Beranda / Romansa / Takdir Cinta Sang Ahli Waris / 2. Nggak Akan Pernah Berubah

Share

2. Nggak Akan Pernah Berubah

Penulis: Y Airy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-29 22:50:17

Jam istirahat baru saja mulai, tapi Ruben dan Sita sudah dari 30 menit yang lalu mereka beduaan di taman belakang sekolah.

"Ben, apa lo nggak bisa serius sedikit saja dalam pacaran!" pinta Sita.

"Buat apa terlalu serius, kita masih muda, lo nggak berfikir mau nikah muda kan?" jawab Ben memainkan rambut Sita.

"Ya nggaklah, siapa juga mau nikah muda," jawab Sita.

Mereka duduk bersandar di kursi taman, tangan Ruben merangkul pundak Sita. Melanie melihatnya, tapi dia diam saja dan malah menyingkir, tentu, untuk apa marah, dirinya dan Ruben hanya berteman. Tetapi beda dengan Andien, ia langsung saja melabrak ke sana.

"Ben, gue cari-cari dari tadi rupanya lo di sini, ini lagi!" kata Andien menarik lengan Sita menjauh dari Ben, "Ngapain sih lo nemplok-nemplok ke Ruben!" tambah Andien.

Sita melempar tangan Andien dari dirinya lalu berdiri.

"Suka-suka gue dong, gue kan sekarang pacaran sama Ruben!"

"Apa! Ben itu masih pacar gue!"

"Mantan mulai sekarang!"

Andien menatap cowo bermata abu-abu itu.

"Ben, loe nggak bakal mutusin gue gara-gara dia kan?"

"Ya ... kalau lo masih mau jadi pacar gue juga nggak apa-apa, kalian kan bisa sharing!" jawab Ruben enteng.

"Apa!" kata keduanya serempak.

"Nggak, gue nggak mau putus sama lo!" seru Andien.

"Gue juga nggak mau sharing sama lo, enak aja, Ruben itu punya gue sekarang, mendingan lo pergi deh!" suruh Sita.

"Lo aja yang pergi, gue masih ada urusan sama Ben!" balas Andien.

"Lo lama-lama nyolot ya, dasar cewe gatel!" maki Sita,.

"Apa, lo tuh yang gatel, lo rebut Ben dari gue!"

"Gue nggak ngrebut dia, lo aja yang nggak bisa buat dia seneng!"

Mereka adu mulut cukup hebat, dan itu membuat Ben jenuh, akhirnya Ben menyingkir disaat keduanya masih berantem.

Sementara, Melanie duduk di samping Rico dengan wajah lesu, Rico menoleh.

"Eh, kenapa lo, kusut gitu kaya baju belum diseterika!" tanya Rico.

"Aku bingung, kenapa sih temen kamu nggak pernah berubah?"

"Temen gue, temen gue yang mana?" cengir Rico.

"Ben!"

"Yee ... dia temen lo juga!"

Tomi tertawa, "Ruben itu nggak bakalan berubah, sampai bumi berubah rotasinya dia ya gitu-gitu aja, playboy kelas tengiri!"

"Tapi aku nggak bisa lihat dia terus seperti itu, sekarang aja udah begini gimana kalau dewasa nanti!"

"Aduh Mel, kalau lo terus mikirin si Ben, lo bisa stress sendiri!" seru Rico.

"Makan nggak lo?" tawar Tomi.

"Nggak laper!" jawabnya.

***

Sita menunggu Ben di parkiran, tepatnya di samping mobil Ben, sementara Ben dan teman-temannya muncul bersamaan. Sita langsung menggadeng tangannya,

"Ben, gue pulang sama lo ya, tapi ... anterin gue ke mall dulu, ada yang mau gue beli!" pinta Sita.

"Gue mau pulang bareng temen-temen gue!" jawab Ben.

"Sekali-kali nggak pulang bareng kenapa, mereka kan punya mobil sendiri!"

Ruben melirik Melanie, gadis itu tahu harus bagaimana.

"Nggak apa-apa, Ben. Aku pulang bareng Rico sama Tomi!" katanya.

