“Nadya!” Indra berteriak memanggil anak sulungnya untuk segera menghadapnya. Pria paruh baya itu terlihat marah dan tangannya yang sedang memegang sepucuk surat terlihat bergetar. Wajahnya terlihat merah padam. “Iya, Papa. Ada apa?” tanya Nadya dengan napas yang memburu karena dia berlari untuk memenuhi panggilan orangtuanya. “Baca ini!” seru Indra. Dia lalu menyerahkan sepucuk surat yang ada di tangannya. Nadya meraih sepucuk surat itu dan membacanya dengan seksama. Matanya seketika membulat setelah membaca surat yang ternyata dari adiknya, Amelia. Surat itu berisi tentang permintaan maaf dari Amelia kepada keluarganya karena dia telah pergi untuk menjalani hidup dengan kekasihnya, Reza. Amelia meminta supaya keluarganya tidak mencarinya karena dia tidak ingin kembali, dia ingin hidup mandiri dengan pujaan hatinya. “Papa percaya dengan surat ini?” tanya Nadya. Dia memicingkan mata serta melipat surat itu, lalu dimasukkannya kembali ke dalam amplop. “Kenapa kamu bertanya seperti
Nadya tiba di kantor penyedia jasa keamanan tepat pukul dua siang. Dia melangkah anggun kearah meja resepsionis."Mbak, saya mau bertemu dengan Pak Devan. Nama saya Nadya Darmawan, saya sudah ada janji dengan beliau." Nadya tersenyum menatap resepsionis itu."Sebentar, Bu. Silakan duduk dulu!" ujar resepsionis itu ramah."Terima kasih," ucap Nadya. Dia kemudian melangkah ke arah kursi tunggu yang disediakan di dekat meja resepsionis. Dia menunggu sambil memainkan telepon genggamnya. Sesekali dia melirik ke arah resepsionis untuk melihat wanita muda itu yang sedang melakukan penggilan telepon dengan seseorang.Beberapa menit kemudian, resepsionis itu datang menghampirinya."Ibu, Pak Devan sedang meeting. Sekretarisnya bilang, Ibu diminta untuk menunggu di ruangan Pak Devan, di lantai lima. Mari saya antar, Bu!" ajak resepsionis itu kemudian mengarahkan Nadya untuk menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai lima.Nadya dan resepsionis itu akhirnya sampai di lantai lima tempat ruang
Nadya mengingat terakhir kali dia berinteraksi dengan adiknya. Saat itu dia sedang menginap di rumah orangtuanya, karena ada acara keluarga di sana. Dia memang sudah dua tahun ini pindah ke apartemen. Dan itu disebabkan karena orangtuanya yang telah ikut campur dalam urusan pribadinya.Malam itu Nadya melihat adiknya yang dikenal sebagai orang yang periang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Nadya yang melihat perubahan itu, tentu saja penasaran dengan sikap adiknya yang berubah seratus delapan puluh derajat.Saat itu, Amelia mengatakan kalau dia merasa tertekan. Tapi, dia tidak mengatakan penyebabnya. Dan akhirnya, adiknya itu lebih memilih pergi dari rumah untuk hidup bersama dengan kekasihnya.Kini Nadya hanya bisa termenung memikirkan adiknya yang entah ada di mana keberadaannya saat ini."Bagaimana Bu Nadya? Apa anda sudah ingat terakhir anda berinteraksi dengan adik anda?" tanya Doni lagi.Nadya menganggukkan kepalanya. Lalu dia meraih telepon genggamnya yang tergeletak di atas m
Nadya dan Devan segera tersadar ketika terdengar suara Doni yang membuyarkan lamunan mereka. Devan segera mengusap wajahnya, kasar. “Jelaskan skenario yang telah kamu buat,” ucap Devan mengalihkan pandangannya ke arah Doni. “Aku membuat skenario untuk perjalanan kalian, bahwa nanti kalian akan berperan sebagai pasangan suami istri,” tukas Doni dengan menatap wajah Nadya dan Devan secara bergantian. “Hah! Apa?!” seru Devan dan Nadya secara bersamaan. “Aku membuat skenario ini untuk memudahkan perjalanan kalian nanti. Kita kan tidak tahu di mana saat ini Amelia berada. Jadi kita masih menerka-nerka keberadaan Amelia. Hal itu pastinya akan memakan waktu yang lama, karena kalian akan selalu berpindah tempat. Dan itu memerlukan status kalian yang selalu pergi bersama di beberapa tempat. Skenario yang paling tepat untuk kalian adalah dengan menjadikan kalian pasangan suami istri untuk melengkapi perjalanan kalian,” jelas Doni lagi yang membuat Devan dan Nadya terdiam. Mereka sibuk denga
