"Jen, kamu pasti bisa bertahan! kuat ya, bentar lagi bantuan datang kok!"
"Ra...a...ak...ku..s..su..dah..eng..gak..ku..at..la..gi..j..ja..ga..d..di..ri..ba..ik..ba..ik..ya!" ucap Jeni dengan suara yang terpotong-potong.
"Kamu kuat! ayo Jen, kamu kuat! pasti bisa bertahan, jangan tinggalin aku, aku enggak punya siapa-siapa lagi selain kamu!" ujar Ara sambil menangis histeris, tidak lama kemudian mata Jeni tertutup, ia meninggal di tempat.
"Jeni!! Jen, jangan tinggalin aku!" teriak Ara, bertepatan saat itu juga ambulan datang mengurus jenazah Jeni.
Kini Ara tinggal seorang diri, tidak ada lagi kawan yang selalu ada untuknya, tidak ada lagi teman ceritanya, baru semalam mereka memulai kehidupan baru menjadi anak mandiri, tapi Jeni sudah meninggalkannya.
"Jen, kenapa kamu setega ini sih ninggalin aku sendirian, aku masih perlu kamu Jen," ucap Ara pada batu nisan bertuliskan nama 'Eugenia Aileen' yang ada di depannya itu.
"Tapi, aku janji, aku bakal jaga diriku baik-baik, aku bakal patuhi pesanmu, aku bakal jadi orang hebat, aku bakal jadi orang sukses, dan aku yakin, takdirku nanti adalah takdir baik! aku yakin Jen, aku bakal buat kamu bahagia disana!"
"Hari sudah semakin gelap, aku harus pergi sekarang, selamat tinggal Eugenia Aileen, sahabatku, aku akan sangat merindukanmu," ujar Ara yang terakhir kalinya sebelum benar-benar berpisah dari tempat itu.
Malam ini, adalah malam pertama bagi Ara untuk menjalani hidupnya sendiri, benar-benar sendiri, kini tak ada lagi sahabatnya yang akan menemaninya, Ara terus memandangi foto Jeni, ketika sedang memandangi foto itu, tiba-tiba ada telepon masuk dari nomor yang tidak dikenal.
"Selamat malam," ucap suara wanita dari seberang sana.
"Iya, selamat malam," sahut Ara.
"Apakah benar ini atas nama Clara Felysia Jovanka?"
"Iya, saya sendiri, ada apa ya?" tanya Ara lagi karena heran.
"Oh iya, satu lagi, dan atas nama Eugenia Aileen, apakah satu tempat tinggal dengan anda juga?" tanya suara itu lagi, ketika mendengar nama Jeni disebut, sontak Ara menjadi semakin sedih, tetapi ia berusaha menahan tangisnya itu.
"Iya benar, ia teman sekamar saya, t-tapi..." ucap Ara menggantung, "Ia, baru meninggal tadi siang, akibat tabrakan," sambung Ara sambil menahan sesak dadanya akibat menahan tangis itu.
"Maaf sekali, maaf, kami tidak tahu, kami turut berduka cita atas musibah tersebut, kami hanya ingin memberi tahu bahwa kalian berdua lolos untuk bekerja di restoran XYZ kami, dan kami harap bisa datang besok," ujar suara itu dengan rasa bersalah.
"Iya tidak apa-apa, terima kasih banyak atas kabarnya, saya sangat bahagia mendengar kabar ini, besok pagi saya akan kesana," jawab Ara dengan senang, karena ia sudah mendapat pekerjaan.
"Sama-sama, sekali lagi mohon maaf ya, kalau begitu kami akhiri, itu saja yang ingin kami sampaikan, terima kasih, selamat malam." Lalu telepon pun terputus.
"Jeni!! akhirnya, aku dapat kerjaan, lebih tepatnya kita berdua yang dapat, Jen, andai kamu masih disini, pasti kamu bahagia banget, tapi aku yakin, dengan aku bekerja giat, pasti kamu akan sangat bangga juga ke aku," ucap Ara sambil memeluk bingkai foto Jeni.
Karena terlalu lelah, akhirnya Ara pun ketiduran, dan terbangun tepat jam 6 pagi. Ketika melihat waktu sudah menunjukkan pukul 6, Ara pun bergegas mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerjanya, hari ini adalah hari pertamanya untuk bekerja.
"Sekarang sudah rapi, Jeni, aku berangkat dulu ya, bye!" ucap Ara sambil meletakkan bingkai foto Jeni di meja rias, lalu berangkat ke tempat kerjanya.
