Share

BAB 6 Malam Penuh Rahasia

"Ikutlah dengan saya malam ini," ujar Zayn dengan nada yang lebih mirip perintah daripada ajakan. Matanya yang tajam menatap Sera, seolah menuntut kepatuhan tanpa pertanyaan.

Sera, yang sedang mengoleskan selai kacang di atas roti, menghentikan gerakannya sejenak. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang mulai berpacu. "Ke mana, Mas?" tanyanya dengan suara selembut mungkin, berusaha tidak menunjukkan kegelisahan yang mulai merayap di hatinya.

"Nanti juga kamu tahu," sahut Zayn dingin, tanpa repot-repot menoleh ke arah istrinya. Dia sibuk membolak-balik koran pagi, seolah pertanyaan Sera tak lebih penting dari berita hari ini.

Sera hanya bisa menghela napas pasrah. Sudah hampir satu minggu mereka menikah, tapi sikap Zayn tak pernah berubah. Dingin, kaku, dan penuh misteri. Namun Sera telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi istri yang baik, meski pernikahan ini hanya berdasarkan kontrak.

"Saya jemput kamu jam tujuh," tambah Zayn dengan nada datar. Tiba-tiba, dia mengalihkan pandangannya dari koran, matanya menyapu tubuh Sera dari atas sampai bawah dengan tatapan penuh penilaian. "Dan nanti akan ada juga orang yang datang untuk membantumu berhias."

Sera merasakan pipinya memanas di bawah tatapan intens suaminya. Namun, dia berusaha tetap tenang, menampilkan senyum terbaiknya. "Baiklah, Mas," jawabnya patuh, meski dalam hati ribuan pertanyaan berkecamuk.

Sore itu, ketika tim rias yang dikirim Zayn tiba, Sera mulai merasakan gelombang kecemasan. Namun, tak ada yang bisa menyiapkannya untuk apa yang akan dia lihat selanjutnya.

"S-saya harus memakai... gaun ini?" Sera terbata-bata, matanya membelalak melihat gaun berpotongan rendah yang disodorkan padanya.

Sam, seorang penata rias dengan gestur gemulai, tersenyum lebar. "Semua gaun ini, Tuan Zayn sendiri yang memilihnya. Jadi, you nggak usah kecewa," ucapnya dengan nada mendayu-dayu.

Sera menelan ludah dengan susah payah. Jemarinya gemetar saat menyentuh kain halus gaun itu. "Tapi... tapi gaun ini…."

"Terlalu seksi? Terlalu menggoda?" Sam berbisik, mendekatkan wajahnya ke telinga Sera. "Nggak usah takut. You pakai gaun ini kan untuk memuaskan pandangan suami," lanjutnya, jemarinya yang lentik menyentuh pundak Sera yang bergetar.

Sera terdiam, matanya tak lepas dari gaun itu. Pikirannya berkecamuk. Pantaskah dia mengenakan gaun seperti ini? Apa yang direncanakan Zayn?

"Cobalah gaunnya sekarang. Kita lihat yang mana yang paling cocok di tubuh you ini." Suara Sam membuyarkan lamunan Sera.

Dengan langkah berat, Sera mengambil gaun itu dan masuk ke kamar ganti. Setiap detik terasa seperti selamanya saat dia mencoba mengenakan gaun seksi itu. Ketika akhirnya dia keluar, kepalanya tertunduk, tangannya berusaha menutupi bagian-bagian tubuhnya yang terekspos.

"A-apa tidak ada gaun lain yang lebih...."

"Wow! So beautifull!" Sam memotong ucapan Sera, matanya berbinar-binar. Dengan gerakan anggun, dia memutar tubuh Sera, mengamati dari segala sisi.

Sera merasa seperti boneka yang dipajang. Dia terus meremas ujung gaunnya, berusaha menutupi sebanyak mungkin kulit yang terekspos.

Sam menghela napas, sedikit kesal melihat sikap Sera. "You look gorgeous, Darling. Kenapa harus you tutupi kesempurnaan ini dengan wajah yang nggak percaya diri?" Dia meletakkan jarinya di bawah dagu Sera, memaksa wanita itu untuk menatap matanya.

Sera menggigit bibir bawahnya, matanya berkaca-kaca. "Gaun ini terlalu terbuka," ujarnya jujur, suaranya nyaris berbisik.

Sam tertawa kecil, ada kilatan pemahaman di matanya. "Menyenangkan suami itu bukan suatu kejahatan. You nggak perlu takut," sahutnya dengan nada menggoda.

"Tapi kenapa dia harus mengajak saya keluar?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Sera, menyuarakan kegelisahan yang sejak tadi menghantui pikirannya.

Senyum di bibir Sam semakin lebar. Dia mendekatkan wajahnya, berbisik di telinga Sera. "Karena bercinta juga perlu suasana," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.

Kata-kata itu membuat wajah Sera merah padam. Jantungnya berdegup kencang, campuran antara malu dan antisipasi. Meski sudah menikah, Zayn belum pernah menyentuhnya. Apakah malam ini...?

Saat jam menunjukkan pukul tujuh, Zayn muncul di ambang pintu. Matanya melebar sesaat melihat penampilan Sera, sebelum kembali ke ekspresi datarnya yang biasa. "Kamu sudah siap?" tanyanya, suaranya dalam dan sedikit serak.

Sera mengangguk pelan, tak mampu berkata-kata. Zayn mengulurkan tangannya, dan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, Sera merasakan sentuhan hangat suaminya.

Sepanjang perjalanan, keheningan menyelimuti mereka. Sera sibuk dengan pikirannya sendiri, bertanya-tanya ke mana mereka akan pergi dan apa yang akan terjadi malam ini. Sementara Zayn, seperti biasa, tetap fokus pada jalanan di depannya.

Ketika mobil akhirnya berhenti di depan sebuah bar, Sera merasakan jantungnya berdebar kencang. Inikah saatnya? Apakah malam ini akan mengubah segalanya di antara mereka?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status