Hari Sabtu, cuaca sangat bagus. Sinar matahari menembus awan tebal. Nadine berkeringat sedikit setelah lari pagi. Dia pulang untuk mandi, lalu berganti pakaian dan mengambil obat yang baru dibelinya. Setelah itu, dia memesan taksi ke rumah Freya."Bu, obat-obat ini harus diminum tiga kali sehari. Sekarang cuaca dingin, jadi nggak perlu taruh di kulkas. Sebelum diminum, ingat dihangatkan dulu."Freya tidak takut pada apa pun. Yang paling dibencinya adalah obat tradisional. Bukan cuma pahit, tetapi juga bau.Freya menatap obat berwarna hitam itu. Dia mundur sedikit, lalu bertanya, "Ini harus diminum?""Tentu saja. Aku sudah berpesan pada bibi di rumah. Dia harus mengawasimu minum obat," sahut Nadine.Ekspresi Freya tampak masam, "Ya sudah, aku sudah ngerti."Freya tidak mungkin menolak niat baik muridnya. Ketika melihat Freya yang merajuk seperti anak kecil, Nadine diam-diam tersenyum. "Obatnya memang pahit. Makanya, aku buatkan kue kacang hijau untukmu. Makan sepotong setiap kali kamu m
Nadine tentu tahu betapa pedulinya Freya terhadap dirinya. "Tenang saja, Bu. Aku nggak bakal membuatmu kecewa."....Setelah pulang, Nadine mulai membaca materi. Dibandingkan dengan buku pelajaran untuk ujian masuk pascasarjana, materi ini lebih sulit karena melibatkan operasi dan hasil penelitian tertentu.Nadine sampai lupa waktu. Setelah melihat jam, ternyata sekarang sudah dini hari. Nadine pun mengucek mata dan berniat tidur sebentar. Begitu berbaring, tiba-tiba ada yang menggedor pintu."Nadine, buka pintu! Aku tahu kamu di dalam!" Meskipun Nadine di kamarnya, suara Reagan tetap terdengar jelas.Bam, bam, bam! Reagan menggedor dengan makin kuat. Ketika teringat Reagan hampir menodainya di vila hari itu, bibir Nadine memucat. Tangannya mencengkeram seprai dengan erat."Nadine! Buka pintu! Nadine!" seru Reagan tanpa henti.Nadine menutup telinganya, berharap Reagan pergi karena tidak mendapat respons apa pun. Akan tetapi, lima menit telah berlalu dan Reagan masih menggedor pintu. P
Reagan termangu. "Kamu ...."Nadine teringat pada kejadian hari itu di vila. Tatapannya dipenuhi kewaspadaan. "Jangan bergerak! Mundur sedikit!""Nadine ...." Hati Reagan terasa sakit. "Hari itu, aku ....""Jangan dibahas lagi! Pergi sana, nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita!""Nadine ...." Mata Reagan memerah. Dia mematung di tempatnya. "Maaf, aku sudah salah. Tolong hentikan pertengkaran ini ya? Aku tahu aku nggak seharusnya bicara begitu dan melakukan itu ....""Aku ... aku terlalu merindukanmu, makanya bertindak gegabah .... Kali ini aku datang cuma supaya kamu pulang bersamaku ....""Pulang?" Nadine mendongak dan menatap Reagan dengan sinis. "Untuk apa pulang? Jadi perusak hubungan orang?""Asalkan kamu kembali, aku bakal langsung putusin Eva.""Aku menolak." Nadine menggeleng."Nadine ...." Ketika Reagan mencoba mendekat, Nadine langsung berbalik dan berlari ke kamarnya. Kemudian, dia menutup pintu.Entah berapa lama kemudian, setelah tidak terdengar suara apa pun, Na