Ben masuk mobilnya diikuti Sita.

Melanie, Rico dan Tomi masih berdiri, "Korban sakit hati lagi, ngomong-ngomong si Andien di kemanain?" tanya Tomi, entah pada siapa!

"Pasti udah kelaut!" jawab Rico.

"Bunuh diri?"

"Berenang!" celetuk Rico memasuki mobil. Melanie mengikuti.

Di dalam mobil, Rico melirik gadis itu yang melamun, "Udahlah Mel, nggak usah terlalu dipikirin, suatu saat dia juga bakal nyadar!"

"Aku hanya berharap dia nggak menyia-nyiakan hidupnya seperti ini!"

"Lo beneran suka sama Ruben?"

Melanie tak menjawab pertanyaan Rico, ia melempar pandangan keluar mobil. Mengamati jalanan luar, ia berfikir, seandainya Ben tahu apa yang dirasakannya selama ini! Entah ... kenapa sejak pertama bertemu ia miliki perasaan sayang yang berbeda pada Ruben di banding teman-temannya.

Ruben menemani Sita menghabiskan waktu di mall, shoping. Namanya juga cewe, tidak akan lepas dari hal itu, dan sebenarnya itu membuat Ben jenuh, hampir semua cewe yang ia pacari akan membawanya ke mall, ke salon, berbeda dengan Melanie, jika ia bersamanya mereka pasti hanya akan makan di lesehan, bercanda dan lebih lama di perpustakaan atau toko buku, meski begitu Ruben merasa lebih senang menemani Melanie ketimbang semua pacarnya. Bukan masalah, dia mengeluarkan uang untuk para pacarnya, hanya ... hal itu membuatnya boring.

"Ben, makasih ya udah nememin gue, ntar malem lo ada acara nggak?" manja Sita yang bergelayut di lengannya.

"Gue ada acara sama temen-temen gue!"

"Nggak bisa dibatalin apa!"

"Ya nggak bisalah, kan kita baru jalan!"

"Gue kan masih pingin jalan sama lo!"

"Masih ada lain waktu kali, udahlah pulang yuk!" katanya berjalan ke parkiran.

***

Di Caffe, "Ben ke mana sih?" resah Melanie.

"Kalau udah sama gebetannya pasti sering telat!" sahut Tomi.

Di caffe itu Melanie menyanyi untuk menyambung hidupnya, dan caffe itu juga tempat nongkrong mereka. Ben datang dan langsung duduk di tempat Tomi dan Rico duduk, sementara Melanie kini sedang menyanyi.

"Akhirnya lo dateng juga, kirain bakalan nungguin anak manja itu!" sinisRico.

"Sita maksud lo!"

"Siapa lagi!" sahut Tomi.

"Fiuuh ...!" sahut Ben.

"Tom, menurut lo berapa lama Sita bakal jadi gebetannya si kadal?" tanya Rico sambil memungut fries, memasukkannya ke mulut.

"Paling besok juga udah dilempar," suara Tomi setengah acuh sambil mendekatkan gelas berisi cairan coklat.

Rico mengangkat satu alis, "Taruhan yuk, lima juta. Sita bakal bertahan lebih dari tiga hari."

Tomi menyunggingkan senyum kecut, "Siapa takut, gue jamin ya ... tuh cewe manja bakal dibuang nggak sampai tiga hari!" yakinnya.

"Semprul!" Ben menoyor kepala dua temannya bergantian, "Enak bener ya ... cewe gue lo jadiin barang taruhan!"

Keduanya terkekeh, "Kek nggak biasanya ajah," sahut Rico.

"Daripada lo, ganti cewe kek ganti khutang!" celetuk Tomi.

"Emang lo pernah pake khutang, Kong?" balas Ben menarik piring fries di depan Rico.

"Boro-boro, Ben. Kan lo tahu dia nih jomblo ngenes...,"

"Males ngurusin cewe, bikin pusing!"

"Bilang ajah, emang nggak laku!" timpal Rico, lalu menatap Ben yang tengah mengamati Melanie.

"Eh, Ben! Kenapa lo nggak pacarin Melanie aja, dia kan jauh lebih cantik!" goda Rico.

