Home / Romansa / Takdir Tara / Keputusasaan Tara

Share

Keputusasaan Tara

Author: AdelNary
last update Last Updated: 2024-12-13 18:37:59

"Bu, apa yang mereka maksud? Devan, Devan kenapa?" tanya Tara dengan suara yang cemas.

Tara melihat Kirana dan Argan dengan wajah penuh tanda tanya, sedangkan keduanya hanya terdiam.

"Tolong jawab saja apa yang kami ingin ketahui, agar semua tampak jelas dan kamu akan mengerti nanti, tolong," ucap Argan akhirnya berbicara.

Tara akhirnya mengangguk pelan. Untuk pertama kalinya Argan berbicara padanya. Meski masih merasa bingung, ia memutuskan untuk menjawab pertanyaan kedua polisi itu.

"Jadi, Saudari Tara, bagaimana awal kejadian itu?" tanya seorang polisi lagi.

Tara mengangguk mencoba mengingat kejadian itu kembali, meski hatinya terasa berat dipenuhi oleh berbagai perasaan cemas. "Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, tapi tiba-tiba rem mobil tidak berfungsi. Devan mencoba mengendalikan mobil, tapi kami kehilangan kendali dan menabrak batu besar di pinggir jalan. Saya terlempar keluar dari mobil, tapi Devan... Dia masih di dalam mobil yang ketika itu meluncur ke jurang."

Polisi mencatat setiap detail yang Tara ceritakan dengan seksama. "Jadi, rem mobil tiba-tiba blong? Apakah ada sesuatu yang aneh sebelum kejadian itu?"

Tara menggeleng. "Tidak ada yang aneh. Semuanya baik-baik saja sampai rem itu tidak berfungsi."

Tara merasa bingung dan cemas dengan kehadiran polisi. Pertanyaan demi pertanyaan terus menerus muncul dan begitu berkecamuk di kepalanya. Kemudian, salah seorang polisi memberikan ungkapan yang membuat hati Tara tercekat.

"Devan masih belum bisa ditemukan," kata polisi dengan suara serius. "Kami telah melakukan pencarian, tapi belum ada tanda-tanda keberadaannya."

Tara merasa darahnya mulai berdesir dingin. "Apa maksudnya, Pak? Jadi Devan tidak selamat dari kecelakaan itu?" tanyanya dengan suara gemetar.

Polisi itu mengangguk pelan. "Benar, Bu. Dari pernyataanmu dan investigasi sementara kami, kemungkinan besar Devan tidak selamat. Mobilnya jatuh ke jurang yang dalam dan berbahaya. Jika dia terjatuh ke hutan, ada kemungkinan besar ia tidak dapat bertahan hidup dan bisa saja jatuh ke tangan hewan buas."

Mendengar itu tangis Kirana pecah, menambah ketegangan dalam ruangan. Argan memeluk istrinya dengan erat, mencoba menenangkannya meskipun hatinya juga hancur. Tara merasa jantungnya seolah terhenti, air mata mulai mengalir di pipinya.

"Ini tidak mungkin... Devan..." bisiknya dengan suara serak. "Ini semua tidak mungkin! Jelas-jelas Bu Ai mengatakan padaku Devan masih hidup! Dia selamat!" Pekik Tara histeris,

"Kami turut berduka cita, Bu. Ini adalah pernyataan terakhir dari kami,” ungkap polisi itu menarik nafas. “Sudah dua bulan, pencarian terhadap saudara Devan akan segera kami hentikan. Mendengar dari pernyataanmu, kami yakin kecelakaan ini sudah direncanakan."

Tanpa sadar, air mata Tara kembali mengalir deras membasahi wajahnya yang pucat kala pikiran negatif mulai memenuhi isi kepalanya.

"Kami akan terus mencari pelaku yang telah menyabotase mobil saudara Devan sekaligus orang yang telah menyebabkan kebakaran di restorannya. Sepertinya, pelaku telah melarikan diri," lanjut polisi itu menjelaskan.

“Namun, kami akan terus mencari pelakunya hingga tertangkap, Pak. Ini adalah kasus yang serius. Kami akan terus memberikan info lebih lanjut. Kami permisi,” kata polisi itu lagi. Kirana terus menangis, sementara Argan hanya mengangguk tanpa berucap.

