Clara Felysia Jovanka, atau yang kerap disapa Ara, bersama teman kecilnya Eugenia Aileen, atau Jeni, kini telah genap berusia 18 tahun, dan ini merupakan suatu pertanda bahwa mereka harus segera pergi dari tempat mereka menghabiskan masa kecil itu.
"Enggak kerasa ya Ra, usia kita sekarang sudah 18 tahun, kita sudah boleh memilih takdir, dan kehidupan kita sudah bukan urusan negeri ini lagi," ucap Jeni kepada Ara.
"Benar, akhirnya kita sudah harus meninggalkan tempat ini, pasti kita bakal rindu banget sama kenangan-kenangan yang pernah kita buat disini," sahut Ara.
"Bunda pasti akan sangat rindu kalian, main-mainlah kesini nanti ya," ucap Bunda pengurus asrama yang sudah merawat Ara, dan Jeni sejak kecil.
"Bunda, jaga kesehatan baik-baik ya, kami sudah harus pergi sekarang, doakan kami, agar kami memiliki takdir yang baik."
"Pasti, sayang, bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian," ucap Dellysa sambil membelai lembut kepala Ara, dan Jeni.
Setelah berpamitan, mereka pun pergi dari asrama itu, seraya berkata, "Bun, kami sangat sayang bunda, maafkan kesalahan kami ya, doakan yang terbaik untuk kami, kami pergi sekarang, sampai jumpa bunda," hingga Dellysa menangis sedih melihat kepergian dua putri asuhnya itu.
"Jaga diri kalian baik-baik, Nak," ujar Dellysa sambil melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan bersama kedua putri asuhnya itu.
**
"Saatnya memulai hidup baru, kita harus semangat Jen! kita bisa, aku yakin kita akan memiliki takdir baik nanti!" ucap Ara dengan penuh optimis.
"Ra, apakah mustahil kita memiliki jodoh yang baik? kita kan orang susah, dan yang boleh memilih takdir duluan kan orang-orang kaya, tentu kita akan dapat takdir sisa," ujar Jeni agak sedih.
"Jen, mungkin kita bakal dapat takdir sisa, tapi kan enggak selamanya takdir sisa itu buruk, lagian juga yang bisa dipilih hanya takdir jodoh, dan keuangan, selain dari itu seperti kematian, atau kesehatan, itu bukan berdasarkan pilihan, dan juga, belum tentu kita memilih, bisa saja kita dipilih," ujar Ara dengan rasa percaya diri yang tinggi.
"Ih iya benar juga ya, siapa tahu kita bukan memilih, tapi kita dipilih, setuju aku sama kata-katamu!" ungkap Jeni dengan semangatnya setelah mendengar ucapan Ara.
"Jangan pesimis! kita memang dari asrama, bahasa kasarnya kita dari keturunan orang biasa, lalu diasuh oleh negara agar mendapat pengasuhan yang baik, tapi bukan berarti kita akan selamanya bernasib seperti ini, percayalah padaku, aku yakin, takdir kita pasti baik! jangan pesimis, dan jangan down, itu kuncinya!"
"Kenapa kamu seyakin itu Ra?" tanya Jeni heran.
"Entah, intinya aku memiliki feeling bahwa hidupku akan berubah sebentar lagi."
Karena keasikan mengobrol, mereka tidak sadar bahwa ternyata mereka sudah sampai di rumah kos-kosan yang mereka cari.
"Jen, benar kan ini rumahnya?" tanya Ara berusaha meyakinkan.
"Iya benar, yuk masuk," jawab Jeni, lalu mengeluarkan sebuah kunci dari tasnya untuk membuka pintu yang terkunci itu. Setelah pintu dibuka, nampaklah sebuah ruangan kecil yang akan menjadi tempat tinggal mereka sampai waktu yang tidak bisa dipastikan.
"Bersih juga kamarnya, untuk harga yang murah ini masuk kategori mewah sih menurutku, karena ada spring bed besar, AC, dan lihat lah, ada TV, fasilitasnya lengkap, walaupun ruangannya kecil," ucap Ara sambil melihat-lihat isi kamar tersebut.
"Apa kubilang, pilihanku tidak salah kan?" sahut Jeni dengan bangga.
"Untuk hal ini aku percaya lah ya."
"Sudah-sudah, daripada hanya mengoceh, ayo kita bereskan pakaian-pakaian kita ini!" ajak Jeni sambil membuka dua lemari yang tersedia di ruangan itu. Ketika asik berbenah, pemilik rumah kos-kosan itu pun datang.
"Wah kalian sudah datang rupanya, semoga betah ya tinggal disini, jika ingin sesuatu bisa tanya kepada pelayan yang ada di pojok sana," ucap pemilik rumah kos itu.
"Terima kasih banyak Bu, fasilitasnya sangat lengkap!" ujar Jeni sambil tersenyum.
