Beranda / Pernikahan / Tak Semanis Madu / 11. Sakit yang sempurna

Share

11. Sakit yang sempurna

Penulis: Novita Sadewa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-16 06:26:36

BAB 11

SAKIT YANG SEMPURNA

Kutatap nanar Abi yang saat ini berada di depanku sedang memegang kemudi, aku sungguh tidak bisa lagi berpikir, rasanya pikiranku menemui jalan buntu. Semua seakan tidak berpihak padaku.

"Mbak, maaf ya, sakit?" tanya Meta membersihkan luka di sudut bibirku.

"Sedikit."

"Met, kira-kira perlu ke rumah sakit nggak?" tanya Abi.

"Aku bilang nggak, Bi!" selaku

"Aku tanya Meta, bukan Bella," tegas Abi.

Kuhembuskan napas kasar.

"Sepertinya sih, nggak perlu, Pak. Cuma memarnya aja, nanti dari rumah di kompres sama es. Nanti kalau dibutuhkan atau Mbak Bella kenapa-kenapa, bapak telepon saya saja, akan saya kirim dokter ke rumah, nggak perlu repot- lrepot ke rumah sakit," jelasnya pada Abi.

"Gitu ... O iya, Met, kamu balik Jakarta kapan?"

"Besok, Pak."

"Sebelum kamu balik, kamu pesen tiket ke Jakarta ya. Buat saya, Tari, dan Bella. Untuk besok."

"Loh, kenapa aku juga?" tanyaku dengan nada tinggi. Kuturunkan suaraku saat aku sadar bahwa kami tidak sedang berdua tapi ada
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tak Semanis Madu   12. Sifat Abi yang berubah-ubah

    BAB 12Sifat Abi yang berubah-ubah"Abi? Ngapain disini?" bisikku."Kondangan lah, Bell, kamu sendiri? Kenapa ke sini nggak ijin?" tanyanya balik.Aku termangu, kuambil napas lalu kubuang perlahan, kulihat teman-temanku sedang mengarahkan pandangannya padaku dan Abi. "Bos, bestie, bos," kataku pada teman-teman, tak lupa kuukir senyuman agar tak ada yang curiga."Itu kan Pak Abimana, kamu kerja di kantor pak Abi, Bell?" tanya Raya menegaskan."Iya ...," jawabku tersenyum samar, tak ku sangka, bahkan teman-temanku lebih tau siapa Abimana dibandingkan aku, istrinya."Wah, hebat Bella. Pak Abi, kalau cabang di Surabaya butuh karyawan, kami siap membantu," kata Raya lagi, ya, aku tau sebagian dari mereka belum mendapat pekerjaan mengingat kami adalah fresh graduate, pastinya masih ada yang mencari-cari pekerjaan saat ini."Raya, jangan bikin malu. Perusahaan juga bukan cuma milik Abi aja," celetukku, mereka menatapku bingung."Pak Abi maksudnya," ralatku."Ya, tapi kan lebih bonafit di tem

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-17
  • Tak Semanis Madu   13. Ketegangan antara Abi dan Tari

    Bab 13Ketegangan antara Abi dan TariAkupun berpamitan pada teman-temanku sebelum mengikuti langkah Abi yang saat ini menuju ke arah Bu Ning dan suaminya, aku juga menemui Febi. Kuberikan saja alasan bahwa ada pekerjaan mendesak dan aku bisa dipecat jika tidak segera mengerjakannya. Bukanya aku menurut dan patuh pada Abi, namun, aku hanya tidak ingin ada keributan. Aku sadar sifatku dan Abi sama-sama keras, bisa saja perdebatan kami akan mengganggu hari bahagia Febi dan menimbulkan banyak spekulasi.Alhamdulillah mereka mengijinkan dan mempercayainya.Segera, aku menghampiri Abi yang tampak berbincang dengan suami Bu Ning. "Pak, saya dan Bella mau pamit, kami harus siap-siap untuk keberangkatan kami besok pagi," katanya yang tak sengaja aku dengar."Yah, sayang sekali.""Jangan seperti itu, Pak. Saya tau apa yang ada di pikiran bapak, Bella, kan?" kata Abi, Bella? Apa maksud Abi sesungguhnya?"Terima ini, Pak dan nggak perlu menunggu Bella untuk mendapat amplop banyak, Bella masih ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-18
  • Tak Semanis Madu   14. Keputusan Abimana

