Kecemasan di Tengah Hujan

Di restoran, Vega melihat jam di tangannya telah menunjukkan pukul delapan malam. Dengan perasaan kesal, ia segera menyajikan makanan pada pelanggan.

"Silakan dinikmati, Kak!" sapanya pada pelanggan dengan senyuman palsu.

Kirana memasuki restoran dengan santai. Tanpa sengaja, Vega melihatnya dan segera menghampiri

"Selamat malam, Bu Kirana!" sapa Vega dengan ramah dan senyuman yang lembut.

"Malam juga, Vega. Bagaimana hari ini di restoran?" tanya Kirana memastikan tidak ada insiden buruk seperti kemarin terulang kembali.

"Semua aman, Bu, tenang saja. Saya akan sebaik mungkin menjaga nama baik restoran ini tetap bersih," ucap Vega dengan nada sangat meyakinkan.

"Baguslah, setidaknya dengan tidak adanya Tara di restoran ini akan tetap aman." Kirana menghela napas lega.

Vega mengernyitkan dahi bingung, karena biasanya Tara selalu ada di restoran untuk menghilangkan rasa bosan.

"Memangnya Tara ke mana, Bu?" tanya Vega, mencoba mencari tahu karena penasaran.

"Tara pergi dengan Devan untuk mengundang secara langsung seluruh anak panti asuhan ke pernikahannya nanti. Sepertinya mereka akan menginap hari ini," jawab Kirana datar.

"Oh, begitu. Pantas saja Kak Devan juga tidak ada di sini," ucap Vega dalam hati, dengan sedikit rasa cemburu.

Vega melihat ini sebagai kesempatan untuk memprovokasi Kirana. "Bu, saya sebenarnya khawatir dengan kepergian mereka berdua. Tara sering kali ceroboh dan suka mengambil risiko yang tidak perlu. Apalagi cuaca sedang buruk akhir-akhir ini."

Kirana tampak ragu sejenak, alisnya berkerut. "Saya tahu, tapi sepertinya saya harus memberi mereka sedikit kepercayaan."

"Tentu saja, Bu, tapi saya hanya berharap Tara tidak membuat masalah yang bisa merusak segalanya lagi," lanjut Vega dengan senyum licik yang tersirat di sudut bibirnya.

Kirana tampak diam memikirkan apa yang dikatakan Vega mungkin ada benarnya. Dalam hati, Vega merasa kegirangan karena dirinya yakin telah berhasil meracuni hati dan pikiran Kirana.

Sesaat setelahnya, tiba-tiba saja terdengar suara keributan dari arah dapur. Beberapa piring jatuh dan pecah, menyebabkan kegaduhan di restoran. Kirana segera menuju ke sumber suara dengan langkah cepat, tetapi tidak sengaja terjatuh karena terpeleset hingga telapak tangannya tertusuk beling yang berserakan di lantai.

"Aduh, sakit sekali!" teriak Kirana kesakitan. Cairan merah kental mengalir dari telapak tangannya.

"Ya ampun, Bu! Apa Anda terluka?" tanya Vega dengan panik langsung menghampiri Kirana.

"Kaki saya terpeleset, lengan saya juga tertusuk beling, tolong bantu saya berdiri," jawab Kirana menahan rasa sakit di kaki dan lengannya.

Vega merangkul Kirana membantunya berdiri untuk segera pergi dari sana. Namun, gerakannya terhenti ketika ia menyadari sesuatu yang aneh.

"Tidak ada yang bekerja, ke mana chef dan yang lainnya?" tanya Vega kebingungan. Semua pekerja di dapur hilang begitu saja.

"Hey! Siapa di sana? Apa yang sedang kamu lakukan?! Pekik Kirana ketika tidak sengaja melihat seorang pria mengenakan pakaian pelayan berlari menuju pintu belakang.

Hal itu membuat Kirana dan Vega curiga dia orang yang menyebabkan keributan di dapur.

"Perasaan saya tidak enak, Bu. Sebaiknya kita segera pergi dari sini," ucap Vega dengan panik karena telah mencium bau sesuatu.

"Kamu benar, saya mencium bau gas yang kuat di sini," jawab Kirana dengan nada cemas.

Ketika mereka telah berhasil keluar dari dapur, tiba-tiba saja api menjalar dengan cepat membuat pelanggan dan karyawan lain yang melihatnya berhamburan mencari jalan keluar. Suasana menjadi kacau balau dengan teriakan dan langkah kaki yang panik.

