Share

33. Mari Pulang!

Penulis: Novita Sadewa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-27 05:34:27

PART 33

Mari pulang!

Taksi yang aku pesan sudah datang, dengan langkah tertatih menahan sakit, aku segera masuk dan ku suruh taksi menuju kantor penerbit di mana Bella bekerja. Begitu paniknya aku hingga aku lupa tidak membawa uang. Namun, begitu aku melihat ponsel di tanganku, aku pun merasa tenang. Dengan ponsel yang aku bawa aku bisa membayar taksi via transfer.

"Lebih cepat, Pak!" seruku.

"Iya, Mas."

Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kantor Bella. Dengan cepat aku turun, memasuki gerbang perusahaan.

"Mau kemana, Mas?" tanya security yang menjaga gerbang utama padaku, berdiri di hadapanku, lebih tepatnya menghadangku agar tidak masuk ke dalam. Ia menatapku dengan tatapan sinis. Ya, tampilanku jauh dari kata mewah, aku hanya mengenakan sweater dan celana bahan yang dibeli Bella dari pasar. Tapi, tetap saja, seharusnya mereka tidak boleh seperti itu pada tamu.

"Maaf, Pak. Apa Bella ada di dalam?" tanyaku.

"Bella? Siapa Bella?" tanyanya dengan tatapan tak suka.

"Karyawan baru,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tak Semanis Madu   34. Lupakan Raka!

    Bab 34Lupakan Raka!Abi mengerti dan tanggap, ia berhenti di depan rumah tetangga sebelah. "Bella, kamu kok baru pulang? Bukannya kamu sudah pulang dari tadi? Terus, kok nyeker? Kaki kamu kenapa?" cecar Kak Raka, berjalan ke arahku, mendekatiku.Kutata hati. menarik napas dan kuhembuskan perlahan. Semoga tidak sampai kehilangan kendali dan berakibat menjatuhkan harga diri sendiri di depan Kak Raka."Tadi, aku cari makan dulu, terus sepatuku patah saat ngejar bis." jawabku menutupi."Terus, kamu nggak papa?" tanyanya meraih tanganku, aku menepisnya. Mulai hari ini aku harus sadar dan benar-benar akan menghapusnya, sepuluh tahun sudah aku hidup dalam bayang-bayang cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan ini adalah saatnya aku bersahabat dengan realita. Realitanya sudah jelas bahwa Kak Raka hanya untuk Nadia bukan untuk Bella. Berhenti dan lupakan."Kakak kenapa kesini malam- malam?" "Ini, Bell, file yang kamu kasih kayaknya ketuker, deh." File, dia ke sini untuk file rupanya. "O ya?

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-27
  • Tak Semanis Madu   35. Hidup Baru

    Bab 35Hidup BaruPOV BELLAAku mengerjap, rasanya tubuhku masih terasa lemah, ku lihat sekelilingku. Seorang suster sedang duduk di sofa membaca majalah. "Sus..." lirihku dengan suara lemah."Mbak, mbak sudah sadar?" tanyanya beranjak mendatangiku."Abi, dimana?""O, Pak Abi? Pak Abi ada urusan, tadi setelah mbak keluar dari ruang operasi dan menemui dokter, beliau langsung pergi dan menitipkan mbak pada saya. Saya yang akan menemani mbak selama 24 jam. Perkenalkan, nama saya Dewi." ujarnya dengan sejuta senyuman."Saya, Bella. Sus, kalau boleh tau, Abi, maksudnya kakak saya pergi itu, pergi kemana?" tanyaku lagi."Kalau itu saya kurang tahu, mbak."Pandanganku beralih pada ruangan di sekelilingku, ruangan ini tidak sesuai dengan ruangan yang tertera di kartu kesehatanku. "Apa karena ini Abi pergi? apa Abi sedang mencari uang untuk biaya pengobatan? tapi kemana? teman- teman lamanya?" Batinku bertanya."Sus, saya mau turun kelas saja, saya nggak punya biaya kalau harus ditempatkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-27
  • Tak Semanis Madu   36. Pulang A

