa lama kemudian Bu Surti datang, Riana dan Bu Surti berbincang-bincang sejenak lalu Riana melihat ke kamar dan menemukan Anindita sedang tertidur lelap. 

"Sampaikan saja kepada Anindita bahwa saya sudah berangkat, saya akan segera pulang jika urusan saya selesai."

"Mbak Riana hati-hati di jalan."

"Jangan kuatir Bu, saya akan menjaga diri dengan baik."

Riana yang hari itu mengenakan dress panjang berwarna putih ditambah dengan blazer berwarna hitam sepatu hitam jilbab hitam dengan bunga-bunga putih dan juga tas hitam membuat penampilannya demikian anggun dan elegan.

Riana pergi ke tempat acara menggunakan taksi online yang sudah dia pesan.

Sejak dulu saat menikah dengan Jonathan teman-teman Riana sudah menyarankan Riana untuk mengambil kredit mobil tetapi Riana menolak hal itu karena menurut Riana menabung dan membeli secara tunai akan jauh lebih menyenangkan dan menyamankan. 

Alhasil sampai hari ini Riana memang tidak memiliki mobil pribadi. 

Riana masuk ke sebuah hotel mewah, dia disambut oleh beberapa orang yang sudah ada di sana.

Mereka berbincang-bincang kemudian mempersilahkan Riana untuk duduk ke tempat yang telah disediakan. Tidak lama kemudian Riana pun dipersilahkan menjadi pembicara di acara tersebut.

Riana menyampaikan semua ilmunya dengan gamblang pembuat para peserta menjadi sangat terinspirasi. 

"Keren! Apa yang kamu sampaikan tadi luar biasa!"

Dewi berbicara sambil menyentuh lengan Riana dan Riana hanya bisa tersenyum. 

"Bukan aku yang keren tapi memang materinya sangat mudah, kita sering sekali menghadapi permasalahan itu, jadi aku menjelaskannya juga mudah."

Riana mulai merendah dia tidak mau menjadi sombong dengan kemampuan yang sudah dia miliki saat ini. 

"Hmmmm bicara terus...."

"Iya nih, eh kita makan Ikan bakar di tempat biasa yuk!"

Fika mengajak Riana dan Dewi makan Ikan Bakar.

Mereka kemudian memutuskan untuk makan-makan di sebuah saung yang ada di kota Batu.

Batu adalah nama kota di Jawa Timur yang terkenal dengan udara dinginnya, dengan vila-vila yang berjajar, dengan aneka makanan yang enak juga dengan objek wisatanya yang indah nian.

Belum lagi ditambah bunga-bunga yang mekar di sepanjang jalan. 

Kota Batu memang memiliki keindahan tersendiri dan mampu memberikan rasa nyaman bagi pengunjungnya. 

Riana dan teman-temannya tiba di sebuah saung ikan bakar. 

Mereka sudah biasa ke saung tersebut. 

Mereka duduk kemudian memesan beberapa makanan diiringi dengan celoteh dan cerita-cerita mereka.

Sari, Tika, Dewi juga Fika adalah teman-teman yang selalu saja bersama dengan Riana. 

Persahabatan mereka demikian indah. 

"Katanya Anindita sakit?"

"Iya tapi alhamdulillah sudah sembuh kok."

"Emang bapaknya nggak muncul ya?"

Dewi yang centil itu bertanya sambil matanya sedikit mengisyaratkan rasa tidak suka ketika harus menyebut nama Jonathan Ayah Anindita dan mantan suami Riana. 

"Muncul." Jawab Riana pendek 

"Hah? Tumben?" Mereka berempat nyaris bersamaan saat memberikan komentar. 

"Tumben sekali Jonathan ingat pada anaknya?"

Kini giliran Tika yang berkomentar. 

"Kalian jangan salah sangka, Jonathan datang bukan untuk menjemput Anindita apalagi menjenguknya, Jonathan datang untuk memberitahu aku bahwa dia serius ingin menjual rumah yang saat ini kami tinggali. Karena dia akan segera menikah dan calon istrinya sedang meminta modal untuk usaha."

Brak!

Fika menggebrak meja makan mereka membuat beberapa mata mengalihkan pandang ke arah Fika.

