38. Pulang CDeg ... apa Abi sedang meminta jawaban atas pernyataan cintanya? "Surat apa?""Ya surat, surat yang aku titipkan sama Suster Dewi," jawabnya sambil sesekali menoleh ke arahku."Aku tidak mengerti apa maksud surat itu." Lebih baik berkelit daripada sakit.Mobil dihentikan secara tiba-tiba. Kemudian Abi keluar dan masuk ke belakang lalu duduk di sampingku. "Kenapa?" tanyaku bingung."Aku, akan membuatmu mengerti maksud dari surat itu, Bell." ucapnya dengan tatapan tajam membuat jantungku berdebar kencang."Aku ....""Bella ... aku ingin rujuk denganmu. Aku ingin memulainya dari awal, di mana hanya ada aku dan kamu, tanpa ada kata dia. Raka ataupun Tari. "Suasana begitu berbeda, udara malam terasa panas saat aku mendengar kata- kata Abi.Deg ... deg ... deg ... jantungku seolah berpacu. "Aku tidak bisa, maaf, ini terlalu cepat dan tidak masuk akal.""Kalau ini terlalu cepat,m maka aku akan menunggumu.""Aku tidak bisa percaya begitu saja padamu," elakku."Aku akan membuatm
Bab 37PerdebatanPOV ABIApa yang aku perkirakan akhirnya terjadi juga. Aku yakin, Mama datang untuk menghakimiku. Masalahku dengan Adip beberapa waktu lalu di kantorku saja belum selesai, sekarang tambah lagi dengan Adip yang harus pulang membawa memar di wajahnya, pastilah, Mama tidak akan terima."Saya tunggu di luar, Pak," kata Meta ke luar menutup pintu. Meta memang sangat pengertian, dia tau, bahwa, aku dan Bella perlu bicara berdua."Bi, apa ini semua karena tadi? Karena aku? Karena kamu membantuku?" tanya Bella dengan wajah penuh rasa bersalah."Bukan, ini masalahku dengan keluargaku. Jangan berpikir yang tidak- tidak," hiburku.Hening,"Apa ... aku boleh pergi malam ini, Bell?" tanyaku meraih wajah Bella yang tertunduk lesu. "Hei ... kenapa? Ini bukan salahmu, aku akan menyelesaikannya." lembutku. Kubimbing wajah itu untuk menatapku."Kenapa?" tanyaku lagi."Pergilah, bawalah nasimu, makanlah di jalan jika lapar, jangan mengantuk. Kasihan Meta kalau harus terus menjadi supi
POV BELLAKulihat pesan masuk di ponselku saat aku beranjak untuk menunaikan sholat subuh.[Assalamualaikum, Bella, calon pacar. Masalahku sudah selesai jangan merasa bersalah lagi, ya!][Hari ini aku ke Surabaya, hubungi aku jika ada yang kamu inginkan dari kotamu.]Begitulah bunyi pesan yang aku baca, sudah jelas itu dari siapa."Abimana? sejak kapan aku menyimpan kontaknya dengan nama Abiyours? Abiyours, bukannya Abi milikmu? Idih ulah Abi lagi pasti ini? Calon pacar? Apa dia sudah lupa umur, menyebutku calon pacar?" tanyaku pada diri sendiri saat kulihat nama dari pengirim. [Waalaikumsalam,]Send,Kukira sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas. Namun, menjawab salam adalah kewajiban. Akupun bergegas melakukan aktifitas seperti biasa. Langkahku terhenti, saat kulihat kalender yang sudah aku lingkari, teringat akan pertunangan Kak Raka malam ini. Aku termangu untuk sesaat. Kemudian dengan cepat aku menepis segala lamunanku.Sesampainya aku di kantor dan memasuki gerbang utama.
