Bab 8Kedekatan Abi dan Bella.Beberapa saat setelah aku mengakhiri obrolanku dengan Kak Raka, aku beranjak dari tempat tidur. Membuka laptop dan melihat penghasilan cerbungku hari ini yang belum sempat aku lihat sejak keberangkatanku ke Surabaya pagi tadi. "100 ribu? Ah, lumayan lah," gumamku, jika biasanya aku hanya mendapat 40 hingga 30 ribu untuk satu cerita, berbeda dengan hari ini, tentu itu membuatku semakin bersemangat. Kembali kusiapkan bab yang akan aku upload besok pagi. Hampir 2 jam aku berada di depan laptop, hanya hapus ulang, hapus ulang yang aku lakukan dan baru setengah dari bab yang aku selesaikan. Hari ini sepertinya moodku kurang baik, mungkin aku lelah, bukan lelah karena seharian aku sudah tidur. Lebih tepatnya aku kurang enak hati.Segera kumatikan laptopku dan berjalan menuju tempat tidur, rasa ingin tahuku kembali bermunculan saat kulihat dinding kamar, kuhentikan langkah, dan menempelkan telingaku pada dinding yang terhubung langsung dengan kamar sebelah.
Bab 9KEKECEWAAN BELLAPOV BELLAKubuka mata, kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Mataku mulai mengabsen sekelilingku, mencari keberadaan Abi setelah aku mengingat apa yang terjadi semalam. "Mana mungkin Abi masih di sini, tentu saja dia sudah kembali pada Tari," batinku.Aku bergegas ke kamar mandi, untuk mengambil wudhu. Jika biasanya aku ikut jamaah subuh, tapi hari ini aku melewatkannya, mungkin karena tidurku agak terganggu semalam sehingga aku tak mendengar adzan subuh berkumandang.Usai sembahyang dan mandi aku lakukan, aku segera mengganti pakaianku dengan baju santai. Aku harus ke pasar untuk membeli beberapa keperluan seperti sayur dan lain sebagainya.Kubuka pintu, bersamaan dengan itu, Abi juga membuka pintu depan, membuatku kaget. "Pagi, Bell," sapanya."P–agi," jawabku menunduk, berjalan menuju pintu. Jika aku merasa gugup dan malu karena sudah meminta Abi untuk menemaniku semalam, namun sepertinya berbeda dengan Abi yang terlihat santai seperti tidak ter
Bab 10Upaya AbiSetelah kepergian Abi, mereka lebih brutal dan tidak segan melakukan kekerasan. Kutundukkan kepalaku dari tatapan tajam mereka. Sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah pasrah, jika Abi sudah tidak peduli lalu apa yang diharapkan, siapa yang bisa menolongku? Di dunia ini hanya Abi lah yang aku miliki meski tak seutuhnya, tapi hanya dia lah keluargaku.Angkot dilajukan dengan kecepatan tinggi hingga kami sampai di sebuah tempat sepi. Aku tak mengerti apa yang mereka inginkan, jika menginginkan harta benda kami harusnya tidak membawa kami ke gudang kosong ini. Bawa saja harta kami dan pergi, tapi kenapa harus ke tempat ini segala?"Ambil semua barang, ponsel, semua," perintah bos dari para perampok itu. "Serahkan semua. Cepat!" seru merekamengambil semua barang kami termasuk tasku."Mana ponsel kamu?" tanya mereka."Ponsel? Ada kok di situ," jawabku menunjuk pada tasku yang sudah berada di tangan mereka."Jangan bohong! Nggak ada!" ucapnya menggeledah isi tasku."Kok bi
BAB 11SAKIT YANG SEMPURNAKutatap nanar Abi yang saat ini berada di depanku sedang memegang kemudi, aku sungguh tidak bisa lagi berpikir, rasanya pikiranku menemui jalan buntu. Semua seakan tidak berpihak padaku."Mbak, maaf ya, sakit?" tanya Meta membersihkan luka di sudut bibirku."Sedikit.""Met, kira-kira perlu ke rumah sakit nggak?" tanya Abi."Aku bilang nggak, Bi!" selaku"Aku tanya Meta, bukan Bella," tegas Abi.Kuhembuskan napas kasar."Sepertinya sih, nggak perlu, Pak. Cuma memarnya aja, nanti dari rumah di kompres sama es. Nanti kalau dibutuhkan atau Mbak Bella kenapa-kenapa, bapak telepon saya saja, akan saya kirim dokter ke rumah, nggak perlu repot- lrepot ke rumah sakit," jelasnya pada Abi."Gitu ... O iya, Met, kamu balik Jakarta kapan?""Besok, Pak.""Sebelum kamu balik, kamu pesen tiket ke Jakarta ya. Buat saya, Tari, dan Bella. Untuk besok." "Loh, kenapa aku juga?" tanyaku dengan nada tinggi. Kuturunkan suaraku saat aku sadar bahwa kami tidak sedang berdua tapi ada
