Teddy menepuk bahu Reagan dan berujar dengan antusias, "Kapan kamu datang? Kenapa nggak beri tahu kami? Kami berkumpul di ruangan lantai atas. Ayo, kita minum-minum bersama!"Reagan memijat keningnya dan menolak, "Aku nggak mau minum lagi. Kalian lanjutkan saja."Melihat Reagan pergi, Teddy merasa bingung. Sebelumnya, Reagan selalu hadir dalam acara seperti ini. Apa ... Reagan dan Nadine sudah berbaikan? Mungkin memang begitu, jadi Reagan tidak bisa bersenang-senang dengan temannya."Teddy, apa yang kamu lihat? Kami semua tunggu kamu," seru seseorang yang berdiri di samping tangga. Teddy menggeleng dan mengabaikan pemikirannya tadi. Dia kembali berkumpul bersama teman-temannya.....Reagan sampai di vila pada pukul 10 malam. Kamar Reagan dan ruang ganti sudah dibereskan Julia. Barang-barang milik Nadine juga sudah dirapikan kembali.Reagan pergi ke ruang kerja. Rak buku di ruangan dipenuhi dengan buku-buku biologi. Nadine memang tidak mengikuti ujian masuk pascasarjana, tetapi dia tida
Di sepanjang perjalanan, Nadine dan Arnold hanya berbincang di awal. Kemudian, mereka sama-sama terdiam.Hari ini, Arnold mengendarai mobil listrik. Dia bisa merasakan Nadine agak murung. Jadi, Arnold mempertahankan kecepatan mobilnya tetap stabil agar Nadine merasa nyaman.Sesampainya di kompleks vila, satpam di depan gerbang menyapa Nadine, "Bu Nadine, aku sudah lama nggak lihat kamu. Apa kamu pergi dinas?"Nadine hanya tersenyum dam tidak menanggapi ucapan satpam. Arnold juga tidak bertanya setelah melihat wajah Nadine.Nadine dan Arnold tetap terdiam. Setelah sampai di depan pintu vila, Arnold menghentikan mobilnya."Tolong tunggu aku sebentar. Aku akan segera keluar setelah memindahkan bukunya," kata Nadine. Selesai bicara, dia turun dari mobil."Apa kamu memerlukan bantuanku?" tanya Arnold.Nadine menggeleng dan menjawab, "Nggak usah. Bukunya nggak banyak, aku bisa pindahkan sendiri."Setelah itu, Nadine berjalan masuk. Dia menekan bel, lalu terdengar suara Julia. "Sebentar!"Mel
Suara Nadine yang serak terdengar gemetaran. Bak seekor burung yang ketakutan, dia tampak begitu putus asa nan memesona. Tubuh Reagan semakin panas. Dia melepaskan bajunya dan tangannya langsung merayap masuk dari bawah rok.Nadine panik. "Reagan, wanita seperti apa yang nggak bisa kamu dapatkan? Kenapa harus maksa mantan pacar yang sudah putus? Kalau kamu mau, aku bisa telepon Eva untuk datang sekarang.""Ah ... jangan!" teriak Nadine.Melihat Nadine yang berusaha untuk menghindar dan sepasang matanya yang memancarkan perlawanan, emosi Reagan langsung memuncak. "Kenapa? Baru pisah beberapa hari saja sudah asing? Kita bukannya nggak pernah tidur bersama sebelumnya. Kamu mau pura-pura suci?"Saking marahnya, sekujur tubuh Nadine gemetaran. "Berengsek!" makinya.Reagan tertawa dingin dan mencengkeram dagunya. "Kamu pikir kamu masih berharga setelah meninggalkanku? Cuma orang bodoh yang mau nerima wanita yang sudah pernah ditiduri pria lain."Air mata Nadine berderai tanpa henti. Dia mena
Namun, Reagan juga bukan orang yang lemah. Dia mengangkat tangan dan mengarahkan tinjunya kepada Arnold."Mukul aku? Kamu kira kamu siapa?" Sambil mengayunkan tinju, Reagan memakinya, "Waktu kami jatuh cinta, kamu masih entah ada di mana ...."Arnold menangkap tinju yang dilayangkan Reagan. Berbeda dengan Reagan yang marah dan panik, Arnold tampak jauh lebih tenang dan rasional, meskipun sorot dingin di matanya tak bisa disembunyikan."Lalu kamu siapa? Mantan pacar yang sudah putus tapi terus menerornya atau pelaku pemerkosaan?" Setiap ucapan Arnold bagaikan pisau tajam yang menusuk di titik kelemahan Reagan."Kamu cari mati ...." Reagan mengerahkan kekuatan untuk menarik kembali tinjunya. Namun, genggaman Arnold tak bergerak sedikit pun."Cukup!" Saat itu Nadine sudah sepenuhnya sadar. Dia bangkit dari sofa sambil memegang erat jaket yang diberikan Arnold dengan tangan gemetaran. Tanpa melirik Reagan sedikit pun, Nadine berbicara sambil menunduk pada Arnold, "Arnold, maaf membuatmu me