Jelas-jelas tidak ingin berpisah, tetapi masih sok kuat. Sekarang, Reagan yang serbasalah sendiri. Benar-benar cari masalah!....Kemarin, Reagan mengacak-acak rumah Nadine. Setelah Reagan pergi, Nadine pun bersih-bersih. Karena sudah malam, Nadine tidak pergi ke perpustakaan lagi dan hanya menyelesaikan dua set soal untuk mengakhiri pelajaran hari ini.Malam hari, Nadine membuat dua gulung gimbap untuk diri sendiri. Sisanya cukup banyak. Setelah membereskan dapur, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam.Nadine berniat menyelesaikan satu set soal lagi sebelum tidur. Sesudah menyetel alarm, tiba-tiba ponsel Nadine berdering.Nadine melirik sekilas. Itu adalah permohonan pertemanan. Nama yang ada di layar adalah Stendy. Nadine pun mengejapkan mata dengan heran. Untuk apa Stendy menambahkan kontaknya?Stendy memang teman Reagan, tetapi mereka tidak dekat. Nadine pernah makan beberapa kali dengan Stendy, tetapi mereka hampir tidak pernah mengobrol.Setelah merenung sejenak, Nadine akhirnya
Philip langsung mengambil ponselnya untuk menelepon Nadine. "Kak Nadine, apa kabarmu? Aku mau ngobrol denganmu sebentar ...."Setelah Philip menyatakan tujuannya, Nadine terdiam sejenak. Philip tahu apa yang ada di pikiran Nadine. Dia menepuk bahunya untuk menjamin, "Tenang saja. Aku yang traktir kali ini. Cuma makan-makan biasa. Aku nggak bakal ajak Kak Reagan.""Oke." Nadine menyetujuinya.Setelah mengakhiri panggilan, Philip mengedikkan bahu. Dia akan mengatur supaya Reagan tidak sengaja muncul di restoran. Dengan begitu, itu bukan salahnya.Stendy mengambil inisiatif. "Aku bakal kabari Reagan soal ini.""Oke." Philip sangat bersemangat. Jika keduanya balikan, dia akan menjadi pahlawan berjasa.....Di hari yang cerah, Philip memesan tempat di Restoran Biyen. Dulu mereka sering datang kemari. Nadine tentu tahu tempatnya.Begitu masuk, Nadine langsung melihat Philip yang tersenyum sambil melambaikan tangan dengan penuh antusiasme kepadanya. Staf membawa Nadine ke tempat duduknya. Nad
Stendy merenung sejenak sebelum bertanya, "Berarti, biologi adalah konsep luas dan ilmu hayati lebih spesifik, sedangkan bioinformatika lebih berorientasi pada komputer? Menggunakan ilmu matematika, informatika, dan statistika untuk mempelajari masalah biologi?"Nadine menjadi lebih serius. Dia menyahut, "Kamu benar.""Serius?" Stendy tersenyum. "Itu artinya, penjelasanmu sangat bagus. Aku cuma menyimpulkan dengan kalimat yang lebih sederhana."Nadine merasa cukup takjub pada pria di depannya ini. Padahal, dia selalu melihat Stendy di bar, restoran, dan kelab. Siapa sangka, ternyata Stendy punya pemahaman terhadap bidang biologi. Memang tidak bisa menilai orang dari penampilan.Nadine dan Reagan berpacaran selama enam tahun. Reagan bahkan tidak tahu jurusan apa yang diambil oleh Nadine, apalagi membahas tentang topik profesional seperti ini.Mereka lebih sering berkumpul dengan teman di bar atau bercinta di ranjang. Itu sebabnya, Nadine terkejut melihat Stendy memahami penjelasannya.A
Ketika melewati suatu jalan, terlihat ribuan pesawat nirawak terbang di atas langit dan berpindah secara beraturan. Ini adalah pertunjukan pesawat nirawak. Pertunjukannya hanya berlangsung 10 menit, tetapi harganya sangat mahal.Yang datang menonton pun banyak. Kebetulan, tempat yang dilewati Nadine dan Stendy punya sudut pandang yang bagus. Mereka berhenti di samping untuk menonton. Dari jendela depan, terlihat berbagai macam bentuk.Nadine mendongak dan takjub melihat pertunjukan pesawat nirawak itu. Stendy tiba-tiba bertanya, "Coba tebak, ada berapa pesawat nirawak?""Bisa ditebak?""Bisa.""Entahlah.""Aku tebak ...." Stendy berjeda. "Ada 99.""Kenapa begitu?""Karena 99 berarti abadi. Namanya juga melamar."Saat berikutnya, Nadine melihat pesawat nirawak memunculkan tulisan "menikahlah denganku"."Kok kamu tahu ini lamaran?"Stendy menyuruhnya melihat ke rooftop. Di sana, terlihat seorang pria berjas memegang sebuket bunga mawar dan menyembunyikannya di belakang."Hebat," puji Nad