"Sama-sama, semoga betah ya, kalau begitu saya tinggal dulu, selamat beristirahat!" lalu pemilik kos itu pergi meninggalkan mereka di kamar itu.
Setelah beberapa menit membereskan pakaian, dan beberapa peralatan, Ara pun bergegas mandi.
"Akhirnya beres juga, kalau gitu aku mandi duluan ya Jen!" ucap Ara sambil memegang handuk untuk dibawa ke kamar mandi.
"Iya! cepat ya, habis itu aku," sahut Jeni, sambil meregangkan otot-ototnya yang lelah setelah membereskan peralatan-peralatan tersebut. Setelah Ara selesai mandi, Jeni pun segera mandi juga, setelah semua beres, mereka sudah selesai mandi, mereka pun memutuskan untuk jalan keluar mencari makan, sekalian belanja untuk keperluan makan besok, karena besok mereka akan mencari kerja.
"Kamu mau makan apa Ra?" tanya Jeni.
"Apa saja," jawab Ara.
"Em, oke," lalu Jeni pun memutuskan untuk memesan dua porsi nasi goreng, ketika sedang makan mereka melihat ada kucing yang sedang kelaparan, karena merasa iba, Ara pun memberikan ayam goreng yang ada di piringnya kepada kucing tersebut, lalu kucing itu memakan ayam itu dengan lahap.
"Bahagia sekali rasanya jika bisa melihat makhluk lain ikut bahagia berkat hal yang kita lakukan," ujar Ara sambil tersenyum lalu lanjut memakan nasi goreng yang ada di piringnya itu.
"Hatimu sangat baik Ra, jangan kan hewan, manusia pun senang dengan kamu, betapa beruntungnya aku memiliki sahabat seperti kamu," ucap Jeni terharu.
"Ah kamu terlalu berlebihan Jen! aku tidak seperti itu, sudah lah yok kita kembali, kita harus istirahat karena besok kita harus mencari kerja!"
Jeni pun menuruti ajakan Ara untuk pulang ke kos. Sesampainya di kos mereka pun mencuci tangan, kaki, dan wajah, lalu bergegas untuk beristirahat karena hari sudah gelap.
Keesokan harinya, mereka memasak, dan bersiap-siap untuk berangkat mencari pekerjaan.
"Jen, apakah penampilanku sudah rapi?" tanya Ara kepada Jeni.
"Sudah, kamu sangat cantik," ucap Jeni sambil tersenyum. Kali ini senyum Jeni sangat berbeda, hingga membuat Ara sedikit merasa aneh, Ara merasa akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka, tetapi Ara berusaha untuk menepis perasaan itu.
"Kalau begitu, ayo kita berangkat!"
Tepat pukul 8 pagi, mereka berdua berjalan kaki menuju ke beberapa toko, dan rumah makan untuk melamar pekerjaan, karena kelelahan, Jeni pun mengajak Ara untuk membeli minuman di seberang jalan sana. Tetapi, naas, takdir buruk berpihak pada mereka, Jeni tidak fokus, sehingga ia keduluan melangkahkan kakinya ketika hendak menyebrang, padahal Ara sudah berusaha menahannya, dan akhirnya Jeni terpental akibat tabrakan dari mobil yang melaju begitu kencang. Ara histeris berteriak memanggil nama Jeni, ia tidak kuasa menahan bendungan air mata melihat sahabatnya bermandi darah.
"Jeniiii!!! Jen! bangun! ayo Jen, kamu pasti kuat!" ucap Ara berteriak memanggil nama Jeni.
"Ara..."
"Jen, kuat ya, sebentar lagi ambulan akan datang, kamu pasti masih bisa bertahan," ucap Ara sambil menangis.
"Ara..., a...aku," ucap Jeni terpotong.
