Share

37. Sahabat Sejati

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-01 13:25:32
Sudah hampir satu jam setelah peziarah terakhir pergi meninggalkan area pemakaman. Namun disana, Arumi masih berdiam diri. Ia enggan pergi meninggalkan gundukan tanah yang masih basah dengan dihiasi taburan bunga di atasnya.

"Kenapa ibu pergi secepat ini, Bu? Kenapa ibu tega meninggalkan Nara sendirian? Bagaimana sekarang Nara mau menjalani hidup, Bu? Biarkan Nara ikut berkumpul dengan Bapak dan juga Ibu, ya. Kita akan bahagia bersama di sana ..." Kinara bermonolog. Ia merasa tak ingin hidup lagi di dunia ini.

"Ra, sudah yok. Jangan siksa ibumu seperti ini. Beliau sudah tenang di sana, Ra," Reni yang ikut menemani Kinara di sampingnya berusaha untuk membujuk sahabatnya itu. Sedangkan Arjuna hanya bisa menyaksikan kedua gadis itu dengan wajah yang muram.

"Kamu pulang duluan aja, Ren. Aku masih mau menemani ibu di sini," jawab Kinara dengan suara yang sengau karena terlalu banyak menangis.

"Nggak mungkin lah aku ninggalin kamu, Ra. Ya udah, pakailah waktu sesukamu. Aku dan Om Juna akan t
Yasmin_imaji

😭😭😭 mau yang seperti Reni...

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Takdir Yang Membawamu   38. Senyum yang Kembali

    Sudah sepekan sejak kematian Ibu, aku tetap masih menguatkan diri untuk bisa legowo dan menerima kenyataan pahit ini. Memang terasa begitu berat, namun saat ini aku sudah bisa mulai menguasai diri dengan keadaan.Betapa beruntungnya aku masih ditemani oleh orang-orang baik seperti Bu Imah dan juga Reni di setiap harinya. Seperti halnya yang terjadi pagi ini."Ra, kita main ke air terjun aja yok nanti, mau nggak? Kita jalan-jalan biar nggak sumpek dirumah, mau nggak?" tanya Reni pada pagi hari itu setelah mengantarkan makanan.Mataku memicing, melirik tajam ke arah sahabatku ini."Kapan-kapan aja ya Ren, lagi males keluar nih," tolakku seperti biasa. Kemudian aku mulai melempar pandangan pada hamparan bukit yang berada jauh di belakang rumah. Semilir angin lirih terasa menelisik wajahku yang sedang kehilangan aura nya kini."Iya wis iya, nggak apa-apa. Tapi janji ya lain waktu kita akan pergi jalan-jalan kesana," ucap Reni sambil meraih sendok dan menyuap satu sendok penuh nasi dengan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-02
  • Takdir Yang Membawamu   39. Harta yang Dipertanyakan

    Sementara itu di tempat yang berbeda, banyaknya pekerjaan yang tiada henti membuat Arjuna terlalu sibuk. Perhatian Arjuna yang harus terbagi antara pekerjaan dan juga kesibukan di rumah Kinara membuatnya begitu lelah.Hingga pada akhirnya ia membuka ponsel yang sedari pagi tidak di pegangnya. Arjuna yang baru saja menyadari jika ada pesan masuk dari Reni, langsung saja bergegas membukanya. Pria itu hanya mengulum senyum saat menatap foto yang baru saja Reni kirimkan.Manik mata coklat dari sesosok pria tampan itu menatap lama pada foto Kinara yang sedang tersenyum. Meskipun wajahnya masih tampak dinaungi oleh pekatnya mendung dari sebuah hujan duka, tapi hal itu tidak pernah dapat mengurangi sedikitpun kecantikan yang sudah ia bawa secara alamiah.Di dalam hati Arjuna saat ini, tiba-tiba saja dipenuhi dengan rasa rindu. Laki-laki itu ingin segera bertemu dengan gadis yang telah mampu memporak-porandakan hatinya tersebut. Ia ingin segera melihat senyum gadis itu secara langsung dengan m

