Apa yang akan terjadi pada Sagita. yuk baca dan ikuti cerita ini beri dukungan juga dengan memberikan Gems. Sambil menunggu update bab terbaru ikuti cerita saya yang lainnya ya. 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak Di Hari Kematian Putriku bab 71"Sean." Suara Rani tercekat di tenggorokan. Setelah melihat bagaimana rupa suaminya, yang duduk di depan ruang IGD. Menunggui mamanya yang jatuh tadi.Pria itu terlihat resah, di sampingnya Bianca menggenggam erat telapak tangannya. Perlahan dia melangkah mendekat, namun tak berani bersuara. "Kak Rani!"Suara Wendi membuat semua orang berpaling, termasuk Sean. Rani tersenyum sembari mendekati suaminya, Bianca melepaskan tangan Sean dan membiarkan wanita itu memeluk sang suami. "Tetaplah di sini bersamaku."Rani menganggukkan kepala, lalu mengaitkan jari mereka berdua. menggenggamnya erat, mengantikan mantan kekasih suaminya. Wendi juga duduk di samping Sean, sehingga membuat Bianca tak punya tempat di sisi suami Rani. "Aku bawakan air, minumlah sedikit."Rani mengulurkan air mineral. Agar Sean mau minum, setelah itu dia diam tak bersuara lagi. "Sean!"Kembali mereka menoleh, begitu mendengar suara Stella. Dokter sekaligus sahabat mama Sean, wanita
Talak bab 72"Mas sudah pulang, mau makan atau mandi dulu?" Rani bertanya saat melihat Sean. Melangkah masuk membawa makanan, dari restoran cepat saji. Pertanyaan yang menurut "bodoh". Sedangkan dia tau, kalau Sean baru saja pulang makan malam bersama mamanya. Sudah dua hari mertuanya keluar dari rumah sakit, sejak itu pula dia meminta Sean, untuk menemaninya makan di luar. Alasannya karena tak selera makan di rumah. Dia juga tak mau Rani ikut, setiap dia makan dengan anaknya, walau keberatan Sean tak bisa berbuat apa-apa. Rani juga bilang tak keberatan, makanya Sean menurutinya. Tentu dengan syarat, begitu benar-benar sembuh, Sean tak bisa setiap hari menemani mamanya lagi. "Aku mandi dulu, tunggu sebentar karena aku juga lapar."Rani terkejut mendengar ucapan suaminya. Bukankah dia pergi makan bersama mamanya, kenapa masih bilang "lapar"?" Rani tak mau ambil pusing lagi. Dia segera menyiapkan makanan di meja, agar suaminya bisa segera makan. "Wah, banyak sekali makanan hari ini?"
Talak bab 73"Sudah jam berapa ini?" Rani bertanya karena melihat Sean, sudah keluar dari kamar mandi. "Sudah pagi, cepat bangun." Rani memijit keningnya. Kepalanya pusing, karena semalaman tak bisa tidur lagi, tentu setelah melihat suaminya tidur di ruang kerjanya. "Sebentar, kepalaku masih pusing." Rani merentangkan tangannya. Dia terdiam sembari melirik Sean. Biasanya pria ini akan menaikinya, dan memegang kedua tangannya di atas kepala. Tapi sekarang dia hanya melirik sebentar, lalu menuju lemari mengambil pakaian. "Perubahan yang menyakitkan," gumamnya lirih. Entah Sean dengar atau tidak."Aku siapkan sarapan atau mau makan di luar?" Bukan tanpa alasan Rani bertanya, karena saat ini Sean terlihat sudah berpakaian rapi. "Tentu saja, sarapan di rumah." Sean menjawab pelan, tatapan matanya seolah heran dengan pertanyaan istrinya."Aku akan membuat nasi goreng, tapi kalau kau terburu-buru. Kita bisa sarapan pakai roti." Rani berjalan meninggalkan suaminya. Lalu mendongakkan kepala,
Talak bab 74"Sudah tiga jam tapi belum bisa menemukan istriku. Apa kalian sudah tak berguna lagi? Cari sekarang!" Sean berteriak, setelah tiga jam kehilangan Rani. Begitu pak Warno supir sang istri menghubunginya, Sean langsung mencari, tapi sejak itu pula jejak Rani menghilang. Miko dan anak buahnya, terus melacak keberadaan wanita itu. Sayangnya alat pelacak yang Sean pasang di ponsel istrinya juga tak aktif. "Rumah sakit, cari di seluruh rumah sakit di kota ini. Sekarang!"Sean teringat kalau tadi pagi Rani seperti orang yang sedang sakit. Setelah berteriak, dia segera ikut mencari ke rumah sakit, tapi tak ada nama pasien atau wanita dengan ciri-ciri seperti istrinya. "Bodoh, seharusnya aku peka kalau dia sedang sakit." Sean merutuki dirinya, "Bagaimana?" tanyanya pada Miko yang baru datang. Dia menghela napas panjang, begitu melihat asistennya itu mengelengkan kepala."Ini sudah tiga, jam tapi kita tak bisa menemukan. Kalian juga tak bisa melacak keberadaan Wendi dan Marco, aku