    36"Saya nggak ada urusan sama, Bapak, ya!""Tapi aku ada!""G*la, kenal aja nggak.""Maka dari itu, dengan bersama kita akan saling mengenal," ucapnya membuatku semakin geram, kukerahkan seluruh tenagaku untuk melepaskan tanganku darinya. Namun, dia justru semakin kuat mencengkeram tanganku."Adip! Lepaskan Bella! Dia milikku, tidak ada yang bisa menyentuhnya selain aku!" Tiba- tiba, Abi dan Meta datang mengejutkan kami. Entah darimana dia datang aku kurang begitu memperhatikan.Aku meringis sakit, saat laki-laki ini justru semakin kuat mencengkeram tanganku begitu Abi datang. Cengkeraman yang seolah menggambarkan kebencian yang begitu dalam. Dengan cepat seperti kilat, Abi mencengkeram kerah baju laki-laki itu dan mendesaknya mundur hingga tangan itu terlepas dari tanganku. Tubuh laki-laki itu pun terdesak mundur hingga membentur mobil yang ada di belakangnya.Kupegangi pergelangan tangan yang memerah dan terasa panas."Bagas!" teriak laki-laki tersebut. Tampak seorang laki-laki ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Tak Semanis Madu   37. Pulang B

    37. Pulang BApa Mbak Bella baik-baik saja?" tanya Meta yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku. Aku mengangguk pelan. "Saya, permisi." Dengan cepat kutinggalkan Abi yang masih berjarak agak jauh dari tempatku berdiri saat ini."Mbak." Meta mencoba menahanku dengan meraih tanganku. Aku menepis, aku tak mau lagi berurusan dengan Abi. Aku takut terluka, aku takut kecewa lagi dan lagi.Terlebih saat kulihat penampilan Abi yang berbeda jauh dengan saat ia tinggal bersamaku dan masih bersama Meta. Jelas, dia sudah membohongiku selama ini.Kupercepat langkah dan berharap mereka tak mengejar. "Bella, berhenti, Bell." Tangan itu meraih tanganku, menarikku dan membawaku ke dalam pelukannya. Tentu saja, aku tidak membalas pelukan itu, meski terasa hangat, tetap saja aku tak boleh kehilangan kendali."Apa kamu marah denganku, Bell?" lirihnya."Jangan seperti ini, ada Meta!" tolakku. Aku masih punya rasa malu, meski dada ini sudah sangat ingin mencaci dan memakai Abi. Aku masih ada rasa sungkan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Tak Semanis Madu   38. Pulang C

    38. Pulang CDeg ... apa Abi sedang meminta jawaban atas pernyataan cintanya? "Surat apa?""Ya surat, surat yang aku titipkan sama Suster Dewi," jawabnya sambil sesekali menoleh ke arahku."Aku tidak mengerti apa maksud surat itu." Lebih baik berkelit daripada sakit.Mobil dihentikan secara tiba-tiba. Kemudian Abi keluar dan masuk ke belakang lalu duduk di sampingku. "Kenapa?" tanyaku bingung."Aku, akan membuatmu mengerti maksud dari surat itu, Bell." ucapnya dengan tatapan tajam membuat jantungku berdebar kencang."Aku ....""Bella ... aku ingin rujuk denganmu. Aku ingin memulainya dari awal, di mana hanya ada aku dan kamu, tanpa ada kata dia. Raka ataupun Tari. "Suasana begitu berbeda, udara malam terasa panas saat aku mendengar kata- kata Abi.Deg ... deg ... deg ... jantungku seolah berpacu. "Aku tidak bisa, maaf, ini terlalu cepat dan tidak masuk akal.""Kalau ini terlalu cepat,m maka aku akan menunggumu.""Aku tidak bisa percaya begitu saja padamu," elakku."Aku akan membuatm

