Moza berdiri di depan pintu ruang makan. Dia memperhatikan Bayu yang sedang mempersiapkan sarapan pagi. Namun, kehadirannya ternyata diketahui oleh Bayu sehingga pria tampan itu langsung menoleh. Begitu mendapati wajah cantik Moza, bibirnya langsung tersenyum."Selamat pagi, Nona. Saya sudah membuatkan sarapan untuk nona. Semoga nona suka," ucap Bayu dengan bahasa yang sangat lembut, membuat Moza lama-lama menjadi nyaman.Moza mendekati Bayu. "Kehadiranku di sini sepertinya merepotkan mas, ya?"Bayu menggeleng cepat. "Tidak, nona. Tidak sama sekali. Saya malah senang nona tidur di sini. Ayo nona, silahkan duduk!" Bayu menarik satu kursi untuk Moza. Tak menolak, Moza pun langsung mendudukinya."Hmm, mas..." Tiba-tiba suara Moza merendah. Dia mengusap-ngusap kedua tangannya satu sama lain. "Aku mau bicara sesuatu."Bayu yang kebetulan sudah selesai menata makanan di atas meja, langsung menarik kursi dan duduk di hadapan Moza. "Bicara? Silahkan non. Jangan ragu.""Aduh, bagaimana ya bica
"Selamat ya pak. Istri anda positif hamil. Kandungannya memasuki usia dua minggu."Wajah Leo yang semula muram karena sedang banyak fikiran, langsung berseri. "Benarkah dok?"Dokter itu mengangguk. "Iya, pak. Benar. Ibu Astrid memang hamil."Tanpa bisa dibendung, Leo langsung memeluk Astrid. "Terima kasih, sayang. Terima kasih karena kamu akan memberikanku seorang bayi."Astrid tersenyum bangga. "Ya, mas. Aku 'kan sudah berjanji pada mas akan memberikan mas dan kedua orang tua mas seorang bayi. Sekarang aku membuktikan perkataan itu mas.""Iya, aku juga yakin bahwa kamu akan membuktikan ucapanmu. Aku bahagia sekali dan makin sayang padamu."Dengan raut wajah yang bahagia, keduanya keluar dari ruang dokter kandungan tersebut. Leo menggandeng Astrid menuju tempat parkiran yang ada di halaman rumah sakit. Tak lama, sebuah mobil Hyundai berwarna putih tampak meninggalkan rumah sakit."Astrid, bagaimana kalau kita memberitahukan kabar gembira ini kepada mama dan papa?" tanya Leo ketika mer
Bayu keluar dari rumah mungil yang dia katakan sebagai tempat tinggalnya kepada Moza dengan langkah terburu. Dia berjalan agak jauh dari rumah itu dan berhenti di dekat mobil mewah yang sudah terparkir di sana sejak satu jam lalu. Seorang pria berjas rapi, langsung membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Bayu dengan hormat untuk masuk ke dalam mobil tersebut. Tak lama, mobil tersebut bergerak meninggalkan tempat itu."Bagaimana tuan, apakah rencana anda sudah berhasil?" tanya Robi sembari melirik sekilas pada Bayu alias Arthur yang duduk di belakang. Selanjutnya dia kembali fokus dengan jalanan di depannya."Ya. Rencanaku memang sudah berhasil. Leo dengan emosi dan bodohnya menjatuhkan talak pada Moza hanya gara-gara melihat Moza dan aku berada di dalam kamar yang sama. Benar-benar pria bodoh, bukan?""Lalu apakah anda akan bertindak sekarang? Maksudku... mengenai kecurangan Leo pada perusahaan akan ditindak hari ini?""Oh, jangan terburu-buru. Lagipula aku akan bekerja di perusahaa
Moza sudah siap dengan seragam office girl abu-abu pemberian Leo kemarin. Karena lengannya pendek, dia menambahkan sebuah manset tangan berwarna hitam. Warna itu dia sesuaikan dengan hijab dan celana panjangnya. Moza tidak memakai riasan wajah yang tebal karena merasa pekerjaannya bukan di balik meja atau di depan layar canggih. Pekerjaannya berhubungan dengan yang kotor-kotor. Jadi, untuk apa memakai make up?Meski begitu, Moza masih terlihat sangat cantik. Kulit wajahnya yang putih, mulus, dan bersihlah yang menjadi alasannya.Setelah merasa siap, Moza langsung ke luar kamar menuju teras. Dia berniat menunggu Bayu menjemput. Bayu sudah berjanji akan menjemputnya karena Moza sendiri belum tahu dia akan bekerja dimana. Tepat kaki Moza sampai di teras, Bayu muncul dengan mengendarai sepeda motor."Hai! Sudah siap berangkat, Moz?" seru Bayu dari atas sepeda motor sembari mematikan mesin motor.Moza tersenyum. "Sudah. Aku sudah sangat semangat untuk berangkat." Moza mendekati Bayu. "Ini