"Jen, kamu pasti bisa bertahan! kuat ya, bentar lagi bantuan datang kok!""Ra...a...ak...ku..s..su..dah..eng..gak..ku..at..la..gi..j..ja..ga..d..di..ri..ba..ik..ba..ik..ya!" ucap Jeni dengan suara yang terpotong-potong."Kamu kuat! ayo Jen, kamu kuat! pasti bisa bertahan, jangan tinggalin aku, aku enggak punya siapa-siapa lagi selain kamu!" ujar Ara sambil menangis histeris, tidak lama kemudian mata Jeni tertutup, ia meninggal di tempat."Jeni!! Jen, jangan tinggalin aku!" teriak Ara, bertepatan saat itu juga ambulan datang mengurus jenazah Jeni.Kini Ara tinggal seorang diri, tidak ada lagi kawan yang selalu ada untuknya, tidak ada lagi teman ceritanya, baru semalam mereka memulai kehidupan baru menjadi anak mandiri, tapi Jeni sudah meninggalkannya."Jen, kenapa kamu setega ini sih ninggalin aku sendirian, aku masih perlu kamu Jen," ucap Ara pada batu nisan bertuliskan nama 'Eugenia Aileen' yang ada di depannya itu."Tapi, aku janji,
"Oke kalau begitu, aku terima!" jawab Kevin dengan lantang."Bagus, gitu dong," ucap Harly dengan senyum liciknya.**"Kamu belum pulang, Ra?" tegur Miss Etha ke Ara yang sedang duduk di depan meja kasir."Eh, Miss Etha, sebentar lagi saya pulang kok hehe," sahut Ara dengan senyum manisnya."Bagaimana hari pertamamu? apakah menyenangkan?""Sangat menyenangkan! terima kasih banyak miss, berkat diterima di restoran ini, akhirnya saya bisa punya pekerjaan.""Terima kasih kembali ya, berkat kamu melamar disini, kinerja restoran ini jadi terbantu, karena sebelumnya pelayan yang lain kewalahan, oh iya, saya turut berduka cita ya atas perginya sahabatmu.""Iya miss, Jeni sudah tenang sekarang disana, saya yakin dia pasti juga bahagia kalau tahu saya bahagia disini.""Semangat terus ya, Ara! kalau begitu saya tinggal duluan ya, kamu jangan kelamaan disini, segera istirahat karena besok harus kembali kerja," ujar Miss Etha dengan s
Kevin mengetik nama Ara, dan muncullah nama Clara Felysia Jovanka beserta foto dirinya, lalu Kevin segera mengklik tombol setuju, setelah itu muncul kembali pesan konfirmasi."Saveri Kevin Alterio, kehidupan yang anda pilih adalah kehidupan elit, dan mewah dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, dan jodoh yang anda pilih adalah Clara Felysia Jovanka, usia 18 tahun, ketik setuju sekali lagi jika data ini benar, karena pemilihan ini hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup, jadi tolong pastikan bahwa data anda sudah benar," Kevin pun mengklik lagi tombol setuju, dan sistem langsung memproses, lalu menutup portal Ara, dan memberikan pemberitahuan kepada Ara sehingga Ara tidak bisa, dan tidak perlu memilih takdir lagi."Atas nama Clara Felysia Jovanka, takdir anda sudah dipilih oleh pria bernama Saveri Kevin Alterio, usia 28 tahun, kehidupan ekonomi yang dipilih adalah hidup mewah, dan elit dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, berikut foto pasangan anda," lalu
"Memangnya enggak boleh ya aku tidur bareng kamu? kamu kan calon istriku," ucap Kevin dengan senyum jahilnya."Ih kamu apaan sih, jangan gitu ah," ujar Ara malu."Calon Nyonya Alterio, harus nurut dong," ucap Kevin lagi semakin menggoda Ara."Pergi sekarang, kita kan belum nikah, lagian juga mama enggak ada bilang kalau kamu boleh tidur sama aku!""Mama kan cuma enggak ada nyuruh, bukan berarti mama ngelarang iya kan? ayo lah, sekali aja, pembukaan sebelum sah," ujar Kevin semakin menggoda dan berusaha mendekati Ara.Tapi sayang, aksi Kevin tertangkap oleh Kaila."Kevin! apa yang kamu lakukan?" tanya Kaila sambil berkacak pinggang di hadapan Kevin."Enggak ngapa-ngapain Ma, cuma mau nengok Ara aja, kira-kira dia nyenyak enggak tidurnya malam ini, iya kan sayang?" sedangkan Ara yang ditanya hanya dapat mengangguk pasrah, sambil menahan tawa melihat tingkah calon suaminya itu."Awas aja ya kalau aneh-aneh, ayo kembali ke kamarmu
"Memangnya enggak boleh ya aku tidur bareng kamu? kamu kan calon istriku," ucap Kevin dengan senyum jahilnya."Ih kamu apaan sih, jangan gitu ah," ujar Ara malu."Calon Nyonya Alterio, harus nurut dong," ucap Kevin lagi semakin menggoda Ara."Pergi sekarang, kita kan belum nikah, lagian juga mama enggak ada bilang kalau kamu boleh tidur sama aku!""Mama kan cuma enggak ada nyuruh, bukan berarti mama ngelarang iya kan? ayo lah, sekali aja, pembukaan sebelum sah," ujar Kevin semakin menggoda dan berusaha mendekati Ara.Tapi sayang, aksi Kevin tertangkap oleh Kaila."Kevin! apa yang kamu lakukan?" tanya Kaila sambil berkacak pinggang di hadapan Kevin."Enggak ngapa-ngapain Ma, cuma mau nengok Ara aja, kira-kira dia nyenyak enggak tidurnya malam ini, iya kan sayang?" sedangkan Ara yang ditanya hanya dapat mengangguk pasrah, sambil menahan tawa melihat tingkah calon suaminya itu."Awas aja ya kalau aneh-aneh, ayo kembali ke kamarmu