"Melanie kan temen gue, nggak lucu kali pacaran sama temen!"

"Siapa tahu aja! Lagian perhatian lo ke dia kadang-kadang juga berlebihan!" Ben tak memyahut, ia menuang minuman ke gelasnya dan meneguknya. Mereka mengobrol sambil minum sembari menunggu Melanie selesai menyanyi. Tapi tampaknya malam sudah cukup larut, Tomi dan Rico pulang lebih awal, itu sudah kebiasaan, Ben selalu menunggu Melanie sampai selesai dan akan mengantarnya pulang. Tapi saat itu tampaknya Ruben terlalu banyak minum hingga mabuk, ia menyandarkan kepalanya di meja, dan mengigau.

"Nenek ... Nek ... jangan pergi!" lirihnya, itu sering terjadi, jika ia mengigau ia akan menyebut neneknya, memang selama ini yang merawatnya di rumah adalah neneknya selagi masih hidup, orangtuanya sangat sibuk bekerja, bahkan jarang di rumah. Dulu ia juga dekat dengan kakaknya, Dennis tapi sejak kakaknya ikut terjun ke dunia bisnis, dia juga jadi ikut sibuk dan jarang di rumah juga.

"Ben!" Melanie menggoyang tubuh Ruben, tapi pria itu tak menyahut, tentu, dia setengah tak sadarkan diri. "Ben, caffenya udah mau tutup, pulang yuk!" ajak Melanie, Ben membuka mata dan mengangkat kepalanya.

"Apa?" tanyanya pelan.

"Mabuk lagi, kalau gini caranya aku yang repot!"

"Mabuk? Siapa yang mabuk, gue cuma minum dikit!"

"Dikit, kamu habis dua botol bilang dikit, kamu gila ya!" seru Melanie marah, ia menarik Ruben ke kakinya dan memapahnya keluar dari caffe. Karena Ruben tak mungkin menyetir sendiri maka ia yang membawa mobil. Sesampainya di rumah Ruben, Melanie membawanya masuk dan menidurkannya di kamarnya, itu sering terjadi. Melanie membuka sepatunya, kemudian membuka jacket lalu menyelimutinya, ia memandang wajah cowo yang kini menjadi bagian dari hidupnya sejenak kemudian bangkit tapi tangan Ruben menariknya hingga ia jatuh ke dalam pelukannya.

"Ben, Ruben, lepasin!" Melanie meronta, tapi Ruben malah makin mempererat pelukannya seperti sedang memeluk guling, tak lama setelah itu terdengar nafasnya yang panjang karena sudah terlelap tapi ... ia masih tak melepas pelukannya.

Akhirnya Melanie pun terlelap di sana.

***

Bab terkait

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   3. Lo Perkosa Gue?

    Melanie membuka matanya perlahan, dan ketika matanya terbuka penuh ia melihat wajah seorang pria tepat di depan matanya, ia pun membelalak dan terbangun. Tapi tangan Ben masih nyangkut di tubuhnya, karena dekapan itu cukup erat ia pun melayangkan sebuah tamparan ke wajah pemuda itu, membuatnya tersentak dan bangun sambil memegang pipinya yang terasa panas dan pedas. "Ah ... auw!" rintihnya, "ada apa ini?" tanyanya masih setengah tak sadar, ia mengucek matanya dengan tangannya yang lain untuk memperjelas pandangannya karena ia seperti melihat seseorang di depannya. Ben pun terbangun dan terjaga sepenuhnya. "Melanie, jadi lo yang nampar gue?" tanya Ben sambil bangkit duduk, "Pagi-pagi begini sudah main gampar!" "Karena kamu emang pantes dapat itu!" "Maksud lo? Tunggu-tunggu ... lo ngapain di sini?" tanya Ben meski ia sudah tahu Melanie sering berada di sana. "Semalam itu kamu mabuk, makanya aku ada di sini!" "Maksud lo ... kita ...." "Nggak, jangan mikir yang nggak-nggak de