Polisi itu akhirnya pergi meninggalkan ruangan, di ikuti oleh Argan dan Kirana yang menangis juga hendak pergi.

Tara yang masih merasa bingung langsung menghentikan Kirana. "Bu, apa yang dikatakan oleh polisi itu? Itu bohong, kan? Devan masih hidup, kan? Dia sedang sibuk mengurus renovasi restoran, kenapa mereka berbicara yang tidak benar?!"

"Sudah cukup! Yang mereka katakan itu adalah kebenaran! Apa yang dikatakan ibumu itu salah!" Bentak Kirana merasa muak.

"Tidak, Bu... Aku... Aku tidak bisa kehilangan dia... Itu semua pasti bohong." Tubuh Tara mulai terasa goyah dan melemas. Hatinya begitu hancur.

Kirana menatap Tara dengan tatapan penuh kebencian dan kepedihan. "Ini semua salahmu, Tara. Jika bukan karena dirimu yang yatim piatu ini! Devan tidak akan mengalami kecelakaan dan Adrian tidak perlu kehilangan adiknya!! Kau telah menghancurkan hidup kami!!"

Tara merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Bagaimana mungkin ia bisa menghadapi kenyataan bahwa pria yang dicintainya telah tiada? Bagaimana mungkin juga dirinya menerima akan rasa kehilangan ini adalah kesalahannya? Bagaimana bisa? Apa calon mertuanya ini tidak tahu bahwa dirinya juga sangat hancur?

"Kamu adalah pembawa sial! Seandainya saja kamu tidak masuk ke dalam kehidupan kami, pasti putraku masih hidup." Kirana dengan tega menyalahkan segalanya pada Tara.

“Yang pembunuh sebenernya itu adalah kau! Kaulah yang telah membuat Devan kami tiada! Kau pembunuh anak kami!” Tanpa rasa iba, Kirana berteriak dihadapan wajah Tara.

Bagai di jerat rantai berduri lalu kemudian ditusuk oleh besi panas, Tara yang mendengar itu semakin di buat menangis histeris. Lengannya yang masih di infus meremas dadanya dengan kuat, menahan rasa sesak yang semakin menggencet jantungnnya membuat suaranya tercekat.

Tubuhnya terhuyung ke belakang, tubuhnya merosot ke bawah, kakinya sudah tidak bisa lagi menopang tubuhnya yang lemah gemetar, diguncang oleh kenyataan yang pahit. Nafasnya tersengal seolah paru-parunya tidak mampu menarik udara dengan cukup.

“Tidak… Devan…,” desahnya dengan lirih.

Tangisan Tara semakin histeris ketika Kirana dan Argan dengan tidak ada rasa pedulinya meninggalkan ruangan. Pintu tertutup dengan lembut. Namun, meninggalkan rasa sakit yang mendalam di hati Tara.

Ia menahan sesak di dada dan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. "Aku tidak bisa kehilanganmu, Van," bisiknya dalam kepedihan yang menyesakkan. "Bagaimana bisa aku hidup tanpamu?"

Di keheningan malam itu, rasa bersalah mulai menghantui Tara. Suara Kirana terus terdengar di telinganya."kau pembawa sial! Devan celaka karena ulahmu!!"

“Apa benar, ini salahku?”tanyanya membatin.

Kepercayaan dirinya mulai goyah. Tara mulai menyalahkan dirinya sendiri. Dengan segala kekuatan yang tersisa, Tara berdiri menopang tubuhnya yang terasa sudah mati.

Ia berjalan keluar kamar dengan langkah yang berat, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Devan dan tuduhan Kirana.

"Bu Kirana benar, aku pembawa sial." Tara berjalan dengan perlahan, menyusuri lorong rumah sakit yang sepi tidak ada orang. Infusan di Tangannya sudah hilang entah kemana.

"Aku penyebab Devan tiada." Tara terus meracau, ia berjalan tanpa sadar. Bayang-bayang saat kecelakaan itu terjadi mulai memenuhi pikirannya.

