“Apa itu, Mas?” tanya Nadya menuntut jawaban dari pemuda itu.“Oh yang ini, Mbak. Ini saya buat karena saya sesuaikan dengan yang ada di lehernya Mbak e. Jadi nanti tinggal saya beri warna merah keunguan, seperti yang ada di situ,” jawab pemuda itu yang menunjuk leher Nadya dengan dagunya. Hal itu membuat Nadya membulatkan matanya, dan seketika wajahnya merah padam.“Apa?!” pekik Nadya.Nadya sontak menaikkan kerah bajunya dan menatap tajam ke arah sang suami, yang kini mengulum senyumnya.“Ini semua gara-gara kamu, Mas. Apa juga membuat tanda yang dapat dilihat orang lain,” desis Nadya kesal.“Nggak apa-apa lah, Sayang. Wajar lah kalau aku buat sebuah mahakarya di situ. Kamu kan istri kamu. Lagian dengan begitu, kamu tampak lebih seksi,” ucap Devan menggoda sang istri.Nadya yang kesal hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Hal itu membuat pemuda pelukis itu mengulum senyumnya, melihat interaksi pasangan suami istri itu.“Jadi gambar bulatan itu saya hapus ya, Mbak,” ucap pemuda itu yang
“Berarti kamu juga sudah siap tempur dong, Nad. Kalau begitu kita ke galeri seni sekarang. Setelah itu, kita langsung ke rumah Amelia, terus kita ngamar.” Devan lalu beranjak dari kursi, dan berjalan ke arah kasir untuk melakukan transaksi pembayaran.Setelahnya, Devan langsung menggandeng tangan Nadya keluar dari rumah makan itu.“Eh, buru-buru amat sih, Mas. Tas aku ketinggalan,” ucap Nadya terkekeh, dan masuk kembali ke dalam rumah makan itu.“Buruan, Nad!”“Sabar kenapa sih, Mas. Mentang-mentang baru makan dan dapat tenaga baru, langsung ingin cepat pulang saja.” Nadya lantas berjalan masuk kembali ke dalam rumah makan itu. Dia lantas meraih tasnya yang teronggok di atas meja.Setelah itu, mereka menyeberang jalan menuju galeri seni. Di sana tampak pemuda itu baru saja menyelesaikan proses pewarnaan.“Sudah selesai, Mas?” tanya Devan ketika tiba di tempat itu.“Sudah selesai diwarnai, Mas. Ini mau saya tulis lokasi dan tanggal pembuatannya. Jadi Mas nya dan Mbak e bisa ingat terus
Kucing itu berusaha meloloskan diri dari kejaran Devan. Dia melompat ke arah meja, lalu kembali melompat ke arah buffet.“Nad, jangan diam saja. Ambil lukisan itu, cepat!” titah Devan yang menyadarkan Nadya dari rasa terkesimanya melihat gerakan kucing itu yang sangat lincah.Nadya lalu meraih lukisan itu dengan cepat, sehingga kucing itu hanya mengenai ruang kosong.“Sorry, ya. Ini lukisan kami. Kamu nggak boleh lihat nanti takut rusak,” ucap Nadya lalu menyerahkan lukisan itu pada sang suami.Amelia lalu memanggil asisten rumah tangganya yang kebetulan sedang melintas di dekat mereka.“Mbok, tolong dibawa kucing ini keluar rumah, ya. Dia mau ikutan lihat lukisan kakak saya. Takutnya malah jadi rusak nanti lukisannya,” titah Amelia yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Baik, Bu.” Asisten rumah tangganya itu lantas membawa kucing itu keluar rumah, dan menutup pintu agar kucing itu tidak masuk kembali ke dalam rumah.“Kamu memelihara kucing, Mel?” tanya Nadya.“Mbok Minah yang
“Nggak usah banyak tanya, Mas. Kamu mau nggak? Kalau nggak mau, aku pakai lagi lingerienya dan lanjut tidur, nih,” ucap Nadya, yang membuat Devan seketika menggelengkan kepalanya.“Jangan tidur lagi dong, Sayang. Aku mau kok, rugi kalau nolak,” sahut Devan.Setelah berkata, Devan langsung mengungkung tubuh sang istri, dan menghabiskan malam yang masih panjang. Dia sangat menikmati hadiah ulang tahun dari istri tercinta. Hadiah ulang tahun yang menyebabkan suhu ruangan yang terasa sejuk, kini menjadi panas yang dirasakan oleh kedua insan itu. Desahan dan rintihan nikmat pun terdengar bersahutan dari bibir pasangan suami istri itu. Hingga setelah berpuluh-puluh menit lamanya ketika gelombang kenikmatan menggulung keduanya, lenguhan panjang dari bibir Devan pun mengakhiri aktivitas panas mereka.Devan pun ambruk di sisi tubuh sang istri seraya berbisik di telinga Nadya, “Terima kasih atas hadiahnya yang sangat indah ini, Sayang.”Nadya menoleh ke samping sambil menganggukkan kepalanya da