Memangnya apa yang bisa dilakukan selama 10 menit itu?Stendy bertanya dengan ekspresi datar, "Kamu tahu gimana cara nyamuk mati?""Maaf ....""Kalau sudah terima uangnya, tutup mulutmu."....Setibanya di apartemen, Nadine mandi. Dia berniat membaca dua makalah sebelum tidur. Begitu duduk, masuk pesan dari Stendy.[ Sarung tanganmu ketinggalan di mobilku. ]Kemudian, Stendy mengirim foto sarung tangannya. Itu memang sarung tangan yang dipakai Nadine hari ini.Nadine baru teringat dirinya melepaskan sarung tangan karena suhu di dalam mobil sangat hangat. Dia meletakkannya di samping, jadi lupa mengambilnya saat turun dari mobil.[ Kapan harus kuantar sarung tanganmu ini? ]Nadine berpikir sejenak sebelum membalas.[ Apa kamu bisa memberiku alamatmu? Aku pesan kurir untuk ambil. ][ Kompleks yang kutinggal nggak mengizinkan kurir masuk. Begini saja, kita cari waktu minum kopi. Kukembalikan sarung tanganmu nanti. ][ Baru-baru ini aku kuliah di Universitas Brata untuk gelar S2. Kebetulan
Stendy menyahut, "Aku pikir-pikir dulu, nanti baru kita putuskan setelah ketemu.""Oke." Nadine mengakhiri panggilan, lalu langsung memakai jaket bulu tebal dan sepatu bot musim dingin, juga mengambil tas. Dia keluar dalam waktu kurang dari tiga menit!Cuaca tidak sedingin sebelumnya lagi, tetapi matahari masih tidak muncul.Begitu turun, Nadine langsung melihat Stendy berdiri di ujung gang, bersandar santai di samping mobil Maybach edisi terbatas. Pria yang memakai mantel hitam itu pun memutar-mutar kunci mobilnya.Begitu melihat Nadine, tubuh Stendy langsung tegak. Nadine tersenyum dan berjalan mendekat. Wajah Stendy yang tadi terlihat agak dingin langsung berubah cerah, bibirnya tersenyum.Begitu masuk mobil, Stendy menyerahkan sekantong sarapan, "Nih, susu kedelai dan roti, makan selagi masih hangat."Nadine menaikkan alisnya. "Pak Stendy bukan cuma jadi sopir, tapi juga beliin aku sarapan? Ini layanan bintang lima sih. Aku nggak berani menikmatinya."Stendy terkekeh-kekeh. "Kenapa
"Nad, sejak pertama kali kita ketemu di kafe, aku ....""Eh? Pak Arnold, Nadine, kok berdiri di sana? Nggak naik?" Tetangga mereka yang tinggal di lantai bawah, datang dengan membawa banyak kantong belanjaan. Begitu melihat mereka, dia langsung menyapa dengan ramah."Dingin banget ya hari ini, aku hampir beku .... Tapi karena diskon, aku tetap keluar malam-malam begini!"Supermarket besar di dekat sana memang sering mengadakan diskon besar setelah pukul 9 malam. Sebagai orang yang pintar mengatur uang, wanita ini sering keluar malam untuk belanja hemat.Situasi sekarang jelas tidak cocok untuk melanjutkan obrolan mereka. Arnold terpaksa menelan kembali semua yang ingin dia ucapkan tadi."Ayo, kita sama-sama naik!" ajak wanita itu.Nadine melangkah maju, langsung mengambil salah satu kantong belanjaan dari tangan wanita itu. "Biar kubantu ...."Namun, Arnold langsung mengambil alih kantong belanjaan itu dari tangan Nadine. Dengan cepat, dia berjalan di depan mereka. "Biar aku saja."Wan