“Tara! Remnya blong!’

“Tara pegangan yang kuat!”

“Aghh!! Tidak! Devan!!” Tara berteriak mulai kehilangan kendali. Dirinya berjalan dengan tubuh yang sempoyongan.

"Kau pembawa sial!"

“Kau adalah penyebab hidup kami hancur!"

Suara pekikan Kirana bergema ditelinganya. Meskipun ia mencoba menutupnya dengan kedua telapak tangan, tapi suara itu berasal dari kepalanya.

“Tara! Remnya Blong!”

“Tara! Melompatlah dari mobil!"

Suara Devan dan suara ban yang berderit ketika mobil mereka kehilangan kendali hingga menabrak batu besar itu kini terus terdengar di telinganya. Suara itu terus silih berganti begitu memekakkan gendang telinga yang terasa ingin pecah.

"Tidak! Tolong berhenti!" Tara menutup kedua telinganya, tapi suara itu terus merasuk ke dalam jiwanya.

"Tara, remnya, remnya blong!!"

"Kau pembawa sial!"

"Kamu pembunuh!

“Tidak! Berhenti, aku mohon!”

Tara menangis kencang, ia tersiksa. Suara tangisnya bisa membuat siapa saja ikut merasakan deritanya. Keheningan malam itu menjadi saksi bisu dimana jiwanya amat terguncang.

Tanpa disadari, kakinya membawanya menaiki tangga hingga sampai di rooftop.

Udara malam yang dingin menggigit kulitnya. Namun, Tara tidak peduli. Ia berdiri di tepi rooftop, memandang langit malam yang gelap.

"Devan, di mana kamu?" isaknya, suaranya pecah oleh tangisan.

Ia merasa begitu terisolasi dan putus asa. Pikiran tentang bagaimana ia bisa melanjutkan hidup tanpa Devan terus menghantui. Rasa bersalah dan ketakutan bercampur aduk dalam hatinya, menciptakan beban yang begitu berat.

"Aku ingin kamu kembali, Devan. Aku ingin kita menikah dan memulai hidup baru lalu bahagia bersama, tapi..., tapi sekarang semua itu hancur.”

Tara teringat kata-kata Kirana yang penuh kebencian dan menyalahkannya atas kematian Devan. "Ini semua salahku... Aku adalah pembawa sial, Aku pembunuh," katanya pada dirinya sendiri dengan suara parau penuh penyesalan.

Di tengah keputusasaan, Tara menatap ke bawah dari tepi rooftop. Pikirannya dipenuhi oleh hasrat untuk mengakhiri semua penderitaan ini. "Mungkin aku harus menyusulmu, Devan," bisiknya pelan, hampir tak terdengar.

Kakinya mulai melangkah lebih jauh. Tara membalikan badan dan memejamkan mata menarik nafas pelan.

“Aku akan segera mengakhiri penderitaan ini.”

Related chapters

  • Takdir Tara    Apa Ini Takdirku?

    Aryan menaiki tangga dengan langkah pelan, sembari menggenggam sebuah kalung berinisial huruf ‘A’. Benda itu adalah kenangan yang pernah dimiliki oleh adiknya, perempuan yang sangat ia cintai.Setiap kali Aryan melihat benda itu, senyum tipis tersungging di bibirnya, mengingatkan pada masa-masa indah yang pernah mereka lalui bersama. Namun, senyumnya memudar ketika ia melihat pintu rooftop dalam keadaan terbuka. Perasaan cemas mulai merayap masuk."Amera," gumamnya pelan, mengingat sosok yang memberikan senyuman terakhir padanya di tempat yang sama.Setibanya di ambang pintu, Aryan terhenyak. Di tepi rooftop, seorang wanita berdiri dengan mata terpejam, bersiap untuk menjatuhkan dirinya ke belakang.Tubuh Aryan dan tangannya bergetar menggenggam kalung itu semakin erat. Matanya membulat, dan kilas balik masa lalu seketika memenuhi pikirannya."Aku tidak bisa lagi menahan sakit hati ini, Kak. Aku hancur.""Tidak, Amera," ucap Aryan tanpa sadar.Suara dan sosok Amera yang dilihat Aryan