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   4. Kepulangan Dennis

    "Eh, Tom. Kamu yang jemput aku?" tanya Melanie, pagi itu Tomi yang menjemputnya, "Lo berharap si palyboy tengik itu, ngarep banget sih lo sama dia!" "Yee, siapa juga, aku tuh cuman nanya!" "Emangnya gue nggak pernah jemput lo apa?" protes Tomi."Udah ah, ntar telat!" serunya naik ke motor Tomi, "Jalan!" sambungnya menepuk pundak temannya, mereka pun melaju ke sekolah. Ryo mengejar Vera yang terus menghindarinya, ""Ver, please ... kasih gue kesempatan sekali lagi!" pintanya sambil memegang lengan gadis itu dengan kuat, "Lepasin, Yo. Gue udah bilang sama lo gue nggak mau balikan sama lo!" katanya melepaskan diri dan terus berjalan. "Tapi Ver ...," "Cukup!" potongnya sambil berbalik ke Ryo yang terus mengikutinya, "Lo berhenti ikutin gue atau gue teriak nih!" ancam Vera lalu berbalik lagi dan melangkah, Ryo hanya diam memandang gadis itu berlalu darinya, kemudian ia meninju angin dengan kesal. Saat itu Ruben lagi ngumpul berempat di tangga, Vera melewati mereka, sempat melirik

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   5. Ada Atau Nggak, Nggak Ada Bedanya

    Malam itu sekitar jam 11 Ruben masuk ke kamarnya, Dennis sedang di ruang kerja sehingga tak terlalu mendengar suara mobil adiknya yang memasuki halaman rumah mereka. Dennis melihat jam di dinding yang sudah menunjuk angka 11 lebih 20 menit. Ia menutup sebuah map dan berdiri dari kursinya, berjalan keluar dari ruang kerjanya dan menuju kamar adiknya, ia membuka pintu kamar Ruben perlahan dan melihat adiknya yang sudah berada di bawah selimut. Ia pun melangkah lebih dekat, menatap wajah adiknya yang terlelap, ia menjulurkan tangan dan mengusap rambut anak muda yang sedang tertidur itu, lalu ia keluar, menutup pintunya kembali. Ruben membuka mata setelah kakaknya menghilang di balik pintu, ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya, sengaja pura-pura tertidur karena tidak mau bertengkar di tengah malam begini. Dan rupanya ia senang dengan apa yang kakaknya lakukan tadi. Itu sudah lama sekali sejak terakhir kali Dennis melakukan hal itu, bahkan ia sudah lupa kapan. Ruben tersenyum la

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   6. Nggak Wajar

    Melanie datang ke tempat jogging, Ruben, Tomi dan Rico sedang duduk bertiga di tempat penjual bakso, mereka sudah selesai jogging, dan sedang istirahat. Melanie celingukan mencari teman-temannya, sudah seperempat jam ia mencari mereka tapi belum juga ketemu. Akhirnya ia menemukan tiga cowo itu yang sedang asyik ngobrol sambil makan bakso, Melanie menghampiri mereka tapi langkahnya terhenti saat melihat Bela mendekat di samping Rico. "Hai sayang!" sapanya duduk di samping Rico, "Hai!" jawab Rico yang wajahnya langsung sumringah, "Mau makan bakso?" tawarnya. "Nggak ah, nggak laper!" Melanie melanjutkan langkah mendekati mereka, Ruben melihatnya, "Hai Mel, lama banget sih?" "Aku kan harus bersihin rumah dulu!" jawabnya duduk di samping Ruben. "Sayang kita jalan yuk!" ajak Bela. "Bentar lagi ya, lagian gue belum mandi kita pulang dulu ya!" "Ganti baju aja, gue udah bawain baju buat lo, yuk!" katanya menarik lengan Rico. "Eh, gue jalan dulu ya, biasa!" serunya sambil berdiri. T