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • Tak Semanis Madu   39. Perdebatan 1

    Bab 37PerdebatanPOV ABIApa yang aku perkirakan akhirnya terjadi juga. Aku yakin, Mama datang untuk menghakimiku. Masalahku dengan Adip beberapa waktu lalu di kantorku saja belum selesai, sekarang tambah lagi dengan Adip yang harus pulang membawa memar di wajahnya, pastilah, Mama tidak akan terima."Saya tunggu di luar, Pak," kata Meta ke luar menutup pintu. Meta memang sangat pengertian, dia tau, bahwa, aku dan Bella perlu bicara berdua."Bi, apa ini semua karena tadi? Karena aku? Karena kamu membantuku?" tanya Bella dengan wajah penuh rasa bersalah."Bukan, ini masalahku dengan keluargaku. Jangan berpikir yang tidak- tidak," hiburku.Hening,"Apa ... aku boleh pergi malam ini, Bell?" tanyaku meraih wajah Bella yang tertunduk lesu. "Hei ... kenapa? Ini bukan salahmu, aku akan menyelesaikannya." lembutku. Kubimbing wajah itu untuk menatapku."Kenapa?" tanyaku lagi."Pergilah, bawalah nasimu, makanlah di jalan jika lapar, jangan mengantuk. Kasihan Meta kalau harus terus menjadi supi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Tak Semanis Madu   40. Perdebatan 2

    POV BELLAKulihat pesan masuk di ponselku saat aku beranjak untuk menunaikan sholat subuh.[Assalamualaikum, Bella, calon pacar. Masalahku sudah selesai jangan merasa bersalah lagi, ya!][Hari ini aku ke Surabaya, hubungi aku jika ada yang kamu inginkan dari kotamu.]Begitulah bunyi pesan yang aku baca, sudah jelas itu dari siapa."Abimana? sejak kapan aku menyimpan kontaknya dengan nama Abiyours? Abiyours, bukannya Abi milikmu? Idih ulah Abi lagi pasti ini? Calon pacar? Apa dia sudah lupa umur, menyebutku calon pacar?" tanyaku pada diri sendiri saat kulihat nama dari pengirim. [Waalaikumsalam,]Send,Kukira sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas. Namun, menjawab salam adalah kewajiban. Akupun bergegas melakukan aktifitas seperti biasa. Langkahku terhenti, saat kulihat kalender yang sudah aku lingkari, teringat akan pertunangan Kak Raka malam ini. Aku termangu untuk sesaat. Kemudian dengan cepat aku menepis segala lamunanku.Sesampainya aku di kantor dan memasuki gerbang utama.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Tak Semanis Madu   41. Siasat Abi 1

    Siasat Abi."Tangan ini ...," batinku menerka saat tangan kokoh dengan jam tangan yang sudah tidak asing lagi bagiku, melingkar di pundakku."Pak Abimana," kata Raya mengejutkan."Abi?" sentakku kaget bukan kepalang."Jangan menyentuhnya, dia milikku," celetuknya.Kata-kata pamungkas yang selalu keluar dari mulut Abi, membuatku terperangah. Tak hanya aku, semua yang mendengar pasti juga akan terkejut dan terperangah. Terlihat jelas, semua yang ada di depanku saat ini menunjukkan ekspresi kaget, dengan mata dan mulut membulat yang membulat sempurna. Termasuk Nadia dan Vany.Dengan cepat aku menjauhkan tangan itu dari pundakku, dan membalikkan badanku.Deg ... tak jauh berbeda dengan mereka, mataku pun membulat sempurna. Saat kulihat Abi berdiri di hadapanku bersama Meta."Apa perlu ditindak, Pak?" tanya Meta setengah berbisik."Jangan ... jangan buat rusuh acara orang," jawab Abi dengan suara pelan, namun masih terdengar jelas di telingaku.Sekarang, dia beralih menatapku."Apa? ada ap