    Bab 14Keputusan AbimanaPOV BELLAKubuka pintu saat kuterima pesan dari Raya, bahwa dia sedang berada di depan rumahku. Tentu dengan sigap aku langsung terhenyak dari tempat tidurku. Kulihat maduku sudah sendiri, berdiri memunggungiku, sayup-sayup kudengar isakan dari balik badan maduku itu yang sepertinya memang sengaja dia sembunyikan dari orang lain terutama aku, ya tentu saja lah, dengan percaya dirinya dia menuduhku. Eh, nyatanya dia sendiri yang menangis tersedu-sedu. Kena mental nggak coba? Emang enak? "Tari ... haih, ngapain? Raya lebih meresahkan," gumamku membatalkan keinginanku untuk bertanya pada Tari tentang apa yang terjadi.Aku berlari menuju pintu depan, membukanya, dan keluar. Tak lupa kukunci pintu dari luar agar Raya tidak nyelonong masuk seperti biasa."Bella ...." teriak Raya menghambur ke pelukanku."Raya, ngapain kesini?" tanyaku."Setidaknya biarkan aku masuk dulu dong, Bell. Aku lelah tau," ucapnya seraya berjalan ke arah pintu. Kuikuti langkah Raya dengan be

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-19
  • Tak Semanis Madu   15. Siasat Bella

    Bab 15Siasat BellaPOV BELLA"Da ... Raya, semangat, ya," kataku melambaikan tangan saat Raya memasuki taksi onlinenya.Aku bergegas masuk, sebelum ada yang mau keluar dan kesusahan membuka pintu karena aku sudah menguncinya dari luar tanpa sepengetahuan orang yang ada di dalam.Cekrek! Kubuka pintu lalu masuk dan membalikkan badanku.Deg ... jantungku hampir copot saat kulihat Tari berdiri di belakangku tanpa suara, menyilangkan tangan, menatapku tajam."Tari, jangan menghantui hidupku terus, datang tanpa permisi, kenapa nggak pergi tanpa permisi aja, sih!" omelku, aku pun melangkah pergi. Tiba-tiba tangan Tari mencekalku dan membuat langkahku terhenti."Apaan sih, Tari! lepas!" kataku menghempaskan tangan Tari."Bella, aku mau bicara denganmu. Duduklah, sebelum Abi keluar!" katanya, dari kata dan gelagat Tari sepertinya dia akan bermain di belakang Abi kali ini.Aku pun duduk, tidak ada salahnya mempermainkan balik dia setelah aku mengetahui apa rencananya. "Buruan, aku nggak ada b

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-19
  • Tak Semanis Madu   16. Pura-pura

    Bab 16Pura-pura Kututup pintu dan tertawa sepuasnya. " Hahahaha ...." "Nggak Bell, belum saat nya tertawa, jalan masih panjang," gumamku menghentikan tawaku.Kuletakkan tas lalu berbenah, seperti apa kata Abi, kita akan kembali ke Jakarta besok. Walau berat, namun aku harus tetap menjalani, terlebih aku harus mengurus cafe yang baru saja aku rintis.Setelah semua selesai, aku mengistirahatkan dan membaringkan tubuhku di ranjang. Bruk!Terdengar suara pintu kamar sebelah ditutup kasar.Entah, ada apa sebenarnya aku tak peduli. Tapi terlalu sayang untuk dilewatkan jika yang terjadi adalah hal buruk untuk mereka. Kubuka perlahan pintu lalu kulihat dengan seksama, mencengangkan, Abi dengan bantal dan selimutnya tidur di sofa ruang keluarga. Kututup dan kukunci pintu kamarku rapat-rapat, aku tak ingin ikut campur atau tau masalah mereka, tujuanku hanya membuat mereka tahu diri dan menyesal telah menyakiti hatiku yang masih terluka atas kepergian kedua orang tuaku.Kembali, kupejamkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Tak Semanis Madu   17. Kehebohan di Cafe