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   7. Rumah Nenek

    Ruben duduk di meja makan bersama Vera dan keluarganya, ternyata orangtua Vera adalah rekan bisnis keluarga Ruben, ayah Vera pak Ferdi sangat antusias ketika tahu bahwa Ruben adalah putra kedua pak Handy Wirata, ia bahkan berfikir untuk menjodohkan keduanya dalam hubungan yang serius, dan sepertinya Handy Wirata tidak akan keberatan. Ruben tidak menceritakan banyak tentang keluarganya, tapi Vera yang tak berhenti bicara, ia tahu keluarga mereka adalah rekan bisnis maka ia memberitahu ayahnya tentang siapa Ruben. "Jadi orangtuamu masih di Amerika?" tanya Ferdi. "Iya, Om!" "Kenapa dari tadi kamu nggak bicara?" "Vera sudah bicara terlalu banyak, saya rasa itu sudah jadi perwakilan!" katanya memasukan sesendok nasi ke mulutnya, "Dia memang begitu!" sahut Pak Ferdi,"Papa, keahlian Vera bicara membuat Vera jadi ketua OSIS, itu berguna kan!" belanya pada diri sendiri. Setelah makan malam Ruben ngobrol dengan Vera di serambi belakang tapi tak terlalu lama karena Ruben sudah meminta di

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   8. Dia Seperti Bidadari

    Pagi-pagi sekali Ruben menyetir mobilnya kembali ke Jakarta, Melanie bilang ia tak mau terlambat ke sekolah. Maka Ruben membawanya pulang disaat hari masih petang. Karena pakaian sekolah mereka masih tersimpan di dalam tas maka mereka langsung menggantinya ketika masih di rumah itu. Mereka sampai di sekolah sekitar jam 6.35. Mereka turun dari mobil di parkiran. "Mel, besok ada hari libur kan tanggal merah!" "Iya, kenapa? " "Gue mau ngajak lo ke makam nenek, dateng pagi-pagi ke rumah gue ya! " pintanya. Melanie tersenyum dan mengangguk. Selama di sekolah mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing, Ruben lebih meluangkan waktunya untuk Vera sebagai pengganti hari kemarin. Pulangnya Ben juga jalan dengan Vera jadi Melanie pulang sendiri. Ruben tak pulang terlalu malam, ia bahkan pulang sebelum kakaknya pulang kerja. Ia menghabiskan waktu bermain piano sampai tak tahu Dennis sudah di belakangnya. "Kamu selalu memainkan lagu itu! " katanya membuat Ruben berhenti bermain dan menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   9. Tika

    Hari itu Ruben sudah memakai baju sekolah tapi ia tidak sampai di sekolah. Ia malah diam di dalam mobilnya di pinggir jalan. Seolah menunggu seseorang, ia memang menunggu seseorang. Menunggu gadis berpayung itu muncul. Tapi lama ia diam di sana gadis itu belum muncul juga. Ia pun keluar dari mobil, berjalan menuju lampu merah. Ketika rambu lalu lintas menyala merah ia tetap diam, tak mencoba menyeberang. Ia mulai lelah berdiri, matahari juga sudah mulai terik. Ruben berbalik dan siap berjalan kembali ke mobilnya. Tapi ia seperti melihat sesuatu yang ditunggunya selama ini. Ruben kembali berbalik lagi dan melihat gadis itu muncul berjalan ke arah rambu lalu lintas. Menunggu lampu menyala merah. Ruben tersenyum, memandangnya tak berkedip. Sementara di sekolah .... Melanie menghampiri Tomi dan Rico. "Hai, kalian lihat Ruben?" tanya Melanie. "Nggak tuh, malah nggak masuk kelas!" jawab Rico. "Nggak masuk kelas, dia bolos!" Melanie terkejut. Keduanya mengangkat bahu. Tiba-tiba Vera ju

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30
  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   10. Aku Bukan Papa

