Mau apa lagi mantan adik ipar Rani datang menemuinya. yuk baca dan ikuti cerita ini dan beri dukungan dengan memberikan Gems terima kasih. Sambil menunggu update bab terbaru ikuti cerita saya yang lainnya. 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak bab 42"Memangnya kenapa aku harus takut? Aku bahkan, sudah hidup dalam neraka selama lima tahun. Jadi apa lagi yang membuatku takut?" ucap Rani sinis. "Benar juga kata orang-orang. Kalau sekarang kau sudah menjadi makin kurangajar."Rani tertawa mendengar kata-kata mantan adik iparnya. Mulutnya semakin pedas saat menghinanya, sama pedasnya saat dia mencaci-maki dirinya, ketika di pemakaman Rara."Rasanya aku belum bisa jika di bandingkan denganmu. Kau jauh lebih kurang ajar lagi, jadi jangan takut karena kau masih belum ada lawannya. Ngomong-ngomong mau apa kau kemari? Karena setahuku, saudara lelakimu itu sudah tidak bekerja lagi di sini, dia juga sudah di pecat dari bagian gudang," ucap Rani lagi dengan sinis.Mendengar ucapan mantan kakak iparnya membuat Della marah. Dia tak menyangka kalau wanita ini benar-benar ada di puncak sekarang, bahkan bisa memecat seorang Hendra. "Kenapa? Marah? Sayang sekali, kali ini kau tak akan bisa berbuat apa-apa, Del. Aku bukan lagi Rani yang
Talak bab 43Menasehati orang yang keras kepala, adalah pekerjaan yang sia-sia. Apalagi orang itu bernama Hendra, sudah keras tak mau mengalah pula. Membuat Amris hanya bisa menarik napas panjang, untuk menahan rasa kesal yang luar biasa. "Awalnya aku kasihan, melihat betapa menyedihkan nasibmu, Hen. Itu karena aku melihat kau begitu berbakti pada ibumu, tapi kenyataannya kau memang tak pantas untuk di kasihani. Olehku atau oleh siapapun juga termasuk Rani, untunglah wanita itu tak terlalu bodoh, hingga akhirnya mau melepaskan diri dari pria sepertimu. Bagusnya lagi dia kini bahagia dan dicintai oleh suami barunya," ucap Amris dengan wajah senang. "Apa maksudmu, Ris? Jangan bilang, kau datang kemari hanya untuk menertawakan kemalangan yang menimpaku."Amris tertawa mendengar pertanyaan Hendra. Dia tak menyangka betapa dangkal pemikiran teman sekaligus tetangganya itu, awalnya dia benar-benar merasa kasihan, tapi sekarang dia jadi muak melihatnya. "Benar kata Rani, kau memang tak bero
Talak bab 44"Hancur, kau sudah menghancurkan kesombongan dan keangkuhan mereka, Ran. Bahkan untuk mengangkat kepala pun, mereka tak akan sanggup lagi. Soni menjadi senjata terampuh yang kau gunakan."Amris menceritakannya, apa yang dia ketahui, setelah datang ke rumah sakit menjenguk Ratna. Dia juga menceritakan tentang Hendra yang terlihat menderita. "Aku mungkin tak akan menjadi begitu kejam, tapi mereka terus menguji kesabaranku. Seolah jiwa ini tak punya perasaan, sehingga mereka menyakiti dan terus mengulanginya."Rani menatap lurus ke depan seolah menerawang. Dia bukan wanita kuat hanya pura-pura tegar, tapi orang yang melihatnya seolah dia lemah. Sehingga dengan mudah menyiksanya, seolah tak takut jika dia akan melawan."Aku diam bukan tak bisa melawan, tapi aku tak mau menyakiti satu-satunya keluargaku. Sayangnya, mereka juga merampasnya dengan kejam. Sekarang setelah aku membalas perbuatan mereka, dianggap kejam pun tak lagi jadi masalah."Rani tersenyum pahit, bila menginga
Talak bab 45Rani menatap makanan di atas meja. Bibirnya tersenyum pahit, ketika menyadari, kalau dia kalah lagi oleh cinta pertama suaminya. Dulu Anita, sekarang Bianca. Ya, satu jam yang lalu Sean pamit keluar, dengan alasan urusan penting. 'Nyatanya, cintamu memang tak berharga, Ran.' lirih batin Rani.Wanita itu menatap makanan yang sudah dingin itu. Tadi dia begitu semangat saat menyiapkannya, siapa sangka kalau akhirnya tak termakan sama sekali. Menatap jam dinding, Rani memilih untuk masuk ke kamar, tanpa berniat menunggu Sean kembali. "Dulu aku menunggu Hendra seperti orang bodoh, ternyata dia menginap dengan Anita di hotel. Jadi, kali ini mana mungkin aku akan mengulangi kebodohan yang sama."Rani tertawa sedih sembari melangkah menuju ke kamar tamu, bukan ke kamar utama yang Sean tempati. Sejak mereka berhubungan intim, pria itu meminta Rani pindah ke sana, tapi malam ini dia ingin tidur di ruang tamu."Ternyata bahagiamu palsu, Ran." Rani menangis menyesali nasibnya. Hatiny