    Bab 17Kehebohan di CafeKupersilahkan Pak Bagas dan Pak Pradipta untuk masuk ke ruanganku. Namun, Pak Pradipta menolak. Berbeda dengan Pak Bagas, bosnya itu terlihat lebih tidak bersahabat. Dengan bintik merah di wajahnya, aku yakin korban dari karyawanku ini adalah si bos songong ini."Maafkan atas keteledoran karyawan kami. Kami akan mengganti seluruh biaya pengobatan bapak," kataku dengan lembut."Kalian pikir, saya tidak bisa berobat?" Salah paham, itu yang justru dia pikirkan pada kami."Bukan, Pak, bukan begitu, kami tau kami salah, maka dari itu kami juga harus bertanggung jawab. Jangan menuntut cafe kami, kami janji akan lebih berhati-hati kedepannya," jelasku panjang lebar.Ia tersenyum sinis."Tolong, Pak. Cafe ini baru saja kami buka, kalau masalah ini tidak diselesaikan secara kekeluargaan, cafe kami bisa tutup sebelum berkembang," mohonku. Kutangkupkan kedua tanganku di dada."Bagas, kita pergi! Berdebat dengan wanita hanya akan membuat kita rugi, aku kira pemiliknya pri

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-21
  • Tak Semanis Madu   18. Perubahan Tari

    Bab 18Perubahan TariPOV BELLAMengejutkan, Tari datang saat Abi masih memelukku, tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Segera, kuraih pundak Abi. "Apa, Bi? Kamu merindukanku? Sampe kamu kesini dan memilih cafe ini untuk meeting? Ya, ampun Abi, bukannya di Surabaya kita sudah sering berdua saja?" ucapku manja.Abi tersenyum miring dan masih setia di tempat dan posisi yang sama tidak beranjak menemui Tari."Ya, aku merindukanmu. Sampai aku tidak sabar menunggumu pulang," ceplos Abi.Jujur aku tak percaya dengan jawaban Abi kali ini, tapi aku tak mau ambil pusing. Karena jawaban Abi kali ini sangat menguntungkan bagiku."Mas Abi, Bella, kalian ....""Tari, tinggalkan kami, ada yang harus aku selesaikan dengan Bella," kata Abi, bahkan dia mengusir Tari. Benar-benar membingungkan, semoga saja tidak ada rencana lain dari Abi."Apa?" Tari seakan tak percaya dengan perkataan pujaan hatinya ini."Tari, mengertilah," sambung Abi.Dengan wajah marah dan hentakan kaki, Tari meninggalkan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Tak Semanis Madu   19. Kejutan yang bertubi

    Bab 19Kejutan yang bertubi"Sri, aku berangkat, ya," pamitku setelah kukembalikan amplop Tari."Nggak sarapan dulu, Mbak?""Di cafe aja, lagi pula aku ada seminar, Sri," jawabku.Terdengar suara bel berbunyi. Asri bergegas membukanya. Beberapa saat kemudian aku mengikuti Asri, karena dia tak kunjung kembali."Siapa, Sri?" tanyaku menghampiri."Ini, Mbak, mamanya Mbak Tari."Kuulurkan tangan bermaksud menyalami, ini adalah kali pertama aku bertemu dengan ibu dari maduku, karena urusanku dengan Tari jadi ku pikir tidak baik jika berlaku sama pada ibunya. Namun, ternyata aku sudah salah mengira. Dia tidak membalas uluran tanganku, ia justru melengos sinis padaku. Dari gelagatnya sudah bisa dipastikan kebencian itu begitu nyata."Mama, udah dateng?" ucap Tari menghampiri mamanya."O ... jadi ini, Tar? Gundik si Abi?" Pertanyaan itu jelas dan lugas ditujukan untuk menyindirku. Hinaan itu sontak membuatku naik pitam."Apa Tante bilang? Gundik? Apa Tante tidak paham arti kata gundik? Saya j