Kevin mengetik nama Ara, dan muncullah nama Clara Felysia Jovanka beserta foto dirinya, lalu Kevin segera mengklik tombol setuju, setelah itu muncul kembali pesan konfirmasi."Saveri Kevin Alterio, kehidupan yang anda pilih adalah kehidupan elit, dan mewah dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, dan jodoh yang anda pilih adalah Clara Felysia Jovanka, usia 18 tahun, ketik setuju sekali lagi jika data ini benar, karena pemilihan ini hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup, jadi tolong pastikan bahwa data anda sudah benar," Kevin pun mengklik lagi tombol setuju, dan sistem langsung memproses, lalu menutup portal Ara, dan memberikan pemberitahuan kepada Ara sehingga Ara tidak bisa, dan tidak perlu memilih takdir lagi."Atas nama Clara Felysia Jovanka, takdir anda sudah dipilih oleh pria bernama Saveri Kevin Alterio, usia 28 tahun, kehidupan ekonomi yang dipilih adalah hidup mewah, dan elit dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, berikut foto pasangan anda," lalu
"Oke kalau begitu, aku terima!" jawab Kevin dengan lantang."Bagus, gitu dong," ucap Harly dengan senyum liciknya.**"Kamu belum pulang, Ra?" tegur Miss Etha ke Ara yang sedang duduk di depan meja kasir."Eh, Miss Etha, sebentar lagi saya pulang kok hehe," sahut Ara dengan senyum manisnya."Bagaimana hari pertamamu? apakah menyenangkan?""Sangat menyenangkan! terima kasih banyak miss, berkat diterima di restoran ini, akhirnya saya bisa punya pekerjaan.""Terima kasih kembali ya, berkat kamu melamar disini, kinerja restoran ini jadi terbantu, karena sebelumnya pelayan yang lain kewalahan, oh iya, saya turut berduka cita ya atas perginya sahabatmu.""Iya miss, Jeni sudah tenang sekarang disana, saya yakin dia pasti juga bahagia kalau tahu saya bahagia disini.""Semangat terus ya, Ara! kalau begitu saya tinggal duluan ya, kamu jangan kelamaan disini, segera istirahat karena besok harus kembali kerja," ujar Miss Etha dengan s
"Jen, kamu pasti bisa bertahan! kuat ya, bentar lagi bantuan datang kok!""Ra...a...ak...ku..s..su..dah..eng..gak..ku..at..la..gi..j..ja..ga..d..di..ri..ba..ik..ba..ik..ya!" ucap Jeni dengan suara yang terpotong-potong."Kamu kuat! ayo Jen, kamu kuat! pasti bisa bertahan, jangan tinggalin aku, aku enggak punya siapa-siapa lagi selain kamu!" ujar Ara sambil menangis histeris, tidak lama kemudian mata Jeni tertutup, ia meninggal di tempat."Jeni!! Jen, jangan tinggalin aku!" teriak Ara, bertepatan saat itu juga ambulan datang mengurus jenazah Jeni.Kini Ara tinggal seorang diri, tidak ada lagi kawan yang selalu ada untuknya, tidak ada lagi teman ceritanya, baru semalam mereka memulai kehidupan baru menjadi anak mandiri, tapi Jeni sudah meninggalkannya."Jen, kenapa kamu setega ini sih ninggalin aku sendirian, aku masih perlu kamu Jen," ucap Ara pada batu nisan bertuliskan nama 'Eugenia Aileen' yang ada di depannya itu."Tapi, aku janji,
Clara Felysia Jovanka, atau yang kerap disapa Ara, bersama teman kecilnya Eugenia Aileen, atau Jeni, kini telah genap berusia 18 tahun, dan ini merupakan suatu pertanda bahwa mereka harus segera pergi dari tempat mereka menghabiskan masa kecil itu."Enggak kerasa ya Ra, usia kita sekarang sudah 18 tahun, kita sudah boleh memilih takdir, dan kehidupan kita sudah bukan urusan negeri ini lagi," ucap Jeni kepada Ara."Benar, akhirnya kita sudah harus meninggalkan tempat ini, pasti kita bakal rindu banget sama kenangan-kenangan yang pernah kita buat disini," sahut Ara."Bunda pasti akan sangat rindu kalian, main-mainlah kesini nanti ya," ucap Bunda pengurus asrama yang sudah merawat Ara, dan Jeni sejak kecil."Bunda, jaga kesehatan baik-baik ya, kami sudah harus pergi sekarang, doakan kami, agar kami memiliki takdir yang baik.""Pasti, sayang, bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian," ucap Dellysa sambil membelai lembut kepala Ara, dan Jen