Talak bab 46"Kakak yakin mau pergi? Tak kasihan dengan pria malang itu?"Wendi menatap ke arah Rani, sedangkan wanita itu melirik kaca spion. Melihat Sean yang sedang menatap ke arahnya, di belakangnya ada Bianca yang masih menyeka air mata. Entah apa yang membuat wanita itu menangis. "Sayang!!"Sean mengira Rani tak akan pergi, karena itu dia hanya menatapnya. Siapa sangka kalau wanita itu benar-benar pergi, membuatnya terkejut dan langsung mengejar. Namun semua sudah terlambat, mobil yang di tumpangi Rani menghilang di tikungan jalan."Kenapa kau juga meninggalkan aku, Rani?!" Sean berteriak lalu berlari menuju mobilnya. Dia berniat mengejar, tapi Bianca mencegahnya. Sean yang kesal segera mendorong wanita itu, dan meminta sekuriti mengantarnya ke kamar tamu. "Berhenti Sean. Jangan kejar, beri dia waktu untuk menenangkan diri. Dengan begitu kalian bisa bicara dengan tenang saat bertemu nanti."Bianca memegang lengan Sean, agar pria itu mau mendengarkan ucapannya. Merasakan sentuhan
Talak bab 47Rani menggeliat, tangannya meraba-raba meja. Mencari ponselnya yang terus berdering, tak lama seseorang mengulurkan benda itu padanya. "Terima kasih," ucapnya lirih. "Dasar Wendi resek, bisa gak sih sabar dikit." Rani mengomel sembari menerima panggilan dari ponselnya. "Apa!"Rani menjawab ketus, membuat Wendi di seberang terlihat bingung. Bukannya, Rani bilang mau ke rumah sakit menemui Siti, kenapa jam segini masih belum bangun. "Ini sudah jam sepuluh, jangan bilang kau belum bangun, Kak?"Mendengar pertanyaan Wendi. Rani segera melirik layar ponsel untuk melihat jam, dia terpekik melihatnya. Untuk pertama kalinya dia bangun jam segini. "Bagaimana bisa, aku bangun kesiangan?"Rani bergegas bangun, tapi dia terkejut saat merasakan sebuah tangan besar menarik pinggangnya. Reflek dia menoleh ke samping dan matanya terbelalak, saat melihat tatapan penuh amarah seorang pria. "Aku sudah berusaha memuaskan dirimu, tapi begitu bangun, kau langsung melupakanku!"Sean menahan gera
Talak bab 48Sean tersentak saat mendengar pintu mobil di banting. Setelah berteriak, Rani segera keluar dan mencari taksi. Tangannya lincah hendak mengetik aplikasi, namun belum menemukan pengemudi yang menerima pesanannya."Berhenti, biarkan aku pergi naik taksi saja. Kau bisa langsung pergi ke kantor."Sean mematung dan menyaksikan Rani berjalan meninggalkannya. wanita itu memilih menunggu taksi di depan apartemen, Sean memukuli kemudi mobilnya, karena kesal tak bisa menahan diri untuk menyentuh istrinya. "Apa yang aku lakukan lagi!"Rani berteriak karena tak menyangka, Sean akan keluar dari mobil dan mengangkat tubuhnya. Membawa masuk ke dalam mobil. "Aku antar," ujar Sean pelan. "Jangan membantah," ucapnya lagi.Rani menarik napas, demi menahan diri agar tak berteriak. Dia tak menyangka, akan sesusah ini bicara dengan suaminya. "Kita berangkat sekarang, sudah jangan marah lagi." Sean memasang sabuk pengaman lalu menyentuh pipi istrinya, melihat tatapan maut Rani, pria itu hanya bi
Talak bab 49"Lama-lama kau sudah seperti Psikopat, Kak. Tak ku temukan lagi, wanita lemah nan polos itu yang tatapan penuh dengan duka dan nestapa."Rani mematung mendengar ucapan Wendi. Pria itu benar, dulu dia terlalu naib dan polos. Hingga menerima saja semua yang dia alami, tapi semua berubah, sejak kematian anaknya dan juga situasi dalam penjara. "Rasa sakit merubah semuanya, Wen. Kau kan tau, kematian Rara begitu memukul jiwaku, seandainya lebih cepat mengambil keputusan untuk pergi. Mungkin semua tak akan terjadi," lirih suara Rani seolah menyesali apa yang sudah terjadi."Maka kau tak akan bertemu cinta sejatimu, tak menemukan tekad untuk mengejar hobby mu, dan juga akan berakhir menjadi janda kesepian. Bahkan kau tak akan mengetahui, kalau orangtuamu mati dibunuh, serta membawa pergi banyak misteri."Rani terdiam lalu menatap pria di sampingnya. Benar kata Wendi, jika kematian Rara tak terjadi, mungkin dia akan tetap dalam cengkraman Hendra. Otaknya juga akan berhenti begitu