Talak bab 75"Sayang, sudah dong hukumannya. Capek banget nih tangan, bibirku juga makin sakit dibuat curut ini," rengekan Sean pada istrinya. Sedangkan Wendi tampak acuh tak acuh, saat duduk di depan pria itu. "Tak bisa, lanjutkan. Suruh siapa kalian main tonjokan di depanku."Rani tadi sempat shock berat. Saat melihat Sean tiba-tiba menghajar Wendi, sebagai pria jantan, tentu saja Wendi tak terima. Akhirnya mereka berantem tonjok-tonjokan. Rani yang marah menghukum mereka berdua. Saling mengompres memar di wajah lawannya, wanita itu duduk diam sembari mengawasi. "Aku tuh marah padanya. Gara-gara dia kau pergi dari rumah, udah gitu tak mau bilang, kemana dia membawamu pergi. Sekarang dengan beraninya dia muncul di rumahku, dengan tampang tak berdosanya itu." Sean menekan kapas di tangannya ke wajah Wendi."Kau jangan main tuduh saja. Kalau mau marah tuh sama istrimu, dia yang memaksaku membawanya pergi, karena suaminya yang bodoh dan tak tau diri," ujar Wendi dengan kejamnya."Wendi
Talak bab 76"Kau hanya perempuan kotor dan menjijikkan, Rani. Anak haram, manusia miskin." Rani murka mendengar makian Bianca, membuatnya melayangkan telapak tangan ke pipi mulus itu. "Cukup Rani!"Rani tersentak saat Sean masuk dan langsung mencekal tangannya. Dia semakin terkejut, saat melihat mertuanya menangis begitu juga dengan Bianca. "Sean jangan marah. Rani hanya salah paham, aku datang menemani Tante Gita. Mengambil uang untuk membeli obat penguat kandungan, agar istrimu bisa cepat hamil, tapi dia curiga aku mengambil uang mamamu."Sean menatap tajam sang istri. Meski tak tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia melihat Rani menampar Bianca, hingga wajahnya berpaling ke samping. Sebagai tanda betapa kerasnya tamparan itu."Sudah tak apa-apa, Sean. Mama yang salah, seharusnya tak memberinya obat penguat kandungan itu. Jadi dia salah paham, seolah Mama memaksanya untuk segera memberi Mama cucu." Rani mengepalkan tangan, saat menyadari dia masuk jebakan kedua wanita ini. Para
Talak bab 77 "Lupakan wanita itu, Sean. Kau harus tau, anak haramnya sudah tak ada, Rani keguguran." Sean terkejut mendengar ucapan mamanya. Dadanya sesak mendengar kabar itu. Apakah ini sebabnya, Rani tak pernah di datang menjenguk. Meski ini sudah hari ke empat sejak kecelakaan itu. "Dimana sekarang Rani berada, Ma?""Mana Mama tau, dimana dia berada saat ini. Sejak dibawa karena pendarahan, dia tak terlihat lagi. Mama tak peduli begitu juga yang mama harapkan, agar kau melupakannya. Coba kau pikirkan lagi, sudah berapa lama kau menikahinya? Tapi tak hamil-hamil. Apa kau yakin anak itu anakmu, sedangkan dia selalu bergaul dengan banyak pria."Ayolah, Sean buka matamu itu. Istrimu itu bukan wanita baik, dia liar dan juga murahan." Sean mengepalkan tangannya, begitu mendengar ucapan mamanya. "Kalau begitu, apa mama menginginkan Bianca menjadi menantu mama?"Pertanyaan Sean belum dijawab mamanya, tapi pertanyaan itu terdengar oleh Rani. Wanita itu baru di ijinkan keluar rumah sakit,
Talak bab 78"Kau yakin dengan keputusanmu, Sayang?" Rani bertanya, karena keputusan suaminya sangat besar, memilihnya daripada sang ibu. Bukannya senang, saat ini Rani tengah resah. Mertuanya pasti tak akan tinggal diam, begitu juga dengan Bianca. Mereka pasti akan membuat rencana baru yang lebih mengerikan. "Jangan memikirkan apapun lagi. Mulai sekarang kita jalani hidup kita berdua, soal mama biar dia renungkan kesalahannya, begitu dia sadar baru kita kembali meminta restunya lagi." Rani merebahkan kepalanya di dada Sean. Tangannya memeluk erat pinggang sang suami. Meski takut dia akan mencoba tenang, selama Sean berada di sisinya. Anak dalam rahimnya, pasti aman jika sang ayah melindunginya. "Mau pergi jalan-jalan keluar?"Sean bertanya karena dia ingin membuat istrinya bahagia. Selama ini mereka jarang jalan bersama, apalagi sejak mamanya tau status istrinya, lalu soal Bianca yang terus membuat Rani gelisah dan cemburu. "Ini sudah malam, Sayang. Lebih baik kita di kamar saja,"