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-03
  • Takdir Yang Membawamu   40. Rumah Sengketa

    "Ada apa ini?"Suara berat yang menggelar itu kembali terdengar. Kami yang sedang bersitegang di dalam pun langsung terdiam karenanya. Mataku melotot sempurna saat mendapati sosok Arjuna tahu tahu sudah berdiri di ambang pintu.Karena terlalu sibuk berdebat sedari tadi, aku sampai tidak menyadari sejak kapan laki-laki bertubuh sempurna itu telah berdiri di sana. Entah kapan ia tiba, aku sama sekali tidak mendengar suara mobilnya yang datang atau kendaraan apapun sebelumnya.Tanpa permisi Arjuna langsung melangkahkan kaki jenjangnya untuk masuk ke dalam rumah saat melihat posisiku terdesak oleh Paklik Samsul. Seolah menyadari jika pada saat ini posisiku sedang tidak aman, nalurinya sebagai seorang laki-laki langsung membawanya kepadaku. Tanpa basa basi, Om Juna langsung saja menarik kaos biru yang dipakai oleh Paklik Samsul dengan sangat kuat. Terlihat dari badan lelaki kurus itu seolah akan ikut terangkat."Hei! Hei! Lepaskan suami saya! Lepaskan sekarang juga!" Bulik Endang berdiri da

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-04
  • Takdir Yang Membawamu   41. Keputusan

    BRAK!!!"Yo ndak bisa begitu dong Pak RT. Kalau begitu, artinya Arumi yang mengambil untung paling besar dari rumah ini," sahut Bulik Endang saat mendengar usulan yang di lontarkan oleh Pak RT."Maaf sebelumnya, kan tadi saya hanya mengusulkan, dipakai ya syukur ... Kalau ndak ya saya nggak masalah. Jangan marah dong, Bu." Ucap Pak RT."Tapi jika Anda semua tetap ngotot dan menginginkan hak atas rumah ini, maka jalan satu-satunya adalah rumah ini harus dijual. Siapa yang ingin menempati rumah ini, maka dialah yang harus membayarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya sebagai bentuk ganti rugi. Kalau sudah berbentuk uang, maka hasilnya bisa kalian bagi rata. Bagaimana?" Tanya Pak RT kemudian."Ppzzhhh peeppzzz zzeet"Aku memejamkan mata ku saat mendengar kasak kusuk dan juga suara saling berbisik yang terdengar saling bersahutan dari dalam ruangan yang tidak seberapa luas ini."Ya Alloh, kenapa mereka tega sekali kepada ku. Seorang gadis yang benar-benar yang sudah ditinggal oleh ayah da

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-04
  • Takdir Yang Membawamu   42. Sebuah Pernikahan

    "Maukah kamu menikah denganku, Nara?" tanya Om Juna yang sekarang menghadapkan wajahku telat di hadapannya.Om Juna berkata sembari menunjukkan sebuah cincin emas dengan permata indah di atasnya. Cincin yang masih berdiri dengan anggunnya di dalam sebuah kotak beludru berwarna merah.Aku benar-benar sangat terkejut. Aku pun sama sekali tidak menyangka jika Om Juna tiba-tiba saja mengeluarkan cincin itu dari tempatnya dan melamar ku di depan Pak RT dan juga yang kainnya.Mataku saling bertatap dengan Om Juna tanpa sedikitpun bisa berkedip. Lidahku terlalu kelu untuk bisa menjawab. Seluruh tubuhku menjadi panas seketika saat ku rasa darahku sudah mulai mendidih."Terimalah, Nduk ..." Ucap Bulik Imah lirih di samping telingaku. Aku tersadar kembali saat Bulik Imah maju dan merangkul pundak ku. Dia yang sekarang menjadi pengganti dari ibuku. Bulik Imah sudah memperlakukan ku seperti anaknya sendiri.Reni pun maju dan mulai menyusul dari sebelah kiri ku. Dia mendekat dan ikut merangkul pun

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-05
  • Takdir Yang Membawamu   43. Salah Tingkah