    Ruben menjemput Vera di rumahnya dan mengajaknya pergi. Mereka duduk di caffe .... "Ben, Ryo masih aja ngejar- gejar gue!" Vera memberitahukannya tapi sepertinya Ruben tak masalah dengan hal itu. "Terus masalahnya?" "Ya kan sekarang kita pacaran, paling nggak lo lakuin sesuatu!" pintanya. "Biarin aja!" sahutnya santai."Kok lo gitu sih?" protes Vera,"Semua orang berhak buat masih mempertahankan perasaannya, kita juga nggak bisa paksa mereka buat lupain kita!" "Tapi gue nggak nyaman! Lagian makin hari gue makin sayang sama lo!" Vera memberitahukan perasaannya. Meski apa yang dikatakan Ruben ada benarnya,Buset...kalau gini caranya bakal susah gue nglepasin nih cewe."Ver, terus gue harus ngapain? Kalau Ryo masih sayang sama lo, ya itu hak dia!""Tapi gue udah terlanjur kecewa sama dia,"Ben menggaruk pelipis dengan telunjuk, "Boleh gue tanya?"Vera menatap lebih serius karena ia merasa air muka Ben sedikit aneh."Apa?""Kenapa lo mau pacaran sama gue? Padahal lo tahu ... gue ngga

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-30

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   44. Mel, Ini Aku

    Ben duduk di dapur di rumah yang dulu ia beli untuk Melanie tinggali. Di setiap sudut rumah itu ada wajah Melanie, ada tawanya, ada senyumannya. Ia jadi tersenyum sendiri mengingat dirinya sedang menunggu hidangan yang dibuat Melanie selesai sambil terus menggodai gadis itu. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya hingga ia terkejut. "Kunyuk loe!" serunya. Rico dan Tomi tertawa. "Loe tuh kadal tengik, senyum-senyum sendiri. Kirain udah normal loe!" samber Rico. "Sialan loe, emangnya gue gila!" "Eh, dia nggak nyadar!" keluh Tomi. "Loe tuh emang sempet gila sehari tahu nggak, nih buat sarapan. Loe belum ngisi perut kan!" tambahnya. Ruben melirik bungkusan McD yang ditaruh Tomi di meja, ia menyambarnya, membuka isinya dan langsung melahapnya. "Thanks! " jawabnya sambil mengunyah. "Kepsek bilang loe tetap boleh ikut UAN bulan depan , mengingat loe murid nomor satu dilihat dari otak!" seru Rico memberitahu temannya. "Kalau dari badung, nomor satu juga!" tambah Tomi. "Eh!" seru Rico.

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   43. Tak Bisa Tinggal

    Semua orang berkumpul di ruang keluarga, Dennis baru pulang dini hari tadi. Artika meyakinkannya bahwa tak sepenuhnya itu kesalahan dirinya. Kita tidak akan bisa mengulang waktu, yang bisa di lakukan sekarang hanyalah memperbaiki semuanya. Ya, itu benar. Kita tak akan bisa mengulang waktu dan mengubah yang telah terjadi. Handy Wirata, kini mengerti mereka memang lebih mementingkan bisnis bukan putranya. Ia bahkan tak mengenal siapa putranya. Mengingat apa yang terjadi pada Ben pasca meninggalnya melanie ia tahu betapa gadis itu sangat berarti bagi putranya. Dan selama ini gadis itulah yang mengisi kekosongan hidup Ruben. Setelah ini ia tak tahu apa yang akan terjadi, ia khawatir dengan keadaan psikis putra bungsunya. Sementara Erika sibuk mondar-mandir di depan keduanya. "Ma, duduklah!" pinta Dennis. "Apa menurut kalian Ben akan keluar kamar hari ini?" tanyanya cemas. "Ma, melihat dari apa yang terjadi semalam kurasa dia sudah mulai membaik!" jawab Dennis. "Mama takut mengetuk pi

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   42. Bunuh Saja Aku

    Tiga hari setelah kepergian Melanie ....Ruben duduk di lantai kamarnya, duduk bersandar ranjang, kakinya ditekuk, kedua lengannya ia sandarkan pada lutut. Pandangannya kosong, sesekali air mata turun menggelinding melewati pipinya. Sudah tiga hari setelah pulang dari makam ia seperti itu. Ia berada di kamar itu pun karena Rico dan Tomi yang membawa tubuhnya. Dia pingsan saat berdiri setelah terlalu lama duduk di samping makam Melanie, tak mengucapkan apa pun selain Al- Fatihah dan nama gadis itu yang terucap puluhan kali. Hingga detik ini ia sama sekali tak beranjak sejak ia tersadar dari pingsannya. Saat ia sadar, ia mencari Melanie di setiap sudut kamar seperti orang gila. Setelah sadar bahwa Melanie telah pergi, ia menangis dan menyambar semua barang yang ada di meja kamarnya hingga berhamburan ke lantai sambil berteriak. Setelah itu tubuhnya melemas dan ia terduduk di sana hingga sekarang. Duduk melamun, tanpa makan, minum dan bicara. Erika sudah berusaha bicara padanya berkali-