Siasat Abi."Tangan ini ...," batinku menerka saat tangan kokoh dengan jam tangan yang sudah tidak asing lagi bagiku, melingkar di pundakku."Pak Abimana," kata Raya mengejutkan."Abi?" sentakku kaget bukan kepalang."Jangan menyentuhnya, dia milikku," celetuknya.Kata-kata pamungkas yang selalu keluar dari mulut Abi, membuatku terperangah. Tak hanya aku, semua yang mendengar pasti juga akan terkejut dan terperangah. Terlihat jelas, semua yang ada di depanku saat ini menunjukkan ekspresi kaget, dengan mata dan mulut membulat yang membulat sempurna. Termasuk Nadia dan Vany.Dengan cepat aku menjauhkan tangan itu dari pundakku, dan membalikkan badanku.Deg ... tak jauh berbeda dengan mereka, mataku pun membulat sempurna. Saat kulihat Abi berdiri di hadapanku bersama Meta."Apa perlu ditindak, Pak?" tanya Meta setengah berbisik."Jangan ... jangan buat rusuh acara orang," jawab Abi dengan suara pelan, namun masih terdengar jelas di telingaku.Sekarang, dia beralih menatapku."Apa? ada ap
POV ABIKuberikan cincin pada mereka lalu aku berkata. "Berpikirlah seribu kali jika ingin menjatuhkan Bella. Karena bisa saja kamu yang justru akan jatuh," ucapku pada calon mempelai wanita. Setelah aku melihat kejadian di depan tadi, aku semakin tidak ingin meninggalkan Bella sendirian di Bandung.Pertemuanku dengan Kyai Khalil terpaksa aku batalkan hari ini. Waktuku tidak banyak, tidak mungkin aku membiarkan Bella datang ke acara Raka sendirian. Dan pilihanku ternyata tidak salah. Jika aku tidak datang, mungkin sudah ada laki- laki lain yang menolong Bella tadi. Syukurlah, aku datang tepat waktu sehingga aku masih bisa disebut satu- satunya lelaki untuk Bella.Usai menyerahkan cincin, akupun kembali turun, bergegas menemui Bella."Pak Abi," sapa seorang laki- laki padaku. Akupun menghentikan langkah sejenak. "Ya,""Saya, Cristian Hutabarat, pimpinan redaksi 5Star," ucapnya mengulurkan tangan."Oh ... ya, Pak Cristian. Masyaallah, akhirnya bisa ketemu, ya," kataku ramah dan men
Lupakan Bella!"Kakakmu?" tanya Bella saat melihat mobil Adip."Sudah, masuklah!" seruku membuka pintu belakang mobil dan membimbing Bella untuk masuk. Aku tidak akan membiarkan Adip menyentuh Bella sedikitpun, bahkan aku tidak akan membiarkannya menemui Bella.Setelahnya menutup pintu belakang, aku mengetuk pintu bagian depan dan Meta langsung membuka kaca. "Met, antar Bela pulang. Saya akan menyusul nanti.""Tapi, Pak ....""Sudah, lakukan saja," selaku."Baik, Pak.""Bi," panggil Bella saat aku hendak meninggalkan mobil.Akupun kembali membungkukkan badan dan melihat ke arah Bella yang sedang duduk di belakang."Kenapa, Bell?" tanyaku."Aku ... akan menunggumu di rumah, berjanjilah kalau kamu akan baik-baik saja," ucapnya ragu namun terlihat tulus. Aku tak menjawab, hanya mengangguk pelan."Hati-hati, Met!" usirku halus, aku tak mau Bella berlama-lama disini Karena Adip sudah terlihat keluar dari mobil dan menuju kemari.Meta menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan cepat, sepert
Aku tersenyum geli mendengar ucapannya. Bagaiman mungkin orang seperti dia bisa punya rasa cinta."Ha ha ha ... kamu mau asetku yang mana, Dip?" tanyaku tanpa basa-basi."Aku serius, aku sudah bertemu dengannya di Cafe, sekitar dua tahun yang lalu."Deg ... Jadi, benar mereka sudah bertemu sebelumnya? Dan wajah Adip? Wajah yang kulihat saat ini berbeda dengan Adip sebelumnya. Sebadung-badungnya Adip, aku belum pernah mendengar atau melihat dia dengan wanita. Bisa dibilang kalau masalah wanita, akulah yang lebih banyak menimbulkan asumsi dan gosip."Sudah ku bilang, Bella milikku yang tidak bisa aku berikan padamu. Lupakan Bella!" Kutinggalkan Adip, ia mematung, dan tak melawan sedikitpun. Terlihat aneh memang, Namun itulah kenyataannya."Kita akan bersaing sehat, Bi, untuk masalah ini," teriaknya, kuhentikan sejenak langkahku."Nggak perlu, Dip. Aku dan Bella sudah mengurus persyaratan rujuk. Jadi, lebih baik kamu mencari wanita lain!" jawabku tanpa menoleh."Tapi, semua akan berubah
POV BELLARasa tak rela menyeruak saat Abi berkata akan menetap dan tinggal di Luar negeri. Mungkin ragaku mengijinkan, namun hatiku sebaliknya. Perang batin pun ku alami, hingga akhirnya, hatikulah pemenangnya. Setelah aku menelisik lebih dalam lagi, aku baru menyadari bahwa, cinta itu ada, hanya saja aku enggan mengakuinya karena aku telah dibutakan oleh kebencian pada Abi yang justru menyiksa diriku sendiri.Aku tak mau kehilangan, aku tak mau lagi kejadian yang terjadi terhadapku dan Kak Raka kembali terulang. Aku yang tidak pernah berani mengungkapkan perasaan, akhirnya jatuh dalam ketidak pastian.Malam ini aku putuskan untuk mencobanya lagi. Meski akan sulit namun aku akan berusaha. Abi, tidak ada yang bertanggung jawab padaku sebesar tanggung jawab Abi terhadapku. Dia mampu berkata untuk aku segera menikah dengan Kak Raka demi tanggung jawabnya padaku. Aku tahu kala mengatakan itu hatinya menangis meski raganya terlihat kuat. Rasa ini aku sadari saat Abi meninggalkanku di