    Rombongan warga yang hadir menemani pernikahanku, pada saat ini ikut mengiringi langkahku hingga sampai ke rumah."Sekali lagi Bulik ucapkan selamat ya, Nduk. Semoga dengan pernikahan ini akan selalu membawakan berkah dan kebahagiaan selalu untuk kalian berdua. Semoga selalu sakinah, mawadah dan juga warahmah. Sehidup dan sesurga nantinya, aamiin." Ucap Bulik Imah setelah para warga sudah kembali ke rumahnya masing-masing.Wanita itu kembali membawaku dalam rengkuhannya, membuatku menangis karena haru yang menderu. Pada saat seperti ini, aku hanya bisa membayangkan ibu."Sudah loh, Bu. Jangan dibuat nangis terus itu si pengantin. Sekarang biarkan Om Juna yang membuatnya menangis bahagia di malam pertama mereka malam ini," seloroh Reni.Air mata yang tadi sempat tertumpah, seolah kembali masuk lagi ke dalam mataku. Wajahku tiba-tiba saja terasa panas gara-gara mendengar ucapan Reni barusan.Secara diam-diam, aku melirik ke arah Om Juna yang baru saja keluar dari pintu pengemudi. Dalam

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-06
  • Takdir Yang Membawamu   44. Sebuah Janji

    "cicicuit cicicuit"Terdengar suara burung bersahutan, membangunkanku di pagi yang sudah datang menjelang. Sinar mentari pagi terlihat memasuki celah gorden kamarku."Ah, kenapa aku bisa bangun sesiang ini?" Gumamku. Di saat ibu masih ada, sangat tidak mungkin bagiku untuk bangun terlambat seperti ini. Aku dan ibu selalu bangun sebelum subuh untuk menyiapkan segala sesuatunya yang akan kami bawa ke pasar. Tapi itu semua kini hilang. Sudah tiada lagi.Atau kupikir jika hari kemarin aku terlalu lelah. Dari mulai menghadapi Bulik Endang dan juga suaminya. Hingga menghadapi perdebatan mengenai hak kepemilikan rumah pada malam harinya. Sampai dengan pernikahan yang baru saja semalam baru saja aku lakukan."Ah, iya. Aku sudah menikah!" lirihku agar suaraku tak terdengar oleh Om Juna. Aku sampai lupa jika sekarang aku sudah menjadi istri orang.Dengan perlahan aku bangkit dan melihat tempat dimana Om Juna tidur semalam. Tetapi lelaki itu tidak berada di tempatnya. Kupindai seluruh kamar yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07
  • Takdir Yang Membawamu   45. Bertemu Pak Lurah

    Rampung dari makam, kami akan segera pergi ke proyek pembangunan resort yang sedang di kerjakan oleh Om Juna. Karena memang rencananya seperti itu tadi.Sesampainya di tempat dia memarkirkan mobilnya. Dengan halus ia membukakan pintu mobil terlebih dahulu untukku. Baru kemudian dengan sedikit berlari ia baru masuk sendiri dan duduk di belakang kemudi.Dia menoleh dan menatapku begitu lama, dan dengan perlahan-lahan ia mulai mendekatkan dirinya padaku."Eh eh, mau apa?" Dengan raut wajah panik aku bertanya. Aku dibuatnya sangat terkejut dan juga salah tingkah saat ia mulai mencondongkan tubuhnya semakin mendekat ke arahku. Hingga wajah kami sekarang hanya berjarak sejengkal saja."Om, Om jangan macam-macam loh. Kita ini sedang berada di area mak___""Klik!!" Kalimatku langsung saja terhenti saat ku dengar bunyi 'klik'."Kenapa sih kok heboh sekali. Saya itu cuma mau bantuin kamu untuk pasang sabuk pengaman," ucapnya yang khas dengan suara beratnya.Ya Tuhan ... aku sungguh menjadi sang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07

