“Nggak usah banyak tanya, Mas. Kamu mau nggak? Kalau nggak mau, aku pakai lagi lingerienya dan lanjut tidur, nih,” ucap Nadya, yang membuat Devan seketika menggelengkan kepalanya.“Jangan tidur lagi dong, Sayang. Aku mau kok, rugi kalau nolak,” sahut Devan.Setelah berkata, Devan langsung mengungkung tubuh sang istri, dan menghabiskan malam yang masih panjang. Dia sangat menikmati hadiah ulang tahun dari istri tercinta. Hadiah ulang tahun yang menyebabkan suhu ruangan yang terasa sejuk, kini menjadi panas yang dirasakan oleh kedua insan itu. Desahan dan rintihan nikmat pun terdengar bersahutan dari bibir pasangan suami istri itu. Hingga setelah berpuluh-puluh menit lamanya ketika gelombang kenikmatan menggulung keduanya, lenguhan panjang dari bibir Devan pun mengakhiri aktivitas panas mereka.Devan pun ambruk di sisi tubuh sang istri seraya berbisik di telinga Nadya, “Terima kasih atas hadiahnya yang sangat indah ini, Sayang.”Nadya menoleh ke samping sambil menganggukkan kepalanya da
Pesawat yang ditumpangi oleh pasangan suami istri yang tengah dimabuk cinta itu, akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta, Jakarta. Pesawat itu mendarat mulus pada pukul empat sore.Setelah mengurus bagasi dan lainnya, Devan menggandeng tangan Nadya menuju pintu keluar.“Mas...kok aku mau makan kebab dulu, ya,” ucap Nadya tiba-tiba.“Makan kebab di mana?” tanya Devan tanpa menghentikan langkahnya.“Di dekat rumah kan ada yang jual kebab. Nanti sebelum pulang, kita mampir ke sana dulu, ya,” ucap Nadya dengan suara memohon.“Ok,” sahut Devan.Mereka terus berjalan hingga pintu keluar. Di sana rupanya sudah menunggu sopir keluarga Devan, yang lantas membukakan pintu penumpang ketika Devan dan Nadya sudah mendekat.“Selamat datang kembali, Mas Devan, Mbak Nadya,” ucap sopir itu.“Iya, Mang Ujang. Papa sama Mama baik-baik saja kan?” sahut Devan.“Alhamdulillah, baik. Silakan masuk, Mas, Mbak!” ucap Ujang sopan.Mereka lantas masuk ke dalam mobil. Nadya kemudian menyandarkan ke
Devan hanya bisa menghela napas dan menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Ok, kita cari kebab dulu. Setelah itu kita pulang.” “Mang Ujang...tolong cari kios kebab di mana saja yang penting ketemu, ya,” titah Devan yang diangguki oleh Ujang. “Iya, Mas Devan,” ucap Ujang patuh. Ujang lalu melajukan mobil ke sebuah komplek perumahan dekat dengan komplek perumahan orangtua Devan. Dia pernah melihat sebuah kios makanan yang menjual kebab di depan ruko, di depan komplek perumahan itu. Benar saja perkiraan Ujang kalau ada kios kebab di sana. Dia lantas menghentikan mobil di depan kios tersebut. “Alhamdulillah, ketemu juga itu kebab. Ayo, kita turun! Atau kamu mau tunggu saja di dalam mobil?” ucap Devan. “Ikut turun dong. Aku mau meracik kebab itu sesuai dengan seleraku, Mas,” sahut Nadya. Devan tertegun mendengar ucapan sang istri. ‘Jangan sampai nanti Nadya bikin ulah di kios kebab itu. Bisa marah nanti penjual kebabnya kalau dia ikutan mau bikin kebab,’ ucap Devan dalam hati. Me
"Sikap kamu kok aneh banget sih, Mas. Kamu cemburu sama dokter laki-laki?" ucap Nadya. "Pokoknya aku nggak suka aja kalau kamu diperiksa sama dokter laki-laki, titik!" cetus Devan tak terbantahkan lagi. Nadya menghela napas panjang dan menatap lekat wajah tampan sang suami. “Dokter kan sama saja, Mas. Mereka sudah disumpah jabatan sebelumnya. Jadi nggak punya pikiran buruk,” cetus Nadya. “Tetap saja aku nggak rela, titik!” ucap Devan tak terbantahkan. Nadya hanya bisa mengangkat kedua bahunya dan menghela napas panjang. *** Keesokan harinya ketika keluarga Herlambang berkumpul di meja makan, Devan memberitahu kalau Nadya kini tengah berbadan dua. Hal itu tentu saja disambut gembira oleh Runi dan Rama serta Kayden. “Alhamdulillah...akhirnya kita akan punya cucu ya, Pa. Setelah cukup lama rumah ini sepi sama tangisan bayi, dan teriakan anak kecil. Akhirnya sebentar lagi akan kita dengar lagi suara-suara seperti itu,” ucap Runi senang. “Iya, alhamdulillah. Generasi selanjutnya ke