Nadine tersenyum mencela dirinya sendiri.Arnold tiba-tiba terdiam, napasnya tercekat. Entah kenapa, senyuman kecil di ujung bibir gadis itu membuat hatinya terasa panik. Seolah-olah dia baru saja melewatkan sesuatu yang sangat penting.Mereka meninggalkan pabrik saat senja hari. Satpam yang berjaga sudah berganti. Paman ramah penuh canda tawa tadi sudah pulang, digantikan oleh seorang pemuda yang tampak pemalu.Setelah menerima kunci dari mereka, pemuda itu meletakkannya, lalu membukakan pintu gerbang untuk mereka.Langit belum sepenuhnya gelap. Cahaya senja menyelimuti cakrawala dalam warna kelabu suram. Di sepanjang jalan, cabang-cabang pohon yang gundul menambah kesan sepi.Nadine dan Arnold berjalan berdampingan tanpa berbicara. Keheningan mengisi jarak di antara mereka. Arnold sempat membuka mulut, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana.Dia bisa merasakan perubahan suasana hati Nadine, tetapi tidak tahu penyebabnya. Jadi, yang bisa dia lakukan hanyalah diam dan berhati-hati aga
Diskusi akademik antara keduanya akhirnya mencapai akhir. Kelly tidak bisa menahan diri untuk menghela napas panjang."Lain kali jangan ajak aku ke acara akademik kayak gini lagi ya. Buat capek saja ...." Kelly bergumam pelan, lalu mengangkat tangan memberi isyarat kepada pramusaji untuk menyajikan makanan.Seperti yang sudah diduga, semuanya adalah makanan favorit Nadine!Selesai makan, Kelly awalnya ingin jalan-jalan sebentar. Namun, baru saja keluar dari restoran, dia langsung menerima telepon kerja. "Iya, iya! Tunggu sehari lagi bisa mati ya?"Meskipun mengomel, dia tetap buru-buru pergi ke kantor setelah menutup telepon. Sebelum pergi, dia tidak lupa berpesan, "Kak Arnold, hari ini ulang tahun Nadine, kamu temani dia ya! Pokoknya turuti semua yang dia mau!""Oke." Setelah melihat Kelly pergi, Arnold tersenyum menatap Nadine. "Mau ke mana?""Benaran bisa ke mana saja?" Mata Nadine berbinar.Arnold berpikir sebentar. "Selama masih dalam batas kemampuanku.""Kalau begitu, boleh nggak
"Ayo, biar aku pakaikan untukmu." Kelly memasangkan gelang itu ke pergelangan tangan Nadine yang ramping. Gelang itu membuat kulit putih Nadine terlihat semakin bersinar. "Aku tahu model dan warna ini cocok banget sama kamu!"Nadine menunduk melihatnya, semakin dilihat semakin suka.Kelly tiba-tiba bertanya, "Kamu kira ini udah selesai?""Hm?" Nadine mengangkat kepala dengan bingung. Masih ada acara lain?Kelly tersenyum tanpa menjawab, lalu mengangguk kecil ke arah pramusaji. Detik berikutnya, lagu ulang tahun mulai mengalun di dalam ruang privat.Diiringi musik yang lembut, Arnold mendorong masuk sebuah kue dan berjalan ke arah mereka. Di atas krim putih dan merah muda, berdiri boneka fondan yang sangat cantik.Matanya besar, ekspresinya penuh percaya diri dan ceria. Jelas, itu versi kartun dari Nadine sendiri. Di sekelilingnya pun dihiasi mutiara merah muda. Sederhana, tetapi sangat indah."Pak Arnold?" Nadine tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.Arnold menatapnya, bibirnya meny
Irene berkata, "Sayang, selamat ulang tahun! Sebenarnya, aku dan ayahmu mau datang ke Kota Juanin dua hari lebih awal untuk merayakan ulang tahunmu.""Tapi, penerbit mendadak kasih tahu Seven Days akan dicetak ulang dan mereka mengirim 3 kotak penuh halaman depan untuk kutandatangani. Jadi, setelah berdiskusi dengan ayahmu, kami memutuskan untuk menunda kunjungan dan akan datang lain kali."Irene juga merasa tidak berdaya. Buku barunya laris manis dan sudah cetakan ketiga. Sekarang di ruang kerjanya, masih ada ribuan halaman depan yang menunggu tanda tangannya. Kadang, punya buku yang laris juga menjadi tantangan tersendiri.Nadine mengedipkan matanya dengan penuh pengertian. "Ibuku terkenal! Wajar dong kalau sibuk!"Nada dan ekspresi bangganya membuat Irene tertawa."Duh, kamu nggak tahu! Sekarang ibumu benar-benar terkenal! Beberapa waktu lalu, ada seorang penggemar fanatik berhasil mendapat nomor telepon ibumu.""Begitu menelepon, dia langsung bilang ingin mendapat buku dengan tanda