Sudah lebih dari dua jam Bayu berada di ruang presiden direktur. Tentu saja itu membuat Moza merasa aneh. Apa gerangan yang Bayu lakukan di ruangan itu hingga menghabiskan waktu yang lama? Apa pria itu mengerjakan sesuatu? Tapi kenapa tidak mengajak serta dirinya?Ini aneh. Moza merasa sangat aneh."Hai, Moz. Kita makan siang yuk!"Moza terhenyak dari lamunan tentang Bayu. Dia menoleh. Didapatinya Bayu berdiri di ambang pintu pantry. "Eh, Mas Bayu."Bayu melangkah mendekat. "Kamu melamun?"Moza tersenyum kikuk. "Sedikit.""Sedikit? Memangnya melamun itu ada yang sedikit dan banyak?""E... entahlah."Bayu menatap wajah Moza lekat. Dia bisa menebak apa yang saat ini sedang difikirkan wanita itu. Pasti karena dirinya yang sangat lama berada di ruangan presiden direktur. Inilah tujuannya menjadi office boy di lantai 20. Dia bisa mendekati Moza sekaligus melaksanakan tugasnya sebagai presiden direktur dengan leluasa. Soal Moza yang curiga, itu bisa diatasinya dengan mudah."Ya, sudah. Ayo
Deg.Bayu langsung mematung sejenak mendengar pertanyaan dari Moza. "Jadi kamu curiga kalau aku yang sudah membuat kamu pingsan?""Maaf kalau mas tersinggung. Tapi aku merasa harus mengajukan pertanyaan itu kepada mas agar hati aku lega. Aku terus bertanya-tanya dalam hati mengenai hal ini, mas. Aku merasa aneh kenapa tiba-tiba aku bisa pingsan. Itu saja."Bayu menghela nafas berat. "Kalau kamu mau memintaku menjelaskan kenapa kamu bisa tidak sadarkan diri, terus terang aku bingung harus menjawabnya apa, Moza. Karena itu kamu sendiri yang merasakan. Mungkin itu terjadi karena kamu keletihan atau apa. Dan soal aku yang membuat kamu tidak sadarkan diri, mungkinkah kamu berfikir seperti itu? Jika aku berniat jahat kepadamu, aku pasti sudah menikmati tubuh kamu ketika kamu tidak sadarkan diri. Tapi aku tidak melakukannya bukan? Karena jika aku melakukannya, pasti kamu bisa merasakan bekasnya di tubuh kamu ketika kamu baru tersadar kemarin."Moza menipiskan bibir. Jawaban Bayu sangat masuk
Ting!Pintu lift terbuka. Dari baliknya Leo muncul dengan wajah penuh emosi. Roby yang sedang duduk di mejanya langsung berdiri. "Pak Leo," ucap Roby sembari mendekati Leo. "Ada yang bisa saya bantu?""Aku mencari Bayu? Di mana dia?" tanya Leo dengan pongkah angkuhnya. Roby menatap Leo dengan tatapan kesal. Baru saja Leo bertanya tentang Bayu tapi dengan sikap yang kurang menyenangkan. Sebagai assisten pribadi Bayu alias Arthur, tentu dia tidak terima tuannya diperlakukan seperti itu. "Memangnya kenapa dengan Bayu sehingga anda mencarinya?""Aku punya masalah pribadi dengannya."Mata Roby menyipit. Dia menebak ini ada sangkut pautnya dengan Moza. Ah, bukankah Leo sudah menceraikan wanita yang menjadi incaran atasannya itu?"Bayu sedang..."Belum selesai bicara, Bayu dan Moza keluar dari pantry. Ada satu nampan makanan yang berada di tangan Moza. Sedang Bayu yang tidak membawa apa-apa sedang berjalan di samping Moza."Nah, ini dia orangnya." Dengan rahang yang mengencang, Leo berger
"Apa yang harus aku jelaskan lagi, Pak Leo? Aku hanya diminta untuk mencatat dua nama ini sebagai karyawan di sini. Ya sudah. Aku tulis saja sesuai dengan keinginan Presdir. Itu saja. Memangnya kalau mereka bekerja di sini, bapak merasa keberatan?" ucap Wisnu.Leo mengangguk cepat. "Iya, pak. Aku sangat keberatan. Aku datang ke sini adalah untuk meminta kepada bapak agar dua orang itu dipecat. Apa bapak bisa melakukannya?"Wisnu langsung mengangkat kedua tangannya. "Oh, maaf pak. Aku tidak bisa. Mereka bekerja atas keinginan Presdir maka berhenti pun harus dengan perintah Presdir. Aku tidak bisa ikut campur."Leo menghela nafas kecewa. "Aku mengerti, Pak. Akan tetapi aku bingung kenapa Presdir melakukan itu? Apa Bayu sebenarnya punya hubungan yang erat dengan Presdir?"Wisnu geleng-geleng. "Sudahlah, Pak Leo. Jangan terlalu memikirkan tentang hal itu. Kalau mereka memang bekerja di sini ya biarkan saja. Toh, Bayu sudah bukan assisten bapak lagi dan Moza bukan istri bapak lagi. Jalani