Bab terbaru

  • Takdir Yang Membawamu   94. Pulang Kampung

    94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd

  • Takdir Yang Membawamu   93. Tanda Merah

    Kinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees

  • Takdir Yang Membawamu   92. Malam Pertama

    Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng

  • Takdir Yang Membawamu   91. Pesta Pernikahan

    Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur

  • Takdir Yang Membawamu   90. Es Krim Kopi

    90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad

  • Takdir Yang Membawamu   89. Pergi ke Butik

    Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya

  • Takdir Yang Membawamu   88. Berdebar-Debar

    Usai acara makan bersama, Bu Laras meminta kepada Anggun dan juga Juwita untuk mengantarkan tamunya beristirahat."Kamar untuk Mbak Reni dan Bu Imah yang ada di sini, ya," ucap Juwita ramah sembari membukakan pintu ruang kamar tamu yang memang telah disiapkan dari jauh hari untuk mereka. Nuansa kamar dengan dominasi warna putih dengan sentuhan warna kayu itu pun segera tampak di ruangan yang cukup luas tersebut.Di dalam kamar terdapat sebuah ranjang berukuran besar yang cukup untuk mereka berdua. Ada sebuah pendingin ruangan di sana, almari pakaian, serta TV layar datar yang berukuran besar sebagai hiburan agar kamu mereka tidak merasa bosan di dalam kamar. Di dalam ruang kamar itu juga sudah dilengkapi dengan kamar mandi, agar mereka tidak perlu keluar masuk kamar hanya untuk menyelesaikan urusan pribadi."Masya Allah bagus sekali kamarnya, Dek Juita. Kamar hotel aja dengan kalah lho sama kamar yang ada di sini." Reni terkagum-kagum memandang ke sekeliling penjuru kamar yang akan d

  • Takdir Yang Membawamu   87. Jamuan Keluarga

    "Selamat datang di keluarga kami, Nak. Kami harus menunggu waktu yang sangat lama hanya untuk melihat Juna pulang dengan membawa bidadarinya untuk diperkenalkan kepada kami," ucap Bu Hasan dengan kedua mata yang dipenuhi binar-binar bahagia.Bu Hasan merasa sangat bahagia untuk saat ini, karena anak sulungnya yang begitu ia banggakan sudah resmi memiliki istri. Bu Laras, nama aslinya. Tapi orang-orang lebih sering memanggilnya dengan nama Bu Hasan.Terlihat Kinara pun mengulum senyumnya. Ketegangan yang dirasakan begitu menyiksa dirinya di sepanjang perjalanan, perlahan-lahan mulai terkikis dan tergerus oleh sikap hangat dari wanita berusia sekitar lima puluh tahun dan itu. Namun di usianya yang bahkan sudah lebih dari separuh abad, sama sekali tidak membuat kecantikan alaminya memudar."Masya Allah, Nak. Kamu sungguh cantik sekali. Dan lebih cantik daripada foto-foto yang Juna kirimkan kepada kami." Pak Hasan pun maju ke depan dan ikut menimpali perkataan istrinya. Demikian pula deng

  • Takdir Yang Membawamu   86. Kota Jakarta

    Kinara sengaja tidak ingin memperlihatkan air matanya yang luruh di hadapan Arjuna. Ia tidak ingin jika suaminya tersebut nanti menilainya terlalu konyol karena hendak pergi ke sebuah tempat yang bernama Ibukota tersebut.Sebenarnya ini bukan hanya tentang perjalan yang akan dilewatinya saat ini, bukan pula tentang Ibukota negara yang akan mereka datangi. Namun, perasaan itu datang karena ia baru pertama kali ini meninggalkan kampung halamannya.Ini semua adalah tentang kampung halaman dan semua kenangannya. Tentang desa yang berada di sebuah lereng bukit yang menjadi tempat Kinara dilahirkan dan juga dibesarkan. Tempat di mana dirinya mendapatkan semua kasih sayang dari kedua orang tuanya.Di perjalanan yang ia tempuh pada saat ini, Kinara membayangkan wajah sang ibu yang pada saat ini menari-nari di pelupuk matanya. Dan juga melihat sang ayah dari luar jendela sedang mengukir senyum melihat ke arahnya. Kedua wajah dari orang yang berarti baginya itu kini memenuhi relung hatinya. Waj

DMCA.com Protection Status