Pesawat yang ditumpangi oleh pasangan suami istri yang tengah dimabuk cinta itu, akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta, Jakarta. Pesawat itu mendarat mulus pada pukul empat sore.Setelah mengurus bagasi dan lainnya, Devan menggandeng tangan Nadya menuju pintu keluar.“Mas...kok aku mau makan kebab dulu, ya,” ucap Nadya tiba-tiba.“Makan kebab di mana?” tanya Devan tanpa menghentikan langkahnya.“Di dekat rumah kan ada yang jual kebab. Nanti sebelum pulang, kita mampir ke sana dulu, ya,” ucap Nadya dengan suara memohon.“Ok,” sahut Devan.Mereka terus berjalan hingga pintu keluar. Di sana rupanya sudah menunggu sopir keluarga Devan, yang lantas membukakan pintu penumpang ketika Devan dan Nadya sudah mendekat.“Selamat datang kembali, Mas Devan, Mbak Nadya,” ucap sopir itu.“Iya, Mang Ujang. Papa sama Mama baik-baik saja kan?” sahut Devan.“Alhamdulillah, baik. Silakan masuk, Mas, Mbak!” ucap Ujang sopan.Mereka lantas masuk ke dalam mobil. Nadya kemudian menyandarkan ke
Devan hanya bisa menghela napas dan menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Ok, kita cari kebab dulu. Setelah itu kita pulang.” “Mang Ujang...tolong cari kios kebab di mana saja yang penting ketemu, ya,” titah Devan yang diangguki oleh Ujang. “Iya, Mas Devan,” ucap Ujang patuh. Ujang lalu melajukan mobil ke sebuah komplek perumahan dekat dengan komplek perumahan orangtua Devan. Dia pernah melihat sebuah kios makanan yang menjual kebab di depan ruko, di depan komplek perumahan itu. Benar saja perkiraan Ujang kalau ada kios kebab di sana. Dia lantas menghentikan mobil di depan kios tersebut. “Alhamdulillah, ketemu juga itu kebab. Ayo, kita turun! Atau kamu mau tunggu saja di dalam mobil?” ucap Devan. “Ikut turun dong. Aku mau meracik kebab itu sesuai dengan seleraku, Mas,” sahut Nadya. Devan tertegun mendengar ucapan sang istri. ‘Jangan sampai nanti Nadya bikin ulah di kios kebab itu. Bisa marah nanti penjual kebabnya kalau dia ikutan mau bikin kebab,’ ucap Devan dalam hati. Me
"Sikap kamu kok aneh banget sih, Mas. Kamu cemburu sama dokter laki-laki?" ucap Nadya. "Pokoknya aku nggak suka aja kalau kamu diperiksa sama dokter laki-laki, titik!" cetus Devan tak terbantahkan lagi. Nadya menghela napas panjang dan menatap lekat wajah tampan sang suami. “Dokter kan sama saja, Mas. Mereka sudah disumpah jabatan sebelumnya. Jadi nggak punya pikiran buruk,” cetus Nadya. “Tetap saja aku nggak rela, titik!” ucap Devan tak terbantahkan. Nadya hanya bisa mengangkat kedua bahunya dan menghela napas panjang. *** Keesokan harinya ketika keluarga Herlambang berkumpul di meja makan, Devan memberitahu kalau Nadya kini tengah berbadan dua. Hal itu tentu saja disambut gembira oleh Runi dan Rama serta Kayden. “Alhamdulillah...akhirnya kita akan punya cucu ya, Pa. Setelah cukup lama rumah ini sepi sama tangisan bayi, dan teriakan anak kecil. Akhirnya sebentar lagi akan kita dengar lagi suara-suara seperti itu,” ucap Runi senang. “Iya, alhamdulillah. Generasi selanjutnya ke
“Serius, Dok?” ucap Devan memastikan. “Serius dong, Pak. Masak saya bohong, sih. Ini saya geser monitornya agar Bapak bisa melihat dengan jelas kalau ada bulatan kecil di rahim istri Bapak.” Dokter lalu menggeser monitor ke samping Devan. Mata Devan berkaca-kaca kala melihat tiga bulatan kecil sebesar kacang tanah ada di dalam rahim sang istri. Tak lama, seulas senyum terbit dari bibir Devan. “Helo, Triplets. Buah hati Papa dan Mama,” gumam Devan yang terdengar oleh Nadya. Nadya pun sama terharunya seperti sang suami. Dia menggenggam jemari Devan dengan erat dan tersenyum, kala Devan menoleh padanya. “Gen kembar kamu menurun pada anak kita, Mas Devan,” bisik Nadya yang diangguki oleh Devan. “Sekali lagi, saya ucapkan selamat untuk Bapak dan Ibu karena mendapat tiga bayi sekaligus. Saya akan memberikan resep obat penguat janin dan juga vitamin untuk Ibu konsumsi nanti. Pemeriksaan USG telah selesai, kalau ada yang hendak ditanyakan bisa di meja praktek.” Setelah berkata, dokter me
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t