London, saat musim semi.Seorang gadis muda belia yang sangat cantik berjalan tergesa-gesa menuju kampusnya pagi itu. Dia hari ini ada kuliah pagi dan sekarang sudah terlambat sekitar lima belas menit lamanya. Tapi, karena dia berjalan tergesa-gesa, gadis itu tidak melihat kalau ada seorang pria yang sedang mengikutinya semenjak dia keluar dari apartemennya. Tepat saat gadis itu akan menyeberang jalan, laki-laki itu menyambar tas milik gadis muda nan cantik yang seketika menjerit saat seorang laki-laki tak dia kenal menyambar tasnya.Jeritan gadis itu menarik perhatian orang yang ada di sekitar sana, tak terkecuali seorang pemuda tampan bertubuh tinggi tegap yang saat itu memakai seragam tentara. Pemuda itu segera meraih tubuh laki-laki yang akan berlari dengan membawa hasil rampasannya. Lalu di pukulnya tubuh laki-laki itu dengan sangat keras yang membuatnya terhempas di atas trotoar.Diambilnya tas milik gadis muda itu kemudian diserahkan ke pemiliknya.“Thank you, Si
“Lalu apa rencanamu kini untuk menemukan keberadaan Amelia?” tanya Doni berusaha mengalihkan perhatian Devan dari masa lalunya.“Besok pagi aku akan ke rumah sakit tempat kekasih Amelia itu bekerja. Dari sana aku akan berusaha mencari tahu asal usul pria itu dan mencari alamatnya. Kalau sudah dapat, dan bisa diperkirakan mereka ada dimana, aku akan informasikan ke Nadya untuk siap-siap melakukan perjalanan,” sahut Devan. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Belum sempat Devan memutar handle pintu, Doni tiba-tiba memanggilnya.“Devan! Jangan pulang dulu!” seru Doni menghentikan langkah Devan.“Ada apa, Don?” tanya Devan kembali mendekati sahabatnya yang masih duduk di sofa.“Kita makan malam bareng, yuk!” ajak Doni dengan tatapan penuh permohonan pada sahabatnya itu. “Sekalian membahas tentang rencana kamu itu.”“Aku sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan istri kamu?” tanya Devan yang kemudian duduk kembali di sofa.“Aku akan telepon dia dan ijin pulang malam. Dia pasti
Ping.Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari telepon genggam Nadya. Gadis itu mengabaikan sejenak pesan tersebut, karena dia sedang ada meeting dengan jajaran direksi siang ini. Senyum Nadya mengembang dari bibirnya, ketika dia akhirnya melihat pesan yang masuk ke dalam telepon genggamnya, pesan dari Devan. Dia langsung membuka dan membaca pesan yang Devan kirimkan beberapa menit yang lalu. Pesan itu hanya memberitahu Nadya, bahwa Devan sudah mengetahui perkiraan keberadaan Amelia dan kekasihnya saat ini.Nadya kemudian menelepon Devan untuk segera mengetahui rencana pria itu selanjutnya. Dia tekan tombol angka untuk menghubungi mantan kekasihnya itu. Dan dalam hitungan ketiga, panggilan telepon Nadya akhirnya diangkat oleh Devan.“Halo, Nad,” sapa Devan di seberang sana.“Halo, Mas. Bagaimana, sudah dapat informasi yang lengkap mengenai Amelia dan kekasihnya itu?” tanya Nadya di telepon.“Iya, masih sedikit informasi yang sudah aku dapatkan. Tapi, aku sudah tahu perkiraan kebera
Nadya memandang ke arah pria yang dimaksud oleh Keisha dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melihat saat ini Keisha tersenyum simpul saat memandang pria tampan itu mulai duduk di kursi yang berjarak tidak jauh dari mejanya. Seketika ada perasaan tidak rela saat sahabatnya ini memuja pria itu yang ternyata adalah Devan, mantan kekasihnya.Nadya terus menatap Devan. Hingga akhirnya tatapan mereka bertemu ketika secara tak sengaja, Devan menoleh ke arah tempat Nadya duduk.Devan tersenyum kala melihat Nadya yang ternyata juga ada di tempat yang sama dengan dirinya. Dia lalu beranjak dari kursi dan berjalan ke arah wanita cantik yang telah menghuni hatinya."Hai, Nad!" sapa Devan ramah ketika dia sudah sampai di meja Nadya."Hai, Mas!" balas Nadya menyapa Devan.Interaksi mereka berdua sontak membuat Keisha membulatkan matanya, apalagi saat ini Devan terlihat sangat ramah terhadap Nadya. Sikap Devan terlihat sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan dirinya beberapa waktu yang lalu di
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t