    Last Updated : 2024-12-15
  • Takdir Tara    Aku Benci Kebohongan

    Kirana duduk di sofa ruang tengah. Ia membuka album foto lama berwarna biru. Matanya semakin berkaca-kaca kala melihat lembaran foto itu secara bergantian. Rupanya rasa sedih masih menyelimuti hati seorang ibu.Album itu langsung ditutup ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Sadar dan tahu Kirana sudah menyadari keberadaannya, ia menghentikan langkah untuk menyapa tuan rumah."Selamat malam, Bu Kirana.""Sudah kau bereskan?" tanya Kirana tanpa menoleh."Tentu saja, sesuai keinginan kita," jawab wanita itu dengan bangga. "Akting Bu Kirana pasti sangat hebat sehingga membuatnya sangat terguncang."Kirana tersenyum kecut. "Aku tidak bersandiwara, rasa kehilangan ini nyata, Vega," ucapnya sembari menoleh pada wanita yang ternyata adalah Vega.Vega hanya terdiam. Niatnya memuji untuk mencari perhatian ternyata mendapat respon yang tidak ia duga."Tunggu apa lagi? Kau pulanglah. Saya akan menghubungimu jika butuh lagi."Vega tersenyum dan mengangguk. Padahal dalam hatinya, api memba

    Last Updated : 2024-12-18
  • Takdir Tara    Janji Bagai Angin Lalu

    "Adrian, segera pulang, Mama ingin bicara." Suara Kirana terdengar tegas. Adrian hanya menghela napas, tahu ada yang serius. Kirana menutup telepon dengan sepihak. Adrian segera menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya untuk segera pulang.Baginya, apa yang diinginkan sang Mama adalah perintah. Tidak bisa diganggu gugat, meski harus mengorbankan dirinya sekalipun.Adrian baru saja tiba di rumah dan mendapati ibunya sudah berdiri di depan pintu. "Jangan pura-pura tidak mengetahui kalau Mama sempat menelpon berkali-kali. Kenapa sekarang kamu mulai membangkang?" Adrian hanya menghela napas pelan. Seperti inilah yang terjadi jika ia melakukan kesalahan."Cepet masuk, Mama ingin bicara," ucap Kirana sebelum Adrian sempat menjawab. Keduanya kini berada di ruang kerja milik Argan yang kosong. Suami sekaligus ayah itu masih belum pulang dari pekerjaannya."Jadi ada apa, Ma?" Tanya Adrian ingin tahu. Dengan satu tarikan napas, Kirana mengungkapkan keinginannya. "Sebaiknya sudahi saja pembi

    Last Updated : 2024-12-26
  • Takdir Tara    Pencabutan Biaya Rumah Sakit

    Di kamar rawat Tara, Bu Ainun masih berdiri dengan hati yang gelisah. Kakinya tidak mau diam, ia mondar-mandir tidak karuan."Bagaimana ini? Tagihan rumah sakit Tara pasti mahal sekali." Bu Ainun kembali mencobe menelpon Bu Kirana. Namun, ia tidak mengangkatnya. Sebuah ide solusi muncul dalam pikirannya, ketika mengingat dirinya adalah kepala dari panti asuhan. "Apa yayasan bisa membantu? Tara anak yatim piatu. Seharusnya yayasan bisa menanggung beban biaya rumah sakit perawatan Tara," ucap Bu Ainun sedikit lega.Bu Ainun mencoba untuk menelpon pihak yayasan. Berharap mereka bisa membantu. Itu akan membuat hatinya merasa lega dan akan sangat bersyukur. "Halo, Pak. Saya Ainun kepala panti asuhan Cahaya Pelangi." Bu Ainun berbicara dengan bibir yang gemeter. Jantungnya berdetak kencang, takut-takut pihak yayasan tidak dapat membantu. "Iya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Jawab pihak yayasan disebrang telepon.Bu Ainun memberitahukan kegelisahan dan masalahnya pada pihak yayasan. Tidak