Ledakan yang memekakkan telinga pun tidak dapat terhindarkan ketika tabung gas di dapur dilahap oleh api dan suasana pun semakin mencekam.

Kirana menangis histeris melihat insiden mengerikan itu di luar restoran. Petugas pemadam kebakaran datang bersama ambulans segera bertindak berusaha menjinakkan api dan menyelamatkan para korban.

Kirana semakin histeris dan mendadak pingsan di pelukan Vega. Vega melihat itu sebagai kesempatan untuk membuat Devan pulang.

"Iya benar, semesta pun ternyata berpihak padaku, Kak Devan akan pulang dan aku akan menjadi seorang pahlawan penyelamat ibunya," ucap Vega dalam hatinya dengan senyuman yang licik.

Di panti asuhan, Devan, Tara, seluruh pengurus dan anak-anak panti sedang makan malam bersama. Devan membicarakan tentang undangan ke acara pernikahannya.

"Tara dan aku sangat berharap kalian semua bisa datang ke pernikahan kami. Ini akan menjadi hari yang sangat istimewa bagi kami," ucap Devan dengan senyuman hangat.

Anak-anak panti menyambut dengan gembira, dan suasana makan malam menjadi semakin hangat penuh kebahagiaan. Namun, tiba-tiba, ponsel Devan berdering.

"Sebentar, saya angkat telepon dulu," ucap Devan berdiri dan menepi untuk mengangkat telepon.

Nama Vega tertera di layar ponsel, Devan segera mengangkatnya.

"Vega, ada apa?" tanya Devan.

"Pak Devan, cepat pulang! Ada kondisi darurat! Restoran kebakaran dan Bu Kirana terluka! Aku sangat khawatir. Tolong, segera kembali! Kami sekarang sedang menuju rumah sakit terdekat." Suara Vega terdengar panik di telepon.

"Astaga! Bagaimana bisa? Kau tolong jaga ibuku, aku akan segera pulang sekarang!" Devan segera menutup telepon dengan tangan yang gemetar dan jantung yang berdebar kencang.

Melihat raut kekhawatiran di wajah Devan membuat semua orang bertanya-tanya. Tara berdiri menghampiri Devan dan bertanya, "Ada apa?"

"Restoran kebakaran dan Ibu terluka, kita harus pulang sekarang," ucap Devan dengan panik.

Tara mengangguk meskipun terlihat khawatir. "Baiklah, kita harus segera berangkat."

Devan dan Tara segera berpamitan dengan para pengurus dan anak-anak panti, meskipun ada rasa cemas yang menghantui.

"Maaf semuanya, kami harus pergi sekarang. Kami akan segera kembali lagi," ucap Devan dengan nada menyesal.

Ibu Ainun menghampiri keduanya dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Nak, perasaan ibu tidak enak, cuaca sedang buruk, apa tidak bisa pergi besok pagi saja?" Saran Bu Ainun karena merasa sangat khawatir.

"Tidak, Bu. Bagi saya mama adalah segalanya, saya tidak bisa menunggu dengan kekhawatiran yang semakin menjadi, saya harus pergi."

Bu Ainun hanya terdiam dan mengangguk. "Kalian hati-hati di jalan."

Devan dan Tara mengangguk. Mereka berdua segera berlari ke mobil yang terparkir di luar panti asuhan. Cuaca semakin buruk dengan hujan deras dan angin kencang.

Setelah memasuki mobil, Devan menyalakan mesin dan bersiap untuk berangkat. Tara duduk di sebelahnya dengan perasaan tegang.

"Semoga kita bisa sampai dengan selamat. Jalanan pasti licin dengan hujan seperti ini," ujar Devan sambil melihat ke arah jalan.

Tara menggenggam tangan Devan dengan erat. "Aku yakin kita bisa melaluinya bersama. Ambil rute lewat tol saja."

Devan mengangguk dan memacu mobilnya meninggalkan panti asuhan, berusaha untuk segera sampai ke rumah sakit tempat ibunya berada sekarang.

Bu Ainun masih berdiri di depan pintu panti dengan perasaan khawatir. Tiba-tiba saja seorang anak perempuan bernama Reina itu menghampirinya.

"Bu Ai, apa mereka akan baik-baik saja? Tanya Reina dengan raut wajah polosnya.

"Mereka pasti akan baik-baik saja," harap Bu Ainun meski hatinya semakin diliputi kecemasan.