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23

Bab terbaru

  • Tak Semanis Madu   175. Ending

    POV BellaDi sini aku sendiri, menahan sakit dan bertaruh nyawa melahirkan buah cintaku dengan Abi. Di sana entah apa yang terjadi, apakah Abi sudah mengucap ijab kabul kembali dengan Tari atau sedang bertaruh nyawa berjuang untuk melepaskan diri. Sakitnya melahirkan bercampur dengan sakit hati yang semakin dalam saat kuingat kata talak dari Abimana, kata itu terus terngiang di telinga ini. Tak percaya, bahwa sekarang aku bukan lagi istri dari Abimana, pria hebat dengan sejuta pesona. Dia akan kembali pada wanita itu. Wanita yang begitu terobsesi dan tak mau melepaskan apa yang sudah menjadi milik orang.Lukaku bertambah saat kulihat Papa Hayuda yang juga mengalami luka, Asri yang terus menemani dengan setia. Juga ikut merasakan pedihnya hatiku, menangis di luar sana. Pak Nardi yang terluka cukup parah karena sempat menghadapi mereka sendirian juga sedang dirawat di sini atas permintaan Papa dan permohonan Papa pada kedua laki-laki itu."Dokter, apa perlu operasi? Kenapa anak saya be

  • Tak Semanis Madu   174. POV Adip

    POV AdipPapa menghubungi melalui pesan dari nomor yang tidak aku ketahui saat aku sedang mempersiapkan berkas rapat nanti siang bersama Meta. Papa mengatakan, bahwa Abi dan keluarganya sedang dalam bahaya. Bahkan sekarang Bella sedang bertaruh nyawa sendirian, melahirkan tanpa Abi, karena Abi sedang ditawan oleh Tari. Begitu panjang pesan yang yang Papa kirimkan, termasuk kondisi yang ada di dalam rumah Abi ia gambarkan. Aku tau, Papa sedang menyuruhku untuk bertindak tanpa ada kesalahan. Seketika aku pun bangkit dari tempat duduk.[Papa ingin kedua putra Papa kembali dengan selamat.] Pesan Papa yang terakhir membuatku semakin terenyuh. "Ada apa, Pak?" tanya Meta yang duduk menata berkas untuk rapat."Aku harus pergi, Met. Kamu ke rumah sakit. Bella mau lahiran dan Abi sedang ditawan Tari di rumahnya." "Apa?" Meta pun beranjak dan terlihat begitu terkejut.Kuberikan ponsel agar Meta membacanya sendiri. Ia pun meraihnya lalu membaca pesan Papa."Aku akan mencari bantuan.""Saya akan

  • Tak Semanis Madu   173. Talak 2

    POV ABIAku sungguh merasa kecolongan, tak pernah ada di benakku akan seperti ini. Kukira semua akan baik-baik saja. Kacau, pikiranku sungguh kacau seolah tak bisa berputar saat kulihat Bella menahan sakit yang teramat. Melihat air mata yang juga tumpah di mana-mana, Asri, Pak Nardi, Papa, dan juga Bella yang menangis melihat keadaan Bella. Membuatku semakin kacau. Di saat aku melihat anak dan istriku dalam bahaya, Tari justru terus mendesak. Hal yang konyol dia minta. Talakku pada Bella yang tengah mengandung buah hati kami.Perlahan aku melangkah, gontai, air mataku pun tumpah. Kuraih jemari Bella yang juga terisak. Mengatakan talak bukanlah sebuah permainan terlebih pada wanita yang teramat aku sayang.Namun, memikirkan keselamatan dua orang yang begitu aku kasihi adalah yang utama. Sebagai seorang kepala keluarga aku harus bisa berkorban demi keselamatan mereka.Berat namun akhirnya kata itu terucap juga. Kutitipkan Bella dan anakku pada Papa, saat ini hanya Papa yang bisa aku a

