Ikuti terus cerita ini dan juga cerita lainnya. Cukup klik nama author dan selamat membaca, kalau bagus tinggalkan komentar dan Gems ya. makasih. Atau bisa ketik di pencarian judul yang ingin dibaca. 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak bab 79"Ah, lega baget sampai rumah." Begitu masuk apartemen, Rani langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang. Posisinya yang menggoda, membuat Sean bergairah. "Aku juga, jadi bisa menciummu sesuka hatiku."Rani terkejut saat Sean menaiki tubuhnya. Tangannya secara refleks melindungi perutnya, saat ini Sean belum tau, kalau dia masih mengandung. Jadi dia main tekan tanpa berpikir. "Sayang, turun sekarang. Perutku sakit karena kekenyangan."Rani mencoba bicara dengan nada pelan. Agar Sean tak curiga, satu tangan membelai wajah suaminya, satu tangan lagi tetap melindungi perutnya. "Kalau begitu kau di atas." Astaga, sekali hentak posisi mereka sudah berubah. Dada Rani menekan dada Sean, jadi perutnya berada di posisi aman."Baiklah sayangku, apa yang kau mau? Saat istrimu ini, tak bisa melayani hasratmu." Rani mengecup bibir Sean. Dia harus punya taktik, untuk melepaskan diri dari suami posesifnya ini. "Pertanyaan bagus, sebenarnya tak ada yang perlu kau lakukan. Hanya manj
Talak bab 80"Tante Gita datang, Sean. Dia menunggu di ruanganmu." Sean menarik napas panjang. Ternyata sangat susah menghadapi mamanya. "Pastikan hanya ada Mama, tak ada orang lain. Termasuk ulat bulu itu, aku tak mau Rani salah paham lagi."Miko hanya terkekeh kecil, saat mendengar panggilan baru Sean untuk mantannya. "Seharusnya kau lebih tegas sejak awal, melarang wanita itu mendekati Tante Gita. Kalau sekarang susah, untuk memisahkan mereka. Apalagi kita tau, betapa pandainya wanita itu bicara. Kau saja sampai terpesona, setiap dia membuka mulutnya." Sean melirik asistennya, yang bicara dengan nada sinis."Kau memang sahabatku tapi jangan lupa, kau juga asistenku. Ini kantor, jadi ingat jabatanmu." Miko tertawa, kalau begini saja ingat perbedaan teman dan bawahan. Biasanya dia harus lembur, jika berurusan dengan Rani."Sudah sana temui mamamu. Ingat jangan lama-lama, kau punya janji dengan istri tercintamu, jangan sampai dia kecewa lagi." Miko mengingatkan, kemudian dia pergi men
Talak bab 81"Diam, jangan bicara dulu. Beri aku waktu untuk tenang," pinta Rani, pada Wendi yang sudah bersiap untuk bicara. "Ke pantai yuk, Kak. Bawa bunga tujuh rupa, setelah itu kau mandi kembang di sana, buang sial gitu."Wendi terpaku saat Rani memukul bibirnya. Walau pelan, tapi membuat wajahnya memerah, bukan karena sakit tapi malunya itu. "Kebiasaan, main tabok aja. Lihat-lihat dong, malu dilihatin cewek cantik."Rani mengikuti arah pandang Wendi. Dia melihat tiga orang gadis, menatap mereka dengan malu-malu. Tepatnya menatap Wendi sih. "Kau yang asal ngomong. Masih percaya begituan," ucap Rani kesal."Bagaimana tidak, dua kali menikah, kau mendapatkan mertua yang Benar-benar menakutkan. Astaga, aku tak menyangka sama sekali, dia yang merencanakan pembunuhan pada suaminya." Wendi bicara, sembari mengirimkan Vidio ke ponsel Rani."Tidak sengaja aku merekamnya, Kak. Wanita itu depresi tapi kadang dia sadar, kebetulan saat itu dia waras. Suaminya juga tak membantah, mereka bicara
Talak bab 82"Sayang sudah pulang?" tanya Rani. "Iya." Jawab Sean pula. "Kemari," pinta Rani sembari merentangkan tangannya, sebagai tanda minta di peluk. "Kau pasti sudah lelah. Mau di pijat atau mau aku buatkan sesuatu?"Sean tidak menjawab pertanyaan Rani. Dia memilih menarik tangan sang istri, lalu membawanya ke sofa di ruang keluarga. mendudukkan wanita itu, lalu berbaring meletakkan kepala di pangkuan istrinya. "Menangislah, jika itu bisa membuatmu tenang."Sean memutar kepala menghadap perut Rani. Kemudian dia menangis hingga terisak-isak, Rani tak bersuara agar suaminya puas melampiaskan emosinya. Dia tau Sean pasti merasa sakit hati dan juga kecewa. Sang mama tega berbuat sekejam itu pada papanya. "Bagaimana bisa, aku memiliki mama sekejam itu? Dia bahkan terpikir melenyapkan suaminya, demi pria yang juga adik iparnya. Ini benar-benar menjijikan, Sayang." Sean semakin membenamkan kepalanya, Rani memberi waktu suaminya menenangkan diri, sampai akhirnya Sean tertidur pulas.Se