    Last Updated : 2025-01-03
  • Takdir Tara    Insiden dan Firasat

    Di salah satu restoran yang ramai pengunjung, seorang pelayan cantik melangkahkan kakinya menuju meja pelanggan. Ia begitu bersemangat bekerja, dengan mata yang berbinar dan senyuman di bibir merahnya yang manis menciptakan aura ceria yang menular.Dari belakangnya, seorang wanita lain dengan seragam yang sama berjalan cepat, tatapan matanya tajam penuh niat. Dengan sengaja, wanita itu menyenggol bahu si pelayan, menyebabkan nampan yang dibawanya miring dan menjatuhkan mangkuk berisi ramen panas ke lengan seorang wanita."Aghhh ... panas!!" jerit wanita itu kesakitan.Semua pasang mata tertuju padanya, beberapa orang bahkan terlihat menutup mulut mereka dengan tangan karena terkejut."Astaga! Ya ampun, Mbak, apa Anda baik-baik saja? Sa-saya sungguh minta maaf, Mbak, saya benar-benar tidak sengaja," ucap si pelayan dengan panik dan sangat merasa bersalah."Sangat sakit, Mbak, apa kamu tidak melihat kulit lengan saya melepuh?!" jawab wanita itu sembari mendesah kesakitan."Bagaimana, si

    Last Updated : 2024-12-02
  • Takdir Tara    Lelaki Misterius

    “Kamu yakin akan pergi sendiri? Kenapa nggak suruh orang aja, sih?” tanya Kirana pada putra bungsunya. Tercetak jelas sirat kekhawatiran di wajahnya.“Aku nggak pergi sendiri, Mah. Aku pergi berdua bersama Tara,” jawab Devan lembut. Ia mengerti tentang kegundahan hati kecil sang ibu. Kirana menoleh pada Tara yang berada di samping Devan, ia mengangguk, tapi wajahnya menunjukkan raut yang tidak senang.“Lagi pula kami ke sana tidak hanya untuk memberikan selembaran undangan, Mah. Kami juga ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak di panti dan membagi kebahagiaan kami yang akan segera menikah," lanjut Devan dengan senyuman hangat.Kirana menghela napas panjang masih terlihat khawatir. "Baiklah, tapi hati-hati di jalan, kondisi cuaca sekarang tidak menentu, apalagi kamu harus melewati rute yang rawan sekali terjadi kecelakaan." "Tentu, Mah. Jangan khawatir, mamah lupa kalau aku ini Sebastian Vettel?" Kirana terkekeh geli mendengar celotehan putranya. Dia bisa saja bercanda tentang pe

    Last Updated : 2024-12-02
  • Takdir Tara    Kecemasan di Tengah Hujan

    Di restoran, Vega melihat jam di tangannya telah menunjukkan pukul delapan malam. Dengan perasaan kesal, ia segera menyajikan makanan pada pelanggan."Silakan dinikmati, Kak!" sapanya pada pelanggan dengan senyuman palsu.Kirana memasuki restoran dengan santai. Tanpa sengaja, Vega melihatnya dan segera menghampiri "Selamat malam, Bu Kirana!" sapa Vega dengan ramah dan senyuman yang lembut."Malam juga, Vega. Bagaimana hari ini di restoran?" tanya Kirana memastikan tidak ada insiden buruk seperti kemarin terulang kembali."Semua aman, Bu, tenang saja. Saya akan sebaik mungkin menjaga nama baik restoran ini tetap bersih," ucap Vega dengan nada sangat meyakinkan."Baguslah, setidaknya dengan tidak adanya Tara di restoran ini akan tetap aman." Kirana menghela napas lega.Vega mengernyitkan dahi bingung, karena biasanya Tara selalu ada di restoran untuk menghilangkan rasa bosan."Memangnya Tara ke mana, Bu?" tanya Vega, mencoba mencari tahu karena penasaran."Tara pergi dengan Devan untuk

