Devan dan Nadya melangkah mendekati meja makan.“Selamat pagi,” sapa Devan dan Nadya bersamaan.“Pagi, Sayang. Ayo, duduk sini! Kita sarapan bareng-bareng,” ajak Runi lembut.Nadya dan Devan tersenyum dan menganggukkan kepala. Devan lantas menarik kursi makan untuk sang istri. Setelahnya, dia pun duduk di samping istrinya.Nadya dan Devan saling pandang, ketika mendengar hembusan napas panjang yang keluar dari mulut Kayden. Melihat itu Nadya menyenggol lengan Devan dan memberi kode agar suaminya itu bertanya pada Kayden.Devan yang paham dengan kode dari Nadya, menganggukkan kepalanya. Dia lalu menatap wajah Kayden yang masih tertekuk.“Kay, ada apa?” tanya Devan yang hanya ditanggapi oleh Kayden dengan gelengan kepala. Sepertinya saudara kembar Devan itu enggan untuk menceritakan hal yang membuat dirinya kesal.“Kayden ngambek gara-gara kita mau jodohkan dia sama anak sahabat Papa,” sahut Runi menjawab pertanyaan Devan.Devan lalu menatap Runi seraya berkata, “Cantik orangnya, Ma?”“
Mobil Reza kini mulai memasuki sebuah rumah yang memiliki halaman yang cukup luas. Nadya tersenyum menatap rumah adiknya yang tampak asri dan nyaman. Nadya dan Amelia lantas turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah, meninggalkan para suami yang sibuk mengambil koper dari bagasi mobil.“Ini kamar Kak Nadya dan Kak Devan,” ucap Amelia ketika mereka sudah tiba di rumahnya.Nadya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia lantas mengusap lembut perut adiknya yang sudah terlihat membuncit.“Sudah berapa bulan kandungan kamu, Mel?” tanya Nadya tanpa menatap Amelia. Tatapannya terus terarah pada perut buncit adiknya itu.“Lima bulan, Kak. Semoga saja Kak Nadya juga cepat hamil. Sepertinya Kak Devan sudah ingin punya anak banget itu, Kak. Aku bisa menangkap sinyal yang dia berikan, kalau dia siap banget jadi seorang ayah,” sahut Amelia kalem.“Bukan dia saja yang ingin cepat punya anak, Mel. Aku juga ingin sekali punya momongan. Apalagi melihat kamu hamil, semakin ingin buru-buru mengikuti j
‘Mas Devan ini kenapa membuat stempelnya di tempat yang dapat dilihat orang sih? Biasanya di tempat yang tersembunyi buatnya. Aku kan jadi malu ketahuan sama Amelia,’ ucap Nadya dalam hati.Nadya menghela napas panjang sambil menatap suaminya yang sedang asyik bicara dengan Reza. Mereka kemudian menikmati sarapan sambil berbincang. Hingga acara sarapan pun selesai, dan Reza berangkat ke rumah sakit untuk mulai bekerja.Devan dan Nadya pun berpamitan dengan Amelia untuk jalan-jalan di seputar kabupaten itu. Mereka akan menikmati objek wisata yang ada di sana.Mereka berjalan-jalan hingga akhirnya melihat sebuah galeri seni yang ada di dekat kantor kelurahan.“Mas...kita mampir ke sana, yuk! Aku mau melihat-lihat lukisan di sana. Kalau memang memungkinkan, aku ingin kita dilukis. Kamu setuju nggak sama ide aku ini, Mas?” ucap Nadya.“Boleh saja, Yuk!” ajak Devan yang lantas menggandeng tangan sang istri ke galeri seni itu.Tapi, tiba-tiba Nadya menghentikan langkahnya. Hal itu membuat D
“Apa itu, Mas?” tanya Nadya menuntut jawaban dari pemuda itu.“Oh yang ini, Mbak. Ini saya buat karena saya sesuaikan dengan yang ada di lehernya Mbak e. Jadi nanti tinggal saya beri warna merah keunguan, seperti yang ada di situ,” jawab pemuda itu yang menunjuk leher Nadya dengan dagunya. Hal itu membuat Nadya membulatkan matanya, dan seketika wajahnya merah padam.“Apa?!” pekik Nadya.Nadya sontak menaikkan kerah bajunya dan menatap tajam ke arah sang suami, yang kini mengulum senyumnya.“Ini semua gara-gara kamu, Mas. Apa juga membuat tanda yang dapat dilihat orang lain,” desis Nadya kesal.“Nggak apa-apa lah, Sayang. Wajar lah kalau aku buat sebuah mahakarya di situ. Kamu kan istri kamu. Lagian dengan begitu, kamu tampak lebih seksi,” ucap Devan menggoda sang istri.Nadya yang kesal hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Hal itu membuat pemuda pelukis itu mengulum senyumnya, melihat interaksi pasangan suami istri itu.“Jadi gambar bulatan itu saya hapus ya, Mbak,” ucap pemuda itu yang