Talak bab 83"Sudah suratan takdirmu, Kak. Punya suami setampan Arjuna, akan diapit Subadra dan Srikandi pula. Sedangkan kau harus terima menjadi Drupadi," sindir Wendi "Diam, pergi jemput Marco. Dia tidak akan bisa masuk, jika ketemu Sean.Wendi tertawa mendengar perintah Rani. Dia tau wanita itu sedang kesal, saat melihat suaminya di kelilingi Bianca dan Margin. Margin, gadis itu pasti beralasan memeriksa luka Sean lagi. "Sayang."Mendengar panggilan suaminya, Rani segera berbalik badan lalu menatapnya. Di belakang Sean masih ada Bianca dan Margin, sudah seperti dayang-dayang mengikuti kemana saja Sean pergi. "Ada apa memanggilku?" tanya Rani sinis.Sean tertawa melihat wajah judes istrinya. Perlahan dia mendekat, lalu mengambil rujak dalam plastik yang di makan Rani. Wajah Sean cemberut, saat melihat buah-buahan itu, semuanya berasa asam. "Hanya berisi mangga dan kedondong?" tanya pelan."Iya, itu kan sisa Wendi. Aku hanya memakannya sedikit," jawab Rani santai. "Apa tak bisa beli s
Talak bab 84Rani menatap layar laptopnya. Dia sedang membaca email kiriman Wendi, saat ini Wendi dan Marco sedang pergi ke Singapura. Mencari jejak pengacara papa Sean yang kini menetap di sana. 'Mama Gita hanya bisa menempati rumah dan mendapatkan 10 persen saham. Selain itu dia tak berhak menjual atau memindah-namakan Properti keluarga. Tanpa persetujuan Sean sebagai ahli warisnya, dan Ibrahim sebagai walinya.' Rani terkejut saat membaca nama ayahnya, tertera di dokumen warisan papa Sean. 'Apa-apaan ini?'Rani tak percaya dengan isi dokumen itu. Benarkah ayahnya yang menjadi wali suaminya, lalu ada hubungan apa mereka dengan keluarga Sean. "Semua ini semakin gila. Aku tak mengerti." Rani mengacak rambutnya. Perasaannya semakin tak enak. "Sayang, sudah malam. Tidur yuk." Rani mematikan laptopnya lalu keluar menemui Sean. Sejak kejadian dua hari yang lalu, Sean mengatakan kalau urusan dengan Bianca sudah selesai. Rani juga sudah tau, kalau wanita itu akhirnya pergi. "Masih banyak tu
Talak bab 85"Sudah cukup bermainnya?" Rani tersentak. saat mendengar pertanyaan, pria yang berdiri di depannya. Makin tak percaya lagi, saat mengetahui kalau orang itu suaminya. "Sedang apa kau di sini?" Rani bertanya seperti orang bodoh. Dia bahkan tak menyadari, tatapan mata Sean yang sedang marah. Dua hari pria itu mencari, setelah ketemu hanya bertanya "Sedang apa kau di sini" tentu saja Sean menjadi murka."Berdiri." Rani terlihat bingung mendengar perintah Sean. Dengan terpaksa dia menurutinya, dia makin terkejut saat Sean memeluknya, karena terlalu erat, Rani segera menahan perut Sean agar tak menekan perutnya."Tentu saja aku ada di sini, karena mengejar istriku yang kabur dari rumah. Lain kali bicara, jangan main pergi tanpa kabar begini." Sean memarahi Rani. Tapi wanita itu hanya diam tak menjawab, diraihnya ponsel yang baru diisi daya. Kemudian mengaktifkannya, matanya terbelalak saat melihat, ratusan pesan dan panggilan, paling banyak dari Sean. "Mau kemana?" tanya Sean.
Talak bab 86"Sean, turunkan aku. Malu dilihat orang." Rani meronta dari pelukan suaminya. Dia malu di bopong seperti anak bayi begitu, meski yang melihat anak buah suaminya, tetap saja dia malu. "Tidak apa-apa, Sayang. Kau kan istriku, jadi gak masalah aku gendong begini." Rani tak bisa bicara lagi. Cengkraman tangan Sean di pinggang, membuatnya tak bisa bergerak. "Bagus, akhirnya kalian kembali." Miko berlari menghampiri mereka, lalu meraih koper kecil milik Rani."Aku hanya pergi sebentar ada urusan. Maaf, merepotkanmu, Miko." Rani bingung saat tiba-tiba Sean berhenti melangkah, lalu menatap wajahnya dengan tajam. "Kau minta maaf, karena merepotkan Miko. Sedangkan padaku, kau bahkan tak menjelaskan, kenapa kau meninggalkanku!"Rani segera menutup mulut suaminya, dengan telapak tangan. Jika dibiarkan, semua orang bisa mengetahui. Kalau Sean baru kembali setelah mengejarnya. "Diam, aku tak pernah berniat kabur. Aku tak mengatakannya, karena kau yang tak mau bicara denganku." Rani t