    Last Updated : 2024-12-02
  • Takdir Tara    Tidak Ditemukan

    Devan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, sementara Tara duduk di sebelahnya dengan perasaan cemas melihat hujan deras yang mengguyur jalanan."Devan, hati-hati. Jalanan sangat licin dengan hujan seperti ini," ucap Tara dengan suara khawatir.Jemari lentiknya meremas bajunya sendiri karena suasana tegang mencekam membuatnya semakin merasa ketakutan."Aku tahu, Tara, tapi kita harus segera sampai ke rumah sakit," jawab Devan dengan mata yang fokus pada jalan. Kecemasannya terhadap kondisi ibunya membuat pikirannya sedikit kacau.Tanpa disadari, mereka salah mengambil rute yang seharusnya menuju tol dan malah melewati jalan Ciawi yang terkenal dengan medan berbahaya dan berliku."Devan, sepertinya kita salah rute. Ini bukan jalan menuju tol," kata Tara dengan nada cemas, melihat pemandangan yang tadi siang ia lewati begitu familiar.Devan menggigit bibirnya dengan perasaan frustrasi. "Aku terlalu khawatir dengan kondisi Ibu. Sekarang kita harus melewati jalan ini. Semoga tidak a

    Last Updated : 2024-12-02

Latest chapter

  • Takdir Tara    Pencabutan Biaya Rumah Sakit

    Di kamar rawat Tara, Bu Ainun masih berdiri dengan hati yang gelisah. Kakinya tidak mau diam, ia mondar-mandir tidak karuan."Bagaimana ini? Tagihan rumah sakit Tara pasti mahal sekali." Bu Ainun kembali mencobe menelpon Bu Kirana. Namun, ia tidak mengangkatnya. Sebuah ide solusi muncul dalam pikirannya, ketika mengingat dirinya adalah kepala dari panti asuhan. "Apa yayasan bisa membantu? Tara anak yatim piatu. Seharusnya yayasan bisa menanggung beban biaya rumah sakit perawatan Tara," ucap Bu Ainun sedikit lega.Bu Ainun mencoba untuk menelpon pihak yayasan. Berharap mereka bisa membantu. Itu akan membuat hatinya merasa lega dan akan sangat bersyukur. "Halo, Pak. Saya Ainun kepala panti asuhan Cahaya Pelangi." Bu Ainun berbicara dengan bibir yang gemeter. Jantungnya berdetak kencang, takut-takut pihak yayasan tidak dapat membantu. "Iya, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" Jawab pihak yayasan disebrang telepon.Bu Ainun memberitahukan kegelisahan dan masalahnya pada pihak yayasan. Tidak

  • Takdir Tara    Janji Bagai Angin Lalu

    "Adrian, segera pulang, Mama ingin bicara." Suara Kirana terdengar tegas. Adrian hanya menghela napas, tahu ada yang serius. Kirana menutup telepon dengan sepihak. Adrian segera menuju parkiran dan mengemudikan mobilnya untuk segera pulang.Baginya, apa yang diinginkan sang Mama adalah perintah. Tidak bisa diganggu gugat, meski harus mengorbankan dirinya sekalipun.Adrian baru saja tiba di rumah dan mendapati ibunya sudah berdiri di depan pintu. "Jangan pura-pura tidak mengetahui kalau Mama sempat menelpon berkali-kali. Kenapa sekarang kamu mulai membangkang?" Adrian hanya menghela napas pelan. Seperti inilah yang terjadi jika ia melakukan kesalahan."Cepet masuk, Mama ingin bicara," ucap Kirana sebelum Adrian sempat menjawab. Keduanya kini berada di ruang kerja milik Argan yang kosong. Suami sekaligus ayah itu masih belum pulang dari pekerjaannya."Jadi ada apa, Ma?" Tanya Adrian ingin tahu. Dengan satu tarikan napas, Kirana mengungkapkan keinginannya. "Sebaiknya sudahi saja pembi