  • Tak Semanis Madu   172. Talak

    "Jangan mimpi kamu, Tari. Selamanya Bella akan tetap menjadi istriku," tolak Abi mentah-mentah.Tari terbahak, sepertinya dia sudah tidak waras. Dendamnya begitu besar pada kami sehingga perbuatannya sudah tidak bisa di jangkau oleh logika."Apa kamu pikir setelah apa yang kalian lakukan padaku aku akan diam begitu saja, Mas?! Kamu sudah merenggut semuanya, bahkan perusahaan Papa bangkrut karenamu!""Perusahaan kalian bangkrut karena memang sudah seharusnya! Karena barang curian tidak akan pernah bertahan lama jika pemiliknya sudah mengetahui. Aku harap kamu ingat dengan ide yang kau curi di Batam, atau kamu sudah hilang ingatan?! Satu lagi, jangan panggil Mas padaku, jijik aku mendengarnya!" kata Abi lantang. "Apa karena istri kamu itu tidak bisa memanggil kamu dengan sebutan itu?" "Diam kamu, Tari!" Mereka terus berdebat mengeluarkan semua kata-kata kasar. Hingga aku merasa ada yang keluar dan basah."Abi!" teriakku saat kulihat cairan keluar. Asri dan Papa yang masih melihat ket

  • Tak Semanis Madu   171. Kedatangan tamu 2

    "Tari?!" lirihku. "Pak Nardi?!" Aku tersentak saat kulihat Pak Nardi sudah terikat dan terluka, mulutnya pun sudah ditutup oleh lakban. Tampak Pak Nardi memberi isyarat pada kami untuk berlari. Karena sepertinya Tari datang dengan niat tidak baik.Cepat aku dan Asri menutup pintu namun ditahan oleh laki-laki yang menemani Tari. Laki-laki bertubuh besar dan jumlahnya pun banyak.Mereka mendorong kami, beruntung aku hanya terhuyung tak sampai terjatuh karena Asri dengan cepat meraih tanganku."Apa maumu?" tanyaku. Mereka mendesak masuk ke dalam."Siapa, Bell?" Papa pun datang menghampiri setelah mendengar keributan."Tari?" Tak kalah sepertiku, Papa pun terlihat begitu kaget. Dua orang menyergap Papa yang berlari ke arah kami, bersamaan dengan itu dua orang mencekal kedua tanganku dan tangan Asri. "Apa-apaan ini, Tari?" berontak Papa memaksa untuk lepas dari kedua pria bertubuh kekar itu. Namun mereka mencengkeram tangan Papa lebih kuat. "Tenang, calon Papa mertua."Deg! Calon m

  • Tak Semanis Madu   170. Kedatangan tamu

    Di luar rencana sebelumnya yang hanya beberapa hari di Batam ternyata sampai sekarang Abi belum juga pulang. Ya, sudah hampir dua minggu Abi di Batam, rencananya besok baru akan pulang. Meski Abi selalu menghubungi lewat pesan atau video call, tetap saja hatiku hampa tanpa kehadirannya. Setiap malam biasanya dia memijat kaki yang semakin hari semakin terasa mudah sekali lelah. Sekarang Asri yang melakukannya, namun tak bisa setiap hari karena aku kasihan jika Asri harus melakukannya setiap hari.Tak jarang pula Abi berbicara pada anaknya walau hanya melalui ponsel, untuk sekedar menasehatinya untuk tidak nakal dan menjaga Mamanya."Sudah, Sri. Kamu istirahat sudah malam," kataku pada Asri yang tengah memijat kakiku saat kulihat benda pipih persegi panjang yang aku letakkan di atas nakas sebelahku itu berpendar. "Jangan lupa diminum susunya, Mbak. Nanti kalau Mas Abi telepon Asri biar bisa bilang sudah, Mas," kata Asri. Aku terkekeh, pasti mereka sering berhubungan melalui ponsel dan