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   41. Bahagia Bersamamu

    "Mel, maukah kamu menikah denganku hari ini?" tanya Ben memberikan pinangannya."Ha!" hanya itu yang keluar dari mulut Melanie dengan mata melebar."Aku nggak mau kita terus seperti ini, hidup serumah tanpa ikatan resmi. Bukankah seharusnya itu nggak boleh?""Ya, itu memang nggak boleh, seharusnya!" jawabnya."Kalau begitu kita harus menikah kan?"Melanie tertawa ...."Kita masih terlalu muda, Ben!""Kamu ragu dengan cintaku?" serunya membuat Melanie terdiam. Ben menghela nafas panjang dan menghembuskannya hati-hati."Aku sangat mencintai kamu, dan cintaku tulus sama kamu. Aku ingin kita hidup dalam ikatan yang suci, menikahlah denganku!" ungkapnya serius."Ben!" desis Melanie.Melanie masih bingung harus berkata apa, ia juga sangat mencintai Ruben. Ia juga ingin menikah dengannya, tapi usia mereka kini masih terlalu muda. Ia tak mau pernikahan mereka hanya didesak dengan keadaan."Kita menikah hari ini, dan setelah itu nggak akan ada lagi yang memisahkan kita, aku hanya ingin hidup

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   40. Dilema Dennis

    Artika menghampiri Dennis yang sedang menenggak minuman di dalam gelas yang ada di genggamannya. Tiga botol sudah kosong, kini botol di mejanya bertambah menjadi enam. Terlihat ia sedang menenggak langsung dari mulut botol itu. Tika berdiri di sampingnya."Dennis, kamu kenapa?" tanyanya.Dennis tak menjawab, ia hanya melirik kekasihnya. Ia sudah setengah mabuk, tapi masih sadar. Wajahnya terlihat babak belur tanpa ada pengobatan, ia tak sempat lakukan itu. Sesampainya di pelabuhan ia langsung mengendarai mobilnya ke tempat ini, tempat di mana sekarang ia sedang mencoba menenangkan diri di dalam botol anggur dan Wisky."Apa kamu berkelahi dengan Ruben?" tanya Tika."Aku hanya ingin dia pulang, apa itu salah?" jawabnya, "Dia begitu keras kepala!" lanjutnya."Mungkin memang nggak seharusnya kamu memaksanya.""Aku tahu. Dia ... bahkan nggak bisa memaafkan aku!" serunya sambil menenggak lagi minumannya."Jika kamu sungguh-sungguh minta maaf, mungkin ....""Sudah kulakukan, tapi kesalahanku

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   39. Semua Milikmu

    Dennis keluar dari taksi dan memasuki area pembangunan itu. Ia berjalan menghampiri Ruben. "Ben!" desisnya. Ruben yang sedang mengaduk pasir dengan semen pun menoleh mendengar suara itu. Ia cukup terkejut karena Dennis ada di sana. Ben memandangnya, tak percaya. Heran dan marah. "Kenapa Kak Dennis ada di sini?" tanyanya. "Aa ....""Lo ngikutin gue!" katanya lagi sebelum Dennis sempat menjawab pertanyaan sebelumnya."Ben, apa yang kamu lakukan di sini?" desisnya. Ben tak langsung menjawab, "Kamu nggak perlu bekerja seperti ini, kamu bisa menggunakan uangmu sesuka hatimu!" "Gue mau bekerja di mana dan seperti apa, itu bukan urusan lo." "Ben, tapi bukan bekerja seperti ini!" "Memangnya kenapa? Ada apa dengan pekerjaan ini. Apa pekerjaan seperti ini itu hina? Kak, pekerjaan ini halal dan seenggaknya ini lebih baik dari pada gue meminta pada kalian!" "Kamu nggak perlu meminta, semua itu milikmu. Ben, aku mohon. Mama pasti akan sedih jika tahu kamu bekerja seperti ini!" "Mereka ngg