  • Takdir Tara    Aku Benci Kebohongan

    Kirana duduk di sofa ruang tengah. Ia membuka album foto lama berwarna biru. Matanya semakin berkaca-kaca kala melihat lembaran foto itu secara bergantian. Rupanya rasa sedih masih menyelimuti hati seorang ibu.Album itu langsung ditutup ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Sadar dan tahu Kirana sudah menyadari keberadaannya, ia menghentikan langkah untuk menyapa tuan rumah."Selamat malam, Bu Kirana.""Sudah kau bereskan?" tanya Kirana tanpa menoleh."Tentu saja, sesuai keinginan kita," jawab wanita itu dengan bangga. "Akting Bu Kirana pasti sangat hebat sehingga membuatnya sangat terguncang."Kirana tersenyum kecut. "Aku tidak bersandiwara, rasa kehilangan ini nyata, Vega," ucapnya sembari menoleh pada wanita yang ternyata adalah Vega.Vega hanya terdiam. Niatnya memuji untuk mencari perhatian ternyata mendapat respon yang tidak ia duga."Tunggu apa lagi? Kau pulanglah. Saya akan menghubungimu jika butuh lagi."Vega tersenyum dan mengangguk. Padahal dalam hatinya, api memba

  • Takdir Tara    Apa Ini Takdirku?

    Aryan menaiki tangga dengan langkah pelan, sembari menggenggam sebuah kalung berinisial huruf ‘A’. Benda itu adalah kenangan yang pernah dimiliki oleh adiknya, perempuan yang sangat ia cintai.Setiap kali Aryan melihat benda itu, senyum tipis tersungging di bibirnya, mengingatkan pada masa-masa indah yang pernah mereka lalui bersama. Namun, senyumnya memudar ketika ia melihat pintu rooftop dalam keadaan terbuka. Perasaan cemas mulai merayap masuk."Amera," gumamnya pelan, mengingat sosok yang memberikan senyuman terakhir padanya di tempat yang sama.Setibanya di ambang pintu, Aryan terhenyak. Di tepi rooftop, seorang wanita berdiri dengan mata terpejam, bersiap untuk menjatuhkan dirinya ke belakang.Tubuh Aryan dan tangannya bergetar menggenggam kalung itu semakin erat. Matanya membulat, dan kilas balik masa lalu seketika memenuhi pikirannya."Aku tidak bisa lagi menahan sakit hati ini, Kak. Aku hancur.""Tidak, Amera," ucap Aryan tanpa sadar.Suara dan sosok Amera yang dilihat Aryan

  • Takdir Tara    Keputusasaan Tara

    "Bu, apa yang mereka maksud? Devan, Devan kenapa?" tanya Tara dengan suara yang cemas. Tara melihat Kirana dan Argan dengan wajah penuh tanda tanya, sedangkan keduanya hanya terdiam."Tolong jawab saja apa yang kami ingin ketahui, agar semua tampak jelas dan kamu akan mengerti nanti, tolong," ucap Argan akhirnya berbicara. Tara akhirnya mengangguk pelan. Untuk pertama kalinya Argan berbicara padanya. Meski masih merasa bingung, ia memutuskan untuk menjawab pertanyaan kedua polisi itu."Jadi, Saudari Tara, bagaimana awal kejadian itu?" tanya seorang polisi lagi.Tara mengangguk mencoba mengingat kejadian itu kembali, meski hatinya terasa berat dipenuhi oleh berbagai perasaan cemas. "Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, tapi tiba-tiba rem mobil tidak berfungsi. Devan mencoba mengendalikan mobil, tapi kami kehilangan kendali dan menabrak batu besar di pinggir jalan. Saya terlempar keluar dari mobil, tapi Devan... Dia masih di dalam mobil yang ketika itu meluncur ke jurang."

  • Takdir Tara    Setelah Dua Bulan

    Hamparan rerumputan hijau begitu memukau. Indahnya amat memikat hati. Semilir angin pun berembus bersamaan dengan suara kicauan burung-burung, mereka terbang dan menari saling beriringan. Seorang wanita berlari penuh kegembiraan, bahagia bersama pria yang dicintainya. Keduanya memakai pakaian putih, saling bercengkrama dan tertawa tanpa henti. "Sudah cukup, Tara, aku lelah mengejarmu yang terus berlari," ucap pria itu dengan suara terengah-engah. Pria itu lantas duduk di rumput yang terasa lembut, membuat Tara juga ikut meluruskan kakinya yang pegal. "Ya, suruh siapa larinya lelet kayak siput," jawab Tara sambil tertawa kecil. "Kalau begitu sekarang gantian," kata Devan, ia tersenyum simpul. "Gantian?" tanya Tara kebingungan. Devan mengangguk pelan tiba-tiba berdiri dan sedetik.kemudian mulai berlari. "Kejar aku!" Teriaknya di tengah hamparan rerumputan yang luas. Tara berdiri dan ikut berlari, mengejar Devan tanpa henti. "Heyy, berhenti! Awas, ya, Kamu!" teriaknya sambil tert