Di tengah musim dingin yang menusuk, kompleks apartemen tua mulai sepi setelah pukul 9 malam. Lampu jalan di sekitar sering mati. Karena khawatir akan keselamatannya, Arnold selalu turun menunggunya setiap kali ada waktu.Meskipun waktu kepulangan Nadine tidak selalu sama, biasanya hanya selisih 20 atau 30 menit. Namun, malam ini dia terlambat hingga 2 jam, bahkan turun dari mobil Stendy. Arnold menebak, pasti ada sesuatu yang terjadi di jalan.Angin malam bertiup, membawa hawa dingin yang menusuk. Melihat ujung hidung Nadine yang merah karena kedinginan, Arnold berkata, "Ayo masuk, di luar terlalu dingin. Kita bicara di dalam saja."Nadine mengangguk, meniup telapak tangannya yang dingin, lalu berbalik untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Stendy.Di bawah sorot lampu malam, dua sosok berjalan berdampingan, langkah mereka pun seirama. Lampu di tangga menyala satu per satu, samar-samar terdengar percakapan ringan.Stendy tetap berdiri di tempatnya, menatap ke arah mereka pergi. Dala
Nadine menoleh. Stendy menatapnya dengan bingung."Pak Stendy, sepertinya aku merepotkanmu lagi."Stendy sempat tertegun, lalu tersenyum tipis, "Aku suka direpotkan olehmu."Nadine menunduk, "Tapi rasa sukamu itu ... sepertinya aku nggak punya apa pun untuk membalasnya selain dengan ucapan terima kasih. Apakah itu sepadan?"Sebuah kalimat dengan makna ganda.Stendy tidak menyangka Nadine akan berterus terang seperti ini. Dia diam sejenak, lalu tetap tersenyum, "Sejak awal, sikapmu sudah sangat jelas. Tapi, sikapku juga sama jelasnya. Menolak adalah hakmu, tapi bertahan adalah pilihanku. Aku selalu percaya ...."Nadine mengangkat wajah.Stendy menatap matanya, lalu berkata dengan pelan, "Ketulusan akan menembus hati sekeras apa pun. Kalau sekarang belum tembus, berarti waktunya belum tiba.""Kalau waktunya memang nggak pernah datang?" tanyanya."Aku akan terus menunggu.""Itu akan membuatmu kecewa," ujarnya."Aku siap kalah, jadi aku nggak takut," jawabnya.Nadine membungkuk masuk ke da
Pria gemuk itu juga akhirnya berhenti berpura-pura, "Kami ini sudah sangat sopan sama kamu! Kalau di kampung kami, wanita keras kepala seperti kamu sudah dihajar sampai babak belur! Kalau kamu nurut dan kasih satu miliar, kami langsung pergi!"Si kakek menghela napas, lalu mulai berperan pura-pura bijak, "Nona, kenapa harus begini? Kalau kamu tadi nurut dari awal, dua anakku juga nggak bakal marah. Cuma karena uang segitu, kamu rela mempertaruhkan keselamatanmu?""Kami cuma cari uang. Kamu saja nyetir Mercy. Uang satu miliar cuma recehan bagi kamu. Tenang saja, kami orangnya bisa dipercaya. Selama kamu mau bayar, kami langsung pergi dan nggak akan ganggu kamu lagi!"Nadine tak menyangka mereka seberani ini. Sudah tidak memakai kedok sama sekali. Apa bedanya dengan perampokan?Meski belum pernah mengalami situasi seperti ini, dia tetap tahu prinsip mengorbankan harta demi keselamatan. Akan tetapi ... satu miliar? Mustahil.Dengan wajah dingin, dia menjawab, "Aku cuma punya 60 juta. Mau