BAB 12Sifat Abi yang berubah-ubah"Abi? Ngapain disini?" bisikku."Kondangan lah, Bell, kamu sendiri? Kenapa ke sini nggak ijin?" tanyanya balik.Aku termangu, kuambil napas lalu kubuang perlahan, kulihat teman-temanku sedang mengarahkan pandangannya padaku dan Abi. "Bos, bestie, bos," kataku pada teman-teman, tak lupa kuukir senyuman agar tak ada yang curiga."Itu kan Pak Abimana, kamu kerja di kantor pak Abi, Bell?" tanya Raya menegaskan."Iya ...," jawabku tersenyum samar, tak ku sangka, bahkan teman-temanku lebih tau siapa Abimana dibandingkan aku, istrinya."Wah, hebat Bella. Pak Abi, kalau cabang di Surabaya butuh karyawan, kami siap membantu," kata Raya lagi, ya, aku tau sebagian dari mereka belum mendapat pekerjaan mengingat kami adalah fresh graduate, pastinya masih ada yang mencari-cari pekerjaan saat ini."Raya, jangan bikin malu. Perusahaan juga bukan cuma milik Abi aja," celetukku, mereka menatapku bingung."Pak Abi maksudnya," ralatku."Ya, tapi kan lebih bonafit di tem
Bab 13Ketegangan antara Abi dan TariAkupun berpamitan pada teman-temanku sebelum mengikuti langkah Abi yang saat ini menuju ke arah Bu Ning dan suaminya, aku juga menemui Febi. Kuberikan saja alasan bahwa ada pekerjaan mendesak dan aku bisa dipecat jika tidak segera mengerjakannya. Bukanya aku menurut dan patuh pada Abi, namun, aku hanya tidak ingin ada keributan. Aku sadar sifatku dan Abi sama-sama keras, bisa saja perdebatan kami akan mengganggu hari bahagia Febi dan menimbulkan banyak spekulasi.Alhamdulillah mereka mengijinkan dan mempercayainya.Segera, aku menghampiri Abi yang tampak berbincang dengan suami Bu Ning. "Pak, saya dan Bella mau pamit, kami harus siap-siap untuk keberangkatan kami besok pagi," katanya yang tak sengaja aku dengar."Yah, sayang sekali.""Jangan seperti itu, Pak. Saya tau apa yang ada di pikiran bapak, Bella, kan?" kata Abi, Bella? Apa maksud Abi sesungguhnya?"Terima ini, Pak dan nggak perlu menunggu Bella untuk mendapat amplop banyak, Bella masih ba
Bab 14Keputusan AbimanaPOV BELLAKubuka pintu saat kuterima pesan dari Raya, bahwa dia sedang berada di depan rumahku. Tentu dengan sigap aku langsung terhenyak dari tempat tidurku. Kulihat maduku sudah sendiri, berdiri memunggungiku, sayup-sayup kudengar isakan dari balik badan maduku itu yang sepertinya memang sengaja dia sembunyikan dari orang lain terutama aku, ya tentu saja lah, dengan percaya dirinya dia menuduhku. Eh, nyatanya dia sendiri yang menangis tersedu-sedu. Kena mental nggak coba? Emang enak? "Tari ... haih, ngapain? Raya lebih meresahkan," gumamku membatalkan keinginanku untuk bertanya pada Tari tentang apa yang terjadi.Aku berlari menuju pintu depan, membukanya, dan keluar. Tak lupa kukunci pintu dari luar agar Raya tidak nyelonong masuk seperti biasa."Bella ...." teriak Raya menghambur ke pelukanku."Raya, ngapain kesini?" tanyaku."Setidaknya biarkan aku masuk dulu dong, Bell. Aku lelah tau," ucapnya seraya berjalan ke arah pintu. Kuikuti langkah Raya dengan be
Bab 15Siasat BellaPOV BELLA"Da ... Raya, semangat, ya," kataku melambaikan tangan saat Raya memasuki taksi onlinenya.Aku bergegas masuk, sebelum ada yang mau keluar dan kesusahan membuka pintu karena aku sudah menguncinya dari luar tanpa sepengetahuan orang yang ada di dalam.Cekrek! Kubuka pintu lalu masuk dan membalikkan badanku.Deg ... jantungku hampir copot saat kulihat Tari berdiri di belakangku tanpa suara, menyilangkan tangan, menatapku tajam."Tari, jangan menghantui hidupku terus, datang tanpa permisi, kenapa nggak pergi tanpa permisi aja, sih!" omelku, aku pun melangkah pergi. Tiba-tiba tangan Tari mencekalku dan membuat langkahku terhenti."Apaan sih, Tari! lepas!" kataku menghempaskan tangan Tari."Bella, aku mau bicara denganmu. Duduklah, sebelum Abi keluar!" katanya, dari kata dan gelagat Tari sepertinya dia akan bermain di belakang Abi kali ini.Aku pun duduk, tidak ada salahnya mempermainkan balik dia setelah aku mengetahui apa rencananya. "Buruan, aku nggak ada b