  • Takdir Tara    Koma

    Kirana melihat raut wajah Adrian yang penuh dengan kecemasan, menimbulkan tanda tanya besar di pikirannya. Kirana turun dari tempat tidur dan berdiri untuk menghampiri Adrian."Ada apa, Rian? Kenapa raut wajah kamu seperti itu? Apa yang terjadi?" tanya Kirana dengan nada bicara yang terdengar cemas.Adrian terduduk di sofa dengan wajah kusutnya akibat syok. "Sepertinya Devan dan Tara kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang, tapi hanya Tara yang ditemukan tergeletak di jalanan. Polisi nggak nemuin orang lain," jawab Adrian dengan suara yang bergetar. Bagai disambar petir, Kirana begitu syok. Tubuhnya terasa lemas dan ia hampir terjatuh jika tidak segera di topang Adrian. "Nggak mungkin, Devan putraku, Rian!! Adikmu!!" bisiknya kemudian berteriak dengan suara gemeter. Air mata mulai mengalir di pipinya.Adrian langsung memeluk ibunya erat, mencoba menenangkan meskipun hatinya sendiri hancur. "Bu, kita harus kuat, polisi masih mencari Devan, mereka pasti akan menemukannya d

  • Takdir Tara    Tidak Ditemukan

    Devan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, sementara Tara duduk di sebelahnya dengan perasaan cemas melihat hujan deras yang mengguyur jalanan."Devan, hati-hati. Jalanan sangat licin dengan hujan seperti ini," ucap Tara dengan suara khawatir.Jemari lentiknya meremas bajunya sendiri karena suasana tegang mencekam membuatnya semakin merasa ketakutan."Aku tahu, Tara, tapi kita harus segera sampai ke rumah sakit," jawab Devan dengan mata yang fokus pada jalan. Kecemasannya terhadap kondisi ibunya membuat pikirannya sedikit kacau.Tanpa disadari, mereka salah mengambil rute yang seharusnya menuju tol dan malah melewati jalan Ciawi yang terkenal dengan medan berbahaya dan berliku."Devan, sepertinya kita salah rute. Ini bukan jalan menuju tol," kata Tara dengan nada cemas, melihat pemandangan yang tadi siang ia lewati begitu familiar.Devan menggigit bibirnya dengan perasaan frustrasi. "Aku terlalu khawatir dengan kondisi Ibu. Sekarang kita harus melewati jalan ini. Semoga tidak a

  • Takdir Tara    Kecemasan di Tengah Hujan

    Di restoran, Vega melihat jam di tangannya telah menunjukkan pukul delapan malam. Dengan perasaan kesal, ia segera menyajikan makanan pada pelanggan."Silakan dinikmati, Kak!" sapanya pada pelanggan dengan senyuman palsu.Kirana memasuki restoran dengan santai. Tanpa sengaja, Vega melihatnya dan segera menghampiri "Selamat malam, Bu Kirana!" sapa Vega dengan ramah dan senyuman yang lembut."Malam juga, Vega. Bagaimana hari ini di restoran?" tanya Kirana memastikan tidak ada insiden buruk seperti kemarin terulang kembali."Semua aman, Bu, tenang saja. Saya akan sebaik mungkin menjaga nama baik restoran ini tetap bersih," ucap Vega dengan nada sangat meyakinkan."Baguslah, setidaknya dengan tidak adanya Tara di restoran ini akan tetap aman." Kirana menghela napas lega.Vega mengernyitkan dahi bingung, karena biasanya Tara selalu ada di restoran untuk menghilangkan rasa bosan."Memangnya Tara ke mana, Bu?" tanya Vega, mencoba mencari tahu karena penasaran."Tara pergi dengan Devan untuk

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status