Sesampainya di restoran XYZ, Ara menemui atasan restoran itu terlebih dahulu, yaitu Miss Margaretha, atau yang kerap disapa Miss Etha. Miss Etha menjelaskan peraturan-peraturan, dan sistem kerja di perusahaan tersebut, setelah semua selesai dijelaskan Miss Etha pun mempersilahkan Ara untuk kerja.
"Semoga kamu betah ya kerja disini!" ujar Miss Etha sambil berjabatan tangan dengan Ara.
"Terima kasih banyak Miss sebelumnya," sahut Ara, dan menerima jabatan tangan Miss Etha tersebut.
Ara mendapatkan posisi sebagai waiters, atau pelayan, Ara melayani setiap pelanggan dengan senyum manisnya, apalagi Ara adalah gadis yang sangat cantik, wajah putih, hidung mancung, gigi gingsul, mata lebar, dan bibir yang pink, tentu membuat orang akan tertarik ketika melihatnya.
**
"Aku sangat lapar hari ini, bagaimana jika kita singgah makan dulu, Kevin?" tanya Harly kepada Kevin."Ide bagus, mari kita makan di restoran yang biasa kita singgahi," sahut Kevin.
"Setuju! aku sudah lama tidak makan di restoran itu," ujar Harly, lalu ia segera membanting setir untuk ke restoran tersebut, kebetulan sekali restoran itu merupakan restoran milik teman sekolah mereka dulu, yaitu Margaretha.
"Selamat datang, Tuan," sambut waiters lain di depan pintu masuk. Ketika Harly, dan Kevin hendak duduk, tiba-tiba Etha mendatangi mereka.
"Wah, akhirnya kalian datang lagi, sudah lama kita tidak berjumpa, kukira kalian sudah tidak di kota ini lagi," ujar Etha menyapa Harly, dan Kevin.
"Hai Etha! apa kabarmu? sudah lama tidak berjumpa, kami sangat rindu dengan masakan di restoranmu ini," ucap Harly.
"Kabarku sangat baik, mari pesan makanan, aku tahu kalian sudah sangat lapar!"
"Aku permisi ke toilet dulu, pesankan saja makanan kesukaanku," ujar Kevin dan segera berlalu dari tempat itu.
"Oke siap, kalau begitu kami pesan makanan favorit kami ya!" ucap Harly.
"Siap, Ara! sini Ara!" panggil Etha kepada Ara. Lalu Ara mencatat pesanan Harly, dan berlalu dari tempat itu lagi.
"Apakah itu pelayan baru?" tanya Harly.
"Apakah kau sangat hafal dengan wajah karyawanku?" tanya Etha kembali dengan heran.
"Hehe, karena wajah itu sangat asing bagiku, siapa namanya?" tanya Harly lagi.
"Sudah lah, kau tak perlu tahu," elak Etha, karena ia tidak mau privasi karyawannya tersebar.
"Maaf menunggu lama," ucap Kevin yang baru datang dari toilet.
"Karena Kevin sudah kembali, kalau begitu aku permisi, bye!" Etha pun pergi menjauh dari meja itu, dan kembali ke ruangannya.
Tidak butuh waktu lama, pesanan mereka pun datang. Ara menghidangkan pesanan tersebut dengan sangat hati-hati diatas meja makan itu, dan Harly dengan senyum liciknya memperhatikan wajah Ara dengan tatapannya yang menjijikkan, ketika Ara hendak pergi, Harly menahan tangan Ara.
"Hai cantik, boleh kah aku tahu namamu?" tetapi Ara hanya diam, dan melepaskan tangan Harly secara perlahan, hal ini tentu membuat Harly kesal.
"Sudah lah, apa yang hendak kau lakukan? semua wanita kau ganggu," ucap Kevin dengan heran.
"Kalau begitu, aku beri kau tantangan untuk menaklukkan hati gadis itu! bisa kah kau?" celetuk Harly.
"Ada-ada saja kau, bahkan aku tidak mengenal siapa gadis itu, hati bukan untuk mainan, selain itu juga kan kau tahu aku sudah lama mengincar adikmu!"
"Jika kau ingin dengan Oura, dapatkan dulu gadis itu, bagaimana? jika kau bersedia, akan kubantu agar kau bisa bersama dengan Oura, adikku," ucap Harly menawarkan tawaran liciknya kepada Kevin, tetapi Kevin hanya terdiam.
"Bagaimana? setuju tidak?" tanya Harly lagi, lalu tidak lama Kevin pun menjawab.