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-30

Bab terbaru

  • Tak Semanis Madu   175. Ending

    POV BellaDi sini aku sendiri, menahan sakit dan bertaruh nyawa melahirkan buah cintaku dengan Abi. Di sana entah apa yang terjadi, apakah Abi sudah mengucap ijab kabul kembali dengan Tari atau sedang bertaruh nyawa berjuang untuk melepaskan diri. Sakitnya melahirkan bercampur dengan sakit hati yang semakin dalam saat kuingat kata talak dari Abimana, kata itu terus terngiang di telinga ini. Tak percaya, bahwa sekarang aku bukan lagi istri dari Abimana, pria hebat dengan sejuta pesona. Dia akan kembali pada wanita itu. Wanita yang begitu terobsesi dan tak mau melepaskan apa yang sudah menjadi milik orang.Lukaku bertambah saat kulihat Papa Hayuda yang juga mengalami luka, Asri yang terus menemani dengan setia. Juga ikut merasakan pedihnya hatiku, menangis di luar sana. Pak Nardi yang terluka cukup parah karena sempat menghadapi mereka sendirian juga sedang dirawat di sini atas permintaan Papa dan permohonan Papa pada kedua laki-laki itu."Dokter, apa perlu operasi? Kenapa anak saya be

  • Tak Semanis Madu   174. POV Adip

    POV AdipPapa menghubungi melalui pesan dari nomor yang tidak aku ketahui saat aku sedang mempersiapkan berkas rapat nanti siang bersama Meta. Papa mengatakan, bahwa Abi dan keluarganya sedang dalam bahaya. Bahkan sekarang Bella sedang bertaruh nyawa sendirian, melahirkan tanpa Abi, karena Abi sedang ditawan oleh Tari. Begitu panjang pesan yang yang Papa kirimkan, termasuk kondisi yang ada di dalam rumah Abi ia gambarkan. Aku tau, Papa sedang menyuruhku untuk bertindak tanpa ada kesalahan. Seketika aku pun bangkit dari tempat duduk.[Papa ingin kedua putra Papa kembali dengan selamat.] Pesan Papa yang terakhir membuatku semakin terenyuh. "Ada apa, Pak?" tanya Meta yang duduk menata berkas untuk rapat."Aku harus pergi, Met. Kamu ke rumah sakit. Bella mau lahiran dan Abi sedang ditawan Tari di rumahnya." "Apa?" Meta pun beranjak dan terlihat begitu terkejut.Kuberikan ponsel agar Meta membacanya sendiri. Ia pun meraihnya lalu membaca pesan Papa."Aku akan mencari bantuan.""Saya akan

  • Tak Semanis Madu   173. Talak 2

    POV ABIAku sungguh merasa kecolongan, tak pernah ada di benakku akan seperti ini. Kukira semua akan baik-baik saja. Kacau, pikiranku sungguh kacau seolah tak bisa berputar saat kulihat Bella menahan sakit yang teramat. Melihat air mata yang juga tumpah di mana-mana, Asri, Pak Nardi, Papa, dan juga Bella yang menangis melihat keadaan Bella. Membuatku semakin kacau. Di saat aku melihat anak dan istriku dalam bahaya, Tari justru terus mendesak. Hal yang konyol dia minta. Talakku pada Bella yang tengah mengandung buah hati kami.Perlahan aku melangkah, gontai, air mataku pun tumpah. Kuraih jemari Bella yang juga terisak. Mengatakan talak bukanlah sebuah permainan terlebih pada wanita yang teramat aku sayang.Namun, memikirkan keselamatan dua orang yang begitu aku kasihi adalah yang utama. Sebagai seorang kepala keluarga aku harus bisa berkorban demi keselamatan mereka.Berat namun akhirnya kata itu terucap juga. Kutitipkan Bella dan anakku pada Papa, saat ini hanya Papa yang bisa aku a