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   38. Aku Bukan Kakakmu

    Dennis sudah duduk di depan mobilnya, ia memandangi lautan biru, hiruk pikuk orang-orang di sana. Ada pertengkaran kecil beberapa pria, sepasang sejoli yang berjalan bergandengan tangan. Masih pagi begini aja sudah ada yang pacaran, dasar anak muda. Mata Dennis menangkap dua bocah yang sedang bermain bersama. Sepertinya mereka kakak beradik, sang adik terjatuh dan sang kakak membantunya berdiri, melihat luka di kakinya dan mencoba menenangkan adiknya yang menangis kesakitan. Sang kakak akhirnya menggendong adiknya di belakang dan berjalan menjauh. Dennis tersenyum, ia ingat masa kecilnya dulu. Saat membantu Ruben belajar berjalan. Menggendongnya bila habis terjatuh dan menangis. Bermain bersama, mereka memang berbeda 9 tahunan. Jadi selama ini Dennis memang selalu ikut menjaga Ruben dan hubungan mereka sangat dekat. Dennis menarik lengannya dan menilik jam tangannya. Itu sudah jam 9.10 tapi Ben belum muncul. Apakah adiknya itu tidak jadi menemuinya, atau tak sudi lagi bertemu dengan

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   37. Allah Tidak Pernah Meninggalkan Kita

    Bangun pagi Melanie langsung ke dapur dan membuat sarapan, ia tak berani mengetuk pintu kamar Ruben. Ia tahu betul bagaimana pemuda itu jika sedang marah. Ben keluar kamar dan langsung duduk di meja makan, tapi ia tak menyentuh makanannya. Meletakkan kedua telapak tangannya yang ia satukan di depan mulutnya. Melanie menaruh teh manis hangat di depannya dan ikut duduk. Ia mengambilkan makanan untuk Ruben. Dan Ben juga belum menyentuh sendoknya. Melanie melirik, "Apa kamu masih marah soal semalam?" tanyanya, "Maafkan aku, aku nggak bermaksud berpikiran seperti itu. Kamu tahu, aku akan melakukan apa pun yang kamu katakan. Kamu tahu aku bahkan hampir nggak pernah membantahmu!" jelasnya. Ben masih diam, kali ini ia mengangkat sendoknya dan mulai menyendok sarapannya, memasukkannya ke mulut. Mengunyahnya pelan. "Ben, katakan sesuatu. Kamu tahu aku nggak bisa kalau kamu marah seperti ini!" "Aku nggak marah sama kamu!" sahutnya. "Apa!" "Harusnya aku yang minta maaf, karena telah bersik

  • Takdir Cinta Sang Ahli Waris   36. Kamu Menyesal?

    Jam 5 dini hari, Melanie keluar dari kamarnya setelah solat subuh. Ia berjalan ke kamar sebelah, membuka pintunya perlahan. Melanie cukup tercekat menemukan apa yang dilihatnya di dalam kamar itu. Ben sedang duduk di atas sajadah, kedua tangannya menenangadah ke atas. Sesekali ada isakan yang terdengar dari suaranya. "Hamba nggak akan meminta apa pun kecuali sedikit kebahagiaan untuk Melanie. Selama ini ... hamba selalu menyalahkan-Mu atas semua yang terjadi, ampuni hamba ya Allah ... Hanya kepada-Mu hamba memohon. Engkau yang mengetahui segala yang terbaik bagi kami, jika apa yang kami lakukan salah maka tegurlah kami. Berikannya kami jalan yang terbaik, agar kami tidak tersesat!" Terdengar Ben seperti menghirup ingusnya. "Engkau yang mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Hilangkanlah rasa takut ini ... yang selalu mendera jika malam datang, hamba sungguh sangat takut ... takut pada semua yang akan terjadi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" tangisnya. Melanie terdiam

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status