"Oke kalau begitu, aku terima!" jawab Kevin dengan lantang."Bagus, gitu dong," ucap Harly dengan senyum liciknya.**"Kamu belum pulang, Ra?" tegur Miss Etha ke Ara yang sedang duduk di depan meja kasir."Eh, Miss Etha, sebentar lagi saya pulang kok hehe," sahut Ara dengan senyum manisnya."Bagaimana hari pertamamu? apakah menyenangkan?""Sangat menyenangkan! terima kasih banyak miss, berkat diterima di restoran ini, akhirnya saya bisa punya pekerjaan.""Terima kasih kembali ya, berkat kamu melamar disini, kinerja restoran ini jadi terbantu, karena sebelumnya pelayan yang lain kewalahan, oh iya, saya turut berduka cita ya atas perginya sahabatmu.""Iya miss, Jeni sudah tenang sekarang disana, saya yakin dia pasti juga bahagia kalau tahu saya bahagia disini.""Semangat terus ya, Ara! kalau begitu saya tinggal duluan ya, kamu jangan kelamaan disini, segera istirahat karena besok harus kembali kerja," ujar Miss Etha dengan s
Kevin mengetik nama Ara, dan muncullah nama Clara Felysia Jovanka beserta foto dirinya, lalu Kevin segera mengklik tombol setuju, setelah itu muncul kembali pesan konfirmasi."Saveri Kevin Alterio, kehidupan yang anda pilih adalah kehidupan elit, dan mewah dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, dan jodoh yang anda pilih adalah Clara Felysia Jovanka, usia 18 tahun, ketik setuju sekali lagi jika data ini benar, karena pemilihan ini hanya dapat dilakukan sekali seumur hidup, jadi tolong pastikan bahwa data anda sudah benar," Kevin pun mengklik lagi tombol setuju, dan sistem langsung memproses, lalu menutup portal Ara, dan memberikan pemberitahuan kepada Ara sehingga Ara tidak bisa, dan tidak perlu memilih takdir lagi."Atas nama Clara Felysia Jovanka, takdir anda sudah dipilih oleh pria bernama Saveri Kevin Alterio, usia 28 tahun, kehidupan ekonomi yang dipilih adalah hidup mewah, dan elit dengan penghasilan minimal $1.000.000/hari, berikut foto pasangan anda," lalu
"Memangnya enggak boleh ya aku tidur bareng kamu? kamu kan calon istriku," ucap Kevin dengan senyum jahilnya."Ih kamu apaan sih, jangan gitu ah," ujar Ara malu."Calon Nyonya Alterio, harus nurut dong," ucap Kevin lagi semakin menggoda Ara."Pergi sekarang, kita kan belum nikah, lagian juga mama enggak ada bilang kalau kamu boleh tidur sama aku!""Mama kan cuma enggak ada nyuruh, bukan berarti mama ngelarang iya kan? ayo lah, sekali aja, pembukaan sebelum sah," ujar Kevin semakin menggoda dan berusaha mendekati Ara.Tapi sayang, aksi Kevin tertangkap oleh Kaila."Kevin! apa yang kamu lakukan?" tanya Kaila sambil berkacak pinggang di hadapan Kevin."Enggak ngapa-ngapain Ma, cuma mau nengok Ara aja, kira-kira dia nyenyak enggak tidurnya malam ini, iya kan sayang?" sedangkan Ara yang ditanya hanya dapat mengangguk pasrah, sambil menahan tawa melihat tingkah calon suaminya itu."Awas aja ya kalau aneh-aneh, ayo kembali ke kamarmu
Clara Felysia Jovanka, atau yang kerap disapa Ara, bersama teman kecilnya Eugenia Aileen, atau Jeni, kini telah genap berusia 18 tahun, dan ini merupakan suatu pertanda bahwa mereka harus segera pergi dari tempat mereka menghabiskan masa kecil itu."Enggak kerasa ya Ra, usia kita sekarang sudah 18 tahun, kita sudah boleh memilih takdir, dan kehidupan kita sudah bukan urusan negeri ini lagi," ucap Jeni kepada Ara."Benar, akhirnya kita sudah harus meninggalkan tempat ini, pasti kita bakal rindu banget sama kenangan-kenangan yang pernah kita buat disini," sahut Ara."Bunda pasti akan sangat rindu kalian, main-mainlah kesini nanti ya," ucap Bunda pengurus asrama yang sudah merawat Ara, dan Jeni sejak kecil."Bunda, jaga kesehatan baik-baik ya, kami sudah harus pergi sekarang, doakan kami, agar kami memiliki takdir yang baik.""Pasti, sayang, bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian," ucap Dellysa sambil membelai lembut kepala Ara, dan Jen