“Serius, Dok?” ucap Devan memastikan. “Serius dong, Pak. Masak saya bohong, sih. Ini saya geser monitornya agar Bapak bisa melihat dengan jelas kalau ada bulatan kecil di rahim istri Bapak.” Dokter lalu menggeser monitor ke samping Devan. Mata Devan berkaca-kaca kala melihat tiga bulatan kecil sebesar kacang tanah ada di dalam rahim sang istri. Tak lama, seulas senyum terbit dari bibir Devan. “Helo, Triplets. Buah hati Papa dan Mama,” gumam Devan yang terdengar oleh Nadya. Nadya pun sama terharunya seperti sang suami. Dia menggenggam jemari Devan dengan erat dan tersenyum, kala Devan menoleh padanya. “Gen kembar kamu menurun pada anak kita, Mas Devan,” bisik Nadya yang diangguki oleh Devan. “Sekali lagi, saya ucapkan selamat untuk Bapak dan Ibu karena mendapat tiga bayi sekaligus. Saya akan memberikan resep obat penguat janin dan juga vitamin untuk Ibu konsumsi nanti. Pemeriksaan USG telah selesai, kalau ada yang hendak ditanyakan bisa di meja praktek.” Setelah berkata, dokter me
“Peluk aku dong, Sayang,” pinta Devan manja. Nadya tersenyum dan mengabulkan keinginan sang suami. Dia lalu memeluk erat tubuh Devan dan mengecup keningnya lembut. “Aku tiba-tiba kok mau cireng sih, Sayang. Sama rujak tumbuk juga yang pedas. Kayaknya enak makan dua jenis makanan itu. Barangkali saja rasa mual dan pusingku jadi hilang,” celetuk Devan yang membuat Nadya membelalakkan matanya. “Kok kamu jadi aneh begini sih, Mas. Tumben banget kamu minta cireng. Terus kamu minta rujak tumbuk juga, pedas lagi. Padahal kamu kan nggak suka pedas sebelumnya. Cireng juga kan kamu kurang suka. Kamu pernah nasehati aku kalau jangan banyak-banyak makan cireng, karena banyak minyaknya. Tapi, kenapa sekarang kamu jadi ingin makan itu?” ucap Nadya heran. “Nggak tahu, Nad. Aku tiba-tiba ingin makan cireng dan rujak tumbuk. Tapi kalau rujak tumbuknya susah dicari, rujak buah biasa saja nggak apa-apa,” ucap Devan. “Ya sudah nanti aku beli cireng yang banyak di supermarket. Atau aku minta si Bibi b
“Kehamilan simpatik?” tanya Devan dan Nadya bersamaan.Dokter menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Benar sekali.”“Sampai kapan ini akan saya alami, Dok?” tanya Devan.“Belum bisa dipastikan, Pak. Bisa berakhir di akhir trimester awal, bisa juga di akhir trimester kedua dan bisa juga sampai istri Bapak melahirkan,” sahut dokter itu.“Hah?” Devan membelalakkan matanya, dan menatap ke arah Nadya yang tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya.“Sabar ya, Pak. Hal semacam ini bukan Bapak saja yang mengalaminya. Ada beberapa suami yang juga mengalami hal yang sama.” Dokter itu berkata sambil tersenyum pada pasangan suami istri itu.Setelah itu, Devan dan Nadya undur diri dari ruang praktek .“Cariin aku rujak dong, Nad. Kayaknya makan rujak enak deh, nggak bikin aku mual,” pinta Devan.“Ya sudah kita ke toko buah yang biasa aku beli. Di sana jual aneka rujak dan asinan buah sama sayur. Terserah nanti kamu mau yang mana, Mas? Nanti tinggal pilih saja,” celetuk Nadya.Mata Devan sontak b
Devan tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya berkata, “Ini enak lho, Ma. Seger rasanya.”Nadya mengulum senyum melihat ulah sang suami. Sedangkan Runi hanya geleng-geleng kepala.Di saat mereka sedang memberi komentar tentang menu makan siang Devan, Rama tiba di tempat itu.“Wah...ada apa ini?” tanya Rama. Dia lalu duduk di samping sang istri.“Itu lho, Pa. Coba kamu lihat menu makan siangnya si Keenan!” ucap Runi menunjuk piring Devan dengan dagunya.Rama mengikuti arah pandang sang istri. Matanya pun membelalak ketika melihat menu makanan Devan.“Kamu nggak salah itu, makan nasi kok dicampur sama asinan sayur,” ucap Rama.Devan menggelengkan kepalanya seraya berkata, “Ini enak banget, Pa. Aku nggak berasa mual. Makan juga jadi lahap. Biasanya kalau mencium nasi langsung mual.”“Serius kamu? Kok kamu jadi kayak orang ngidam sih Keenan?” tanya Rama menatap lekat wajah Devan.“Memang aku sekarang lagi ngidam. Aku dan Nadya kerja sama ini, Pa. Nadya yang tugasnya hamil dan melahir