Saat masih kuliah, Nadine paling suka makan di lantai dua, khususnya di stan makanan nusantara. Ada seorang bibi yang selalu tersenyum ramah saat melayaninya. Setiap kali Nadine datang, bibi itu selalu mengobrol dengannya, lalu menambah porsi daging ke piringnya.Dari kejauhan, Nadine sudah melihat stan tempat bibi itu berada. Semuanya masih sama seperti dulu.Tiga tahun setelah lulus, Nadine tidak yakin apakah bibi itu masih ingat dirinya. Namun, ketika dia berdiri dalam antrean dan maju untuk mengambil makanan, bibi itu sibuk menyiapkan porsi tanpa berkata apa pun.Akan tetapi, saat merasakan berat makanan di piringnya, Nadine tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Bibi."Arnold kemudian membayar dengan kartunya dan mencari tempat duduk."Sudah lama nggak makan di sini, rasanya masih sama seperti dulu," kata Nadine sambil tersenyum puas. Keterampilan memasak koki di sini masih tetap mempertahankan kualitasnya, bahkan mungkin semakin baik.Nadine teringat masa-masa kuliah. "Waktu kulia
Setelah masuk ke rumah, hal pertama yang dilakukan Nadine adalah menata buku-buku yang ada dalam karung. Setelah semuanya selesai, tubuhnya telah dibanjiri keringat.Setelah mandi dan keluar ke ruang tamu, Nadine melihat salep yang diletakkan di atas meja. Dia mengambilnya, lalu membuka tutup dan mengoleskan salep ke area memar di dada dan pinggangnya sambil bercermin. Salep itu terasa dingin dengan aroma mint yang segar. Dalam waktu singkat, rasa sakitnya mulai mereda.Saat ini masih belum terlalu larut, Nadine sebenarnya berniat untuk membaca buku. Namun setelah kelelahan seharian, kepalanya terasa sangat berat. Akhirnya, dia memilih untuk berbaring dan tertidur dengan cepat.Di tengah malam, Nadine mengalami mimpi buruk. Dalam mimpi itu, Reagan menyerangnya bagaikan seorang iblis. Tidak peduli seberapa kerasnya pun dia mencoba melawan, Reagan tetap tidak bisa diusir.Rasa takut dan cemas itu terasa begitu nyata, membuat Nadine mencengkeram erat kerah bajunya dan terbangun dengan nap
[ Datang saja.]Di sisi lain, Eva hampir melompat kegirangan ketika melihat pesan dari Reagan. Selama ini, dia sudah beberapa kali mencoba mendekati Reagan dengan berbagai cara, bahkan dengan godaan. Namun, pria itu selalu menolak dan tidak pernah merespons. Eva mengira kali ini akan sama, tetapi tidak disangka-sangka, Reagan justru setuju.Dia segera bangun, lalu bersiap-siap mengganti pakaian dan keluar.Teman sekamarnya yang belum tidur merasa heran melihat Eva masih ingin keluar di larut malam. "Eva, kamu mau ke mana malam-malam begini?""Kamu nggak ngerti. Waktu sedetik saja sangat berharga bagi pujaan hati. Yang bisa membuat si primadona kampus kita ini tergila-gila cuma pacarnya yang kaya dan tampan itu.," celetuk teman sekamarnya yang sedang asyik bermain game. Wajah Eva langsung memerah karena malu.Selama ini, Reagan selalu menahan diri untuk tidak menyentuhnya. Hal ini membuat Eva merasa bahwa pria itu bisa mencampakkannya kapan saja dan membuatnya merasa tidak aman.Namun,
"Akhirnya kamu sadar juga?" Teddy langsung bangkit dari sofa. "Nggak mau sok suci lagi ya?"Mendengar ejekannya, ekspresi Reagan bahkan tidak berubah sedikit pun. "Cuma sandiwara, kok. Bukannya nggak pernah begini juga dulu."Teddy menepuk tangannya. Dia merasa puas karena sahabatnya, Reagan, akhirnya kembali "normal". "Oke, akan kuatur segera. Dijamin bersih, nggak akan ada masalah."Setelah menutup telepon, Teddy sudah mengirimkan alamatnya dalam waktu kurang dari 5 menit.[ Hotel Bliss, 1080. Gadis ini sudah lama kuincar, masih perawan. Aku hadiahkan untukmu. ]Reagan menyeringai tipis, lalu mengambil jaketnya dan keluar. Malam semakin larut dan kehangatan malam pun menyelimuti.Keesokan paginya, Teddy keluar dari kamar sebelah dengan mengenakan jubah mandi. Semalam dia minum cukup banyak dan ketika terbangun lagi, hari sudah menjelang siang.Hotel Bliss adalah properti milik keluarga Teddy dan dia tinggal di suite mewah yang dikhususkan untuknya. Luasnya bahkan lebih besar daripada