  • Tak Semanis Madu   172. Talak

    "Jangan mimpi kamu, Tari. Selamanya Bella akan tetap menjadi istriku," tolak Abi mentah-mentah.Tari terbahak, sepertinya dia sudah tidak waras. Dendamnya begitu besar pada kami sehingga perbuatannya sudah tidak bisa di jangkau oleh logika."Apa kamu pikir setelah apa yang kalian lakukan padaku aku akan diam begitu saja, Mas?! Kamu sudah merenggut semuanya, bahkan perusahaan Papa bangkrut karenamu!""Perusahaan kalian bangkrut karena memang sudah seharusnya! Karena barang curian tidak akan pernah bertahan lama jika pemiliknya sudah mengetahui. Aku harap kamu ingat dengan ide yang kau curi di Batam, atau kamu sudah hilang ingatan?! Satu lagi, jangan panggil Mas padaku, jijik aku mendengarnya!" kata Abi lantang. "Apa karena istri kamu itu tidak bisa memanggil kamu dengan sebutan itu?" "Diam kamu, Tari!" Mereka terus berdebat mengeluarkan semua kata-kata kasar. Hingga aku merasa ada yang keluar dan basah."Abi!" teriakku saat kulihat cairan keluar. Asri dan Papa yang masih melihat ket

  • Tak Semanis Madu   171. Kedatangan tamu 2

    "Tari?!" lirihku. "Pak Nardi?!" Aku tersentak saat kulihat Pak Nardi sudah terikat dan terluka, mulutnya pun sudah ditutup oleh lakban. Tampak Pak Nardi memberi isyarat pada kami untuk berlari. Karena sepertinya Tari datang dengan niat tidak baik.Cepat aku dan Asri menutup pintu namun ditahan oleh laki-laki yang menemani Tari. Laki-laki bertubuh besar dan jumlahnya pun banyak.Mereka mendorong kami, beruntung aku hanya terhuyung tak sampai terjatuh karena Asri dengan cepat meraih tanganku."Apa maumu?" tanyaku. Mereka mendesak masuk ke dalam."Siapa, Bell?" Papa pun datang menghampiri setelah mendengar keributan."Tari?" Tak kalah sepertiku, Papa pun terlihat begitu kaget. Dua orang menyergap Papa yang berlari ke arah kami, bersamaan dengan itu dua orang mencekal kedua tanganku dan tangan Asri. "Apa-apaan ini, Tari?" berontak Papa memaksa untuk lepas dari kedua pria bertubuh kekar itu. Namun mereka mencengkeram tangan Papa lebih kuat. "Tenang, calon Papa mertua."Deg! Calon m

  • Tak Semanis Madu   170. Kedatangan tamu

    Di luar rencana sebelumnya yang hanya beberapa hari di Batam ternyata sampai sekarang Abi belum juga pulang. Ya, sudah hampir dua minggu Abi di Batam, rencananya besok baru akan pulang. Meski Abi selalu menghubungi lewat pesan atau video call, tetap saja hatiku hampa tanpa kehadirannya. Setiap malam biasanya dia memijat kaki yang semakin hari semakin terasa mudah sekali lelah. Sekarang Asri yang melakukannya, namun tak bisa setiap hari karena aku kasihan jika Asri harus melakukannya setiap hari.Tak jarang pula Abi berbicara pada anaknya walau hanya melalui ponsel, untuk sekedar menasehatinya untuk tidak nakal dan menjaga Mamanya."Sudah, Sri. Kamu istirahat sudah malam," kataku pada Asri yang tengah memijat kakiku saat kulihat benda pipih persegi panjang yang aku letakkan di atas nakas sebelahku itu berpendar. "Jangan lupa diminum susunya, Mbak. Nanti kalau Mas Abi telepon Asri biar bisa bilang sudah, Mas," kata Asri. Aku terkekeh, pasti mereka sering berhubungan melalui ponsel dan