“Berarti kamu juga sudah siap tempur dong, Nad. Kalau begitu kita ke galeri seni sekarang. Setelah itu, kita langsung ke rumah Amelia, terus kita ngamar.” Devan lalu beranjak dari kursi, dan berjalan ke arah kasir untuk melakukan transaksi pembayaran.Setelahnya, Devan langsung menggandeng tangan Nadya keluar dari rumah makan itu.“Eh, buru-buru amat sih, Mas. Tas aku ketinggalan,” ucap Nadya terkekeh, dan masuk kembali ke dalam rumah makan itu.“Buruan, Nad!”“Sabar kenapa sih, Mas. Mentang-mentang baru makan dan dapat tenaga baru, langsung ingin cepat pulang saja.” Nadya lantas berjalan masuk kembali ke dalam rumah makan itu. Dia lantas meraih tasnya yang teronggok di atas meja.Setelah itu, mereka menyeberang jalan menuju galeri seni. Di sana tampak pemuda itu baru saja menyelesaikan proses pewarnaan.“Sudah selesai, Mas?” tanya Devan ketika tiba di tempat itu.“Sudah selesai diwarnai, Mas. Ini mau saya tulis lokasi dan tanggal pembuatannya. Jadi Mas nya dan Mbak e bisa ingat terus
Kucing itu berusaha meloloskan diri dari kejaran Devan. Dia melompat ke arah meja, lalu kembali melompat ke arah buffet.“Nad, jangan diam saja. Ambil lukisan itu, cepat!” titah Devan yang menyadarkan Nadya dari rasa terkesimanya melihat gerakan kucing itu yang sangat lincah.Nadya lalu meraih lukisan itu dengan cepat, sehingga kucing itu hanya mengenai ruang kosong.“Sorry, ya. Ini lukisan kami. Kamu nggak boleh lihat nanti takut rusak,” ucap Nadya lalu menyerahkan lukisan itu pada sang suami.Amelia lalu memanggil asisten rumah tangganya yang kebetulan sedang melintas di dekat mereka.“Mbok, tolong dibawa kucing ini keluar rumah, ya. Dia mau ikutan lihat lukisan kakak saya. Takutnya malah jadi rusak nanti lukisannya,” titah Amelia yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Baik, Bu.” Asisten rumah tangganya itu lantas membawa kucing itu keluar rumah, dan menutup pintu agar kucing itu tidak masuk kembali ke dalam rumah.“Kamu memelihara kucing, Mel?” tanya Nadya.“Mbok Minah yang
“Nggak usah banyak tanya, Mas. Kamu mau nggak? Kalau nggak mau, aku pakai lagi lingerienya dan lanjut tidur, nih,” ucap Nadya, yang membuat Devan seketika menggelengkan kepalanya.“Jangan tidur lagi dong, Sayang. Aku mau kok, rugi kalau nolak,” sahut Devan.Setelah berkata, Devan langsung mengungkung tubuh sang istri, dan menghabiskan malam yang masih panjang. Dia sangat menikmati hadiah ulang tahun dari istri tercinta. Hadiah ulang tahun yang menyebabkan suhu ruangan yang terasa sejuk, kini menjadi panas yang dirasakan oleh kedua insan itu. Desahan dan rintihan nikmat pun terdengar bersahutan dari bibir pasangan suami istri itu. Hingga setelah berpuluh-puluh menit lamanya ketika gelombang kenikmatan menggulung keduanya, lenguhan panjang dari bibir Devan pun mengakhiri aktivitas panas mereka.Devan pun ambruk di sisi tubuh sang istri seraya berbisik di telinga Nadya, “Terima kasih atas hadiahnya yang sangat indah ini, Sayang.”Nadya menoleh ke samping sambil menganggukkan kepalanya da
Pesawat yang ditumpangi oleh pasangan suami istri yang tengah dimabuk cinta itu, akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta, Jakarta. Pesawat itu mendarat mulus pada pukul empat sore.Setelah mengurus bagasi dan lainnya, Devan menggandeng tangan Nadya menuju pintu keluar.“Mas...kok aku mau makan kebab dulu, ya,” ucap Nadya tiba-tiba.“Makan kebab di mana?” tanya Devan tanpa menghentikan langkahnya.“Di dekat rumah kan ada yang jual kebab. Nanti sebelum pulang, kita mampir ke sana dulu, ya,” ucap Nadya dengan suara memohon.“Ok,” sahut Devan.Mereka terus berjalan hingga pintu keluar. Di sana rupanya sudah menunggu sopir keluarga Devan, yang lantas membukakan pintu penumpang ketika Devan dan Nadya sudah mendekat.“Selamat datang kembali, Mas Devan, Mbak Nadya,” ucap sopir itu.“Iya, Mang Ujang. Papa sama Mama baik-baik saja kan?” sahut Devan.“Alhamdulillah, baik. Silakan masuk, Mas, Mbak!” ucap Ujang sopan.Mereka lantas masuk ke dalam mobil. Nadya kemudian menyandarkan ke