Astrid melempar ponselnya ke sofa. Wajah cantiknya tampak sangat marah. Astrid benar-benar tidak terima Leo tidur di rumah bersama Moza."Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus bergerak cepat. Secepatnya menyingkirkan Moza dari kehidupan Leo. Aku tidak mau rumah tanggaku bersama Leo diganggu oleh perempuan itu. Aku harus menjadi satu-satunya buat Leo. Harus!"Dengan rahang yang mengencang, Astrid berdiri dari duduknya. Perempuan dengan tinggi 167 cm itu lalu mengambil ponsel dan tas jinjingnya sebelum akhirnya keluar dari apartemen. Tujuannya adalah rumah Leo. Tak memerlukan waktu satu jam, Astrid sudah sampai di sana.Ting! Tong! Ting! Tong!Moza yang sedang makan malam bersama Leo langsung melihat ke arah pintu. "Siapa ya yang datang malam-malam begini?"Leo melirik Moza. "Coba saja kamu lihat. Mungkin tetangga sebelah."Moza mengangguk. "Ya, mas."Moza beranjak dari duduknya dan melangkah ke pintu. Tapi dia langsung terhenyak begitu membuka pintu tersebut, karena yang terlihat olehnya
Bayu terdiam. Pura-pura berfikir. Tentu saja dia mau melakukan itu karena ini memang yang diharapkannya. Dari semula dia merencanakan ini adalah demi memancing emosi Leo dan Astrid. Dan rencananya tersebut sepertinya mendapatkan kemudahan."Lama sekali sih berfikirnya?" gerutu Astrid tak sabar. "Kamu akan dibayar mahal untuk pekerjaan ini.""Tapi nanti saya pasti bakalan dipecat dong." Bayu masih terus memainkan permainan kata-katanya."Kamu tenang saja. Aku akan membantumu mencarikan pekerjaan yang baru kok. Kamu tenang saja. Tak perlu mengkhawatirkan itu. Kamu juga bisa lebih leluasa mendekati Moza jika wanita itu sudah diceraikan oleh Leo dan mendapat uang dariku. Ah, aku rasa kamu tidak akan menolaknya.""Oke, saya akan menerimanya," sahut Bayu cepat. Bayu tertawa dalam hati. Uang yang ditawarkan Astrid baginya sangatlah tidak berharga dibandingkan dengan uang yang dia miliki. Tapi yang namanya sedang berakting, dia harus tampak antusias dengan uang yang sebesar itu. Bayu menikmat
"Darimana saja kamu jam segini baru pulang? Jam kerjamu sama denganku bukan?" ucap Leo ketika melihat Astrid baru melangkah masuk ke dalam kamar. Harusnya Astrid pulang jam 17.00 seperti dirinya. Tapi sekarang istri keduanya itu sudah telat hingga hampir 4 jam. Matanya yang tajam lalu memperhatikan gerak tubuh Astrid yang menaruh tas di atas tempat tidur lalu duduk di sofa samping Leo. "Mas mau tau kenapa aku pulang terlambat tidak?" tanya Astrid sembari menatap wajah Leo yang kesal, lekat."Memangnya apa? Kamu jalan sama teman-teman kamu atau apa?""Aku secara tak sengaja mengikuti Bayu dan Moza, mas."Kening Leo mengerut. "Mengikuti Bayu dan Moza? Memangnya kenapa kamu harus mengikuti mereka? Kayak kurang kerjaan saja. Apa tidak lebih baik cepat pulang dan sambut suamimu ini pulang dengan segelas teh atau kopi?""Awalnya sih aku tidak niat untuk mengikuti mereka, mas. Tapi aku melihat mereka keluar dari sebuah tempat makan dengan mesra... sekali. Tentu saja aku syok melihatnya dan
GELEGAR!Moza yang baru saja keluar dari dalam rumah dengan menarik koper, tersentak kaget begitu mendengar suara petir yang baru saja menggema di langit malam. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Tapi kemana dia akan pergi dalam keadaan seperti ini?Tak perduli dengan cuaca buruk, Moza tetap melangkahkan kaki keluar pagar. Tetap di rumah ini juga tidak mungkin. Leo sudah menjatuhkan talak atas dirinya. Itu artinya, Leo bukan lagi suaminya dan dia bukan lagi istri Leo.Tes. Tes. Tes.Satu dua tetes air langit mulai berjatuhan dari atas. Moza menyusuri trotoar dengan wajah yang basah. Dia merasa sangat sedih dengan nasib buruk yang telah menimpanya. Bukan hanya karena telah dimadu tapi juga kini diceraikan. Moza terus melangkahkan kaki dengan langkah yang terburu. Dia tidak tahu akan dibawa kemana tubuhnya ini oleh kaki. Malam semakin beranjak larut. Selain itu, alam mulai diserang gerimis."Non Moza!" Sebuah teriakan mengagetkan Moza. Wanita itu langsung menoleh ke belakang. D
Moza membersihkan diri dan berganti pakaian ketika pintu kamarnya diketuk oleh Bayu. "Nona! Ini nasi goreng dan teh hangatnya!""Iya, sebentar!" Moza bergerak membuka pintu dan mendapati Bayu dengan nampan berisi sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat. Senyum Bayu mengembang."Apa saya boleh menaruhnya ke dalam?" tanya Bayu sopan.Moza mengangguk. "Oh, boleh mas. Silahkan." Moza menyingkir memberi Bayu jalan sebelum akhirnya pria itu masuk dan meletakkan nampan itu di atas meja rias. "Kalau nasi gorengan tidak enak, harap maklum saja ya, Non. Maklum saya tidak sepandai nona dalam masak memasak."Moza tersenyum. "Tidak apa-apa kok mas. Kalau perut lapar, rasa seperti apa pun pasti enak."Bayu tertawa kecil. "Ya, sudah kalau begitu. Selamat menikmati nasi goreng buatan saya. Kalau non nanti merasa butuh apa-apa, non bisa ketuk kamar saya yang ada sebelah."Moza kembali mengangguk. "Iya, mas.""Kalau begitu saya permisi." Dengan sopan, Bayu meninggalkan kamar yang ditempati Moza.