  • Tak Semanis Madu   169. Ribetnya seorang Abimana 2

    "Bisa aja kamu, Bell," jawab Abi menggaruk tengkuknya, malu.Keluar dari kamar kulihat Papa duduk di sofa membaca majalah, majalah kami yang semakin berkembang pesat meski konsultasi Pak Christian dan Kak Raka secara virtual dengan Abi karena jarak yang jauh. "Papa mau nasi goreng? Sekalian Bella buatin, mau buatin Abi soalnya." tawarku."Memangnya kamu sudah boleh masak sama suamimu yang lebai itu?" tanya Papa, sejauh ini hubungan mereka masih sama, tak ada perubahan. Entah mau sampai kapan, kukira dengan kehamilanku akan membuat keduanya semakin dekat, namun kenyataannya tidak. Pernah aku meminta mereka untuk pergi bersama mencari rujak cingur di Surabaya dengan alasan permintaan bayi. Abi menolak dengan alasan akan basi, aku menjawab dan mengajari untuk beli saat waktu penerbangan sudah dekat, bumbu di pisah. Niat hati ingin mendekatkan mereka dengan menyuruh mencari makanan lebih jauh agar bisa menginap bersama. Aku malah ditertawakan. Abi membaca rencana dan tujuanku. Gagal la

  • Tak Semanis Madu   168. Ribetnya seorang Abimana

    Hari terasa begitu cepat, perut ini pun sudah semakin membesar seiring berjalannya acara tujuh bulanan beberapa waktu lalu. Menurut dokter, usia kandungan sudah menginjak 38 minggu. Tapi di usia kandungan yang semakin membesar, aku harus melepas Abi untuk pergi ke Batam karena suatu hal yang terjadi di proyek Batam dan memerlukan penanganan dari Abi secara langsung.Hayuda pun sudah mulai berangsur stabil. Sedangkan Mama belum juga diketahui ada di mana. "Hai anak papa, jangan nakal ya, besok Papa mau ke Batam dulu. Jagain Mama biar nggak ganjen sama si Dedi itu, ya," sindir Abi yang meletakkan kepalanya di pangkuanku, mengusap dan mengecup perut yang semakin membesar ini tiada henti. Itulah aktifitas Abi selama beberapa bulan ini setiap malam menjelang tidur. Sedang aku mengusap kepalanya."Ih, Abi, siapa yang ganjen, jangan fitnah di depan anak," keluhku, saat ini kami ada di atas ranjang big size kamarku, Abi meninggalkan kamarnya dan tidur di kamarku sejak kami pulang ke Jakart

  • Tak Semanis Madu   167. Rayuan Abi 2

    Beranjak aku berdiri menyamainya. "Sayang, kalau aku lihat kamu terus jadi nggak tega untuk pergi, pengennya deket kamu terus, sayang-sayangan sama kamu," rayuku membelai wajah yang semakin hari semakin memancarkan aura kecantikan dan keibuan itu. Terdengar klise memang, tapi sangat dibutuhkan kalau hanya sekedar untuk merayu ibu hamil, meski aku sendiri kadang suka eneg setiap mendengar rayuanku."Benarkah?" tanyanya memelukku sejenak, Namun tiba-tiba melangkah menuju ke depan meja rias."Sini deh, lihat, perutku sudah mulai membuncit. Pantas saja kamu tidak tertarik lagi," ucapnya di depan kaca. Mengamati bentuk tubuhnya dari berbagai arah, tampaknya dia terganggu saat memelukku dan perut buncit itu bersentuhan dengan perutku terlebih dahulu.Aku pun mendekati dan memeluknya dari belakang, mengusap perut yang sudah mulai terlihat berisi. Terlihat dari pantulan cermin besar yang ada di depan sana wajah masam dari istri kesayangan. "S*eksi, aku suka. Ini yang membuat aku semakin cinta

DMCA.com Protection Status