"Jonathan keterlaluan sekali!"

Fika mengucapkan amarahnya, "kamu harus menuntut, Non kamu jangan diam saja!"

Fika terus berbicara sementara Riana asyik memperhatikan seseorang, pandangan Riana sedang mengembara.

Bola mata coklat itu sedang menatap seseorang. 

Dan orang yang ditatap ternyata juga menatap dengan tatapan yang sama.

Riana tersenyum, seraya menganggukkan kepala. 

Laki-laki di seberang sana memberikan isyarat agar Riana berdiri. 

Seperti seseorang yang sedang terkena sengatan lebah Riana langsung berdiri tanpa memperdulikan siapapun.

Riana menuju ke wastafel tempat cuci tangan yang disediakan oleh saung itu dan laki-laki itu juga menuju ke tempat yang sama. 

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Lama sekali tidak berjumpa kamu ke mana saja?"

"Ayah yang ke mana saja?"

Riana memanggil laki-laki itu dengan panggilan Ayah seperti panggilannya sejak beberapa tahun yang lalu. 

"Rumahku tetap berada di tempat yang sama, tidak pernah pindah, tapi rumahmu?"

Laki-laki itu sedikit protes kepada Riana dan Riana hanya tersenyum kecil. 

Menyadari bahwa dirinya sedang ditatap oleh banyak orang laki-laki itu kemudian segera meminta nomor ponsel Riana dan Riana pun memberikannya. 

Mereka kembali ke tempat mereka masing-masing. Tanpa dikomando.

"Hei kamu dari mana? Kamu kenal dengan laki-laki itu? Bukankah dia adalah pejabat terkenal yang memiliki banyak uang dan perusahaan dimana-mana?" Fika memberondong Riana dengan pertanyaan.

Riana menganggukkan kepalanya sambil matanya tetap melirik ke arah laki-laki tersebut . 

Riana, perempuan berusia 35 tahun yang cantik, imut, cerdas dan pintar itu pipinya mendadak memerah ketika lelaki itu tersenyum padanya dari kejauhan.

Sosok itu adalah Basri Adam, Riana pernah bekerja di rumah Basri Adam sebagai seorang asisten rumah tangga yang mengatur pengeluaran. 

Riana sangat dipercaya oleh Basri Adam. 

Sampai-sampai beberapa kali istri Basri Adam cemburu. 

Hingga akhirnya Basri Adam berpura-pura memecat Riana tetapi Basri Adam tetap berhubungan dengan Riana dan tetap memberikan transferan uang ke rekening Riana.

Waktu berlalu bulan berjalan Riana menapaki kehidupannya tanpa pernah berkabar pada Basri Adam. 

Riana tidak pernah ingin mengganggu rumah tangga Basri Adam itu sebabnya dia memilih menyingkir. 

Meski sebenarnya di dalam hatinya ada pilar-pilar cinta yang begitu kokoh. 

Dan demi tetap memiliki harga diri juga kepribadian sebagai perempuan yang baik Riana enggan merebut suami dari perempuan manapun. 

Riana lebih memilih untuk mengarungi kehidupannya sendiri bersama dengan Jonathan dan Anindita. 

Riana memilih laki-laki muda yang masih sendiri meskipun dia harus berjuang dari awal karena bagi Riana nama baik dan harga diri itu di atas segalanya.

Kenangan dan cerita tentang Basri Adam berputar-putar di kepala Riana, membuat Riana tidak bisa berkonsentrasi pada acara makan bersama dengan beberapa orang temannya. 

Akhirnya Riana pun mengajak mereka untuk pulang. 

'Pikiranku penat, ketika aku menatap matanya, penat yang dulu ada itu muncul kembali, penat karena harus terus-menerus memikirkan tentang kelembutan yang selalu dia hadirkan.

Basri Adam tetap menjadi laki-laki istimewa, yang senyumnya mampu menggetarkan hati juga jiwa. 

Tuhan pasti punya rahasia mengapa aku dipertemukan lagi dengannya.' Riana menggumam sendiri hatinya sibuk dengan kata-kata sementara mata dan juga senyumnya menterjemahkan resah yang timbul tenggelam dari dalam hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status