"Diam kamu Astrid! Jangan ikut bicara!" teriak Leo. Dia jadi sangat kesal kepada Astrid karena wanita itu main sahut saja. Kemarahannya juga diawali dengan Astrid yang menunjukkan foto Moza dan Bayu yang berpelukan. Padahal kini Leo tahu kalau mereka tidak berpelukan. Bayu menangkap Moza yang hendak terjatuh. Karena foto itu pun dia pulang ke rumah ini dengan membawa emosi dan ketika mendapati Moza berada di dalam kamar bersama Bayu, amarahnya tidak bisa dikendalikan lagi. Mendapati Leo marah, mata Astrid langsung membuka. Dia tidak menyangka kalau Leo akan menanggapi ucapannya dengan kasar. "Kamu kenapa mas? Kok jadi marahin aku? Moza 'kan memang selingkuh. Mas 'kan lihat sendiri semalam kalau Moza dan Bayu ada di dalam kamar?""Iya, aku memang mendapati mereka berdua berada di dalam kamar tapi bukan berarti selingkuh 'kan?""Tapi foto itu?""Justru itu yang ingin aku tanyakan kepadamu! Kamu melihat mereka dari awal tidak?"Astrid mengangguk. "Iya.""Tapi kenapa kamu bilang mereka b
Moza berdiri di depan pintu ruang makan. Dia memperhatikan Bayu yang sedang mempersiapkan sarapan pagi. Namun, kehadirannya ternyata diketahui oleh Bayu sehingga pria tampan itu langsung menoleh. Begitu mendapati wajah cantik Moza, bibirnya langsung tersenyum."Selamat pagi, Nona. Saya sudah membuatkan sarapan untuk nona. Semoga nona suka," ucap Bayu dengan bahasa yang sangat lembut, membuat Moza lama-lama menjadi nyaman.Moza mendekati Bayu. "Kehadiranku di sini sepertinya merepotkan mas, ya?"Bayu menggeleng cepat. "Tidak, nona. Tidak sama sekali. Saya malah senang nona tidur di sini. Ayo nona, silahkan duduk!" Bayu menarik satu kursi untuk Moza. Tak menolak, Moza pun langsung mendudukinya."Hmm, mas..." Tiba-tiba suara Moza merendah. Dia mengusap-ngusap kedua tangannya satu sama lain. "Aku mau bicara sesuatu."Bayu yang kebetulan sudah selesai menata makanan di atas meja, langsung menarik kursi dan duduk di hadapan Moza. "Bicara? Silahkan non. Jangan ragu.""Aduh, bagaimana ya bica
"Selamat ya pak. Istri anda positif hamil. Kandungannya memasuki usia dua minggu."Wajah Leo yang semula muram karena sedang banyak fikiran, langsung berseri. "Benarkah dok?"Dokter itu mengangguk. "Iya, pak. Benar. Ibu Astrid memang hamil."Tanpa bisa dibendung, Leo langsung memeluk Astrid. "Terima kasih, sayang. Terima kasih karena kamu akan memberikanku seorang bayi."Astrid tersenyum bangga. "Ya, mas. Aku 'kan sudah berjanji pada mas akan memberikan mas dan kedua orang tua mas seorang bayi. Sekarang aku membuktikan perkataan itu mas.""Iya, aku juga yakin bahwa kamu akan membuktikan ucapanmu. Aku bahagia sekali dan makin sayang padamu."Dengan raut wajah yang bahagia, keduanya keluar dari ruang dokter kandungan tersebut. Leo menggandeng Astrid menuju tempat parkiran yang ada di halaman rumah sakit. Tak lama, sebuah mobil Hyundai berwarna putih tampak meninggalkan rumah sakit."Astrid, bagaimana kalau kita memberitahukan kabar gembira ini kepada mama dan papa?" tanya Leo ketika mer