  • Tak Semanis Madu   169. Ribetnya seorang Abimana 2

    "Bisa aja kamu, Bell," jawab Abi menggaruk tengkuknya, malu.Keluar dari kamar kulihat Papa duduk di sofa membaca majalah, majalah kami yang semakin berkembang pesat meski konsultasi Pak Christian dan Kak Raka secara virtual dengan Abi karena jarak yang jauh. "Papa mau nasi goreng? Sekalian Bella buatin, mau buatin Abi soalnya." tawarku."Memangnya kamu sudah boleh masak sama suamimu yang lebai itu?" tanya Papa, sejauh ini hubungan mereka masih sama, tak ada perubahan. Entah mau sampai kapan, kukira dengan kehamilanku akan membuat keduanya semakin dekat, namun kenyataannya tidak. Pernah aku meminta mereka untuk pergi bersama mencari rujak cingur di Surabaya dengan alasan permintaan bayi. Abi menolak dengan alasan akan basi, aku menjawab dan mengajari untuk beli saat waktu penerbangan sudah dekat, bumbu di pisah. Niat hati ingin mendekatkan mereka dengan menyuruh mencari makanan lebih jauh agar bisa menginap bersama. Aku malah ditertawakan. Abi membaca rencana dan tujuanku. Gagal la

  • Tak Semanis Madu   168. Ribetnya seorang Abimana

    Hari terasa begitu cepat, perut ini pun sudah semakin membesar seiring berjalannya acara tujuh bulanan beberapa waktu lalu. Menurut dokter, usia kandungan sudah menginjak 38 minggu. Tapi di usia kandungan yang semakin membesar, aku harus melepas Abi untuk pergi ke Batam karena suatu hal yang terjadi di proyek Batam dan memerlukan penanganan dari Abi secara langsung.Hayuda pun sudah mulai berangsur stabil. Sedangkan Mama belum juga diketahui ada di mana. "Hai anak papa, jangan nakal ya, besok Papa mau ke Batam dulu. Jagain Mama biar nggak ganjen sama si Dedi itu, ya," sindir Abi yang meletakkan kepalanya di pangkuanku, mengusap dan mengecup perut yang semakin membesar ini tiada henti. Itulah aktifitas Abi selama beberapa bulan ini setiap malam menjelang tidur. Sedang aku mengusap kepalanya."Ih, Abi, siapa yang ganjen, jangan fitnah di depan anak," keluhku, saat ini kami ada di atas ranjang big size kamarku, Abi meninggalkan kamarnya dan tidur di kamarku sejak kami pulang ke Jakart

  • Tak Semanis Madu   167. Rayuan Abi 2

    Beranjak aku berdiri menyamainya. "Sayang, kalau aku lihat kamu terus jadi nggak tega untuk pergi, pengennya deket kamu terus, sayang-sayangan sama kamu," rayuku membelai wajah yang semakin hari semakin memancarkan aura kecantikan dan keibuan itu. Terdengar klise memang, tapi sangat dibutuhkan kalau hanya sekedar untuk merayu ibu hamil, meski aku sendiri kadang suka eneg setiap mendengar rayuanku."Benarkah?" tanyanya memelukku sejenak, Namun tiba-tiba melangkah menuju ke depan meja rias."Sini deh, lihat, perutku sudah mulai membuncit. Pantas saja kamu tidak tertarik lagi," ucapnya di depan kaca. Mengamati bentuk tubuhnya dari berbagai arah, tampaknya dia terganggu saat memelukku dan perut buncit itu bersentuhan dengan perutku terlebih dahulu.Aku pun mendekati dan memeluknya dari belakang, mengusap perut yang sudah mulai terlihat berisi. Terlihat dari pantulan cermin besar yang ada di depan sana wajah masam dari istri kesayangan. "S*eksi, aku suka. Ini yang membuat aku semakin cinta

DMCA.com Protection Status